Ini adalah fanfic ke-2 author. . . . karena fanfic yg pertama idenya udah menguap kayak asap (o_o) jadinya sebagai gantinya author menerbitkan cerita baru sebagai selingan untuk mengumpulkan bahan cerita. Fanfic ini adalah fanfic multicapter, padahal author pengen buat yang ringan-ringan saja. Huhuhu (T_T) satu lagi sifat Nauto sama Hinata disini benar-benar berbeda dengan serial di manga, jadi . . . . lihat aja langsung deh!
Oke itu aja curhatan dari author yang labil ini selanjutnya langsung saja baca ceritanya.
Disclamer : om Masashi Kisimoto
Pairing : Naruto-Hinata
Warning : typos, AU, abal, geje, OOC dll
Chapter 1 : Terrible Boy
.
.
.
Lagi-lagi Hinata harus menahan malunya karena sekarang ia basah kuyup akibat ulah senpainya yang sengaja menjatuhkan semangkuk bakso di atas kepalanya. Hinata menggigit bibir hendak protes, tapi mendengar tawa keras dari seluruh siswa di kantin ini membuat ia urungkan niatnya. Mungkin saja jika ia marah kepada senpai berambut blonde itu ia akan semakin menjadi bahan tontonan karena penampilannya yang sukar untuk dikatakan waras.
"Lihat, si tuan putri ini benar-benar menggemaskan dengan mie dan kuah yang menghiasi rambutnya." Naruto, pelaku dari segala kesialan Hinata kini terus-terusan menghujani Hinata dengan kata-kata cemohan. Tentu banyak yang semakin tertawa terutama fans fanatiknya yang didominasi oleh kaum hawa. Mereka akan mendukung apapun yang dilakukan Naruto meski pemuda tampan dengan kulit tan eksotis itu membully gadis pendiam seperti Hinata.
"ck, kenapa kau diam saja Hyuuga. Ayolah setidaknya tunjukkan dirimu yang asli." Naruto semakin mendekatkan wajahnya ke arah Hinata. "Tunjukkan bahwa kau tidak selugu yang selama ini kau citrakan, jalang!" bisik Naruto tepat di telinga Hinata.
Ingin, ingin sekali Hinata menampar atau memukul wajah yang dikatai bagai dewa ini sekarang juga. Ia mungkin punya kesabaran bila hanya dibully sekali dua kali, tapi ini sudah berkali-kali dan melampaui batas. Apa-apaan pula sebutan jalang yang diumpatkan Naruto padanya. Gila, senpainya ini benar-benar gila. Melihat kilat marah di mata bulan Hinata, Naruto menyeringai senang.
"Jangan menatapku seperti itu Hyuuga, tataplah aku seperti seorang wanita jalang yang sedang menunggu pelangganya."
Sontak tawa penuh ejekan dan hinaan menderah gendang telinga Hinata. Wajahnya semakin memerah karena berbagai perasaan marah, kesal, malu, dan terhina di satu waktu yang bersamaan.
"Hentikan Naruto. Kau sudah kelewatan."
Naruto memutar bola matanya bosan ketika melihat Sakura datang. Sahabat perempuannya ini gemar sekali menghentikan kesenangannya. "Cih" meski ia kesal tapi toh ia menuruti perkataan dari gadis musim semi yang diam-diam disukainya sejak kecil. Namun, sayangnya Sakura lebih condong ke sahabatnya sendiri, Sasuke. Hah, Konyol!
"Hinata segeralah ke toilet, bersihkan dirimu. Dan untuk kalian yang berada di sini cepatlah kembali ke kelas kalian masing-masing, ini sudah waktunya bel masuk!" perintah Sakura tegas. Tentu tidak ada yang bisa menolak perintah dari seorang putri Haruno yang notabenya pemilik saham terbesar di sekolah ini setelah duo sahabatnya Naruto dan Sasuke.
Sebelum Hinata bergegas ke toilet, ia menyempatkan diri untuk melirik tajam kearah Naruto. "Kau lelaki rendah, Naruto-senpai"
Hampir saja tangan Naruto melayang hendak menarik helai indigo Hinata andai saja Sakura tidak cepat-cepat menghalangi Naruto dengan menginjak kakinya. Sakura melotot ke arah Naruto yang mengusap wajahnya gusar akibat ucapan balasan dari Hinata. Sakura menggelengkan kepalanya heran, "Aku tak mengerti dengan cara pikirmu Naruto. Kenapa kau selalu membully Hinata? Di gadis baik-baik."
