FOREVER SOMEONE

Disclaimer: I don't own Bleach, it's Kubo Tite. I used it just for fun...

Forever Someone merupakan sequel dari Sometimes Someone. Di sini yang dieksplor ga bakalan cuma dari sudut pandang Ichigo aja, tapi juga dari Grimmjow, dan beberapa karakter lain yang memungkinkan :) Oh ya, saya sama sekali ga bermaksud bashing Cirucci di sini lho ya ._. Saya cuma butuh peran dia kayak begitu aja. And last, trims banget buat kalian semua yang udah mendukung Sometimes Someone untuk dijadikan sequel selama ini, semoga kalian suka kelanjutannya ini! :D

Special thanks untuk Zanpaku-nee dan katskrom yang selalu memberikan masukan dan saran :) Juga lovely orihime yang selalu memberikan cintanya pada saya #PLAK Review kamu bikin saya senyam-senyum =))

Warning(s): Yaoi. Male x Male Relationship. Alternate Universe. OOCness (semoga ga banyak). Possible for Angsty Ichigo. -warning ini berlaku untuk keseluruhan chapter, jadi saya ga perlu menulisnya berulang kali-

Onwards...

XOXOXO

If you're going to hate me, hate me for loving you too much.

If you're going to leave me, leave me for needing you too much.

If you want to catch an attitude and kick me out,

do so cause you know that there's no other way to make me leave.

Make it clear to me your reason if you want me gone,

for otherwise I will spend forever chasing after you.

XOXOXO

"Oke, kurasa dalam waktu 3 hari dari sekarang, gipsmu sudah bisa dibuka, Hiyori."

"APA? ! Kamu bilang hari ini kamu akan membukanya, Ichigo!" Sebisa mungkin wajah mungil Hiyori memberikan tatapan membunuh pada pria yang memakai jas panjang putih, tanda seorang dokter, dihadapannya. Rambut oranye sang pria hari ini kelihatan lebih berantakan dari hari kemarin, merupakan gambaran seberapa lelah yang dirasakannya.

Menahan keinginannya untuk menutup telinga akibat suara petir Hiyori, Ichigo menjawab dengan tenang, "Ya, kalau kau kemarin tidak terlalu banyak bergerak dan berakhir terjatuh di kamar mandi." Ia acak-acak rambutnya sebagai tanda frustasi. Ichigo merasa sangat lelah dan ingin segera pulang, beristirahat di atas tempat tidurnya yang empuk—walau memang tetap tidak seempuk tempat tidur Noda Yoshihiko[1]—dengan ditemani secangkir kopi hangat.

Tapi, ia tahu dirinya tidak akan bisa pulang.

Setidaknya setelah ia mengontrol beberapa pasiennya yang lain.

Dan Hiyori benar-benar mengetes kesabarannya saat ini. Gadis bersurai pirang itu sudah 3 bulan menginap di Rumah Sakit Karakura ini karena kakinya patah akibat terjatuh dari lantai 4 di sekolahnya. Awalnya Ichigo merasa keajaiban terjadi pada sang gadis karena masih bisa hidup dengan hanya kaki patah setelah jatuh dari ketinggian semacam itu, tapi setelah mengetahui dengan betul sifat dari Hiyori, ia yakin tidak akan pernah merasa terkejut lagi jika gadis itu masih bisa berjalan setelah ditabrak mobil.

Lagipula, seharusnya Hiyori bisa pulang setelah sebulan dirawat, namun karena sifatnya yang seenaknya dan sulit sekali diam sehingga membuat kesulitan setiap perawat yang menjaganya, ia jadi membutuhkan 2 bulan tambahan.

Bayangkan saja, mana ada orang yang kakinya patah hingga harus digips berlarian di lorong rumah sakit dan nekat bermain lompat tali hanya karena harga dirinya tidak membiarkan dia terlihat lemah? Tapi, begitulah Sarugaki Hiyori. Seorang siswi di salah satu sekolah menengah pertama swasta Karakura, yang terkenal aktif sebagai seorang atlet baseball terbaik di sekolahnya.

