'Our True Feeling'

Disclaimer: Masashi Kishimoto Sensei

Nara Shikamaru X Sabaku No Temari

Rate: T

Warning: typo, cerita gaje, missing word, semi-canon, OOC dll.

Summary:'Cinta memang tak pernah kita ketahui kemana arah anak panahnya akan berlabuh. Ketika perasaan cinta itu hadir, terdapat dua pilihan yang dapat kita putuskan terhadapnya. Menerimanya atau bahkan menolaknya, dan saat ini pilihan pertama 'lah yang menjadi keputusan seorang Sabaku no Temari terhadap Shikamaru.'

Author by: Hikaru Sora 14

Please Enjoy Reading

Don't Like Don't Read


"Temari-Nee, apa kau sudah selesai mengemasi pakaianmu?" Tanya Kankurou saat dirinya memasuki kamar penginapan Temari, untuk sekedar memastikan persiapan yang telah dilakukan oleh satu-satunya kakak perempuan di keluarga Sabaku tersebut.

Hari ini-atau lebih tepatnya satu minggu setelah perang dunia ninja ke-empat berakhir-Gaara, Kankurou dan juga Temari memutuskan untuk kembali ke Sunagakure, setelah sebelumnya mereka mendapatkan perawatan intensif di rumah sakit Konoha karena luka-luka yang mereka dapatkan pada saat perang berlangsung.

Kankurou menaikkan sebelah alisnya ke atas tatkala mendapati Temari tengah menatap ke arah balkon kamar penginapannya-jika dilihat lebih teliti lagi, sebenarnya kedua manik indah itu tengah menatap hamparan langit biru-dengan raut wajah yang sulit diartikan.

Sepertinya langit biru itu tengah membawa pikirannya kepada seseorang yang selama ini keberadaannya memang selalu berhasil mengganggu ketenangan hatinya.

Gadis cantik itu tampak mengabaikan pakaian-pakaian miliknya yang seharusnya sudah terlipat rapi di dalam ransel. Tentu saja keberadaan sang adik yang kini sudah duduk di sampingnya pun tidak juga ia sadari.

Kankurou menghembuskan napasnya pelan, ia tahu apa yang saat ini tengah dipikirkan oleh kakak tersayangnya tersebut. Menepuk pelan pundak mungil Temari, Kankurou berhasil membawa kembali kesadaran Temari dari lamunannya.

Temari sedikit tersentak kaget dengan tindakan Kankurou, namun tentu saja gadis itu tidak menunjukkan keterkejutannya kepada Kankurou. Justru Temari memberikan sebuah senyuman simpul sebagai respon akan tindakan Kankurou tersebut.

"Kau sudah lama menungguku, Kankurou?" Tanya Temari sambil kembali berkutat mengemasi pakaian-pakaiannya ke dalam ransel.

"Temari-Nee, jangan memaksakan dirimu untuk pulang ke Sunagakure!" Ucap Kankurou lirih, mengabaikan pertanyaan Temari sebelumnya.

"Apa maksudmu, Kankurou? Memaksakan diri? Aku sama sekali tidak merasa terpak-" Kankurou terlebih dahulu memotong ucapan Temari sebelum ia sempat menyelesaikan perkataannya.

"Kau bisa memilih tinggal disini lebih lama jika kau mau. Aku rasa pemuda itu lebih membutuhkanmu disini." Ucap Kankurou sambil tersenyum tipis kepada Temari.

Deg

Jantungnya tiba-tiba terasa berdenyut nyeri setelah mendengar perkataan Kankurou. Kepalanya tertunduk ke bawah seolah dirinya tengah menyesali sesuatu hal. Begitu pun dengan kedua tangannya yang kini tengah menggenggam erat pakaian yang hendak ia masukkan ke dalam ransel.

Temari sangat teramat mengetahui apa maksud dari perkataan Kankurou terhadapnya. Hanya saja Temari tidak mengerti bagaimana Kankurou bisa mengetahui apa yang saat ini tengah ia rasakan dan pikirkan, karena selama ini Temari tidak pernah sekalipun membagi apa yang tengah dirasakannya kepada Kankurou maupun Gaara.

Bahkan Temari sendiri memang baru menyadari bahwa dirinya memiliki perasaan terpendam terhadap salah satu shinobi andalan Konoha yang berasal dari klan Nara tersebut.

'Kankurou ... Apa selama ini dia mengetahui perasaanku padanya?' Batin Temari lirih sambil menggigit kecil bibir bawahnya.

