Maaf Fanfict ini pasti jauh dari kata sempurna. typo akut, cerita pasaran, OOC, AU, OOT, EYD berantakan, semuanya deh. No flame here.


.

.

.

.

DON'T LIKE, DON'T READ!

.

.

.

.

mohon reviewnya.

Saran/ide needed!

Happy reading ~


Disclaimer karakter selamanya punya Masashi Kishimoto

Disclamer cerita punya Devi Na Akeyama


Pairing : Sasusakux

rate M


My Annoying Neighbor

Chapter 1


Cinta

Hal rumit yang sukar dimengerti

Orang menjadi gila dibuatnya

Perasaan yang menyerang siapa saja

Tak peduli dimana dan kapan

.

Bahkan dunia tak lebih baik dengannya

Yang ada hanya kata sia-sia

Waktu, tenaga, materi, semuanya

Cinta hanyalah lambing kehancuran diri

Beruntunglah aku,

Hidup tanpa ada cinta kasih

Kepalsuan, kepura-pura

Dengan tujuan tertentu dibaliknya

Dan setelah mereka mendapatkannya

Kau akan dibuang

Sendirian

Di dunia yang kejam

Sebagai sampah tak diinginkan

Tenggelam dalam gelapnya rasa kesepian

.

Namun, pemikiran itu sirna,

Anggapan bodohku selama ini

Kutarik kembali dalam-dalam

Setelah aku bertemu dengannya

.

Seberkas cahaya datang,

Dan membuka mataku

Untuk memperlihatkanku,

Arti sejati dari cinta


Konoha. Kota yang akan kutinggali selama beberapa bulan ke depan ini banyak berubah. Keramaiannya, gedung-gedung puluhan tingkat, bangunan pencakar langit berdiri di mana-mana. Banyak kedai kopi penuh dengan orang-orang yang menghabiskan waktunya bersama teman, keluarga atau kerabat. Bercakap-cakap, meminum kopi atau sekadar menikmati WiFi gratis yang disediakan disana.

.

.

.

.

.

.

Disinilah aku, di halte bus 09, tidak jauh dari bandara. Halte 09 terlihat tidak terawat karena banyak graffiti dengan aneka tulisan di dindingnya, beberapa selebaran iklan yang telah disobek-sobek dan beberapa papan reklame yang tak sanggu berdiri lagi. Aku duduk di kursi panjang dari besi yang dilapisi nikel dengan 2 koper besar kupegangi di masing-masing tanganku. Koper berwarna biru tua yang penuh dengan pakaian, buku, alat mandi, dan perlengkapan lain di dalamnya. Halte terasa begitu sepi, mungkin karena sekarang sudah pukul 08.50 malam, dan aku menunggu pemberhentian bus terakhir. Jalan yang gelap diterangi oleh beberapa lampu jalan yang sudah tua, bisa diketahui karena sedari tadi beberapa lampu tak berhenti berkedip. Di halte 09 hanya ada seorang laki-laki berpakaian serba hitam bertopi sedang bersandar di tiang penyangga, dan seorang wanita cantik berambut pirang berpakaian mencolok sedang mengutak-atik tas merah menyalanya.

Aku mendengus. Butuh berapa lama lagi untukku menunggu. Terhitung lewat 45 menit sejak bus terakhir yang kulihat lewat. Banyak penumpang yang berebut naik, berdesak-desakan hingga ada seorang yang terjatuh. Ingin rasanya aku ikut andil, tapi dengan 2 koper ini, pasti akan sangat sulit. Terpaksa aku harus mengalah dan menunggu bus selanjutnya berhenti. Tanpa ada hiburan yang berari, menunggu dan tak sadar aku setengah perjalanan menuju alam mimpiku. Hingga….