"Itu kan bukan kesalahanku! Tukang bersih-bersihnya saja yang nggak becus bersihin lantai kamar mandinya!" Dengan kedua tangan terlipat di dada, Hiyori membuang muka.

Ichigo mendengus, "Yeah, benar... Terlilit handuk sendiri gara-gara kamar mandinya licin." Sarkasme yang ia keluarkan membuat Hiyori kembali menatap ke arahnya dengan kedua mata yang melotot. Tapi, rona kekesalan itu tidak bertahan lama di wajah sang gadis, dan malah berganti menjadi seringai lebar seolah apa yang baru saja Ichigo katakan adalah hal yang sangat bodoh. "Apa?" Ichigo hanya bisa mengerutkan alis, merasa tahu dengan benar jika Hiyori membuat ekspresi seperti itu, harga dirinya sendiri tengah terancam.

"Kelihatannya anda sangat menikmati malam istirahat kemarin ini, ne, Dr. Kurosaki?" Hiyori mengetuk-ngetukkan jemarinya ke bagian lehernya sendiri, sebagai tanda bahwa ada 'sesuatu' di leher sang dokter muda.

Membelalakkan mata, dengan wajah yang memerah, Ichigo dengan sigap menutupi bagian leher yang dimaksudkan oleh sang gadis, "Ini bukan urusan bocah!" Ia kemudian menepak keras gips di kaki Hiyori hingga membuat gadis itu memekik akibat rasa menjeletit yang sempat hinggap, tapi tidak cukup untuk menghentikan tawanya yang membahana di ruangan.

Ichigo merasa sudah cukup melakukan pemeriksaan pada Hiyori dan memutuskan untuk segera keluar ruangan.

Tidak lupa ia benarkan posisi kerah kemejanya agar hickey yang tertera di sana tidak terlihat oleh siapa pun lagi.

Berjalan dengan langkah mantap—walau sebenarnya cukup menghabiskan tenaga—karena Ichigo tidak ingin mendengar ceramah dari salah seorang Dokter yang selalu bilang, "Rasa lelah para dokter jangan sampai terlihat oleh pasien.". Sebenarnya sih, biasanya juga ia selalu cuek saja, tapi khusus untuk saat ini, Ichigo merasa tidak memiliki tenaga lebih untuk berdebat, jadi ia turuti saja kata-kata itu. Hanya untuk saat ini. Berjalan melewati beberapa ruang rawat inap lainnya, Ichigo melihat beberapa pasien yang ia tangani tengah beristirahat, ada beberapa yang melihat ke arahnya dan ia lemparkan senyuman pada mereka. Senyum di wajahnya semakin melebar ketika mereka membalas senyumnya.

Berlebihankah jika ia katakan saat ini rasa lelahnya agak berkurang?

Melihat wajah gembira dan sehat para pasien yang ia tangani selalu memberikan kehangatan pada hatinya. Membuatnya mampu berjalan dengan lebih tegap dan mantap lagi. Hal itu merupakan salah satu alasan baginya untuk menjadi seorang dokter, disamping ayahnya yang juga merupakan dokter dan sudah memiliki tempat praktiknya sendiri.

Ichigo pun berniat membuka praktik di rumahnya sendiri. Tapi, ia masih butuh waktu lebih lagi untuk bisa benar-benar melaksanakannya. Entah itu 5 tahun lagi, atau malah 20 tahun lagi.

Ngomong-ngomong soal rumah, Ichigo sudah cukup lama tidak berkunjung ke rumah keluarganya. Yuzu sudah berulang kali menanyakan mengenai kedatangannya, tetapi ia masih belum juga memiliki waktu kosong selain beristirahat dalam kesendirian di rumahnya.

Ah, kalian bingung?

