Chapter 1: Our life is really different
Author: Moka~
Pairing: JinV dan MinKook (slight! Vkook, Jinmin, Yoonmin, dan Jinkook) #SemeDiDepan
Disclaimer: BTS bukan punya saya (kecuali jungkook #digampar) dan cerita murni otak saya meski terinspirasi dari beberapa fanfic dan film yang telah menodai ide polos saya #jder
Genre: Romance (pengennya) beserta teman sewarkopnya (?)
Rated: T+ (bukan M karena terdapat kata kasar untuk anak dibawah umur^^)
Warning: Ini fanfic debut yang tergolong gaje dari Moka. Ini BL atau yaoi atau gay atau apapun yang kalian sebut! Typo berterbaran bagai hormonenya BTS yang hello hello what(?)! Gak sesuai undang-undag tentang EYD! DLDR! Jangan protes soal cerita, pairing, bahkan gaya penulisan! Apa gunanya tombol kembali?!
~Between Two of Us~
Suara sepatu berdecit karena tergesek dengan lantai gudang. Sebenarnya ini adalah gudang yang sudah tak terpakai lagi, hanya saja beberapa murid nakal selalu menggunakannya untuk tempat pembullyan. Selain bernuansa seram, tempat ini tidak ingin dimasuki karena terlalu jauh dari sekolah meski tetap berada di área sekolah.
"Kumohon, lepaskan aku" isak seorang namja bersurai mint dengan keadaan yang mengenaskan. Seragamnya telah terlepas, mata yang ditutup dengan kain hitam, dan jangan lupakan kaki dan tangannya yang terikat di kursi. Dia memberontak sesekali, tetapi itu hanya membuat pergelangannya semakin sakit.
"Kau tahu mengapa kau bisa berada disini?" tanya sebuah suara yang dibalas sebuah gelengan oleh korban. "Karena aku membenci teman dekatmu itu. Bukankah sesama teman harus saling menanggung masalah meski kau tidak memulainya" sebuah suara serta jambakan keras tertanam di surai mint itu.
"Aku terlalu membenci Park Jimin yang selalu bermuka dua. Didepan guru dia selalu bersikap sok baik membuatku sangat jijik dengan tingkahnya dan di belakang dia ternyata terang-terangan ingin melawanku setelah melepas imagenya itu. Menjijikkan!" teriak orang itu membuat suaranya bergema diseluruh penjuru ruangan.
Tidak lama terdengar sebuah suara dobrakan dari pintu. "Lepaskan temanku, brengsek!" ucap Jimin ketika pintu gudang tua itu telah terbuka. "Ah, sang tokoh utama datang" ucap namja itu sing a song. "Diam kau Kim Seokjin!" Jimin mengambil sebuah batang kayu hendak memukulkannya ke arah Seokjin. Sayangnya, Seokjin sudah menghindar duluan dari pukulan itu dan kembali tertelan kegelapan.
"Sayangnya aku sedang tidak ingin melawanmu. Ini kubantu melepaskan temanmu" ucap Seokjin kemudian meninggalkan ruangan itu melalui jendela kecil. "AAAKKHH!" teriak Yoongi merasakan sebuah benda tajam menancap di tangannya yang terikat ke belakang.
"Kau tak apa, Yoongi?" Tanya Jimin khawatir ketika melihat temannya itu tergeletak tidak berdaya. Dengan cepat, tangannya menarik pisau yang tertancap di tangan Yoongi dan membuka ikatan tali tambang itu. "Kau pengecut Kim Seokjin! Mengapa melibatkan temanku!" teriak Jimin ketika Yoongi telah berhasil diangkatnya.
"Bukankah kau yang duluan mencari masalah denganku?" sebuah suara di pintu membuat Jimin mengalihkan pandangannya. "Tetapi, melibatkan orang lain itu tidak termasuk, brengsek!" "Oh, bukankah teman akan membantu sesama teman" Seokjin kembali tersenyum kini lebih mengerikan.