"Aaaaaaaaaaaa, pencuri! Tolong-tolong! Pencuri itu mengambil tasku!" wanita berbusana mencolok itu berteriak sekeras mungkin melihat laki-laki bertopi yang berdiri disebelahnya telah lari bersama tasnya. Tapi rasanya tidak akan ada orang yang menolongnya dengan keadaan yang amat sepi ini. Jengkel karena ia mengganggu waktu berkualitasku untuk tidur sejenak, namun ini adalah keadaan darurat. Tenang saja, aku segera menolongnya.

"Tante, tenang saja saya akan mengejarnya, tolong jaga koper saya". Aku segera lari tanpa menunggu jawaban dari wanita itu.

Lari, lari dan lari. Lariku yang kupikir cukup cepat ini hampir mencapainya. Mataku hanya fokus dengan gerakan pencuri itu. Disisi lain aku juga menghafalkan jalan yang kulalui, belok kanan, kiri, lurus, belok lagi. Jalan-jalan sempit celah antara dua gedung ini amat membingungkan. Aku mengeluarkan magnet kulkas warna-warni yang kukantongi dan kujatuhkan beberapa di titik tertentu, antisipasi bila nantinya aku akan tersesat ketika mencari jalan kembali.

Hingga ada saatnya pencuri itu sampai pada jalan buntu. Persiapannya kurang matang, ia tidak memikirkan lebih jauh jalan kaburnya bila ia dikejar. Nafasnya terengah-engah tak beraturan. Matanya melihat kesegala penjuru, mencari-cari celah untuk melarikan diri. Hah, percuma saja. Ia benar-benar terkunci rapat. Peluh membasahi dahinya, perasaan tegang dan takut menggerogoti dirinya. Akhirnya ia mengeluarkan sebilah pisau dan menodongnya ke arahku.

"Wow, Pak, Bu, Nek, Kek, Dek, Kakak atau siapalah kau, bisakah kita bermain santai?" aku tidak tahu siapa dia, kerah jaket yang tinggi menghalangi wajahnya dari pengelihatanku. Aku mengangkat kedua tanganku. Pura-pura takut.

"Apa maumu?" dari suara kutahu ia adalah seorang remaja laki-laki.

"Harusnya aku yang bertanya, untuk apa kau curi tas itu?".

"Bukan urusanmu!". Pencuri itu sedikit mengayunkan pisaunya.

"Berikan tas itu dan kau bisa pergi dengan damai atau sebelum itu kau mau merasakan beberapa pukulan tanganku, tapi akhirnya kau juga harus merelakannya? Tapi sudah jelas sisi untung rugi pada tiap pilihannya". Aku mengangkat kedua tanganku, merenggangkan otot-otot pada rangka gerakku. Pemanasan ringan untuk memulai olahraga dadakan ini.

"Jangan banya bicara kau!".

Pencuri itu menyerangku. Mengarahkan pisaunya ke perutku. Aku hanya menggerakan badanku ke kiri untuk menghindarinya. Pencuri itu jatuh dan pisau yang ia pegang sedikit menggores lengan kirinya. Aku sedikit tersenyum. Bahkan sebelum aku menyetuhnya, ia sudah terluka dengan sendirinya. Bukan salahku kan? Lagi-lagi serangan ia berikan dari segala penjuru. Kepala, badan, tangan, hingga kaki menjadi sasarannya. aku hanya menepisnya tanpa menyerang balik. Sebenarnya pencuri itu hanya berusaha membuktikan bahwa ia tidak main-main dengan pisaunya, tapi seperti inilah, motorik kasarnya amat tidak mendukung. Aku ragu bahwa dia benar-benar pencuri.

Apa aku membuatnya itu kesal? Penuh amarah, ia semakin membabi buta. Serangan demi serangan terus ia luncurkan. Jika kau bertarung dengan perasaan amarah menguasai, pikiranmu tak akan jernih, hingga kau hanya fokus pada satu hal : Kalahkan dia, bagaimanapun caranya. Satu hal yang harus diketahui, berkelahi dengan amarah adalah kesia-siaan. Yang kulakukan adalah mengindar dan menerapkan strategi 'si kecil dan si besar'. Kutunggu pencuri itu kelelahan dan menunggu saat yang tepat untuk menyerang.