Saat ini sudah 2 tahun berlalu semenjak Ichigo lulus dari universitas, dan sudah 2 tahun pula semenjak dirinya keluar dari rumahnya untuk hidup secara mandiri, lalu bekerja untuk Rumah Sakit Karakura sebagai dokter umum. Ia sebenarnya ingin menjadi seorang ahli bedah khusus untuk pasien anak-anak, hanya saja, ia merasa perlu untuk menimba pengalaman dulu dalam hal dasar sebelum mengambil kelas di Pediatric Fundamental Critical Care Support (PFCCS)[2]. Ichigo berniat untuk mengambil kelasnya setelah ia merasa familiar dengan kehidupan seorang dokter.

Ia tidak terburu-buru.

Lamunan Ichigo sempat buyar saat ia menangkap sesuatu yang berwarna merah, yang kemudian ia sadari merupakan warna rambut dari salah satu pasien bagian penanganan anak usus buntu. "Kalau ingin luka operasimu cepat menutup, jangan terlalu banyak berlari, Jinta." Sambil lewat, Ichigo menjitak pelan kepala Jinta dan langsung melesat menjauh ketika Jinta mulai menggerung kesal.

Warna rambut Jinta mengingatkannya pada salah seorang temannya—atau lebih tepat ia sebut sebagai sahabat, Abarai Renji. Berbeda dengan dirinya yang semenjak awal sudah mantap akan menjadi seorang ahli bedah, Renji masih ragu-ragu dengan keinginannya sendiri. Pria bersurai merah itu bahkan berhenti kuliah pada semester ketiga dengan alasan akhirnya ia menemukan apa yang ingin ia lakukan. Sayang memang, karena sebenarnya, Renji merupakan siswa yang cukup berbakat dalam pembedahan, dan Ichigo sudah memimpikan untuk bekerja bersamanya jika mereka sama-sama menjadi ahli bedah nantinya.

Apa boleh buat, tapi Renji kelihatannya jauh lebih tertarik bergaul dengan hewan. Hahaha. Benar kok, daripada membelah perut seseorang menjadi dua dan mengobok-obok usus, Renji lebih suka memandikan simpanse, memberi makan singa, dan membersihkan kotoran gajah. Ichigo pun sudah sering kali mengunjungi temannya itu di Kebun Binatang Los Lobos tempatnya bekerja, dan ia melihatnya dengan mata kepalanya sendiri betapa Renji begitu menikmati pekerjaannya.

Ia merasa senang untuk Renji.

Dan untuk Rukia...

Ichigo tidak begitu tahu banyak mengenai apa yang terjadi dengan sahabatnya yang satu itu—entah apakah ia masih bisa menyebutnya sahabat setelah apa yang pernah terjadi. Ia hanya tahu bahwa Rukia melanjutkan studinya ke London demi menjadi seorang dokter kandungan, dan tidak akan kembali ke Jepang sebelum pendidikannya berakhir. Ichigo menantikan waktunya Rukia untuk kembali, karena selama ini ia tidak pernah memiliki kesempatan untuk bicara dari hati ke hati dengannya. Ia berharap, saat ia bertemu kembali dengan Rukia, ia bisa mengatakan semua yang ingin ia katakan hingga tidak ada lagi yang namanya kebencian.

Yang bisa ia lakukan sekarang hanya menunggu, dan terus mencari kabar mengenai Rukia melalui Byakuya yang kini—

"ICHIGO!"

Pikirannya terputus saat mendengar namanya disebut dalam volume yang rasanya sanggup untuk membangunkan beruang dari hibernasinya. Sepasang iris madunya menangkap sosok seorang pria berlari ke arahnya. Blur berwarna biru membuatnya mengangkat kedua alis tinggi-tinggi. Rasa heran dan keingintahuan akan jawaban atas alasan sang pria berada di sini terpatri jelas diwajahnya. "Grimmjow?" Langkahnya sudah terhenti di tempat saat pria bersurai senada dengan mata birunya itu berada tepat dihadapannya.

