Oh Sehun, si Penakluk Cinta
.
.
.
.
"Hey"
Jongin terus berjalan, tak peduli dengan seseorang yang baru saja memanggilnya.
"Hey"
Lagi, orang itu memanggilnya.
"Hey, kau!"
Dan untuk yang ketiga kalinya Jongin menoleh, mendapati sosok berkulit pucat berdiri di hadapannya. Siapa yang tidak tahu Oh Sehun? Siswa bad boy yang amat terkenal dengan wajahnya yang cool dan sifatnya yang playboy.
"Kim Jongin" bibir tipisnya menggumamkan nama Jongin.
Inginnya Jongin pergi saja kalau ternyata Sehun hanya akan menatap matanya tanpa berkata-kata. Tapi Jongin itu orang yang selalu memperlakukan orang lain dengan sangat baik, walau wajahnya yang terkesan kalem.
"apa kau selalu pulang sendiri?" Sehun bertanya. Tidak seperti biasanya, karena Sehun sendiri pun tahu betul bagaimana pribadi teman sekelasnya itu. mereka tidak saling mengenal, meskipun keduanya berada di kelas yang sama saat menimba ilmu.
Jongin ini anak yang pintar, anak kesayangan bapak ibu guru di sekolah. Nilainya selalu sempurna, sifatnya yang pendiam sering membuat orang lain salah sangka.
'Jongin..Jongin yang itu? Oh, ku pikir dia orang yang sombong' kira-kira begitulah komentar teman-temannya yang tidak terlalu mengenal Jongin. Nyatanya Jongin hanya anak pintar yang pemalu, dan memiliki sedikit orang teman di sekolah.
"Taemin selalu pulang bersamaku" jawab Jongin.
Senyum terpatri di wajah Sehun, inilah yang ia tunggu-tunggu. Nama si cantik Lee Taemin yang disebutkan oleh sosok di sampingnya itu. Sehun memang menyukai Taemin, namja cantik yang diidolakan oleh banyak orang di sekolahnya.
Taemin ini teman dekat Jongin, mereka sekelas di kelas sepuluh. Namun di semester dua, Taemin dan Jongin harus berpisah karena perbedaan jurusan. Kim Jongin anak ipa, dan Lee Taemin, anak IPS. Jongin anak yang pintar, wajar saja kan?
"Taemin..Lee Taemin..dimana anak itu?"
Menoleh dan menatap Sehun tepat di mata. Jongin lalu berkata; "apa kau memanggilku hanya untuk bertanya mengenai Taemin?"
Tapi Sehun merasa tersinggung dengan ucapan Jongin, walau memang begitulah adanya. Taemin cantik, Taemin berbakat, Taemin dicintai, jadi wajar sajakan kalau sekarang Sehun terpesona pada kelebihan-kelebihan Taemin itu? ah, entahlah..
"tentu saja tidak. Memangnya kau tidak mau berteman dengan ku? Hey, kita kan sekelas!" Sehun menutupi rasa kesalnya.
"Oh Sehun-ssi, seharusnya jika memang ingin lebih dekat dengan Taemin kau bisa langsung mendekatinya saja"
"Kalimatmu itu menyakitiku, Kim Jongin!" seru Sehun.
Jongin tidak mau tahu, dia hanya anak introvert di sekolah. Dan Sehun yang tenar itu tidak mungkin tanpa sebab mendekatinya seolah ingin benar-benar berteman dengannya. Jongin itu pintar, tidak bodoh!
"Kim Jongin"
Sehun hendak meraih tangan Jongin. Jika saja seorang namja dewasa lebih dulu memanggil nama Jongin dan membuat Jongin berlalu meninggalkan Sehun dalam diamnya.
Jongin menyebutnya dengan sebutan 'appa' dan membuat Sehun yakin, jika sosok itu adalah ayah dari namja bermarga Kim itu.
Ayahnya tampan, masih muda, dan terlihat elegant. Sepertinya ayahnya Jongin ini termasuk salah satu eksekutif-eksekutif muda yang sering Sehun lihat di majalah bisnis milik kakeknya.
.
.
"apa yang membuat putra appa melamun begini?"
Jongin menoleh, mendapati wajah tampan ayahnya yang menatap penuh tanya ke arahnya.
Itu tuan Choi, ayah Jongin. Kim Jongin baru tinggal dengan ayahnya 4 bulan yang lalu, tepatnya setelah ibunya meninggal akibat kanker darah putih yang telah lama menggerogoti tubuhnya.
