Disclaimer: Vocaloid have their owner, and this is our story (?), Mi dan Mirai
Warning! some mistake in EYD, any typo and the other mistake.
Collab with Mirai-chan © Yami No Kagi
Chapter 1: Send the letter..
Pasir. Pasir. Dan Pasir.
Hal yang selalu terbingkai di mata Rin Salabunna Kagine. Gadis pirang dengan iris turquoise itu hanya bisa menghela nafas memperhatikan pasir itu. Tak ada tumbuhan. Tak ada rerumputan, bahkan air, yang ada hanyalah tumpukan gersang tak berpenghuni sepanjang horizon. Ah, jujur ia mulai malas dengan semua pasir yang ada.
Dengan malas ia melirik sang rembulan, cahaya yang redup dan lembut biasanya membantunya untuk tenang-atau setidaknya, mampu membuatnya tenang.
Tapi kali ini tidak, sama sekali tidak. Apalagi dengan suara seperti DUAR dan DUAR di luar sana, ia hampir tak mampu berpikir tenang. Gertakan giginya memenuhi pendengarannya, ingin sekali ia berteriak sekerasnya dari dalam kamar-andai dia bisa. Menyumpahi siapapun orang yang mengakibatkan suara berisik itu dan mengomel atau menggerutu tak jelas.
Namun, dengan setatusnya sebagai putri dari kerajaan Sakhaa-Oh, Yeah-ibunya pasti tidak akan setuju dengan tingkahnya yang itu. Tatakrama. Etika. Hal-hal bodoh yang membatasinya sebagai seorang putri-bersetan dengan hal itu-padahal ia hanya ingin satu kebebasan.
"Oh, ya Tuhan." Gadis ini menghela nafas pelan, sebelum memutar matanya dengan gerakan malas kemudian kembali menghela nafas.
Ada apa dengan suara berisik ini, dan ia mengembungkan pipi kesal.
Sambil berjalan dan menghempaskan dirinya di tempat tidur dengan renda itu ia mendesis pelan. Matanya yang melihat sekeliling ia pejamkan, mencoba untuk menghilangkan suara mengganggu itu dari pikirannya.
"Sepertinya," Ia menutup setengah wajahnya, dengan tangan miliknya kemudian menggigit bibir bawahnya khawatir, "Mereka sudah melakukan percobaan untuk hal itu. "
.
.
.
[ Unknowplace ]
Laki-laki itu terlihat berfikir keras. Tangan terpaut ke dagu, berpose layaknya seorang yang butuh anugrah pemikiran dalam hidupnya. Sesekali ia akan menautkan alisnya berusaha sekuat mungkin untuk membuat pikirannya bekerja-walau hanya secuil, tak apa-untuk membantunya menyelesaikan tugas.
"Harusnya ini disini." Ia bergumam sambil menggerakkan jari miliknya untuk memperbaiki hal yang menurutnya perlu di perbaiki pada benda yang berdiri kokoh di hadapannya. Kadang ia akan sedikit mengkritik bagaimana letak awal lebih cocok dari letak saat ini, dan pada akhirnya menghela nafas seberat-beratnya.
"Kurasa ini akan sedikit, meledak." Ia menghela nafas melihat mesin aneh itu kemudian menekan tombol power yang ada. Suara deru mesinnya memenuhi atmosphere, bercampur dengan nafas gugup miliknya. Keringat dingin mulai merembes jatuh, membasahi pakaiannya. Jujur dia mulai khawatir sekarang, apalagi dengan suara Drrrt DUAR! Atau Drrrt DRRRT! Milik mesin tersebut seperti pertanda busi-busi yang ada akan jatuh dan membiarkan mesin tersebut meledak.
Tap ! Tap ! Tap !
Ia menoleh, suara derapan yang cepat dan keras itu cukup menyita perhatiannya. Suara-brak ! setelahnya membuatnya sedikit terlonjak kaget.
"Bisakah kau mengetuk pintu sebelum mendobraknya?" Ia berteriak menatap tajam laki-laki berrambut ungu disana yang melihatnya dengan nafas yang terengah-engah.
"Maaf," Kemudian dia mendekati laki-laki tersebut yang kembali sibuk dengan semua hal yang mampu ia kerjakan.