"Aku tidak ada waktu untukmu hari ini, Rascal" Ucap Seokjin kemudian meninggalkan Jimin yang susah payah berjalan dengan memapah Yoongi. "Harusnya saat itu aku tidak mencari masalah dengannya sehingga tidak akan ada yang terlibat lebih jauh lagi. Aku salah menilainya dari awal. Harusnya kubiarkan saja dirinya ketika menindas anak lain" gumam Jimin pelan menyesali perbuatannya.
~Between Two of Us~
Seorang namja manis sedang berjalan disekitar lapangan sekolahnya. Matanya bergerak-gerak liar mengamati anak-anak yang sedang melakukan olahraga. Senyum kecil tercetak di bibirnya seakan merasakan bagaimana rasanya bermain permainan yang tengah mereka mainkan.
Merasa puas, dia melangkahkan kakinya ke arah gedung sekolah. Dapat dilihatnya beberapa murid mengerubungi salah seorang murid bersurai orange. Pemuda itu tampak sangat tertindas dengan perlakuan anak lainnya. Ini bisa disebut pembullyan, hanya saja namja raven itu, Jungkook terlalu malas untuk ikut campur.
Dia terdiam beberapa saat melihatnya hingga kerumunan murid itu pergi meninggalkan murid itu dengan tubuh yang hampir remuk. Jungkook menghela nafas singkat melihatnya. Merasa diperhatikan, namja orange itu mengindahkan pandangannya ke arah Jungkook.
Namja itu tersenyum lebar melihat Jungkook. "Hentikan itu Kim Taehyung, kau terlihat menjijikkan" ucap Jungkook datar kemudian membuka buku yang sedari tadi dibawanya. Taehyung hanya bisa meringis pilu mendengar perkataan Jungkook yang dingin.
"Tidak bisakah kau memaafkanku?" lirih Taehyung pelan. "Kau bilang apa? Maaf? Setelah menghancurkan seluruh hidupku, kau bilang MAAF disaat terakhir!" ucap Jungkook berusaha menelan emosinya. "Aku... aku..."
"Sudahlah, Taehyung. Aku terlalu baik hati padamu sehingga masih membiarkanmu terluka oleh anak lain. Seharusnya aku sendiri yang menghajar mukamu itu. Kau tahu betapa hancurnya diriku saat kau mengatakan segala kebohongan tentang diriku. Kau mengatakannya demi mendapatkan kepopuleran?! Rasakan sekarang kau dikucilkan!"
Jungkook mengatur nafasnya pelan sedangkan Taehyung tersedak pelan melihat wajah manis itu sekarang murka. Memang salahnya dulu karena tidak memikirkan perasaan namja dihadapannya ini. Semua ini kesalahannya, hanya saja bisakah dia meminta maaf meski terlambat?
Jungkook menggenggam erat hingga buku-buku tangannya memutih. Perlahan langkahnya sedikit oleng karena hal itu. Taehyung juga tahu dengan daya tahan tubuh Jungkook, dia tipe anak penyakitan. Dan sekarang Taehyung menyesal karena telah menyakiti anak baik di depannya ini.
"Aku tidak ingin peduli lagi padamu" ucap Jungkook berlalu setelah menginjak pergelangan tangan Taehyung yang menuai sebuah ringisan. Taehyung menangis, dia menangis karena telah menghancurkan sosok tadi. Dia seseorang yang harusnya selalu mendukung apapun hidup Jungkook malah berbalik menghancurkannya. Bisakah... dia memulai kembali?
~Between Two of Us~
"Hoseok, kalau seandainya yang menggantikanku disini adalah kakak kembarku, kumohon bantú dia ne..." ucap Jungkook memandang namja yang sedang menari di hadapannya. "Mwoya?!" Jungkook hanya tersenyum kecil. "Karena kau satu-satunya yang dapat kupercaya selain dia, kakakku" ucapan Jungkook membuat Hoseok tersenyum. "Ne, apapun untukmu bunny" Hoseok mengusap lembut kepala Jungkook dengan gemas.