Wajahnya nampak panik, dan Ichigo pun mengerutkan alis, "Ada sesuatu yang terjadi?" Sekarang, jika ia perhatikan sekelilingnya secara lebih teliti lagi, ia bisa melihat kerumunan yang berlari menuju satu tempat yaitu Unit Gawat Darurat. Dan yang paling membuatnya kaget adalah segerombolan orang yang membawa benda yang ia yakini sebagai kamera.

Apa-apaan ini?

"Kau harus cepat membantuku, Ichigo!"

Bentakan panik Grimmjow membuat Ichigo mendelik kembali ke arah sang pria. Ia tidak mengatakan apa pun, hanya menunggu pria yang lebih tinggi darinya itu melanjutkan kata-katanya, "Cirucci! Dia terjatuh dan mengalami pendarahan!" Nama wanita yang ia yakini sebagai istri Grimmjow disebutkan, dan membuatnya berpikir sesaat.

Cirucci.

Jatuh.

Pendarahan.

Oh ya, Grimmjow pernah bercerita padanya kalau istrinya itu tengah hamil muda. Sekitar sebulan atau 2 bulan kalau tidak salah. Jika memang benar wanita itu terjatuh, jika dibiarkan terlalu lama, bisa-bisa malah keguguran. Tarikan yang ia rasakan pada lengan kanannya, dan Ichigo hampir saja terjatuh karena posisi kakinya sedang tidak siap untuk dibawa berlari begitu saja, "Tunggu, Grimm! Kau mau bawa aku kemana?" Pertanyaannya itu hanya menghasilkan terikan yang lebih kuat dan sempat membuatnya meringis.

"Kemana? Tentu saja menolong Cirucci! Apakah kau bodoh? Kalau dibiarkan terlalu lama, ia bisa—"

"Woa! Stop, Grimm! Stop!" Ichigo berhasil menahan laju larinya dan juga Grimmjow. Bisa-bisanya pria itu mengatakan dirinya bodoh, padahal pria itulah yang tidak tahu apa-apa di sini. Ia tarik tangannya sendiri hingga terlepas dari genggaman sang pria dan kembali ia acak-acak rambutnya, menghela nafas berat, "Dengar, Grimm. Aku ini dokter umum, bukan dokter kandungan. Kau meminta tolong terhadap orang yang salah. Akan kupanggilkan Unohana untukmu." Tanpa menunggu jawaban dari Grimmjow, Ichigo langsung melesat menuju ruangan dimana Unohana berada. Dokter wanita yang ia yakini kini sedang berada diruangannya sendiri sambil menyesap teh itu adalah salah seorang dokter spesialis kandungan yang ada di Rumah Sakit Karakura.

Dan dugaannya itu memang benar.

"Hei, Retsu. Kau dibutuhkan di Unit Gawat Darurat."

Tanpa perlu menunggu lama lagi, wanita dengan rambut berkepang panjangnya itu langsung berdiri dan mengikuti langkah Ichigo tanpa banyak bertanya. Mereka berdua sudah saling mengenal dengan sangat dekat. Semenjak Ichigo bekerja di rumah sakit ini, Unohana Retsu adalah temannya yang pertama. Walau wanita itu berusia jauh diatasnya, Ichigo memanggil namanya tanpa embel-embel apa pun dan Unohana nampak tidak begitu peduli. Minimnya protes, membuat Ichigo memanggilnya terus dengan nama kecilnya, walau bukan berarti jika Unohana melarangnya pun Ichigo akan memanggilnya dengan sebutan "Dokter Unohana" sih.

Di depan Unit Gawat Darurat, mereka melihat Isane, perawat yang selalu bekerja disebelah Unohana, tengah membicarakan kondisi Cirucci pada Grimmjow. Wajah gadis bersurai perak itu nampak cerah ketika melihat Unohana mendekat, "Dokter! Syukurlah, aku baru saja mau mengirimkan orang lain untuk memanggilmu." Unohana hanya tersenyum dan mengangguk ke arah Grimmjow sebelum kemudian berjalan masuk ke dalam Unit Gawat Darurat, diikuti oleh Isane yang menjelaskan kondisi pasien yang akan ia tangani.