"iya, gadis baik-baik yang bekerja menjadi pengantar wishkey di sebuah pub malam." Sambar Naruto sarkartis. Sebelum Sakura kembali melayangkan argumennya, Naruto terlebih dahulu melihat Sasuke yang datang dan langsung menghampiri Sasuke.
"Oi teme, kenapa lama sekali tidak kemari. Kau kehilangan tontonan gratis."
"Hn, aku tidak tertarik dobe." Sasuke meletakkan minuman kalengnya di meja dan kemudian memasang earphone di telinganya, benar-benar masa bodoh dengan semuanya.
"Sasuke-kun, setidaknya kau nasehati tingkah kekanakan Naruto. Ia sudah gila." Mengambil tempat kosong di samping Sasuke, Sakura mengerut sebal karena tidak ada respon dari Sasuke. Adakah yang bertanya kenapa mereka bertiga masih di luar kelas meski jam pelajaran sudah dimulai? Ya, mereka inilah the three of king and queen di sekolah ini.
Naruto Namikaze, anak dari Minato Namikaze sang pengusaha dibidang otomotif yang telah sukses di eropa serta petinggi pemerintahan yang disegani dan Uzumaki Kushina yang merupakan model dan artis internasional. Nenek Naruto, Tsunade adalah kepala yayasan di sekolah ini.
Uchiha Sasuke, anak dari Uchiha Fugaku yang menancapkan bisnisnya di seluruh asia dan mempunyai koneksi luas di jajaran pengusaha-pengusaha dunia. Ibunya, Uchiha Mikoto seorang penulis buku terkenal. Sasuke juga memiliki seorang kakak, Uchiha Itachi yang kini menjadi pengusaha muda yang handal.
Haruno Sakura, anak dari Haruno Kizashi dan Haruno Mebuki. Keduanya adalah dokter terkenal di rumah sakit jepang dan Amerika. Mereka berdua mempunyai saham hampir di seluruh yayasan bidang kesehatan.
Mereka bertiga sudah menjadi sahabat sejak di SMP yang dikelola oleh orang tua mereka, tak ayal bukan hanya orang tua mereka saja yang dekat tapi mereka pun juga menjadi akrab. Kedekatan mereka pun juga sering menarik perhatian karena disamping punya wajah di atas rata-rata juga kemampuan mereka yang tidak bisa dianggap remeh. Bila ada Naruto maka didekatnya pasti ada Sasuke. Menurut kabar yang beredar, Naruto dan Sasuke bisa mengalahkan sebuah geng preman yang berjumlah 20 orang dengan tangan kosong. Sedangkan Sakura, ia memiliki segala kecantikan yang diimpikan oleh setiap anak perempuan. Ia pun juga berperan sebagai penengah bila Naruto dan Sasuke ribut.
.
.
Sudah dua jam lamanya Hinata membersihkan rambutnya dari mie dan kuah bakso yang menyengat. Mungkin ia akan ijin untuk tidak mengikuti pelajaran sekali lagi. Hah, ia menghembuskan nafas berat dengan kesal. "Apa-apaan dia. Dia benar-benar menyebalkan,"
"gara-gara dia aku selalu tidak bisa mengikuti jam pelajaran terakhir." Mata Hinata sedikit memerah perih akibat kuah bakso yang masuk ke matanya. Dia memang tidak punya teman karena mereka takut dengannya. Hinata memang jarang tersenyum, namun bukan berarti ia monster yang selalu dihindari kan. Rambut dengan poni tebal sering menutupi mata indigonya hingga terlihat seolah ia gadis abnormal, belum lagi gosip yang mengatakan bahwa ia bukan gadis baik-baik.
"Sialan kau Naruto. Kenapa kau begitu membenciku!" Perlahan air mata Hinata menetes sedikit demi sedikit. "Aku memang bekerja disana tapi bukan berarti aku tidak punya kehormatan, brengsek." Kali ini suara tangisan Hinata mulai terdengar di toilet sepi ini.