Ayahnya telah bercerai dengan ibunya saat Jongin berusia 2 tahun. Saat itu keduanya masih sangat muda dan bodoh. Dimana sang ibu yang memergoki suaminya sedang bercumbu dengan wanita lain, dan mengira semuanya memang harus berakhir.
Dari awal ini memang tidak akan berjalan lama hingga kakek nenek. Ayahnya orang yang kaya, dan ibunya hanya orang sederhana yang beruntung bisa mendapatkan hati si anak kaya raya waktu di SMA. Hingga sehari sebelum kelulusan, si gadis mengabari kehamilannya pada si pemuda kaya. Maka demi menutupi rasa malu keluarganya, si pemuda pun terpaksa menikahi kekasihnya yang tengah hamil 2 minggu.
Cerita masa lalu yang sangat sedih, plus sikap tak ramah keluarga lelaki yang tidak menerima kehadiran si perempuan. Bahkan sampai putra pertama mereka lahir. Namun Kibum yeoja yang kuat, ia bahkan tidak pernah menyalahi keberadaan Jongin di dalam rahimnya. Malahan ia sangat bersyukur dengan karunia yang telah Tuhan berikan atas hadirnya seorang Jongin.
Jongin masih tak mau bicara banyak. Sifatnya yang pendiam itulah yang membuatnya sering stuck di dalam suasana canggung seperti ini.
Siapa yang tidak ingin? Melihat anak laki-laki yang dekat dengan ayahnya. Bermain bersama, pergi liburan bersama, atau berbagi kado spesial di hari natal. Tetapi tidak bagi Kim Jongin, bahkan tinggal seatap dengan ayahnya pun baru 4 bulan ia rasakan.
Siwon menghela napas pelan, menyesali semua yang telah ia lakukan pada mendiang istrinya. Kim Kibum, yeoja cantik yang telah ia sepelekan cintanya. Telah berpulang ke tempat yang tidak akan pernah bisa ditemukan oleh siapapun. Meninggalkan seorang putra berwajah manis yang sudah berusia 17 tahun.
Siwon bahkan lupa, kapan terakhir kali ia mengusap sayang rambut Jongin. Karena pada saat Jongin kecil, ia sudah harus ditinggal oleh appanya dengan alasan Tugas kantor yang menumpuk.
"Tuan Choi" Jongin sebutkan nama orang itu dengan sopan. Ia masih belum terbiasa dengan panggilan 'appa' yang seharusnya ia gunakan saat memanggil Siwon, ayah biologisnya.
"hm?" namja Choi itu berusaha menutupi rasa kecewanya.
"apakah anda bisa berhenti untuk selalu menjemput ku? Sudah 4 bulan ini aku tidak bisa pulang dengan temanku"
"Ah, itu"
Ini tidak sopan dan Jongin tahu betul ketidaksopanannya itu. "temanmu bisa pulang bersama kita kan, nak?"
"tidak tuan Choi! Taemin tidak terbiasa dengan orang dewasa seperti anda" sahutnya.
.
.
.
.
.
.
Langit sudah mulai gelap, mentari sudah terbenam 3 jam yang lalu. Jongin melirik jam di dinding. Pukul 9 malam, ia sudah mengerjakan PR nya sepulang sekolah. Jadi, ia sendiri pun bingung harus melakukan apa.
Kamarnya di mansion Choi ini jauh lebih luas dari kamar miliknya di flat mungilnya dulu. Biasanya, sehabis belajar Jongin pasti akan menemui ibunya yang sedang sibuk membuat kue-kue pesanan para tetangga yang memesan kue pada ibunya.
Ia selalu membantu, membantu mencicipi maksudnya. Ibu pasti akan tersenyum dan mencubit gemas pipi Jongin.
'kalau setiap malam kau ngemil, kau bisa terlihat seperti babi gendut lho, Jong' ibunya mewanti-wanti.
Namun sekarang siapa yang akan membuat setoples kue kering di malam hari lagi? Siapa yang akan mewanti-wanti dirinya agar berhenti ngemil di malam hari? Siapa yang akan membuat kudapan lezat saat Jongin sedang bersantai?
Jongin jadi rindu ibu kalau ingat semua kenangan-kenangan manis yang pernah mereka habiskan berdua di flat mungil mereka. Ibu selalu bekerja keras, dan Jongin yang selalu berhasil mencetak prestasi dengan nilai-nilainya yang sempurna.