"Kau mengetahuinya, Kankurou?" Tanya Temari lagi mencoba memastikan dugaannya. Kedua iris indahnya kini menatap intens kedua mata yang tampak seperti tersenyum dihadapannya, seolah memberikan jawaban akan pertanyaan yang dilontarkannya kepada Kankurou.

"Sejak kapan?"

"Tepatnya tadi malam, saat kau mengunjungi ruang inap Shikamaru." Jawab Kankurou sambil tersenyum tipis, dan tentu saja jawaban Kankurou berhasil membuat otot-otot di sekitar mata Temari menegang seketika.

Flashback On

"Sakura-san mengatakan jika besok kau sudah bisa keluar dari rumah sakit, Nee-chan." Ucap Gaara yang saat ini tengah duduk di tepi ranjang Temari.

"Hm. Terima kasih Gaara." Ucap Temari lembut sambil tersenyum tipis kepada Gaara.

"Maafkan aku Gaara, Kankurou. Kalian harus lama menungguku seperti ini, padahal kalian sudah keluar dari rumah sakit dua hari setelah perang berakhir." Ucap Temari merasa menyesal karena membuat kedua adiknya menunggu kesembuhan dirinya, sehingga menyebabkan penundaan kepulangan mereka ke Sunagakure.

Temari menyodorkan potongan buah apel yang telah dikupasnya ke depan mulut Gaara, dan tanpa segan Gaara menerima suapan buah apel tersebut dan mengunyahnya perlahan sambil tersenyum tipis.

"Seharusnya kami yang menyuapimu seperti ini, Nee-chan. Bukankah kau yang sedang sakit saat ini." Ucap Kankurou dengan kedua pipi yang sedikit menggembung karena mendapat suapan buah apel juga dari Temari.

"Tidak apa-apa, Kankurou. Sekali-kali aku bersikap memanjakan kalian berdua tentu saja boleh bukan? Lagipula aku kan sudah sehat, kau lupa apa yang dikatakan oleh Gaara tadi, Hm?" Ucap Temari sambil kali ini memasukkan potongan buah apel ke dalam mulutnya sendiri.

"Huh, kau pikir aku sudah tua dan pikun, sampai-sampai tidak bisa mengingat perkataan Gaara tadi, Nee-chan." Ucap Kankurou men-deathglare Temarisambil mengacak-ngacak surai blonde kakaknya yang saat ini terurai bebas.

Temari sedikit memberenggut kesal dengan sikap jahil Kankurou terhadapnya. "Hentikan bodoh!" Temari menepis tangan Kankurou dari atas kepalanya.

Tawa Kankurou lepas saat ia melihat ekspresi kesal Temari. Temari tentu saja tidak mau kalah untuk menjahili adik pertamanya tersebut.

Tanpa ragu-ragu Temari memasukkan tiga potong buah apel sekaligus ke dalam mulut Kankurou yang masih asyik mentertawakannya dan tentu saja hal tersebut sukses meredam suara tawa berisik yang dihasilkan oleh seorang Kankurou.

Temari dan Gaara kini balas mentertawakan Kankurou yang tengah tersedak dan terbatuk-batuk karena mulutnya mendapat asupan makanan tiba-tiba. Meskipun begitu, Kankurou sama sekali tidak merasa marah terhadap candaan Temari tersebut.

Justru sebaliknya, Kankurou sangat menyayangi Temari dan juga Gaara.'Syukurlah Kami-sama, Temari-Nee sudah kembali pulih seperti sebelumnya.' Ucap Kankurou penuh rasa syukur di dalam hati.

Mereka bertiga pun larut dalam pembicaraan ringan dan menyenangkan seperti yang biasa mereka lakukan di rumah, meskipun disini Gaara tidak banyak ikut terlibat dalam pembicaraan karena sifatnya yang memang sedikit pendiam.

"Hari sudah malam. Kalau begitu ayo kita pulang, Kankurou-Nii." Gaara beranjak dari tepi ranjang Temari, begitupun dengan Kankurou.

"Beristirahatlah yang cukup, Temari-Nee." Pesan Gaara kepada Temari, yang dibalas dengan sebuah anggukan singkat oleh Temari.

"Tentu, kalian juga." Temari tersenyum kecil kepada Gaara dan Kankurou.

"Hn."

Gaara dan Kankurou pun pergi meninggalkan ruangan inap Temari. Wajah Temari yang semula tampak berbinar bahagia, kini perlahan berubah menjadi sendu.