Kupikir ini waktu yang tepat. Pencuri yang berada di samping hendak menyerang lengan kananku, kegesitan gerakan yang kulakukan berhasil mengunci kedua tangannya, kutendang perutnya dan membuang jauh-jauh pisau yang ia pegang. Pencuri itu tersungkur hanya dengan 1 serangan. Mengerang kesakitan. Namun tendanganku ada pada level kekuatan minimum, ia sudah kesakitan.

"Akan kubalas kau suatu saat nanti!". Pencuri lari dan masih memegangi perutnya. Kelas tambahan bela diriku ternyata berguna juga. Aku mengambil tas merah yang mengkilap dan memantulkan cahaya lampu itu. Kembali dengan mengambili magnet warna-warni yang sudah kusebar. Mungkin aku akan bingung jika yang kusebar adalah remah roti. Tak salah juga aku menonton beberapa film pada akhir pekan.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Wanita itu menungguku dengan rasa cemas. Tangan dan kakinya tak bisa berhenti bergerak. Ia duduk mendekati koper-koper besarku, kurasa koperku aman.

"Tante, ini tas Anda". Aku menyodorkan tas merah yang kubawa. Wanita itu tersentak kaget. Tapi wajahnya berseri-seri melihat tasnya kembali tanpa ada lecet atau rusak. Aku berani bertaruh ta situ berhargai amat mahal.

"Ah, Yokata! Arigatou gozaimasu!" Wanita membungkuk serendah-rendahnya. Menggambarkan kebahagiaanya.

"Bukan apa-apa. Sebaiknya Anda periksa apakah isinya ada yang hilang atau tidak". Aku meyetel wajah datarku. Untuk apa aku bersenang hati, toh tidak akan berpengaruh padaku.

"Aa… Kau benar!". Wanita itu kembali mengobrak abrik tasnya dan tak ada wajah cemas ia berikan. Tidak ada yang hilang!

"Beruntunglah tidak ada yang hilang, terima kasih banyak!"

"Sama-sama". Aku pergi menuju koper-koperku.

"Tapi ada hal yang harus kau ketahui". Wanita itu meremas tasnya.

"Nani?"

"Anu… Bus terakhir yang kau tunggu dari tadi baru saja lewat".

"Apa?!". Aku terkejut. Bagaimana aku bisa sampai tujuanku, bus itu adalah pilihan terakhir yang kupunya, ini juga mulai larut malam.

"Sebagai tanda terima kasih, akan kupanggilan taksi untukmu". Wanita itu mengeluarkan IPhonenya.

"Tidak usah, aku tidak perlu ta-". Ucapanku terpotong olehnya.

"Halo, bisakah Anda mengirim taksi ke halte bus 09 sekarang? Aa… terima kasih!". Wajahnya berseri-seri lagi. Mematikan ponselnya dan memasukkan kedalam saku bajunya.

"Taksinya akan segera datang, kita tunggu sebentar ya". Wanita itu duduk di bangku, menepuk-nepuk sisi lain dari bangku, tersirat menyuruhku untuk duduk di sampingnya. Akupun duduk, tapi masih memberi jarak sedikit jauh darinya. Karena, ia masih berstatus orang asing.

"Ngomong-ngomong namaku Tsunade, kau bisa memanggilku Kak Tsunade, agar aku tidak terlihat terlalu tua, hehehehe, jadi Siapa namamu?" Wanita itu memulai percakapan. Dia menanyakan namaku, apakah aman bila aku menjawabnya.

"Sa-sasuke. Uchiha Sasuke". Aku sedikit ragu.

"Hmm… Sasuke. Terima kasih atas bantuanmu. Aku berhutang banyak padamu". Wanita itu memberikan senyumannya, memamerkan gigi putihnya yang rata.

"Hn. Tidak usah dipikirkan". Dan tiba-tiba suara klakson mobil terdengar. Itu taksi yang dipesan Nona Tsunade.