*Pip
Satu pesan masuk di ponsel jadul Jongin. Ponselnya saja masih flip, warnanya biru muda, dengan gantungan kunci bermotif Pororo kesukaannya. Ponsel ini pemberian ibu saat Jongin naik kelas 2 SMP. Ibu sengaja menabung untuk membelikan ponsel dan ia berikan kepada Jongin.
Ia sempat menolak, tapi ibu tetap memaksa. Ibu pikir, Jongin sudah besar dan sudah seharusnya memiliki ponsel supaya ibu tahu dimana letak posisi putranya saat dihubungi.
From : +63xxxxxxxx
Ini aku Oh Sehun, simpan nomorku ya :)
Oh itu pesan singkat dari Sehun, teman sekelasnya. Sekaligus namja tenar di sekolah. Jongin tidak terlalu kenal Sehun, tapi ia tetap menyimpan nomor ponsel Sehun untuk berjaga-jaga.
Jongin tidak bertanya, darimana Sehun mendapatkan nomornya. Ia pikir itu tidak penting. Ia tidak tahu, dan tidak mau tahu.
To : Oh Sehun
Baiklah
Singkat sekali Jongin menulis. Namun Jongin tetap tidak peduli. Ia segera bangkit dari posisi duduk di kursi belajarnya dan menghempaskan tubuh lelahnya di atas kasur queen size empuk miliknya.
Ia hendak menutup kedua matanya, namun terpaksa harus terbuka kembali saat seseorang men-dial up nomornya. Itu Oh Sehun, namja Oh itu benar-benar menghubunginya.
"Hallo"
'Ya, hallo'
.
.
.
.
.
"tumben datang pagi" Jongdae teman sebangku Jongin menyapa. Orang terdekat Jongin selain Taemin, pasalnya Jongin bertemu Jongdae itu saat duduk di kelas dua. Kebetulan saat naik ke kelas tiga pun mereka bisa bertemu lagi.
"hari ini appaku tidak mengantar" sahut Jongin.
Suara kursi yang beradu dengan permukaan lantai sedikit membuat ruang kelas terdengar gaduh. Masih pagi, jadi tidak ada yang protes.
Jongdae memperhatikan Jongin sedari tadi, dari yang Jongin menggeser meja, sampai Jongin yang duduk di sampingnya pun mata sipitnya itu tak lepas dari teman sebangkunya.
"kau pasti menolak" tebak Jongdae.
"ya"
Teman sebangkunya itu menarik napas pelan. Jongin ini memang aneh, tapi sayangnya Jongdae lebih nyaman di dekat Jongin daripada harus berdekatan dengan anak-anak lain di kelas IPA yang berambisi mendapatkan nilai bagus dengan menghalalkan berbagai macam cara.
"appamu itu biar sibuk masih sering punya waktu untuk mu ya, Jong"
"kau punya ayah yang sempurna. Ayah mu yang dokter gigi itu benar-benar membuat ku sempat iri pada mu" ujar Jongin, ia sudah membuka buku bacaannya dan membuat Jongdae mendengus sebal. Jongin ini benar-benar tidak ada bosannya belajar.
"Kim Jongin"
Sehun berdiri di depan meja Jongin. Mendengar namanya disebut, Jongin mendongak mendapati maniks tajam Sehun juga tengah menatapnya.
"sepulang sekolah apa kau sibuk?" tanya Sehun
"Aku tidak tahu" Jongin menjawab singkat.
Beberapa orang siswi yang mendengar jawaban Jongin tercengang bukan main. Pasalnya di depannya itu Oh Sehun, si namja keren yang tidak pernah mendapatkan perlakuan dingin dan kaku dari seseorang. Dan sayangnya Jongin ini kaku pada siapapun, kecuali pada mendiang ibunya sendiri. Karena menurut Jongin ibunya adalah segalanya.
Sehun masih setia berdiri di depan meja Jongin, gemas dengan tingkah laku Jongin yang acuh padanya. Bagi Jongin buku tebal miliknya itu jauh lebih menarik dibanding Sehun.
Maka dari itu Sehun tiba-tiba menarik buku Jongin dan membuat namja berkulit tan itu sedikit terkejut melihatnya.
"coba jawab dulu yang benar!" seru Sehun, ia masih memegang buku Jongin dengan keadaan tertutup.