"Apa mesinnya sudah siap?" Laki-laki mesin itu mengetuk-ngetuk dagu serius, "Cukup siap. Namun, untuk keselamatan mesin ini hanya mampu mengirim seorang saja." Kemudian ia mendekati mesin tersebut, menyiapkan sebuah kuda-kuda ia tersenyum dan…. BRAK! Ia menendang mesin tersebut hingga terdengar suara Drrrt..Drrt..DUAR! didalamnya.
Laki-laki itu tersenyum senang, "Bagaimana cukup menjanjikan bukan?" Laki-laki yang menendang pintu tersebut hanya mampu sweat drop dan tersenyum garing, Menjanjikan dengkulmu! Dia berteriak dalam hatinya memperhatikan mesin tersebut dengan seksama, 'Aku tak yakin dengan mesin tersebut.'
"Jadi siapa yang akan pergi?." Laki-laki mesin tersebut melirik matanya yang terbingkai kacamata tipis itu mencari kepastian orang yang akan menjadi bahan percobaan mesin 'uniknya'. Setidaknya ia harus berterimakasih bahwa ada orang yang mau menjadi mencit percobaannya disini dan itu bukan dia-yang biasanya akan di paksa oleh laki-laki ungu di hadapannya ini untuk mencoba sendiri berbagai penemuan gilanya.
"Aku kira Luka-sama sudah memberitahukan orangnya kepadamu." Laki-laki penendang pintu tersebut menaikkan alis bingung. Laki-laki mesin tersebut ikut menaikkan alis bingung kembali mengingat sesuatu.
"Ku pikir Luka-san belum memberitahukanku akan hal itu." Kemudian mereka berdua diam. Terbuai dalam pikiran masing-masing.
"Aku kira kau sudah ku beritahu, Gumiya."
"WAA!" Dua laki-laki itu berteriak kaget mendengar seseorang yang berbisik tepat di dekat telinga mereka, terutama untuk laki-laki yang disebut Gumiya tersebut, ia merasa di hantui dengan suara tiba-tiba tersebut. Sambil berbalik bersamaan mereka melihat seorang gadis pakaian formal yang ia kenakan menandakannya menjadi salah seorang dari para petinggi kerajaan. Rambut pink terurainya ia sibak pelan sebelum mata miliknya menatap penuh intimidasi.
"Kenapa terkejut?" Gadis itu bertanya nadanya terdengar penasaran, kedua lelaki tersebut berpandangan dan menghela nafas.
"Luka-san sejak kapan kau ada disana?" Gumiya bertanya, "Sejak tadi." Gumiya memutar mata malas, 'itu bukan sebuah jawaban.'
"Kau ingat Gumiya aku memerintahkan untukmu mengirin sebuah mahluk ciptaanmu bukan." Luka-gadis pink tersebut-memukul kepala Gumiya dengan papan miliknya pelan sambil menunjuk sesuatu dalam kandang di pojok sana. Seekor hewan aneh ya itu hamster, dengan sebuah ekor dan sayap yang membuatnya tak terlihat seperti seekor hamster lagi.
"Kau yakin?"Gumiya bertanya. Sebenarnya ada sebuah perasaan dilema yang menggerogoti hati Gumiya, hamster itu hewan kesayangannya, satu-satunya mahluk yang mampu ia ciptakan dan 'jinak' mahluk unyu kesayangannya. Namun jika Luka sudah berkata seperti itu maka tidak ada pilihan selain berkata ia. Hey, perintah Luka itu termasuk absolutely berani menentang siap-siap administrasi rumah sakit. Apalagi dengan kedudukan Luka sebagai salah seorang komando perang yang bahkan berada hampir sejajar dengan sang ketua, Gakupo.
"Kenapa? Ada sedikit masalah dengan itu?"Gumiya menggeleng. Ia tak mau mencari masalah dengan Luka. Kemudian dia mengambil mahluk unyunya sebelum Luka memerintahkan. Mukanya tertekuk seakan membaritahukan Luka betapa tak setujunya dia kalau benda kesayangan nyalah yang harus menjadi mencit percobaannya sendiri.
"Kenapa bukan manusia." Luka menghela nafas, "Dengan mesin aneh seperti itu? Tidak."