"Ayo, kau mau pergi kemana?". Wanita itu berdiri.

"Jiraiya Apartemen".

"Kau tinggal di sana?"

"Akan."

"Kalau begitu ayo pergi". Kami memasuki mobil. Barang-barangku dimasukan ke dalam mobil oleh sopir taksi dan mobilpun akhirnya jalan.

"Ceritakan padaku bagaimana kau bisa sampai disini, Sasuke". Aku dan Nona Tsunade duduk bersebelahan di bangku belakang.

"Eh?"

"Tak apa, kau bisa mempercayaiku". Lagi-lagi wanita itu tersenyum dan membetuk tanda peace pada tangannya.

"Hm…. Ayah dan Ibuku mempunyai restoran ramen yang cukup besar di Suna. Sejak kecil aku tumbuh dan bersekolah di sana. Setelah menamatkan SMA, aku memutuskan untuk melanjutkan pendidikanku di Universitas Konoha".

"Jadi kau pendatang baru, apa yang kau rencanakan setelah ini?"

"Setelah membongkar barang-barang, aku hendak mencari pekerjaan paruh waktu dan mempersiapkan kuliahku dalam 2 minggu".

"Apa kau kekurangan uang?".

"Sama sekali tidak. Bahkan lebih dari cukup. Aku hanya mencoba lebih mandiri, sebisa mungkin untuk tidak memanfaat uang yang ditransfer oleh orangtuaku".

"Hahaha, kau memang anak baik".

"Kau kemari sendirian?". Lanjutnya.

"Tentu saja. Jika aku kemari bersama Ibuku, ia akan diam-diam membuat kunci cadangan dan menyeludupkan banyak sekali masakan ke dalam kulkasku, jadi aku tidak memberitahunya dimana aku tinggal".

"Hahahaha…. Kau amat lucu, Sasuke. Oya, ini… jika kau dalam kesulitan, kau bisa minta bantuanku". Kak Tsunade memberiku kartu namanya. Akan sangat tidak sopan bila aku menolaknya, jadi aku menerima dan mengucapkan rasa terima kasih padanya.

Akhirnya aku sampai di apartemen. Gedungnya tinggi sekali, mungkin ada belasan lantai di sana. Aku keluar dan membantu pak sopir yang sedang mengeluarkan koperku.

"Sekali lagi terima kasih Kak Tsunade. Saya bisa sampai disin berkat Anda".

"Ah, ini bukan apa-apa dibandingkan apa yang telah kau lakukan untukku. Jangan lupa untuk menghubungi jika kau ada waktu". Kak Tsunade berbicara dari dalam mobil, ia membuka kaca mobil sepenuhnya.

"Hn. Tentu saja. Kalau begitu.." Aku membungkuk. Pergi masuk membawa koperku ke dalam apartemen.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Aku pergi menuju tempat reservasi untuk cek in. Menaruh 2 koperku di sudut ruangan dan mengeluarkan selembar kertas yang ada di tas punggungku. Ya, aku masih mebawa tas punggung. Untuk menaruh laptop, speaker kecil dan lain-lain.

"Ada yang bisa saya bantu, Tuan?" Penjaganya adalah seorang laki-laki tua tapi terlihat gagah serta tinggi dan rambutnya sudah atau memang berwarna putih dimakan usia mencuat kesana kemari mirip duri. Pada bet nama yang menempel di seragamnya tertulis 'Jiraiya'. Jadi dia pemilik apartemen ini, tapi kenapa ia yang mengurus tamu?

"Ini, saya sudah memesan kamar lewat internet, pembayarannya sudah saya lakukan lewat internet Banking dan tertulis penempatannya dimulai hari ini". Aku menyodorkan kertas yang sudah setengah lecek karena aku mengeluarkannya sedikit kasar.

"Hm… Tuan Uchiha. kamarmu berada di lantai 5, nomor 564. Sebelum itu, mohon Anda mendatangani berkas ini." Lembar demi lembar sudah kutandatangi. Lelaki tua itu memberiku 2 kunci dengan bandul plastic bertuliskan '564'.