Maniks hitam Jongin menatap tak suka ke arah Sehun. Ini masih pagi, cukup pagi untuk memulai debat dengan sosok playboy di sekolah ini.
"Aku tidak sibuk"
Sehun mengulas senyum simpul, "ini" katanya. Ia meletakan buku Jongin di tempatnya. Lalu mengusap rambut Jongin dengan sangat perlahan.
"Aku menunggumu di tempat parkir sepulang sekolah"
.
.
.
.
"apa kau pernah naik motor sebelumnya?"
Jongin menggeleng, Sehun sudah duduk di atas jok motor sportnya yang berwarna hitam itu. Motor mahal yang hanya beberapa orang saja yang memilikinya di sekolah mereka.
"baiklah, ayo naik!" seru Sehun, seraya memberikan sebuah helm berwarna putih untuk Jongin. Setidaknya meski ia anak yang nakal di sekolah, Sehun tidak pernah melanggar peraturan lalu lintas di jalan.
"apa kau serius?" Jongin bertanya, ia sengaja tidak mengambil helm putih itu dari tangan Sehun.
Tarikan napas berat terdengar dari hidung Sehun. Mendekati Jongin ini cukup sulit ternyata. Bahkan dibandingkan dengan mantan pacarnya yang bernama Jessica, yang usianya terpaut 5 tahun di atas Sehun.
"tentu saja, memangnya apa yang kau pikirkan?"
Jongin mengambil helm putih itu dan memakainya. Kemudian berkata, "ku pikir kau meminta ku untuk mengantarmu ke rumah Taemin"
Diam-diam Sehun tersenyum di balik helm hitamnya. "apa kau tahu rumah Taemin?"
"tentu saja. apa kau ingin aku mengantarmu?"
"Tidak..Mungkin lain kali"
.
.
.
.
Sehun menatap takjub bangunan megah bercat putih gading di depannya itu. Decakan-decakan kagum tiada henti keluar dari bibirnya. Seolah tubuhnya terpaku di atas motor hingga tidak menyadari jika Jongin sudah turun dari jok belakang.
Omong-omong Sehun serius dengan niatnya yang mengantar Jongin pulang. Maka di sinilah mereka sekarang, di depan pagar bercat putih kediaman utama Choi.
Inilah yang tidak Jongin harapkan. seorang kawannya datang ke rumah besar keluarga Choi dan terlihat takjub atau malah terbengong-bengong. Bahkan Taemin saja belum pernah mampir kemari.
"Kim Jongin apa ini rumahmu?" tanya Sehun, menoleh ke belakang namun tidak mendapati sosok Jongin.
"bukan..ini rumah appaku" jawabnya.
Sehun menoleh ke samping kirinya, Jongin sedang berusaha melepas helm putih itu dari kepalanya.
"Ah, mengapa kau tidak pernah mengajak teman-temanmu ke sini?"
Jongin menghela napas pelan, "Tidak..aku tidak mau teman-temanku memandangku sebagai anak orang berada. Aku ingin teman-temanku memandangku seperti diriku sendiri. Bukan mengatasnamakan ayahku"
Jujur saja, Sehun yang mendengarnya merasa takjub dengan ucapan Jongin. Sebenarnya ia tahu seperti apa kehidupan Jongin dulu. Jongin hanya seorang siswa penerima beasiswa, tinggal di sebuah flat sederhana, dan ibunya si pembuat kue dan roti. Salah satu teman Sehun yang pernah mampir ke flat Jongin itu mengatakan. Aroma kue kering selalu mengisi seluruh penjuru ruangan dan membuat teman Sehun betah berada di sana.
Tapi Jongin sekarang berbeda, ia tinggal di sebuah mansion besar setelah ibunya meninggal. Jika Jongin memiliki ayah yang kaya raya, mengapa namja itu membiarkan anak dan istrinya berjuang keras untuk hidup? Sehun penasaran, tapi sebaiknya ia tidak bertanya soal privasi itu.
"apa kau mau mampir?" tidak sopan rasanya jika si tuan rumah tidak mempersilakan tamunya untuk rehat sejenak di dalam rumahnya.
"tidak, terimakasih. Aku harus segera pulang" Sehun menolak halus.
"mungkin lain kali" pemuda Oh itu berkata.
"ya, lain kali" sahut Jongin, ia memberikan helm itu pada Sehun.
.
.
.