Ichigo menggenggam pundak Grimmjow pelan, dan memberikan senyumnya pada sang pria yang nampak kalut, "Sudah tidak apa-apa, Grimmjow. Jika Retsu yang menanganinya, kau tidak perlu mengkhawatirkan kondisi istrimu." Ia kemudian menuntun Grimmjow berjalan ke deretan kursi terdekat, dan duduk disebelah sang pria.

Menyandarkan punggungnya, Grimmjow menghela nafas, "Aku khawatir dengan kondisi kandungannya." Pikiran bahwa yang ada didalam kandungan istrinya itu adalah anak pertamanya, membuat Grimmjow jauh lebih mengkhawatirkan kandungan sang istri daripada istrinya sendiri. Ia yakin Cirucci akan baik-baik saja walaupun wanita itu sempat membuat ekspresi kesakitan tadi.

Ia tahu istrinya itu merupakan wanita yang kuat.

"Kau kan bisa membuatnya lagi, Grimm." Tidak pernah sekali pun dalam hidupnya, Ichigo berpikiran untuk memiliki darah dagingnya sendiri. Mungkin karena dia memang gay. Berpikir untuk melakukan hubungan intim bersama seorang wanita saja sudah membuat lambungnya berputar dalam kondisi yang membuatnya mual. Padahal dulu, ia yakin tidak merasa seperti itu. Setidaknya setelah ia menyadari seksualitasnya sendiri. Dan haruslah ia katakan bahwa dirinya beruntung. Ketakutannya akan keluarganya yang membuang dirinya sama sekali tidak terbukti.

Ketiga anggota keluarganya itu menerima kondisi dirinya dengan tangan terbuka lebar. Isshin dimana air matanya berlinang, berlari-lari keliling rumah sambil berteriak, "Anakku sudah menjadi seorang priaaaa!" sebelum kemudian memeluk poster istrinya yang terpampang satu tembok penuh di ruang keluarga. Yuzu yang tersenyum lebar dan langsung bertanya apakah ia memiliki gebetannya sendiri, dan Karin yang langsung menggodanya dengan menanyakan apakah dirinya lebih senang berada di bawah atau di atas.

Keluarganya adalah anugerah.

Walaupun mereka sinting.

Lamunannya terhenti saat merasakan beban dipundaknya. Menoleh, nafasnya sempat tercekat saat menyadari beban dipundaknya itu diakibatkan oleh kepala Grimmjow yang bersandar di sana. Dalam posisi seperti itu, indera penciumannya dengan segera bisa menangkap cologne yang dikenakan oleh sang pria. Semerbak harum air laut dan Bvlgari membuat debar di jantungnya memacu lebih cepat, membuat wajahnya panas. Namun setelah 4 tahun bergerumul dengan perasaannya yang tersembunyi terhadap sang pria, Ichigo mulai bisa menahan rona wajahnya untuk tidak mempermalukan dirinya.

Ya. Walaupun tahu Grimmjow sudah berkeluarga, dan dirinya sendiri kini sudah memiliki kekasih, Ichigo tetap tidak bisa melupakan perasaannya terhadap sang pria. Perasaan itu masih ada, terkubur jauh didalam hatinya dan terus ia berusaha menimbunnya dengan perasaannya terhadap sang kekasih sekarang ini.

Dengan menjadi sahabat dengan Grimmjow saja, saat ini baginya sudah cukup.

Ia bahkan tidak pernah menyangka hubungannya dengan Grimmjow akan menjadi sedekat ini. Padahal ia berpikiran hubungan mereka tidak akan pernah lebih dari sekedar pelanggan dengan pelayan cafe. Namun pada kenyataannya, setelah obrolan kecil mereka di swalayan dulu, setiap Ichigo mendatangi Las Noches, Grimmjow mulai sering mendekatinya dan mengobrol dengannya. Terkadang Kaien pun ikut bergabung, dan berakhir keduanya mangkir dari tugasnya hanya untuk mengobrol bersamanya.