~Between Two of Us~
"Namjoon, kalau sifatku tiba-tiba berubah aneh, kumohon lindungi diriku. Karena sebenarnya itu adalah adikku kembarku" Seokjin bergumam tetapi dengan suara yang masih terdengar. "Bagaimana bisa?! Kau tahu..." "Ya, aku tahu hidupku berbahaya. Hanya saja dia tipe penasaran jadi mungkin saja minta bertukar. Kumohon Namjoon lindungi dia dengan nyawamu" Namjoon hanya bisa mengangguk pasrah. "Karena hanya kau yang kupunyai selain dia, adikku" Namjoon tersenyum kecil, "Baiklah"
~Between Two of Us~
Jungkook melangkahkan kakinya menuju sebuah taman dengan bunga bermekaran yang sangat indah membingkainya. Bahkan dibiarkannya beberapa rumput yang telah memanjang membeli lembut kakinya yang telah bertelanjang.
Didudukkan dirinya di bawah pohon rindang yang melindunginya dari terpaan menyengat sinar matahari. Beberapa daun yang telah gugur berterbangan di sekitarnya. Jungkook membuka pelan buku sketsanya dan perlahan membiarkan pensil di tangannya mengukir pemandangan di hadapannya.
Seokjin menguap malas melihat adik kembarnya kini sedang fokus menggambar sebuah sketsa. Dia menggoyangkan kakinya yang memang sengaja dibiarkannya menggantung hampa karena tidak memijak tanah maupun batang pohon. Yah, dia sedang berada di atas pohon, tempat adik kembarnya itu berteduh.
Jika diibaratkan mereka adalah saudara kembar yang memiliki kepribadian bertolak belakang. Meski begitu, mereka saling menyayangi satu sama lain. Kim Seokjin, sang kakak yang lebih ke kasar, pandai dalam pelajaran non-akademik, tetapi sangat memanjakan adiknya. Jeon Jungkook, sang adik yang lembut malah terkesan manja, pandai dalam pelajaran akademik, dan sangat bergantung pada sang kakak. Mereka berdua bahkan memiliki tinggi yang hampir sama, meski Seokjin memiliki tinggi lebih beberapa cm dari Jungkook.
Mereka biasanya sering menghabiskan waktu bersama bahkan semenjak kecil. Tetapi, karena orang tua mereka bercerai, mereka harus terpisah. Jungkook pergi ke Jepang bersama ibunya dan Seokjin menetap di Korea bersama sang ayah. Perilaku Seokjin keturunan dari ayahnya yang merupakan seorang atlet terkenal, sedangkan Jungkook menuruni sifat ibunya yang seorang dokter spesialis. Inilah juga alasan mengapa marga mereka berbeda. Seokjin yang mengikuti marga ayahnya dan Jungkook yang mengikuti marga ibunya.
"Hyung" ucap Jungkook menyandarkan tubuhnya pada batang pohon yang kokoh itu. Matanya memejam pelan merasakan angin membelai lembut wajahnya dan meniup surai kecoklatannya pelan. Seokjin memandang adiknya, lalu menuruni pohon dengan sekali lompat. "Kau itu lemah, kook-ie" ucap Seokjin membelai surai adiknya yang memiliki warna yang sama dengannya.
"Tetapi, aku namja, hyung. Bahkan aku pernah mengangkat hyung sekali" ucap Jungkook mengerucutkan bibirnya kesal. "Hanya sekali kelinci kecil. Aku mengatakan daya tahan tubuhmu yang lemah bukan kekuatanmu" Seokjin melepaskan jaketnya dan memakaikannya ke Jungkook. "Aku sudah besar!" protes Jungkook tidak terima.
"Jangan menolak, kau ingat terakhir kali kita bertemu, kau pingsan karena terpapar terlalu lama menunggu hyung?" Karena terlahir kembar, salah satu dari mereka memang seharusnya memiliki daya tahan tubuh yang lemah, dan itu jatuh kepada Jungkook.
"Hyung, aku ingin tahu rasanya menjalani kehidupan hyung" Jungkook bergumam pelan sembari menyenderkan kepalanya ke dada sang hyung. "Kau ingin melakukan apa, eoh?" tanya Jin melihat Jungkook, masih manis sama seperti dulu. "Sebentar lagi liburan berakhir, aku ingin hyung menggantikan tempatku" Jungkook memasang puppy eyes ke arah Seokjin.