.
"apa itu teman sekolahmu?"
Jongin menoleh dan mendapati sosok elegant Nenek Choi yang baru saja bertanya padanya.
"Iya" jawabnya.
Nenek Choi terlihat tidak suka dengan jawaban Jongin. Seorang keturunan Choi seperti mereka ini tidak boleh asal saja dalam memilih seorang teman.
"ku rasa 4 bulan berada di rumah ini kau sudah harus memahami tata krama di lingkungan keluarga kami" Nenek Choi berkata.
Kim Jongin terdiam, kalau boleh ia jujur sekarang, ia lebih baik berhadapan dengan ayahnya sendiri dibanding harus berhadapan dengan wanita paruh baya berpenampilan elegant ini. Jongin tidak pernah membenci ayahnya, hanya saja Jongin membenci bagaimana tata krama yang dimaksud neneknya itu terlalu mengekang kebebasan ayahnya atau bahkan dirinya untuk saat ini.
"maaf, Nyonya besar" ucap Jongin.
"saya tinggal di rumah ini karena putra anda yang meminta. Sebelumnya tidak ada hitam di atas putih soal mengapa saya bisa tinggal di sini. Jadi, saya rasa saya tidak perlu mengikuti apa yang anda katakan. Saya akan keluar jika putra anda sendirilah yang meminta saya untuk keluar. Permisi"
Nenek Choi tidak bisa berkata apa-apa. Jongin sudah lebih dulu pergi meninggalkannya. Menuju kamarnya yang berada di lantai satu. Jongin tahu apa yang telah ia lakukan tadi. Seharusnya ia lebih menghormati sosok Nenek Choi, biar bagaimana pun wanita itu adalah sosok yang paling berjasa atas kehadiran ayahnya.
"eomma, mengapa eomma berteriak?" Bibi Sooyoung, adiknya ayah bertanya. Yeoja itu seorang desainer ternama dengan predikat baik dari keluarga Choi.
"kau tahu? anak itu terlalu berani untuk bergaul dengan anak-anak tidak jelas di luar sana"
Bibi Sooyoung menggelengkan kepalanya pelan. Dia tak setuju dengan ucapan ibunya tadi. "eomma, Jongin itu masih remaja. Dia butuh bergaul dengan siapa saja agar tidak terlalu introvert. Itu sama sekali tidak bagus untuk mentalnya"
"apa yang kau katakan? Bagaimana jika anak itu bergaul dengan anak-anak nakal di luar sana. Kau dan kakakmu itu terlalu memakluminya, Soo-ya"
"bukan begitu, eomma. Aku tahu seperti apa Jongin itu, dia anak yang pintar dan pendiam. Mirip sekali dengan mendiang Kibum eonnie. Aku tahu Jongin pasti bisa memilih mana teman yang baik untuknya dan mana yang buruk" Sooyoung berkata, memberi penjelasan pada ibu kandungnya yang keras kepala itu.
Tapi dalam hati Sooyoung merasa senang, karena ibunya ini diam-diam mengkhawatirkan cucunya. Walaupun terlalu gengsi untuk diucapkan, Sooyoung tahu. ibunya ini bukan tipe yang bisa mengatakan rasa sayangnya pada orang yang ia sayangi.
.
.
.
.
.
"KIM JONGIN!"
Lorong sekolah yang agak sepi itu menggemakan suara Taemin yang menyerukan nama lengkap Jongin.
Otomatis Jongin berhenti, ia berbalik badan dan menunggu Taemin berlari ke arahnya. Peluh membasahi poni Taemin yang agak memanjang.
Beberapa siswa yang berpapasan dengan Taemin pun tidak membuang waktunya untuk menyapa sosok cantik bermarga Lee itu. Bahkan siswa yang tadinya berpura-pura menyadari keberadaan Jongin pun berpura-pura mendekati keduanya hanya untuk menyapa Taemin.
"Hey, Taemin"
"Kau cantik sekali hari ini"
Taemin dan selalu Taemin, tak pernah satu pun dari mereka yang mau menyapa Jongin walaupun Jongin berada di dekat Taemin. Dia seolah makhluk invisible yang tak terlihat, namun Jongin tidak pernah merasa iri terhadap Taemin. Menurutnya semua itu wajar, Taemin itu cantik, sifatnya yang supel itu membuat para siswa lebih menyukainya dibandingkan Jinri, gadis PomPom disekolah mereka.
