Disclaimer : Apa?Kata siapa Naruto punya siapa?Bukan kok bukan

The fairy tale of icy prince and Hinapig

Inspired by Penelope


Mereka selalu berkata tentang cinta

Apa itu cinta?

Apa cinta itu rasa aman?

Apa cinta itu rasa bahagia?

Apa cinta itu rasa lega?

Aku terus bertanya

Bagaimana rasanya cinta?

Apakah rasanya seperti gembira?

Atau rasanya seperti sedih?

Mereka bilang cinta itu berbeda bukan rasa aman, bahagia atau lega

Lalu, rasa seperti apa itu?

Apakah itu rasa hangat saat matahari bersinar dengan bahagianya di pagi hari?

Apakah itu rasa dingin saat malam sangat gelap dan bintang berbinar dengan cerahnya?

Lalu apakah cinta itu?

Bisakah kau ceritakan padaku?


Suatu hari di sebuah negeri yang sangat jauh bernama negeri Konoha. Negeri dimana impian hidup, harapan-harapan tumbuh. negeri dimana kedamaian selalu diharapkan. Negeri dimana burung- burung indah berkicauan di atas pohon yang baru dipangkas. Negeri dimana air terjun mengalir deras mengisi sungai dengan damai. Negeri dimana tawa selalu mengisi hari-harinya. Negeri dimana keajaiban benar dipercaya. Hiduplah suatu keluarga bangsawan bernama Hyuuga

Keluarga bangsawan Hyuuga adalah bangsawan terbesar dan paling dihormati di Konoha. Keluarga bangsawan terhormat yang selalu dijunjung diantara penduduk konoha.

Hingga suatu malam terjadi suatu huru-hara besar ..

"Beraninya kau menghamili anakku dan tidak bertanggung jawab,Hyuuga!"

"Apa yang kau katakan?bagaimana mungkin aku dapat menikahi anakmu, kita terlalu berbeda dan keluargaku tidak setuju!bagaimana mungkin aku menikahi seorang budak sepertinya!"

"Hyuuga!beraninya kau!ingat ini Hyuuga, anak pertama perempuan dari keluarga Hyuuga akan merasakan malu yang dirasakan putriku!anak pertama perempuan dari dua darah setelahmu akan berwajah buruk rupa!hahaha!tidak akan ada yang bisa menyembuhkanya. Kecuali kembalinya dia bersama kaumnya!tidak ada Hyuuga!dan selamanya dia akan berwajah buruk rupa seperti BABI hyuuga!seperti BABI!hahahaha .."


Dan begitulah kisah ku dimulai, namaku Hyuuga Hinata dan aku memilki wajah seperti babi.


"Hentikan,Otou-san. Aku mohon." Ucap Hinata pada ayahnya yang berdiri disampingnya. Ayahnya menatap lama wajah Hinata. Hinata menatap ayahnya yang terlihat sangat lelah dan wajahnya yang mengeras tidak sabar.

Hinata menghela napas perlahan dan sekali lagi ia tidak bisa menolak permintaan ayahnya.

"Baiklah,aku akan menemui mereka. Tapi,berjanjilah jangan berharap terlalu banyak." Hinata berjalan kecil menghadapkan dirinya ke kaca besar yang berdiri di depanya. Ia menatap bayanganya lama. Ia menatap kakinya yang terbungkus dan flat shoes berwarna peach, menatap gaun indah yang dengan tepat membungkus tubuhnya yang mungil. Ia melihat kulit pucatnya yang berpedar dibawah gaun biru laut indah. Ia menatap rambut birunya yang jatuh ke punggung lurus. Hingga ia menatap wajahnya.

Mata peraknya yang indah menatap lelah wajahnya menyusuri tulang pipinya yang indah membungkus wajahnya dengan cantik. Bibirnya yang penuh menghela napas kecil.

"Aku tak akan pernah terbiasa dengan hidungku ini."

Hinata menatap hidungnya lama. Secara singkat ,hidung hinata adalah hidung babi. Hidungnya lebar dan gendut berlipat, menonjolkan lubang hidungnya yang besar. Hinata memencet-mencet hidungnya lelah.

"Ayah bilang, hidung ini bukan hidungku. Ini adalah hidung hasil perbuatan kakek buyutku. Aku harus percaya hidung ini akan hilang. Ya, Hinata jangan menyerah. Kau pasti bisa menghilangkan kutukan tersebut!yosh semangat!"ucap Hinata semangat pada dirinya sendiri.

"Nona Hinata,mereka sudah datang. Nona bisa mengawasi mereka."

Hinata berjalan mendekat ke cermin satu arah di dalam kamarnya. Cermin satu arah ini berfungsi agar Hinata bisa menatap ke arah luar dari jendela yang merupakan ruang tunggu dan kamar Hinata. cermin satu arah ini akan berfungsi sebagai cermin biasa apabila dilihat dari ruang tunggu. Namun, Hinata dapat melihat semuanya.