"Hoo... Karena wajah kita sama, kau berpikir tidak akan ada yang mengetahuinya?" Jungkook mengangguk pelan. "Hanya sampai liburan lagi hyung. Dan setelah itu kita kembali ke posisi masing-masing" ucap Jungkook yang mendapat senyuman dari sang kakak kembar.
"Baiklah kalau itu keinginan kelinci imut satu ini" ucap Seokjin sembari mengangkat tubuh Jungkook pelan. "Aku tahu kau sudah terlalu lelah, ne..." Jungkook hanya bergumam dan mengeratkan pelukannya di leher Seokjin. Sedangkan Seokjin mulai melangkahkan kakinya, mengambil sepatu Jungkook yang tergeletak dan meninggalkan taman dengan Jungkook dalam rengkuhannya.
~Between Two of Us~
Namja itu berjalan menghentakkan kakinya. Pasalnya kakaknya yang biasa membangunkannya itu, tidak menelpon seperti biasanya. Jadilah dia terlambat begini padahal telpon kakaknya itu biasanya menjadi alarm pagi untuk bangun tidur.
Dia menghela nafas singkat. Tidak apalah, setidaknya dia tidak terlalu telat untuk bangun sehingga cukup untuk dia bersiap dan pergi ke sekolah tanpa takut pintu gerbang sekolah tertutup dan dia berakhir dihukum. "Hoi, Jin" ucap seorang namja tiba-tiba menghampiri dirinya yang masih setia menggerutu kesal. Sedangkan yang diajak bicara hanya mengerjapkan matanya polos karena tidak mengenal namja yang seenaknya merangkul bahunya itu.
"Ah, kau Jeon Jungkook" ucap namja itu yang otomatis menuai rengutan lucu dari Jungkook. "Tenang saja, aku orang kepercayaan kakakmu yang bertugas menjagamu disini. Kenalkan namaku Kim Namjoon, panggil saja Rapmon atau Namjoon hyung juga boleh" Namjoon tersenyum masih setia memandangi Jungkook yang masih bingung dengan keadaan.
"Kakakmu itu khawatir denganmu, tahu. Apalagi hidupnya itu lebih berbahaya jika kau sendirian menjalaninya tanpa pengawasan" ucapan Namjoon menuai anggukan imut dari Jungkook. "Annyeong, Namjoon hyung. Jungkook imnida, biasa dipanggil Seokjin hyung, Kookie" Jungkook tersenyum menuai cubitan gemas dari Namjoon. "Kau imut kookie" Namjoon masih menggoyangkan pipi Jungkook yang berhasil dicubitnya. "Ittai" ringis Jungkook.
"Cih, pagi hariku saja sudah hancur melihat muka kalian berdua" gumam seseorang dengan dinginnya sembari menabrak bahu Jungkook dengan keras. Namjoon segera memegang kedua bahu Jungkook agar namja itu tidak terjatuh. Bisa gawat kalau dia tahu Seokjin tiba-tiba berubah menjadi lemah begitu. Hell, Seokjin menceritakan sedetail-detailnya tentang adiknya yang paling disayanginya itu.
Dua orang namja berada di depan mereka. Yang satu bersurai merah dan yang satunya bersurai hijau mint. "Terus saja memaki dunia hingga mulutmu itu diambil karena tidak mensyukuri nikmat-Nya!" teriak Namjoon ketika mereka sudah menjauh.
"Hyung, mereka siapa?" Tanya Jungkook dan Namjoon dapat melihat kilatan takut di kedua mata itu. "Yang berwarna merah itu Jimin dan yang mint itu Yoongi. Jimin pernah mencari masalah dengan Jin jadi mereka musuh sampai sekarang. Dan kau tahu, kakakmu itu selalu menuntaskan sampai akar jadi Yoongi juga terkena imbasnya kelakuan Jimin" Jungkook mengangguk meski kedua tangannya sedikit gemetaran. "Aigoo, hyung akan melindungimu, kookie" Namjoon mengelus pelan surai Jungkook.