"Jugo akan membantu membawakan barang-barang Anda".

"Hn. Terima kasih banyak". Aku pergi menuju koper-koperku dan terlihat seorang pegawai menungguku. Pria gagah berambut oranye dan beriris merah bernama Jugo itu sudah menenteng kedua koper biru tuaku.

"Selamat malam, Tuan, saya akan menunjukan jalannya". Aku mengikuti pegawai hotel menuju ke lift. Jugo mengantarku dengan menunjukan arah ke kiri atau ke kanan sampai di depan lift. Ia membukakan pintu lift, mempersilahkanku masuk dan menekan tombol lantai dimana apartemenku berada. Ia bilang akan menemuiku di lantai berikutnya Beruntunglah hanya aku yang yang sedang menggunakan lift, terasa sedikit longgar.

Lantai 1, lantai 2, lantai 3, lantai 4, dan akhirnya sampailah kami di lantai 5. Jugo sudah menungguku di depan pintu lift. Aku sedikit heran, bagaimana bisa ia mendahuluiku? Padahal akulah yang menaiki lift. Terdapat banyak lobi di lantai 5, Jugo menuntunku ke lobi nomor 6, menuju ke kamar urutan 4 dari depan. Ternyata nomor kamar apartemen ini memiliki beberapa arti, 5 untuk lantai, 6 untuk lobi, dan 4 untuk kamarnya.

Setelah aku membuka apartemenku dengan kunci yang sudah diberikan, kamipun masuk ke dalamnya. Apartemen yang akan kutinggali ini tidak terlalu kecil, tapi juga tidak terlalu besar. Jendela apartemen ini cukup besar, sinar matahari pasti akan senang melewatinya. 1 ruang besar multifungsi, 1 kamar mandi, dan 1 kamar yang mungkin hanya cukup untuk 1 tempat tidur king size, 1 meja belajar dan 1 lemari.

"Tuan, dimana saya harus meletakkan barang-barang , Anda? Apa Anda butuh bantuan untuk membongkarnya?".

"Disitu saja, saya akan membongkarnya sendiri". Tolakku halus. Lalu jugo memberikan banyak penjelasan mengenai fasilitas kamar dan pelayanan yang disediakan oleh apartemen. Memberikanku beberapa tawaran untuk melayani permintaan khusus lalu pergi dan memberi salam. Oya, tak lupa beberapa lembar uang kuberikan padanya sebagai tip.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Hari ini terasa begitu panjang bagiku. Menghabiskan berjam-jam waktuku hanya untuk perjalan kemari dan insiden tak terduga terjadi. Mengacuhkan koper-koperku yang masih tertutup rapat, aku segera pergi menuju kamar. Menjatuhkan diriku ke atas ranjang yang belum tertutupi oleh sprei. Bahkan aku tidak ada niat untuk membersihkan diri. Terlalu jatuh dalam pikiranku sendiri, akhirnya akupun terlelap. Seakan aku tidak memperdulikan keadaan ruangan yang belum kuhidupkan pemanas ruangannya, tanpa selimut dan penghangat lainnya. Hanya angin malam yang berhembus bergantian. Terkadang membuat bulu kudukku berdiri, tapi aku terlalu malas untuk bangkit. Tidak ada suara-suara malam yang biasanya kudengar saat masih tinggal di Suna. Malam yang begitu sunyi untuk dihabiskan seorang diri.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Cahaya matahari merambat lurus melalui celah-celah jendela yang tidak tertutup gorden. Mengganggu tidurku karena mereka merambat tepat ke arah mataku. Perlahan aku membuka mata, tapi kelopak mataku terasa begitu lengket satu sama lain. Aku menyipit dengan sebelah tangan terangkat menutupi wajah, berusaha menghalangi cahaya yang menyentuh mataku. Setelah cukup lama aku mengembalikan nyawaku, kumulai melihat keadaan di sekitarku. Menangkap tempat yang begitu asing bagiku. Setelah kugali lagi otakku, baru kuingat apa yang kulalui kemarin.