Gumiya mendengus. Ia merasa sedikit tersinggung disini. Dengan menaruh benda itu pada benda berbentuk seperti salah satu tempat duduk bianglala yang memanjang keatas seperti lift-Jangan dibahas mengapa bentuknya seperti itu, bahkan Luka hampir menangis hanya karena menertawakan bentuknya yang cukup aneh ini-Ia mengetik sesuatu pada mesin di sebelahnya.
"Kau tau koordinat nya?" Luka tersenyum, ia seperti orang yang sudah mengerti kalimat yang akan Gumiya ucapkan.
"XX-Tes 123-Jln. Attac on titan-Gang. DXD-No.5-Crypton High School Academy-Kecamatan Yamaha-Bumi." Gumiya hanya ngguk-angguk setuju-sebenarnya ia tak terlalu yakin dengan koordinat tersebut, sedikit agak ganjil baginya-Tapi, daripada harus mencari masalah, Gumiya hanya menunduk mengikuti koordinat yang dimaksudkan dan menekan enter, mesin tersebut mulai bekerja…
Drrtt!
Drrtt!
Brrt..!
Brrrt!
Drttt!
Drrtt!
Dzzz!
BRAK!
DRTTT!
DRRTT!
DUAR!
Luka cengo, Gumiya nyengir, dan laki-laki ungu yang sedari tadi di cuekin cuma geleng-geleng baru saja mesin milik Gumiya meledak dengan dramatisnya mengeluarkan asap dengan bau hangus yang menyeruak di dalam ruangan tersebut, namun manusia hijau tersebut malah menyengir sepertinya tak bersalah.
"Semoga peiharaanmu tenang di alam sana Gumiya." Gumiya diam butuh waktu untuk connect, dengan berkedip kedip cepat ia menganga, "LUPA!" Dia mengerang dan berteriak keras, "PELIHARAAN UNYU GUE!"
Luka menghela nafas bersamaan dengan laki-laki ungu tersebut, "Semoga saja tugas mencit percobaan tersebut berhasil." Mereka saling beraru pandang. Luka menatap tajam, "Kenapa kau melihat ku seperti itu terong."
Sang laki-laki menyengir, "Tidak." Kemudian dia menunduk dan berjalan pergi, Luka mendengus, "Dasar aneh."
.
.
.
Senin sore. Crypton High School Academy , Dua manusia berbeda rambut tersebut hanya mampu membolakkan mata, bibir mereka terkatup. Salah seorang dari mereka berrambut ocean blue memukul pelan loker sepatu dihadapannya, "Kh!"Ia terlihat frustasi.
"Len gue gak nyangka tersenyata-" Laki-laki ocean tersebut berdecih, mendramatisi keadaan. Sedangkan laki-laki pirang yang di maksud hanya menaikkan alis bingung, "Maksud lu?"
Puk!
Si rambut pink pucat memukul pundaknya pelan, "Lu gak ngerti Len." Ia terlihat menghela nafas kemudian menatap si laki-laki ocean dengan tatapan nanar dan kasihan.
"Tega lu ngehianatin gue!" Si ocean berteriak frustasi, si pirang cuma memandangnya aneh seakan merasa jijik dengan apa yang dilakukan si ocean. Matanya menatap malas, tidak peduli bahwa kini laki-laki tersebut sudah terlihat seperti orang gila dengan ocehan anehnya yang entah mengarah kemana.
"Lu gak tau perasaan gue!" Ia memegang dadanya seakan menahan pedih yang dirasakan, namun si pirang menatapnya tetap datar dan malas, "IAN si Kaito lu kasi makan apaan?"
IAN-laki-laki pink pucat tersebut-yang merasa terpanggil tersenyum ada sebuah niat tersembunyi dalam senyumannya, "Harusnya lu lebih peka sama perasaan sahabat lu itu Len."
Ia bergerak mendekati loker lelaki pirang itu, Len. memasang kunci loker hanya menunggu suara clek, dan suara decitan yang digantikan dengan suara puluhan surat yang terjatuh dari loker sepatu milik Len.
"Ni, alasannya," Len sweat drop baru mengerti jalan pikiran gila si ocean bernama Kaito tersebut dan arah pembicaraan IAN. Dua sahabat gilanya itu memang memiliki pemikiran sedikit gila hampir saja Ia menganggap Kaito yaoi andai saja IAN tak menjelaskan maksud ucapan ambigu dari si ocean tersebut.