~Between Two of Us~
Seokjin bergegas, pasalnya dia terlambat bangun karena tubuhnya kelelahan sehabis take off di bandara kemarin. Dia menyesal karena belum menelpon adiknya itu. Apakah adiknya itu akan tetap molor hingga tak pergi ke sekolah? Setidaknya Seokjin dikenal sebagai berandalan jadi tidak masuk sekolah itu sudah biasa.
"Yo... Kookie" sapa seorang namja dengan senyum yang sangat lebar yang Seokjin yakini itu pantas menjadi iklan pasta gigi. Sebelum namja itu sempat memeluknya, Seokjin sudah terlebih dahulu menghindarinya. "Kau tidak seperti biasa, kookie?" tanya namja itu heran.
Dan belum sempat lagi namja itu menempelkan tangannya di dahi Seokjin, buru-buru namja tu terbanting ke tanah. "Kau pasti Kim Seokjin, kakak kembarnya Jungkook" ucap namja itu bersemangat sembari menunjuk-nunjuk Seokjin.
"Kau tidak berguna. Kau pikir tempat umum bisa dibuat ajang teriak sebuah rahasia?" Perkataan Seokjin langsung membungkam Hoseok yang kegirangan. "Ah, gomen... gomen... Bokuwa Jung Hoseok, panggil saja Hoseok" ucap Hoseok tersenyum mengulurkan tangan.
"Setidaknya kau selalu membantu adikku. Panggil saja Seokjin" Seokjin membalas uluran tangan Hoseok. "Aku disini akan membantumu setidaknya kau dapat bersosialisasi seperti Jungkook" Seokjin hanya bergumam kecil sebagai jawaban.
"Itu kenapa?" tanya Seokjin ketika melihat sebuah gerombolan yang mengepung salah satu siswa. "Sudah biasa, namanya juga pembullyan" ucap Hoseok cuek. Seokjin yang mendengarnya hendak menghajar mereka satu-satu sebelum Hoseok menariknya terlebih dahulu. "Mereka tidak pernah mengganggu Jungkook"
"Tetapi, lihatlah, namja itu tidak bersalah apa-apa" ucap Seokjin yang melihat namja yang tengah dikerumuni itu menghirup nafas banyak-banyak meski tubuhnya penuh dengan lebam. "Namanya Kim Taehyung, awalnya merupakan teman dekat Jungkook. Tetapi, karena terhasut kepopuleran dia menyebarkan gosip kalau Jungkook itu menyukainya" Hoseok memandang Taehyung datar.
"Dan awalnya Jungkook terkucilkan karena perkataannya. Aku yang selalu menemaninya dan mendengarkan setiap tangisan keluh kesahnya. Tetapi, lama-lama ibunya Jungkook tahu. Dan datanglah ibunya Jungkook mengadu kepada sekolah. Disini bermain kasta, oke? Setelah anak-anak tahu bagaimana kasta Jungkook, mereka berbalik menyerang Taehyung" ucapan Hoseok hanya dibalas tatapan tidak dapat diartikan oleh Seokjin.
"Jungkook tidak menyimpan dendam, hanya saja biarkanlah dulu Taehyung. Pasalnya Jungkook tidak pernah lagi dekat dengannya" "Kau siapa seenaknya..." "Ini hidup Jungkook, oke? Hiduplah seperti kau seorang Jeon Jungkook bukan Kim Seokjin. Aku disini untuk membantumu menjadi Jeon Jungkook. Jadi, ikuti perkataanku. Karena aku tahu kau adalah kebalikan dari Jungkook, kau pembangkang, bukan?" perkataan Hoseok hanya dibalas keterdiaman dari Seokjin. "Ikut aku" Hoseok berjalan duluan diikuti Seokjin di belakangnya.
~Between Two of Us~
Jungkook mengikuti langkah Namjoon yang terkesan tergesa-gesa. "Mengapa kau jalan cepat sekali?" tanya Jungkook bingung. Dia hanya bisa pasrah ketika Namjoon menyeretnya sesuka hati. "Memang seperti ini yang namanya berjalan" gumam Namjoon cuek dengan keadaan sekitar.