Pikirannya kini kembali teringat akan kata-kata perawat yang tadi pagi memeriksa perkembangan keadaannya, mengenai keadaan seorang pemuda keturunan Nara yang masih bertahan dalam keadaan komanya.

'Nara Shikamaru belum juga menunjukkan tanda-tanda akan kesadarannya. Menurut Nona Tsunade, Shikamaru seperti masih terjebak dalam jutsu Mugen Tsukuyomi yang dilakukan oleh Uchiha Madara. Sepertinya dunia mimpi yang dialaminya begitu ideal dengan apa yang Shikamaru harapkan selama ini.'

Temari menghela napas berat. Dicengkramnya erat bagian depan baju pasien miliknya, seolah dirinya tengah meredakan rasa sakit dan juga sesak pada dadanya.

Sepertinya saat ini Temari harus segera menemui kembali secara diam-diam pemuda yang menjadi sumber kegelisahannya beberapa hari ini.

Ya, semenjak Temari mendapatkan kesadarannya kembali, gadis cantik itu tidak pernah absen untuk mengunjungi kamar pasien seorang Nara Shikamaru.

Tentu saja Temari diberitahu oleh Sakura tentang letak ruang inap Shikamaru, karena sepertinya Sakura bisa melihat dengan jelas bahwa Temari memiliki perasaan dan perhatian lebih terhadap salah satu anak asuhan mendiang Asuma Sensei tersebut.

Temari hanya mampu tersenyum simpul dan mengucapkan kata terima kasih dengan begitu tulus kepada Sakura saat itu.

Temari perlahan beranjak dari ranjang pasiennya dan mengambil mantel yang terlipat rapi di atas meja kecil di samping ranjangnya.

Temari kemudian menyampirkan mantel tersebut pada kedua bahu mungilnya tanpa berniat untuk memakainya. Kaki-kaki mungilnya kini berjalan penuh harap ke arah luar ruang inapnya untuk menuju ruangan lain yang menjadi destinasi utamanya malam ini.

Temari tidak menyadari sama sekali akan keberadaan Kankurou yang ternyata mengikuti dirinya sampai ke ruang inap Shikamaru.

Sebenarnya bukan kemauan Kankurou untuk membuntuti Temari seperti ini. Hanya saja tadi ada barang miliknya-lebih tepatnya gulungan penting miliknya yang terjatuh secara tidak sengaja di ruang inap Temari, sehingga dirinya harus kembali dan mengambilnya.

Namun, belum sempat Kankurou sampai di depan ruang rawat Temari. Dirinya terlebih dahulu melihat Temari keluar dari ruangannya, sehingga mau tidak mau Kankurou harus memenuhi rasa penasaran yang menggelayuti pikirannya saat ini tentang sikap Temari.

Tak butuh waktu lama bagi Temari untuk sampai di ruang inap Shikamaru. Dengan tangan yang sedikit bergetar, Temari memutar kenop pintu ruang inap Shikamaru dan membukanya perlahan.

Tatapan matanya seketika melembut dan perasaan tenang pun melingkupi hatinya yang terasa gusar sedari tadi, tatkala melihat sosok pemuda yang kini tengah terbaring dengan wajah tampannya yang terlihat polos saat ini.

"Maaf aku datang terlambat, Shikamaru. Tadi Gaara dan Kankurou datang untuk menjengukku." Ucap Temari sambil berjalan ke arah ranjang Shikamaru, setelah sebelumnya ia menutup pintu terlebih dahulu.

Namun, Kankurou berhasil membuka kembali pintu ruang inap Shikamaru walaupun hanya sedikit celah yang ia gunakan untuk sekedar memperhatikan semua gerak-gerik kakaknya yang tampak begitu tak biasa di matanya malam ini.

'Shikamaru?! Sejak kapan Temari-Nee begitu mempedulikan pemuda bermarga Nara itu?!' Batinnya bertanya penuh rasa penasaran. Tak ingin ambil pusing, Kankurou pun memutuskan untuk fokus melihat apa yang akan dilakukan kakaknya tersebut di ruang inap Shikamaru.

"Bagaimana keadaanmu hari ini?" Tanya Temari lagi yang kini telah duduk di tepi ranjang Shikamaru sambil menggenggam tangan besar pemuda Nara tersebut.