Hari ini aku akan memulai kehidupanku. Terasa gravitasi dari ranjang tanpa pakaiannya ini menarikku. Tapi aku harus memaksakan diri karena matahari mulai meninggi. Aku berjalan gontai keluar dari kamar. Bisa kulihat koperku yang masih tergeletak. Hendak mandi tapi sebaiknya aku membongkar dan membersihkan barang-barangku dahulu. Kalian tahu karena itu akan menghasilkan banyak keringat. Sia-sialah air yang kugunakan untuk mandi.

Memasukan pakaianku ke dalam lemari. Menaruh beberapa alat mandi di rak mandi, menata beberapa buku yang kubawa dan menyapu apartemenku yang sedikit berdebu. Lalu aku membuka gorden besar berwarna putih yang masih menutupi jendela. Baru kutahu bahwa itu bukanlah jendela. Melainkan pintu geser menuju balkon yang terbuat dari kaca. Setelah kulihat, balkon apartemenku cukup luas, ditambah dengan pemandangan taman apartemen yang dilihat dari lantai 5 begitu menakjubkan. Tiba-tiba….

Kryuuuuuuuukk-

Perutku meronta-ronta, meminta bahan bakar yang yang terakhir kali didapat saat ada di pesawat. Aku sampai lupa makan. Baiklah. Sehabis mandi aku akan pergi ke supermarket terdekat untuk membeli beberapa mie ramen instan yang mudah untuk dibuat dan tidak banyak memakan waktu.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Jarak supermarket tidak terlalu jauh dari apartemenku. Aku sedikit senang dengan letak apartemenku yang terlihat strategis. Trotoarnya yang rata dan pepohonan besar berdaun lebat tumbuh berurutan di pinggir jalan. Suasana yang damai dan nyaman untuk ditinggali. Tamannya yang ada di sisi lain jalan sudah dipenuhi orang yang sedang ber-hanami dengan keluarga, kerabat, dan teman-teman mereka dibawah pohon Sakura.

Akupun sampai di supermarket. Isinya terlihat lengkap dan luas. Langsung saja aku mengambil kereta dorong yang disediakan didekat pintu dan memulai kegiatan belanjaku. Beras, ikan kaleng, dan lauk pauk kalengan kuambil. Beberapa cup ramen dan di sana juga menjual onigiri instan dengan aneka rasa isian seperti spicy tuna, tuna mayonnaise, dan chicken. Di sudut sayuran aku mengambil plastic besar, memasukan puluhan tomat ke dalamnya dan menaruhnya ke kereta belanjaan. Tak terasa keretaku sudah penuh, aku juga menambahkan sabun cuci dan pengharum ruangan.

Saat aku sedang asik memilih aroma pewangi baju, kudengar ada seorang gadis yang terlalu berisik untuk standar orang berbelanja. Hanya bisa kulihat rambutnya yang berwarna merah muda. Aneh. Aku tidak tahu siapa dia. Wajahnya masih tertutupi jeruk-jeruk yang di susun piramida. Tapi siapa yang peduli?

"Haruskah aku beli ini?"

"Ah, ini dia!"

"Apa di rumah aku sudah kehabisan saus? Merica? Bagaimana dengan paha ayam ini?

"Apa yang akan kumasak hari ini?"

"Kuharap garam ini memiliki kualitas yang bagus".

Gadis itu terlihat kebingungan. Seakan ia hendak memasakkan seorang presiden dari negara super power saja. Dan jika kau bisa melihatnya, ia membawa 2 kereta dorong penuh dengan bahan makanan setengah jadi.

Setelah kupikir sudah lengkap, kereta tersebut kudorong menuju meja kasir. Kasir tersebut dijaga oleh wanita yang terlihat masih muda. Rambutnya pendek berwarna biru dan jelas di bajunya tertulis nama 'Konan'.

"Saya akan menghitung belanjaan Anda, Tuan".