"Nah, kelas barumu" ucap Namjoon ketika sampai ke sebuah kelas yang didominasi dengan kekacauan yang sangat berantakan. Jungkook hanya terdiam memandangi kelas barunya yang sama sekali berbeda dengan kelasnya yang berada di Jepang. Dia hanya bisa memasang wajah eneg sembari memasuki kelasnya itu.
"Kelas ini terkenal sebagai kelas berandalan, jadi terima saja. Oh ya, tempatmu disana" ucap Namjoon mendahuluinya setelah menunjuk salah satu bangku yang berada di dekat jendela. Jungkook pun berjalan ke arah bangkunya. "Jin, bagaimana kalau kita bersenang-senang hari ini?" Tanya seorang siswa bername tag 'Kim Wonshik'
"Nanti saja, dia sedang tidak enak badan, kau lihat mukanya pucat begitu" ucap Namjoon bergegas mendatangi Jungkook yang terlihat kalang kabut. "Baiklah, kapan-kapan, oke" ucap Wonshik dan menepuk keras pundak Jungkook lalu bergegas pergi.
"Kakakmu itu punya geng. Yang tadi namanya Wonshik biasa dipanggil Ravi, yang datar itu Jung Taekwoon, panggil saja Leo. Yang kalem sedari tadi Hongbin." ucap Namjoon setelah menunjuk siswa yang telah dikenalkan namanya. "Mereka bertiga adalah anak buahnya kakakmu" Namjoon melihat sekilas ke arah koridor melalui jendela.
"Mulai sekarang, kau harus membiasakan dirimu untuk menjadi seorang ketua mafia, Jungkook" ucap Namjoon kemudian kembali menduduki tempatnya ketika dilihatnya seorang guru berjalan pelan melalui koridor kelas.
~Between Two of Us~
"Mengapa kau berjalan lama sekali? Bukannya tadi kau yang menyuruhku mengikutimu? Sekarang kau berada di belakangku" Seokjin menatap datar Hoseok yang kini tergesa-gesa mengikutinya. "Ya! Justru kau yang berjalan cepat sekali" Hoseok hanya bisa mengomel cara berjalan Seokjin.
"Kookie!" Seru seseorang yang sama sekali tidak dikenal Seokjin. "Kau bisakan nanti datang ke bawah tanah?" ucap namja itu hingga menuai rengutan bingung dari Seokjin. "Ah, mianhae, N hyung, kookie sedang sakit tenggorokan" perkataan Hoseok dibalas anggukan oleh Seokjin yang langsung berpura-pura sembari mengelus tenggorokannya.
Seokjin sedikit melirik nametag namja itu, 'Cha Hakyeon.' "Gomen ne... Hakyeon hyung" Seokjin memasang wajah memelas yang sebenarnya dia eneg menampilkannya. Seketika Hakyeon mencubit pipinya gemas. "Ah, sepertinya kau sedang sakit, buktinya pipimu ini semakin tirus. Istirahat saja ne... Kapan-kapan aku akan mengajakmu jika ada duel lagi" Dan melihat anggukan Seokjin, Hakyeon meninggalkan tempat itu.
"Apa maksudnya bawah tanah? Adikku tidak terlibat mafia kan?" Perkataan Seokjin mendapat gelengan keras dari Hoseok. "Bukan, hanya saja adikmu itu mengikuti dance underground. Hanya yang terbaik yang dapat ikut" Hoseok kembali berjalan beriringan dengan Seokjin.
"Hei... hei... jangan katakan dancemu itu buruk" perkataan datar Hoseok hanya dibalas anggukan kecil dari Seokjin. "Kalau begini susah juga, baiklah setiap hari akan kuajarkan. Tetapi, aku tidak menjamin kau pro hanya setidaknya kau bisa dan diatas tingkat pemula"
"Oh ya, terbiasalah juga selain kau menjadi maknae dalam dance underground, kau juga harus membiasakan dirimu menjadi sopan dan polos karena kau sangat berbeda dengan Jungkook. Setidaknya terbiasalah kau jika diperlakukan menjadi maknae di kelas" ucap Hoseok kemudian melangkahkan kakinya menuju bangkunya setelah menunjuk bangku Jungkook ke Seokjin.