Hening. Tidak ada jawaban sama sekali. Tentu saja Temari menyadarinya bahwa Shikamaru tidak akan bisa menjawab setiap pertanyaan yang ia lontarkan. Hanya saja, Temari meyakini jika setidaknya Shikamaru mampu untuk mendengar setiap kata-kata yang ia ucapkan saat ini.

"Dingin." Ucap Temari sendu.

"Apa aku harus membuatkanmu sebuah sarung tangan agar kau tidak merasa kedinginan lagi eh, Shikamaru?" Temari menggosok-gosokkan tangan Shikamaru pada pipinya, berharap ada sedikit kehangatan yang bisa ia berikan kepada Shikamaru.

"Tapi sejujurnya aku tidak bisa merajut sarung tangan seperti yang dilakukan oleh kebanyakan remaja perempuan lainnya." Temari terkekeh kecil menyadari bahwa dirinya sangat jauh dari karakter seorang remaja perempuan pada umumnya.

Kini tangan mungil itu mulai meraih permukaan wajah tampan sang pemuda Nara. Mencoba merapikan anak-anak rambut yang menghalangi wajah Shikamaru dengan penuh kelembutan.

"Hei, aku rasa kau lebih tampan jika rambutmu dibiarkan tergerai seperti ini. Jika saja sejak pertama kali kita bertemu kau berpenampilan seperti ini, mungkin aku akan langsung jatuh cinta padamu." Ucap Temari sambil tersenyum penuh arti ke arah Shikamaru.

Sebenarnya Matsuri 'lah yang membuat Temari menyadari bahwa dirinya memiliki perasaan khusus terhadap Shikamaru. Meski hanya sebuah godaan kecil yang dibuat-buat oleh Matsuri dan sempat Temari menyangkalnya, namun entah mengapa Temari merasakan perasaannya menghangat hanya dengan mendengar nama pemuda Nara tersebut.

Mungkin dulu ego yang dimilikinya terlalu besar untuk tidak mengakui bahwa dirinya telah jatuh dalam jerat cinta kasat mata terhadap sang pemuda yang selalu menampilkan ekspresi malas tersebut. Sungguh dapat dikatakan jika mereka memiliki kepribadian yang berbanding terbalik satu sama lain.

Namun, cinta memang tak pernah kita ketahui kemana arah anak panahnya akan berlabuh. Ketika perasaan cinta itu hadir, terdapat dua pilihan yang dapat kita putuskan terhadapnya. Menerimanya atau bahkan menolaknya, dan saat ini pilihan pertama 'lah yang menjadi keputusan seorang Sabaku no Temari terhadap Shikamaru.

Anak-anak air mata kini mulai setia menggenangi pelupuk matanya dan dalam satu kedipan mata saja sudah siap untuk membasahi kedua pipi gembilnya.

"Ah, lagi-lagi aku yang mengucapkannya terlebih dahulu jika aku mencintaimu, Shikamaru." Ucap Temari yang kini sudah mulai terisak pelan, tak tahan untuk terus menerus mencegah air matanya agar tak mengalir turun.

Temari pun mulai naik ke atas ranjang Shikamaru dan turut merebahkan tubuh mungilnya di samping tubuh kekar sang pemuda Nara. Mengambil posisi menyamping dan tanpa ragu menyandarkan dengan nyaman kepalanya pada dada bidang Shikamaru.

Begitupun dengan tangannya yang memeluk dengan begitu erat tubuh Shikamaru, seolah tak ingin kehilangan Shikamaru di sisinya saat ini.

"Jika ..." Temari menggigit kecil bibir bawahnya sebelum melanjutkan kembali perkataannya, "Jika dihitung-hitung dari dua hari yang lalu kita bertemu kembali, aku sudah lebih dari puluhan kali mengatakannya kepadamu. Lalu kapan kau akan mengatakan hal yang serupa kepadaku, Shikamaru?"

"Ah, aku baru menyadarinya sekarang. Apakah kau memiliki perasaan yang sama denganku, Shikamaru? Apakah kau ... mencintaiku juga, Shikamaru?" Temari menengadahkan wajahnya sedikit ke atas guna menatap pahatan sempurna sang Kami-sama dalam rupa seorang Nara Shikamaru.

Hiks hiks hiks

"Ini ... tidak adil!" Temari memukul pelan dada bidang Shikamaru dengan tangannya yang mengepal lemah.

"Bagaimana jika saat kau sadar nanti yang kau katakan adalah kau sama sekali tidak mencintaiku, Shikamaru? Padahal aku sudah sering mengatakannya. Kalau begitu semua yang kulakukan saat ini tidak berarti sama sekali untukmu, bukan begitu Shikamaru?"