"Hn". Aku menunggu.

Tit. Tit. Tit. Tit. Barcode pada tiap barang yang kubeli di-scan satu per satu. Aku sedikit resah. Bagaimana caraku membawa semua ini. Bahkan ini akan melebihi 2 kantong plastic besar. Penjaga kasir itu menghitung, dan sedikit memberikan senyumannya padaku. Aku ragu untuk membalasnya.

"Semua sudah, Tuan. Ada lagi yang ingin, Anda tambahkan?" aku hanya terdiam.

"Apa Anda penghuni Apartemen Jiraiya?"

"Aa…".

"Kalau begitu Anda bisa membawa kereta dorong ini bersama belanjaan Anda, dan biarkan pegawai apartemen yang mengembalikannya mereka tahu apa yang harus dilakukan". Ternyata supermarket ini merupakan salah satu fasilitas dari apatemen yang kutempati.

"Ah, Souka! Kalau begitu ini". lalu menyerahkan uang giral berupa kartu kredit. Aku harus segera mencari pekerjaan sebelum kuliah dimulai. Rasanya hina jika aku terus menggunakan kartu itu. Setelah menggesek kartuku dan menekan beberapa tombol, kasir itu menyerahkannya kembali. Aku pergi, mendorong kereta belanjaanku keluar dari toko.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Saat keluar dari supermarket, aku berhenti sebentar. Mengecek untuk terakhir kali apa ada barang yang kurang sebelum terlambat pulang dan malas rasanya untuk kembali. Kuobrak-abrik belanjaanku, rasanya aku belanja begitu banyak tapi total harganya mengejutkan. Dan,

BRUUUKKKK-

Seseorang menabrakku dari samping kiri. Kami berdua jatuh dengan posisiku dibawah dan orang yang menabrakku ada tepat di atasku.

"Ah!". Suara perempuan terdengar.

Rasanya sedikit sakit pada pergelangan tanganku karena posisi jatuhku yang bertumpu padanya. Saat gadis itu sadar, ia segera melebarkan iris emeraldnya, bangun dan juga mengulurkan tangannya ke arahku. Kutolak bantuannya.

"Gomenasai! Daijobu?" Gadis itu bicara padaku dengan nada setengah berteriak.

"Hn". Aku segera menyembunyikan pergelangan tanganku.

"Maafkan aku. Tujuanku untuk mengejar penjual es krim, tapi aku tidak memperhatikan jalan dan menabrakmu. Maafkan aku". Gadis itu membungkuk 80 derajat di depanku. Aku tidak enak melihatnya.

Hn. Maaf. Aku juga salah, tidak seharusnya aku berdiri di tengah jalan".

"Benarkah kau tak apa? Kita bisa pergi ke dokter jika kau ada luka".

"tidak perlu".

"Souka. Kalau begitu ini sebagai tanda permintaan maafku". ia menyerah 3 buat onigiri instan yang ia beli di suoermarket.

"Tidak perlu". Memang tidak perlu karena aku sudah punya setumpuk onigiri instan, sama persis dengan yang ia bawa.

"Ya sudah kalau begitu, saya pergi dulu, sekali kali saya minta maaf". Gadis berambut merah muda panjang itu membungkuk.

"Hn". Sedikit membungkuk dan aku pergi bersama kereta dorongku. Menyelamatkan diriku dari gadis aneh itu. Kami-sama, jangan pertemukan aku dengannya lagi. Dia seperti membawa banyak kesialan bagiku.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Kembali ke apartemenku dengan setumpuk belanjaan. Istirahat sejenak karena kelelahan membawa belanjaan dari lift menuju apartemenku. Astaga Sasuke, bagaimana kau bisa selemah ini.

Rasa lapar tak tertahankan lagi. Plastic berisi makanan segera kubuka. Mencari 2 cup ramen instan dan mengambil teko kecil berwarna merah yang ada di dalam counter guna memanaskan sedikit air untuk menyeduh ramenku. Membuka pembukusnya, memasukan bumbu dan bahan pelengkap. Air sudah mendidih, aku menuangkan air sesuai batas air yang ada pada cup ramen tersebut. Menunggu 3 menit agar mienya menjadi kenyal.