Baru saja Seokjin duduk, tiga orang menghampirinya. Yang satu tadi bernama Hakyeon sedangkan Seokjin tidak mengenal yang lainnya. Gaya mereka bisa dikatakan mafia memang meski mereka masih tetap mengikuti aturan sekolah. "Uri Kookie sakit, cepat sembuh ne..." Seorang yang paling tinggi di antara mereka memeluk Seokjin.
"Cepat sembuh, nih hyung buatkan bekal supaya kita bisa main lagi" perkataan bernada aegyo itu hanya bisa membuat Seokjin mengelus dada karena tidak biasa menerima semua perlakuan seperti ini. "Arigatou, onii-chan" Seokjin mengambil bekal tersebut dan mereka berlalu setelah mencubit pipi Seokjin tentunya.
Seokjin hanya mendelik kesal ke arah Hoseok yang kini menahan tawanya. "Yang tinggi itu namanya Han Sanghyuk, panggilannya Hyuk. Sedangkan yang satunya bernama Lee Jaehwan, panggilan Ken. Biasakanlah Kim Seokjin" ucap Hoseok kemudian menduduki kembali tempatnya melihat guru mulai memasuki kelas mereka. Seokjin hanya menghela nafas, sepertinya ke depan dia akan menjadi susah dengan kehidupan barunya ini.
~Our Life is Really Different~
TBC/END (?)
Moka tau ini fanfic gaje untuk debut dan terlalu mainstream. Hanya saja, Moka ingin mempublishnya karena teman Moka (Natsu) sudah kayak rentenir nagih untuk ngepost fanfic. Dan sesuai request pairing, inilah jadinya. Terkesan aneh? Memang, bahkan Moka sempat baca ulang sambil bilang, ini yang Moka buat? Pasalnya V selalu Moka jadiin seme harus beralih profesi (?) dan maaf kalau gak bisa jadiin Kook seme sesuai request Natsu karena memang Moka gak tahan kalau dia gak jadi uke.
Btw, kalau ada yang familiar sama penulisan Moka gak usah heran. Moka memang pernah nulis fanfic untuk fandom lain cuma berhenti karena suatu hal. Dan juga panggil Moka aja jangan author, terkesan gimana gitu. Dan untuk yang nemu akun lama Moka, Moka benar-benar minta maaf karena sudah gak bisa stay disana karena hal yang penting.
Dan untuk mengakhiri bacot yang gak berguna ini, Moka minta review, favorite, ataupun follow untuk semangat ngelanjutin fanfic ini. Tapi, Moka serius loh tulisan di atas TBC/END, kalau banyak yang minat yah lanjut, kalau gak cuma segini aja. Bukan berarti Moka sombong cuma tekanan batin juga kalau gak dihargai nulis siang malam dan nulis ini tuh pas mendekati UN kemarin ditambah teriakan eomma yang nyuruh ini itu #Curcol. Oh, fanfic ini terinspirasi dari banyak hal jadi jangan heran kalau pernah baca, lihat, atau apapun. Yang jelas fanfic murni otak Moka dan jangan seenaknya copas!
Btw, Moka tetap histeris karena author favorite Moka di wattpad, Khim Youngiii tiap hari update dan inilah inspirator terbesar Moka meski diam-diam mengagumi. Kalau ingin tahu atau berteman sama Moka bisa kirim melalui PM kok. Terima saran, tetapi tidak untuk kritik karena Moka sudah pernah sakit hati duluan bacanya. Dan entah ini kabar baik atau buruk buat kalian, yang jelas Moka cuma bisa publish hari sabtu dan minggu. In the end, Jeongmal kamsa sudah membaca dan Jeongmal mian kalau gak sesuai harapan. ^_^ (nepuk kotak review)