Dari keadaan itulah, Ichigo semakin mengenal Grimmjow. Perkiraannya yang pada awalnya menyangka dibalik wajah kusutnya, Grimmjow merupakan seseorang yang jarang bicara, ternyata salah. Pria bersurai biru itu justru merupakan orang yang berisik, serupa dengan Renji. Berkepala panas, mudah tersinggung, dan kata-katanya seringkali mengandung sarkasme. Tipe orang yang paling sering membuat sakit hati orang lain.

Tapi, bergaul dengan Renji, membuat Ichigo terbiasa dengan kepribadian semacam itu. Ia bahkan seringkali membalas omongan Grimmjow dengan kata-kata yang tidak kalah pedas, sehingga tidak heran jika mereka pada akhirnya akan selalu perang mulut. Bahkan sampai pada tahap saling mengatai dengan kekanakan. Tapi Ichigo merasa sangat menikmatinya, dan dari kedekatannya dengan Grimmjow saat ini, ia yakin sang pria pun merasakan yang sama.

Walaupun tidak jarang, mereka juga sampai adu fisik.

Ichigo sudah pernah mengalami bengkak yang tidak hilang selama berminggu-minggu akibat tendangan Grimmjow, dan Grimmjow sendiri pun sudah pernah merasakan hidungnya patah akibat tonjokan yang dilayangkan oleh Ichigo.

Jika orang tidak mengenal mereka dengan baik, orang-orang itu akan menganggap mereka berdua adalah musuh besar, padahal sebaliknya.

"Kurosaki-san!"

Ichigo menoleh dan mendapatkan seorang perawat menghampirinya dengan terburu-buru, "Ternyata anda ada di sini! Apa yang anda pikirkan? Anda kan harus mengontrol kondisi Yamada-san semenjak tadi." Wanita muda itu berkacak pinggang, dan melotot kesal ke arahnya.

"Ahaha, maaf, Soi Fon. Aku sedang bicara dengan temanku di sini..." Ichigo sedikit menggerakkan pundaknya hingga membuat Grimmjow yang belakangan menyadari situasinya mengubah posisi duduknya menjadi tegak.

"Panggilan untukmu?" Grimmjow mengangkat kedua alisnya, dan Ichigo harus menahan harapan yang sempat melambung didadanya saat melihat sinar kekecewaan memancar dikedua iris sang pria. Kelihatannya Grimmjow masih ingin ia temani sampai pemeriksaan terhadap kondisi istrinya selesai. Ichigo sebenarnya pun ingin menemani sang pria, tapi ia tidak mungkin menelantarkan tugasnya sebagai dokter.

"Yeah, maaf, Grimm..."

"Tidak perlu." Grimmjow mengibaskan tangannya, tanda bahwa ia tidak terlalu merasa masalah dan mengerti dengan kondisi Ichigo saat itu. "Hubungi aku setelah ini?"

Ichigo mengangguk sebelum kemudian berlalu bersama Soi Fon yang sudah berjalan lebih dulu didepannya dan menyuruhnya mempercepat langkahnya, membuat Ichigo menghela nafas. Ia yakin setelah pemeriksaannya berakhir nanti, Soi Fon akan memberinya omelan panjang yang akan membuatnya terlambat pulang ke rumah, mungkin sekitar 2 jam. Sang suster memang terlalu terpaku dengan berbagai norma yang dijunjungnya. Tidak heran jika ia terlihat sebagai sosok wanita muda yang kaku.

"Oke, bagaimana keadaanmu hari ini, Hanatarou?" Ichigo tersenyum ke arah pemuda yang terduduk diranjangnya dan melihat ke arahnya juga dengan gugup, membuatnya menghela nafas panjang.

Koreksi.

Kelihatannya ia baru bisa pulang 5 jam kemudian.

XOXOXO

"Aku pulang..."