Dibalik cermin Hinata menatapnya. Dari matanya yang biru dan rambut yang kekuningan,Hinata tau dia keturunan bangsawan seperti yang lainya. Mata biru cerahnya menjelajah ke penjuru ruang tunggu. Wajahnya yang ceria menunggu tak sabar.

"Hoi!"ucapnya keras.

Hinata mendekatkan bibirnya ke arah mikrofon yang akan terhubung langsung keruang tunggu dan mengucapkanya dengan pelan.

"H-hai",

"Heh,jadi kau Hinata Hyuuga itu ya?"ucapnya masih menerawan mencari asal suara Hinata.

"Iya itu aku."

"Namaku Naruto,Hinata." ucapnya sambil mengempaskan diri ke sofa dibelakang tubuhnya.

"H-hai Naruto san." Ucap Hinata gugup.

Naruto menghirup kopi hangat yang diletakan di meja. Ia menyilangkan kakinya sebentar sebelum menghadap cermin satu arah.

"Jadi,kutukan yang mereka katakan itu benar?mirip babi?apa separah itu?" tanyanya sambil menatap wajahnya dalam cermin,merapikan rambutnya yang berantakan. Naruto berjalan memutari ruang tunggu melihat koleksi buku pada lemari-lemari yang berjajar rapi di dinding ruangan. Melihat judul buku-buku yang membuatnya bingung, ia menggaruk kepalanya sebentar.

"Iya, itu benar. Kau suka membaca,Naruto-san?" tanya Hinata sambil memperhatikan Naruto yang berdiri memperhatikan buku-buku itu. Mendengar suara Hinata,Naruto mendongak perlahan.

"Tidak. Oia, apa itu benar kutukan itu bisa dipatahkan dengan menikahi darah bangsawan saja?"

"Iya, Naruto-san."

Naruto menatap ke cermin lama sebelum menghela napas panjang. Ia menegakkan kepalanya tegang. "Baiklah Hinata,biarkan aku melihatmu."

Hinata tersentak mendengar ucapan Naruto. Ia tidak pernah mengira Naruto akan memintanya secepat itu. Hinata menatap jari-jarinya lama berpikir.

'Apakah dia akan seperti mereka lari, menghina menatap wajahku yang buruk?'

Hinata menghela napas panjang sebelum berjalan menuju pintu yang menghubungkan kamarnya dan ruang tunggu. Dengan cepat Hinata memutar kenop pintu dan menariknya perlahan.

Hinata menatap mata nanar Naruto yang ketakutan dan melangkah maju. Napas berat Naruto terengah-engah.

"SI-SILUMAN BABI!AAAAAAAAA"


Hinata menatap senja dari kamarnya. Senja selalu seperti ini untuknya ia tidak pernah keluar dari kastil keluarga Hyuuga. Semua pendidikan,pembelajaran dilakukan di kastil. Hinata menghepaskan dirinya ke tempat tidur kesal. Semburat oranye matahari memapar kulit pucat indahnya. Mata Hinata menutup perlahan, air mata mengalir menuruni wajahnya.

'Selalu begini,mereka lari.'

'Selalu berujung seperti ini, aku merenungi nasibku sedih.'

'Aku lelah, setelah 6 tahun mengalami penolakan dari setiap pria bagaimana mungkin aku masih bisa berharap ada satu diantara mereka yang tidak berlari.'

'Bagaimana mungkin.'

Hinata mengusapkan air matanya menjauh dan menatap matahari yang bergerak ke arah peraduan. Hinata menatap matahari senja lama,mendengarkan kicauan burung yang saling bersautan di luar sana.

"Mereka bilang negeri ini negeri keajaiban. Jadi,bolehkah aku berharap?"

Hanya angin yang berhembus dingin telah menjawab Hinata. hanya rasa hangat sekecap dari mentari yang tersisa yang memberi hinata kemampuan untuk berharap.

(a/n :Yaah karena Hinata tokoh utama dongeng ini sudah seharusnya dia mendapatkan happy ending bukan?tenang hinata pangeran akan menjemputmu, tunggu saatnya datang)


TBC

HALLO MINNA!

Saya kembali dengan genre kesukaan saya romance! Akhirnyaa

Oke oke cerita ini inspired dari film penelope,tapi jalan cerita selanjutnya akan berbeda

Dan ini bener-bener nga maksud menyindir hinata. hinata tuh cantik walaupun hidungnya kaya babi liat aja nanti di cerita lanjutanya.

Oke review!

Fic ini bisa berlanjut dengan kekuatan review anda

Review review!

Doakan biar fic ini bisa update cepat sebagai obat kekesalan yang nungguin trap and spell kelamaan, ini kadonya hayaaaaa ... ^ ^

Review sekali lagi review oke

Arigatou minna san thanks for reading