Hiks hiks hiks

Air mata itu kembali mengalir dan jatuh membasahi pakaian pasien milik Shikamaru.

"Sebenarnya ... mimpi seperti apa yang tengah kau alami itu, Shikamaru bodoh?! Apa sebegitu berartinya mimpi itu dibandingkan dengan kehidupan nyatamu, Hah?"

"Aku benar-benar membutuhkan jawabanmu, bodoh! Jangan bertindak semaumu saja dengan tetap tinggal dalam dunia mimpimu itu! Tolonglah berikan jawaban terhadap perasaanku ini! Aku sungguh tidak kuat dengan semua perasaan sesak ini." Temari semakin terisak lirih dengan kata-kata yang baru saja ia ucapkan kepada Shikamaru.

Hiks hiks hiks

Sama seperti dua malam sebelumnya, Temari selalu bermonolog untuk mengutarakan semua yang tengah dirasakannya kepada Shikamaru dan selalu berakhir dengan tangisan panjang darinya.

"Besok ... aku akan kembali ke Sunagakure." Ucap Temari yang kini sudah merasa lebih baik setelah mengeluarkan tangisannya.

"Sebenarnya aku tidak ingin meninggalkanmu seperti ini. Tapi, aku juga tidak bisa meninggalkan keluargaku begitu saja. Aku tidak tahu sampai kapan kau akan berbaring terus seperti ini. Shikamaru ... kau bisa mengerti 'kan?" Temari mencengkram erat bagian depan pakaian pasien yang dikenakan oleh Shikamaru.

"Maaf. Sungguh aku minta maaf tidak bisa menemanimu setiap saat. Tapi, aku akan meminta Sakura-san agar selalu memantau keadaanmu setiap harinya." Temari tersenyum pilu sebelum akhirnya kesadarannya perlahan-lahan menipis.

Nara Shikamaru, seorang pemuda pemalas yang dulu menjadi rivalnya saat ujian Chunin, yang entah sejak kapan menjadi pusat perhatiannya jika dirinya tengah berkunjung ke Desa Konoha.

Seorang pemuda yang dengan sikap acuhnya itu mampu menggetarkan hatinya yang memang sama sekali belum pernah tersentuh oleh pemuda manapun selama ia beranjak dewasa.

Seorang pemuda yang selalu berkata 'merepotkan' akan semua hal, tapi secara diam-diam dia melakukan dengan tekun apa yang diperintahkan oleh orang yang meminta pertolongan kepadanya.

Ia rindu, sungguh Temari merindukan keberadaan pemuda Nara tersebut di sisinya meski terkadang mereka tidak melakukan hal-hal yang berarti.

Tapi entah mengapa hal-hal tidak berarti tersebut menjadi sebuah kenangan manis yang Temari miliki saat ini, saat dimana keberadaan Shikamaru tampak terlihat samar-samar dalam kehidupannya.

Temari tidak yakin apakah masih ada harapan untuknya bisa bertemu kembali dengan Shikamaru, jika esok hari ia akan kembali ke tanah kelahirannya, Sunagakure. Temari tidak mungkin untuk meninggalkan Gaara dan juga Kankurou demi Shikamaru yang belum ia ketahui pasti perasaannya.

Temari tidak yakin, sampai kapan pemuda Nara ini akan terus berbaring rapuh seperti ini. Sampai kapan Temari harus menunggu Shikamaru dalam ketidakpastian seperti ini?

Haruskah Temari menyerah akan perasaannya terhadap Shikamaru?

Karena jika saat ini Temari menyerah pun, tidak akan ada seorang pun yang tahu bahwa dirinya mempunyai suatu perasaan istimewa terhadap Shikamaru. Ah, sepertinya Haruno Sakura sebagai pengecualiannya.

Mencoba mencari jawabannya pun, Temari tetap tak menemukan titik terangnya dan secara tak sadar kedua netra indah itu pun sekali lagi terpejam seketika mengiringi jiwa yang tengah bersedih ke dalam bunga tidur yang baginya terasa begitu indah, sama seperti malam-malam sebelumnya.

Temari akan tertidur dengan begitu nyaman disamping pemuda yang dicintainya itu. Beruntungnya, Temari selalu dapat bangun lebih awal sebelum seorang perawat datang ke ruang inap Shikamaru.

Kankurou yang sedari tadi memperhatikan Temari, hanya mampu menatap sendu ke arah kakaknya tersebut. Kankurou sungguh tidak mengetahui jika selama ini kakaknya memiliki perasaan istimewa terhadap Shikamaru.