Walaupun tahu tidak akan ada yang menjawab, Ichigo tetap terbiasa mengatakan hal itu setiap kali ia pulang ke rumahnya. Ia simpan tasnya diatas rak sepatu yang terletak tidak jauh dari pintu depan, dan dengan tenaga yang tersisa ia membuka sepatunya dengan menggunakan kaki. Merasa kalau ia duduk dan melepaskan sepatu yang ia gunakan dengan tangan, maka ia tidak akan mau bangun lagi. Sebesar itulah lelah yang ia rasakan saat ini.

Berjalan masuk menuju dapur, Ichigo terlalu sibuk dengan pikirannya sendiri untuk menyadari seseorang melangkah dibelakangnya. Ia tengah berpikir untuk mengambil libur sembari kedua tangannya bergerak untuk membuat kopi untuknya sendiri saat dua tangan tiba-tiba melingkari pinggangnya. Sesaat tubuhnya tegang karena yang ia tahu hanya ada dirinya sendiri di rumahnya, namun ketika wangi khas dan bibir lembut mengecup tengkuknya dengan lembut, tubuhnya menjadi rileks.

"Kupikir seminggu ini jadwalmu padat, Byakuya."

"Hm..." Byakuya tidak menjawab pernyataan yang dikeluarkan Ichigo. Disamping karena pernyataan itu bukanlah pertanyaan, ia merasa tidak perlu menjelaskannya secara mendetail kepada sang pria bersurai oranye mengenai alasannya berada di sini. Yang perlu ia lakukan hanya terus menciumi tengkuk Ichigo dan menggenggam selangkangannya yang masih tertutup oleh celana.

"Hnn... Byakuya..."

Ichigo menggeliat dalam pelukan kekasihnya. Tubuhnya mulai terasa panas akibat nafsu yang terpancar dari tubuh yang bersentuhan dengan punggungnya. Bisa ia rasakan kekasihnya itu menggesekkan kejantanannya yang masih tertutup diantara pinggulnya, membuatnya meringis. Ia kemudian tertawa kecil ketika mengingat bahwa saat pertama kali mengenal Byakuya, ia tidak menyangka pria itu memiliki libido yang tinggi dan bisa berubah menjadi sosok yang benar-benar berbeda di atas ranjang.

"... Byakuya... Aku..."

"Shh..."

Byakuya membungkam kata-kata Ichigo dengan menempelkan bibir keduanya. Ciuman yang dalam ia berikan, dan Ichigo menghela nafas. Ichigo membalikkan tubuhnya hingga ia berhadap-hadapan dengan sang kekasih, ia lingkarkan kedua tangannya di leher jenjang Byakuya, dan membalas ciuman yang diberikan padanya.

Ichigo sudah merasa cukup dengan Byakuya. Ia tidak akan terlalu lama merenungi perasaannya kepada Grimmjow yang tidak akan mungkin terbalas. Dan ia suatu saat nanti akan melupakan perasaannya pada sang Adonis bersurai biru, menggantinya dengan perasaannya secara penuh untuk pria kaku yang tengah menciumnya dengan penuh perasaan saat ini.

Ya.

Ia yakin ia bisa.

.

TO BE CONTINUED

.

Ada yang ingin memberikan saran, ide, kritik, dan komentar? Jangan ragu untuk menekan tombol bertuliskan "REVIEW" dibawah ya!

[1] Yoshihiko Noda adalah seorang politikus Partai Demokratik di Jepang dan anggota Majelis Rendah Jepang di dalam Diet Jepang. Ia terpilih sebagai Perdana Menteri Jepang setelah memenangkan pemilihan suara terhadap Banri Kaieda. Ia dilantik sebagai Perdana Menteri secara resmi oleh Kaisar Jepang pada tanggal 2 September 2011.

[2] Pediatric Fundamental Critical Care Support (PFCCS) adalah salah satu kursus yang ditawarkan oleh Society of Critical Care Medicine (SCCM). PFCCS adalah "adik" kandung dari kursus Fundamental Critical Care Support (FCCS) yang telah diajarkan sejak pertengahan tahun 1990 dan telah mencapai edisi yang keempat.