I'm NOT Your Family!
ShokunDAYO
Disclamer : Masashi Kishimoto
Pairing : SasuHina slight SasuKarin
STANDART WARNING APPLIED, SPORADIC UPDATE!(MAYBE)
.
.
.
HINATA's POV
ASTAGA! Ibu macam apa aku ini? Kenapa aku bisa sangat telat dalam hari yang penting ini? Mengecek jam tanganku untuk yang sekian kalinya. Aku sadar bahwa mungkin saja kedatanganku ini akan sia-sia karena acara recital piano tersebut sudah mau berakhir. Satu langkah lagi, satu langkah lagi, mengulang kalimat bagai mantra yang menyimpan secercah keajaiban, aku tidak peduli lagi dengan penampilanku yang acak-acakan ditambah dengan stocking warna hitam yang sudah robek disana-sini dan highheels putih yang kutenteng ditangan kananku. Mungkin saja bagi orang yang melihatku saat ini, aku terlihat seperti wanita putus asa sedang mengejar seorang pencopet yang mengambil dompetku. Jujur saja aku lebih memilih scenario itu ketimbang apa yang terjadi padaku sekarang. Bayangkan saja AKU TELAT UNTUK MENGHADIRI ACARA RESITAL PIANO ANAKKU SENDIRI!
Oh please! Satu langkah lagi—hanya satu langkah lagi. . . .
Bersorak gembira ketika melihat gerbang besar yang ada diujung jalan. Aku berusaha mati-matian merapikan penampilanku yang sudah tidak karuan lagi. Belum sempat aku mengikat rambutku untuk mengakali bentuknya yang sudah seperti sarang burung. Aku melihat suamiku dan—bolehkan aku menyebutnya seorang penyihir jahat? Karin, mantan kekasih suamiku sudah berdiri didepan gerbang bersama anak laki-laki semata wayangku yang menangis tersedu-sedu karena suatu kesalahan yang sudah aku lakukan.
"Sayang, Mama mi—" aku mencoba tidak mengurbis pasangan itu dan langsung menghampiri putraku untuk meminta maaf. Aku terkejut ketika dia menampik tanganku dan bersikap manja pada Karin. Karin pun berjongkok mesejajarkan tubuhnya dengan putraku sembari mencoba untuk menghiburnya. Dia mencoba membuatnya berhenti menangis dan disini aku sebagai ibu kandungnya hanya bisa melihat dan diam seribu bahasa.
"Darimana kau? Kau tahu ini jam berapa?" Gemetaran mendengar suamiku yang tiba-tiba bersuara dengan nada yang dingin. Aku meneguk ludah khawatir mengetahui bahwa dia sudah benar-benar marah padaku. Mencoba mencari keberanian untuk menjawab pertanyaannya dengan menolehkan wajahku dan bertatapan langsung dengan mata onixnya yang mengebor langsung mencari penjelasan. Aku menghela nafasku pasrah. Sepertinya aku memang harus memberitahukan alasanku padanya dan mungkin—mungkin saja setelah itu kita akan kembali baik-baik saja. Ya, hanya baik-baik saja.
"Sayang, aku tahu kau marah padaku tapi tolong dengar dulu penjelasanku—" Pintaku memohon padanya. Oh tuhan, kenapa harus aku yang selalu memohon padanya? Ini bukan salahku! Melihatnya yang memandangku seolah-olah aku tak pantas berada disini benar-benar membuatku yakin bahwa apapun yang keluar dari mulutku ini tidak akan mengubah apa-apa.
"Penjelasan apa? Bahwa dirimu terjebak macet dan tidak dapat dating tepat waktu? BULLSHIT, HINATA! Tak bisakah kau datang lebih pagi?" Memutar bola mataku bosan dengan nada suara tinggi yang akhir-akhir ini sering kudengar. Aku melemparkan tatapan tajam pada Karin yang mencoba menenangkan emosi suamiku dengan mengusap-usap lengan terbalut jas Armani biru dongkernya. Mengangkat satu alisnya menantangku yang sudah bersiap untuk mencakar mukanya yang penuh dengan produk kecantikan. Lamunanku buyar ketika Sasuke kembali memanggilku dengan teriakannya yang kasar.