"Kau lelaki brengsek." Sambil mengusap air matanya ia bergegas ke loker untuk berganti pakaian olahraga. Dan sialnya saat di loker ia meilhat Naruto tengah menempel pada Sakura.
"Ayolah Sakura-chan, kau pulang saja denganku. Ya..."
"Tidak baka, aku akan pulang dengan Sasuke-kun saja, ayo Sasuke." Sakura langsung menggandeng Sasuke meski sang empunya terlihat ogah-ogahan. Menggaruk rambut durennya kesal, Naruto membuang pandangannya ke sembarang arah dan voliah. . . .
Naruto menyeringai lebar mendapati Hinata berdiri tak jauh darinya. Kakinya mendekat ke arah Hinata dan berdiri tepat di depan Hinata.
Tatapan sengit Hinata layangkan ketika keduanya saling menatap "Mau apa kau brengsek?"
"khukhu. . . lihat sekarang kucing pendiam sudah menjadi kucing liar. Tapi, mungkin sebutan kucing lebih terhormat dari pada jalang sepertimu."
Hinata malas menanggapi ocehan Namikaze mudah ini. "Lalu kenapa kau mau berurusan dengan si jalang ini tuan Namikaze!" teriak Hinata frustasi. Sontak Naruto menyeret Hinata ke lorong sepi lalu menabrakan punggung ke tembok.
"Kau. . . ternyata kau memang jalang yang dengan gampangnya melayani banyak lelaki hidung belang, eh." Sorotan amarah Naruto terpantul dari manik birunya yang jernih, tentu Naruto masih ingat seminggu yang lalu saat ia ingin sekedar mencari hiburan dengan datang ke sebuah pub di tengah kota Konoha yang ramai. Ia cukup terhibur dengan banyaknya koleksi minuman anggur atau vodka yang berasal dari berbagai negara. Dengan alunan musik yang menghentak ia mulai terlena untuk ikut turun ke lantai dansa, namun mata birunya menangkap sesosok familiar berbaju pelayan yang dengan cekatan mencampur beberapa anggur lalu menuangkannya ke gelas kristal para pembeli yang semuanya lelaki berumur.
Naruto tahu gadis itu adalah kohainya karena ia pernah bertemu dengan Hinata meski tanpa adanya tegur sapa. Sejak awal pertemuan, sadar atau tidak sebenarnya Naruto telah tertarik dengan manik lavendar milik Hinata yang khas. Namun, karena mengira itu perasaan ambigu yang terjadi karena ia belum pernah bertemu dengan orang seperti Hinata maka Naruto mengabaikan perasaanya. Naruto terus mengamati tingkah Hinata yang berlalu lalang dari satu meja ke meja yang lain. Awalnya ia tidak menghiraukannya, toh ia juga tidak terlalu akrab dengan kohai yang pendiam itu, namun ada sesuatu dalam hatinya yang bergejolak merontah. Mata shapirenya bisa melihat senyum alami yang tidak pernah ia lihat dari seorang Hyuuga Hinata ketika ia mencatat atau mengantar pesanan orang-orang, "ternyata kau wanita rendah nona." Gumam Naruto lalu menenggak habis vodkanya, dan sejak detik itu juga entah kenapa seluruh attensinya hanya tertuju pada Hinata seorang.
"Jaga ucapanmu senpai. Kau bahkan lebih rendah dariku karena selalu merandom para siswi disini."
Alis Naruto terangkat dengan kerutan di dahinya. "Aku? Lebih rendah darimu?" Senyum mengejek dipamerkannya lebar-lebar. "Mereka yang datang nona dan aku tentu hanya menyambut mereka. Tidak seperti kau yang menjajakan dirimu sendiri di tempat hiburan itu."
Hinata tidak terkejut sama sekali mengetahui bahwa Naruto menyinggung pekerjaan paruh waktunya. Ia sudah kebal dan terbiasa. "Terserah senpai mau menganggapku apa. Tapi jangan menggangguku lagi, kita bahkan tidak saling mengenal sebelumnya, jadi segala pebullyanmu selama ini benar-benar konyol." Hinata menggeser tubuhnya ke samping Naruto untuk menjauh dari pemuda tampan itu. Ia lalu berlari untuk segerah pulang, melupakan bahwa ia belum mengganti baju kotornya dengan kaos olahraga.