Tong Teng.

Bel pintuku berbunyi. Menurutmu siapa yang bertamu? Aku tidak terlalu kenal wilayah ini dan belum berkenalan dengan siapapun disini. Apa itu pegawai apartemen bernama Jugo yang lupa meminta tipnya padaku tadi.

Ting Tong Ting Tong

Dia mulai tidak sabar. Tak ada pilihan lain, aku pergi menuju pintuku dengan enggan. Berjalan dengan menyeret-nyeret kakiku dan menunda kegiatanku menyantap ramen. Siapa yang suka diganggu saat akan makan, apalagi dalam keadaan kelaparan tingkat puncak.

Ting tong ting tong ting tong.

"Iya, iya sebentar".

Aku segera meraih gagang pintu dan membukanya. Dan kau tak akan mengira apa kulihat di baliknya.

"Selamat siang, tetangga baruku. Namaku Sakura Haruno. Aku tinggal di apartemen nomor 563, tepat disebelahmu. Kudengar akan ada pendatang baru yang menempati lobi 6. Dan kubawakan kau bento sebagai ucapan selamat datang". Gadis aneh yang kutemui di supermarket berdiri tepat di depanku. Bicara dengan mata tertutup, hingga ia tidak menyadari orang yang ia ajak bicara adalah aku. Korban tabraknya beberapa menit lalu. Aneh. Ternyata ada orang yang berbicara dengan mata yang tertutup.

Setelah perhatikan, penampilannya terlihat amat kekanakan. Ia mengenakan topi berbentuk panda dengan bulu-bulu dan ekor di kepala belakangnya. Rambutnya yang lurus dan lurus sedikit mencuat ke sana sini, mungkin ia lupa menyisir rambut. Sweater panjangnya bergambar panda dipadukan dengan blue jeans, ia juga masih mengenakan sandal rumahan yang juga berbentuk panda.

Ketika ia membuka matanya, memperlihatkan emeraldnya dan menatapku terkejut tak percaya.

"Kau, kau kan yang—yang tadi kutabrak?". Aku tidak menjawab pertanyaan restorisnya. Hingga kami menghabiskan beberapa detik untuk saling menatap. Menunggunya mencerna keadaan. Dimana ibunya? Kenapa ia membiarkan anak penganggunya ini berkeliaran seenaknya, berbelanja banyak sekali makanan sendirian dan sekarang mengganggu waktu makanku.

"Kau benar Uchiha Sasuke? Orang yang menempati 564?". Ia menodongkan jari telunjuknya ke arahku.

"Hn".

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

TBC-


Hai teman! Disaat sibuk ngerjain fict lamaku, dan tiba-tiba dapet ide baru buat nulis fict lainnya. Maaf mungkin wordnya sedikit. Jujur rasanya bingung mau dicut dimana… so, disini aja yaaa….. untuk fict author MLa- sementara hiatus dulu karena ideku yang gak mau keluar-keluar juga. Note buat para reader yang mau review, tolong ya kalo manggil aku jangan author-san atau senpai atau lainnya, panggil aja aku Devi, biar kita bisa lebih akrab as a friend. Maaf juga gak bisa janji buat update kilat karena bentar lagi author bakal ada acara wasana warsa perpisahan SMP. Dan aku mungkin akan sibuk lagi gara-gara nyari sekolah dan sebagainya. Makasih buat para reader yang mau ngereview, like, follow, dan untuk para silent reader(s) kalo ada. Semoga enjoy dengan fict yang aku buat, tapi mohon, aku buat ini untuk kepuas sendiri, dan berbagi dengan oranglain juga dapet pahala, jadi no flame yaaa…..

ada yang berkenan untuk mereview?


Devi Na Akeyama

Salatiga, 28 Mei 2016