.
.
"surat cinta lagi?"
Jongin mendekati tubuh Taemin, ia mengintip loker Taemin yang dipenuhi dengan puluhan amplop surat cinta yang entah dari siapa saja di sana. Dari kelas 10 ini sudah sering terjadi, jadi baik Taemin dan Jongin sendiri pun lupa kapan hal ini terjadi.
"Ah, ya ampun..sampah..sampah..sampah" Taemin menghentakan kedua kakinya. Dia selalu benci bila menemui laci lokernya dipenuhi sampah seperti ini. sungguh, benci sekali dia. Taemin ini juga playboy yang suka sekali tebar pesona di depan namja-namja tampan yang terpesona dengan wajah bishonen nya itu.
4? 5? Oh, tidak! Jongin lupa kalau tahun ini Taemin sudah 3x berganti pacar. dan itu tandanya mantan pacar Taemin sudah bertambah jadi 8 di sekolah ini.
Dia cantik, berbakat, dan supel. Itu keunggulan seorang Taemin. Tapi kalau bicara soal kekurangan Taemin, semua tahu apa itu. jadi Jongin tidak perlu lagi membicarakan soal kekurangan namja Taemin. Karena semua tahu Taemin itu seorang heartbreaker dengan tampang polosnya.
"Eh, Jongin"
"apa?"
"kemarin pulang bareng Sehun?"
Anggukan kepala Jongin membuat Taemin berteriak histeris. Taemin ini orangnya memang hobi sekali berteriak, jadi tak jarang menjadi bahan omongan di ruang guru.
"wah, enak banget ya"
"kenapa? kau juga mau diantar pulang?" tanya Jongin.
"boleh"
"yasudah nanti ku katakan padanya" kata Jongin.
Taemin memeluk tubuh Jongin sambil mengucapkan kata terimakasih berulang kali.
.
.
.
.
.
"Oh Sehun-ssi"
Kali ini Sehun yang sedang berkumpul dengan teman-temannya menoleh. Tidak biasanya Jongin meninggalkan tempat duduknya di depan sana. Lebih lagi, Jongin ini kan si anak pintar yang dielu-elukan oleh para guru.
Senyum terpatri di wajah Sehun. "iya, Jongin. Ada apa?" tanya Sehun. Teman-teman Sehun berbisik-bisik, lalu tertawa terbahak-bahak dan mengatakan kalau selera Sehun payah. Jongin tahu hinaan itu tertuju padanya, tapi ia pikir merasa tersinggung pun juga percuma.
"Hey, Oh Sehun.. sudah menyerah pada Taemin?" Moonkyu, teman Sehun bertanya. Suaranya yang keras membuat Jongin menoleh juga ke arahnya. Seketika tawa itu menjadi hening, Moonkyu berpura-pura memainkan ponselnya yang kehabisan daya batrai. Skakmat, Jongin yang tidak peduli itu menatap langsung ke mata Moonkyu.
"Taemin ingin pulang bersamamu nanti" ujar Jongin, to the point.
Sehun membulatkan kedua matanya, Jongin berkata seenteng itu. padahal semalam Sehun mengirim SMS untuk Jongin perihal Sehun yang akan mengantar Jongin pulang ke rumahnya. Bahkan Sehun sudah berencana mampir ke rumah Jongin untuk belajar Kimia bersama Jongin.
Salah satu temannya, Jung Daehyun menepuk pelan bahu Sehun. "bro, kau berhasil" bisik Daehyun. Seharusnya Sehun senang kan? rencananya untuk bisa dekat dengan Taemin terwujud, bahkan Sehun bersedia berhadapan dengan si kaku Jongin untuk bisa lebih dekat dengan namja cantik itu.
Namun entah mengapa ada sesuatu yang mengganjal, dan membuat Oh Sehun tidak enak. Ia tatap Jongin sebentar, berusaha mengartikan tatapan maniks hitam Jongin yang juga tengah menatap ke arahnya.
"tapi kau—"
"aku bisa pulang sendiri" Jongin menyela.
Sehun menghela napas pelan, "jangan begitu! Aku kan sudah janji pada mu"
"itu tidak masalah. Ini Taemin! Dan ku rasa kau tidak akan bisa menolaknya" Jongin berkata. Semua terpaku saat melihat Jongin untuk pertama kalinya tersenyum.