"Tapi, kau terlalu menarik untuk dilepaskan, Hinata-chan."
Ah, Naruto benar-benar sangat penasaran dengan Hinata. Ia menyeringai, ia sangat senang bisa menemukan mainan barunya yang mungkin tidak akan pernah ia lepaskan sebelum ia bisa menjadikan diri Hinata tunduk kepadanya. "Aku tak sabar untuk menunggu besok." Ia lantas berjalan ke arah mobil mewahnya dan melajukannya pulang.
.
.
Kediaman Hyuuga
Di rumah sederhana milik Hyuuga Hiashi ini Hanabi terus-terusan menanyai kenapa kakak perempuannya ini sejak seminggu yang lalu selalu pulang dengan penampilan berantakan. Ia bahkan memberanikan diri menawarkan jasa untuk menghajar orang yang telah membuat Hinata-nee seperti ini.
"Nee-san harusnya kau hajar saja dia, atau kalau kau ingin tanganmu bebas dari kotoran maka serahkan semuanya padaku." Hanabi masih menggosok rambut panjang Hinata dengan air wangi agar bau menyengat bakso bisa hilang. Ia juga menyiapkan air hangat dan baju ganti di atas tempat tidur.
"Ayah pasti sangat marah bila tahu Nee-san diperlakukan seperti ini. Lalu Neji nii-san juga pasti akan turut campur untuk menghabisi siapa saja yang melukaimu, Hinata-Nee."
Hinata tersenyum lalu mengacak rambut Hanabi. "ya kau benar, aku bisa saja menghajarnya atau menyuruh seseorang untuk memberi pelajaran terhadapnya, tapi itu akan membuat masalah baru Hanabi."
Bibir manyun Hanabi semakin membuat Hinata gemas untuk mencubit pipi adiknya ini. "Naruto bukan orang sembarangan. Jika lantas ia mencari tahu identitas keluarga kita maka akan sangat berbahaya. Ayah dan kakak pasti akan repot untuk memindahkan kita lagi." Tutur Hinata halus yang sangat berbeda dengan ucapannya ketika di sekolah tadi.
Sedikit-demi sedikit Hanabi mengiyakan alasan yang diutarakan oleh Hinata. Ia sadar bahwa tidak ada seorangpun yang boleh tahu identitas keluarganya. Banyak orang jahat diluar sana yang dengan senang hati menghunuskan pedang bila tahu kebenaran serta keberadaan keluarganya. Ia tidak ingin kehilangan lagi setelah merasakan sakitnya kehilangan seorang ibu.
"Namun, tak seharusnya Naruto melakukan hal ini padamu Nee-san. Ia seharusnya tahu bahwa kau adalah. . . "
"Ssstttt. . ." Hinata menempelkan telunjuknya di bibir Hanabi. Ia menggelengkan kepalanya. "jangan diungkit lagi Hana-chan. Itu sudah lalu. Ah, aku akan berendam dulu Hana-chan." Cepat-cepat Hinata masuk ke dalam kamar mandi meninggalkan Hanabi yang memandang sendu pada kakak tercintanya itu.
"Kau terlalu baik hingga terkadang itu melukai dirimu sendiri nee-san." Hanabi menghembuskan napas dalam-dalam. Ia meraih baskom berisi air harum lavender yang ia gunakan untuk membersihkan rambut Hinata tadi. Mungkin dengan sedikit menyiapkan makan malam ia bisa membantu Hinata, setidaknya meringankan tugas kakaknya itu sedikit.
.
.
.
TBC
Please RnR
Nah, gimana-gimana? Bila ada yang mau baca, mereview ataupun mengkritik yang membangun author akan sangat berterima kasih. Tapi, maaf author tidak menerima flame dalam bentuk apapun. Untuk chapter-chapter selanjutnya kemungkinan author akan update sebulan sekali. Tergantung dari review juga sih, semakin banyak maka author usahakan akan semakin cepat update-nya.
Note : sebenarnya chapter 1 ini lumayan panjang, jadi author potong jadi dua dua part.
See u in next chap ^^
Atharu_u