"Lu tau si Kaito masih menjomblo masih aja di suguhin deketan sama loker lo yang isinya surat fans yang bejibun." IAN geleng-geleng Len cuma nyengir Kaito yang merasa di bicarakan pundung ngenes.
Sambil berjalan mendekati tumpukan kertas-kertas tersebut Len mendengus. Semua memang berisikan berbagai macam nama dan berbagai macam ucapan dan pengakuan dari para fans-nya, semuanya. Matanya memilih-milah berharap ada satu surat yang tak terkait dengan hal bernama fans, "Ini mah semua surat fans."
IAN yang berjongkok di dekatnya mengangguk sebelum mata miliknya melirik sebuah surat, "Sepertinya ni surat beda sendiri, lo liat deh, dibawain pake boneka aneh juga nih." IAN menyerahkan surat yang dimaksud.
Sebenarnya Len tak terlalu peduli namun dengan sebuah benda berbentuk hamster dengan sayap dan ekor-okey, ini abnormal-menggigit surat tersebut, ia merasa tertarik dengan benda tersebut. Surat tersebut ia ambil, 'Aneh' Ia mengamatinya alisnya bertautan penasaran. Dengan pelan ia membuka benda tersebut.
"Kosong?"
Sebuah permainan yang bodoh. Laki-laki tersebut menghela nafas kemudian memasukkan menjatuhkan surat tersebut kembali pada tumpukan surat-surat yang lainnya. Namun, tanannya mengambil bonek 'abnormal' disana dan memasukkannya kedalam tasnya.
"Apaan tuh?" IAN bertanya suaranya terdengar melengking keras saat ia bertanya dan laki-laki ini kurang suka dengan suara lengkingan milik IAN yang terdengar seperti suara radio rusak dan begitu nyaring, "Gua gak budek."Ia mendengus dan berjalan lebih dulu dari kedua temannya tersebut. "Sepertinya ada yang maini gue nih ngirim surat isinya kosong."
IAN sedikit terkekeh seakan menyumpahi laki-laki ini, 'Akhirnya kena juga dia nya!' Sedangkan sang ocean sibuk dengan dunia fantasi-jomblo-nya walau kedua temannya sudah beranjak jauh di depan sana.
"Geblek!" Ia baru menyadarinya sambil menyumpahi dua laki-laki berrambut warna-warnu yang berada jauh di depan sana, "Woi double shota tungguin gue."Dia berdiri berlari secepat yang ia bisa mengejar kedua temannya meninggalkan loker sepatu yang masih begitu berantakan dengan surat fans milik Len yang bertebaran disana-sini.
Wusshh!
Sebuah angin menerpa surat-surat tersebut memperlihatkan sebuah surat dengan ukiran emas yang begitu mewah berada pada tumpukan paling atas dari kertas-kertas tersebut. Kertas dengan sebuah tulisan aneh. Ujung kertas tersebut terhiaskan sebuah tanda merah darah, surat yang tadi Len pegang, entah surat apa itu namun surat tersebut berpendar cahayanya redup sebelum kembali terbang tertiup angin dan menghilang di balik tumpukan surat tersebut yang ikut terbawa angin keras yang entah datang dari mana.
.
.
.
TBC
A/N :
Hi, say Mi, dan saya Mirai-chan desu!. Kami berdua datang dengan sebuah cerita ber-genre supernatural. Genre kesukaan Mirai, kami tau itu mungkin ceritanya abal, atau gaje, atau alur yang kecepatan, cerita yang tak nyambung sama sekali dan berbagai kekurangan dalam cerita milik kami yang satu ini. Ini collab pertama saya-Mi- dengan Mirai ©Yami No Kagi tapi kami mau mengucapkan terimakasih sudah mau membaca cerita ini.
( o v o )b
Sebagai tambahan disini kami mengganti nama genderbend IA dengan nama IAN karena kami menemukan bahwa nama genderbend IA bukan hanya IO ternyata namanya juga IAN (HAH?) karena itu walau mungkin yang asli adalah IO, kami kurang tau yang mana yang asli, tapi kami menggunakan nama IAN saja.
RnR?