"Kenapa kau begitu keras kepala, Temari-Nee?" Lirih Kankurou sebelum dirinya benar-benar pergi menjauh dari ruangan inap Shikamaru.

.

.

.

Gadis cantik itu terbangun seperti biasanya dengan sebuah lengkungan hangat menghiasi wajahnya tatkala melihat paras damai pemuda di sampingnya.

"Ohayou gozaimasu, Shikamaru ... –kun." Ucap Temari merasa sedikit kaku saat mengucapkan nama Shikamaru menggunakan suffiks –kun. Tentu saja ini adalah yang pertama kali baginya melakukan hal itu.

Temari beranjak dari atas ranjang Shikamaru dan berdiri tepat di samping ranjang Shikamaru. Lagi, tatapan kedua netra milik gadis itu meredup tatkala menyadari jika waktu yang dimilikinya untuk bersama dengan Shikamaru tinggal 'lah menghitung menit.

"Jaga dirimu baik-baik, Shika. Cepatlah bangun! Tidak baik jika kau terus menerus tidur seperti ini, meskipun aku tahu jika hobimu adalah tidur sepanjang hari." Pesan Temari kepada Shikamaru dengan nada suara yang bergetar.

"Sudah waktunya aku pergi." Ucap Temari sesaat setelah dirinya melihat jam dinding yang menunjukkan pukul lima pagi. Setengah jam lebih awal sebelum perawat datang untuk memeriksa keadaan Shikamaru.

Temari perlahan merendahkan tubuhnya dan tanpa ragu menggapai bibir pucat sang pemuda dengan bibir ranumnya. Ia biarkan dalam waktu yang cukup lama dalam posisi seperti itu. Mengecap segala rasa hambar dari bibir Shikamaru, yang entah mengapa terasa adiksi baginya.

Kedua matanya yang terpejam kini tampak meneteskan butiran-butiran kristal air mata. 'Apa harus seperti ini pada akhirnya, Shikamaru?' Batin Temari di dalam hati.

Dengan penuh rasa enggan, Temari pun melepaskan ciumannya terhadap Shikamaru. Sekali lagi, ditatapnya lekat-lekat wajah sang pemuda Nara agar terekam secara sempurna di dalam ingatannya. Membiarkan memorinya hanya dipenuhi oleh bayangan sang penguasa jurus bayangan.

"Sampai jumpa, Shikamaru." Pada akhirnya Temari tetap memilih untuk pergi kembali ke tanah kelahirannya, Sunagakure.

Perlahan langkah kaki jenjang itu menjauh meninggalkan ruangan inap Shikamaru, tanpa mengetahui jika sebenarnya sedikit demi sedikit jiwa yang terbelenggu dalam buaian mimpi indah itu kini telah menemukan jalan keluar dan cahaya yang mengiringinya kembali ke dunia nyata.

Flashback Off

"Meski kau sudah mengetahuinya, tapi aku tidak bisa mengubah keputusanku, Kankurou." Temari beranjak berdiri dan melangkahkan kakinya ke arah balkon kamar penginapannya.

Wajahnya kini menengadah ke arah langit yang tampak begitu cerah, tak seperti hari-hari sebelumnya yang selalu mencurahkan air hujan yang terasa begitu dingin.

"Kau hanya takut untuk bertaruh, Nee-chan. Seharusnya kau memikirkan kebahagiaanmu saja. Lagipula Gaara dan aku masih bisa menjaga diri dengan baik meski kau tak lagi tinggal di Sunagakure." Ucap Kankurou datar. Ia tidak peduli jika kata-katanya akan menyakiti Temari saat ini.

Kankurou hanya tidak ingin Temari merasakan penyesalan jika ia benar-benar bersikeras untuk pulang ke Sunagakure dan meninggalkan pemuda yang dicintainya itu.

Temari tertegun dengan ucapan Kankurou, dirinya tersenyum miris tatkala menyadari bahwa kenyataannya memang seperti apa yang dikatakan oleh Kankurou.

"Kau benar, Kankurou. Aku memang terlalu takut untuk bertaruh. Semua ketidakpastian ini membuatku ragu untuk mengambil keputusan terhadapnya." Linangan air mata itu kembali menetes dari kedua manik indah milik Temari, seolah mengisyaratkan jika hatinya tengah merasakan kerapuhan yang tak pasti.

-TBC-