"bukan begitu, Kim Jongin! Nanti itu ada materi tambahan"
"kau tidak pernah mengikuti materi itu, Sehun-ssi" sahut Jongin.
"dan kau selalu pulang malam, aku tahu!" kata Sehun.
"aku bisa meminta ayahku untuk menjemput" ujar Jongin. Ia pun berbalik badan dan meninggalkan Sehun dan teman-temannya terbengong-bengong dengan sikapnya itu. Kim Jongin yang bicara itu, entah mengapa membuat mereka merasa melihat sisi lain dari seorang Jongin.
.
.
.
.
Ayah mengirimkan Jongin pesan, kira-kira seperti ini;
From : Appa
Appa ada meeting hari ini, maafkan appa Jongin-ah. Appa tidak bisa menjemput mu.
Jongin menarik napas pelan, ia tidak membawa kartu busnya hari ini. karena tadi pagi Sehun menjemputnya dan berangkat bersama ke sekolah. Apalagi Sehun sempat berjanji untuk mengantar ia pulang, jadi Jongin sengaja meninggalkan kartu busnya.
"Kim Jongin" Moonkyu, itu Moonkyu dengan motornya.
Namja Kim itu hanya diam, tidak menyahut. Jujur saja, ia merasa tersinggung dengan perkataan Moonkyu tadi siang. Jongin bahkan sempat bertanya-tanya. 'apa aku seburuk itu kah?' pada dirinya sendiri yang tentu saja tidak ada yang menjawab.
Jongin melengos, ia hendak berjalan namun Moonkyu menahan tangannya sampai-sampai kaki jenjang Moonkyu harus menahan tanah supaya motornya tidak jatuh.
"kau pasti tersinggung ya dengan ucapanku tadi? Aku minta maaf, sungguh" ucap Moonkyu.
"kau tahu? aku memang tidak pantas jika disandingkan dengan Oh Sehun. Tapi Moonkyu-ssi, aku bahkan tidak pernah berharap lebih pada semua sikap baik Sehun-ssi pada ku. Karena aku tahu apa yang diinginkan Oh Sehun-ssi dari ku"
Moonkyu tidak tahu harus berkata apa. Jongin berkata seperti itu dengan nada bicaranya yang biasa. Namun Moonkyu merasa sesuatu menikam langsung ulu hatinya. Jauh di dalam lubuk hati Moonkyu terdalam, jika ia ada di posisi Jongin pasti ia akan merasa sedih hanya dijadikan batu lompatan saja untuk mendapatkan sesuatu.
Dalam hal ini Sehun menginginkan Taemin. Dan untuk itulah mengapa Sehun bersikap baik selama beberapa hari ini pada Jongin.
"aku minta maaf, sungguh" Moonkyu benar-benar merasa bersalah.
.
.
.
.
"i..ini rumah mu?"
Moonkyu berdecak kagum. Rumah Jongin besar sekali, bahkan Moonkyu nyaris lupa bernapas.
"ini rumah appaku. Apa kau ingin mampir?"
"tidak, lain kali saja. ini sudah malam, kau harus istirahat kan"
Jongin mengangguk pelan, setelah mengucapkan terimakasih. Namja berkulit tan itu segera masuk ke dalam rumah besarnya. Lambat laun apa yang selama ini ia sembunyikan mungkin akan terbongkar begitu saja di hadapan teman-temannya. Dan mungkin setelah ini, Jongin harus membiasakan diri perlakuan kawan-kawannya terhadap dirinya.
.
.
.
TBC
.
.
.
A/n
oh hey.. Joy tau ini cerita pasaran banget.. haha.. Taemin lagi Taemin lagi.. sebenarnya ff ini udah lama banget ada di laptop joy. Kira-kira sekitar tahun 2015an lah. jadi masih belum terlalu Bagus banget cara penulisannya hehe.. (bahkan sampe sekarang juga belum Bagus Bagus amat kok Joy*lol) udh pernah di share di Line. Tapi terbengkalai karena Hp Joy hilang dan Joy lupa akun Linenya. so, kalo ada yang berminat mungkin.. kalo engga yaa, terpaksa Joy tarik lagi dan share di watpad. by the way Selama 1 tahun lebih Joy baru share 1 story di sana.. itu pun juga masih on going.. doakan aja ya bisa dilanjut
(This story is belong to me.. Based on real life that happened on 2 years ago) Big thanks for Mr Yan and Ms Kisukisu, who's inspiring me to make this story