"HINATA!" Kembali memfokuskan perhatianku padanya tidak lupa dengan pandangan menusuk yang jika bisa membunuh mungkin dirinya sudah terkubur sepuluh kaki didalam tanah. Aku sudah tidak peduli lagi bahwa dia marah padaku atau tidak. Cukup, oke? Aku sudah lelah menjadi kambing hitamnya. Aku berpikir bahwa akhir-akhir ini sikapnya kepadaku memang rencananya untuk membuatku menjauh darinya dan BRAVO! Kau berhasil, Sasuke! Dua jempol untukmu, andai bukan karena putra kita—oh tidak putraku maksudnya, mungkin aku sudah tidak bisa bertahan lagi.
"Kau berbohong, Mama." Aku menoleh cepat mendengar suara kecil putraku yang masih tersedu-sedu. Oh tidak sayang, jangan menangis, mendengarmu menangis membuat hatiku menjadi hancur berkeping-keping. Aku memang tidak peduli jika suamiku kecewa dan marah padaku, tetapi putraku? Itu merupakan suatu cerita yang lain. "Kau berjanji kau akan datang melihatku bermain piano—",
"Sayang, kumohon dengarkan Mama sebentar. Saat datang kesini, Mama—"
"AKU TIDAK MAU DENGAR! KENAPA MAMA? KENAPA? KAU TIDAK DATANG KE ACARA SEKOLAHKU. KAU JUGA TIDAK PERNAH MEMPERBOLEHKANKU MEMBELI KUE DILUAR. KAU SELALU MEMBUATKAN KUE YANG TIDAK ENAK RASANYA! KAU—KAU—AKU TIDAK MAU MEMANGGILMU MAMA LAGI! AKU BERHARAP BAHWA KARIN ADALAH MAMAKU BUKAN DIRIMU!" Aku terhenyak mendengar pengakuan histeris dari putraku. Jadi selama ini apa yang kulakukan untukmu tidak cukup? Tak tahukah kau bahwa—
"Dan aku berharap istriku adalah KARIN." Tambah Sasuke yang akan segera menjadi mantan suamiku. Aku jamin itu.
Dengan bom yang sudah dijatuhkan, mereka meninggalku untuk merayakan penampilan fantastis putraku—oh mantan putraku disalah satu restoran mewah yang ada dijantung kota. Suami dan putraku membenciku. Mereka membuatnya cukup jelas dengan memilih Karin daripada aku, istri sah dan ibu kandungnya sendiri. Cukup sudah, jika itu yang kalian mau aku akan mewujudkannya. Anggap saja ini hadiah ulang tahun lebih awal untuk kalian yang lahir pada tanggal dan bulan yang sama. Aku akan lari, pergi menjauh dan menghilang dari hadapan kalian.
AKU BUKAN BAGIAN DARI KELUARGA KALIAN LAGI.
Ketika aku sudah tidak bisa melihat ketiganya yang sudah menjauh menaiki mobil mewah milik suamiku. Aku merasakan pening yang luar biasa dikepalaku. Setetes darah segar jatuh dari dahiku diikuti dengan tetesan-tetesan lainnya. Oh, aku lupa mengatakan pada meraka alasan diriku terlambat. Alasan kenapa diriku sampai terlambat menghadiri recital piano putra—mantan putraku adalah karena ada suatu kecelakaan yang menimpaku dan mengharuskan diriku dilarikan ke rumah sakit untuk itulah aku harus bersusah payah kabur dari rumah sakit untuk bisa datang kesini. Tersenyum miris meratapi nasib tragis yang menimpaku. Aku hanya bisa mendengar sayup-sayup orang yang memanggilku panik dari kejauhan sebelum kegelapan mengambil alih kesadaranku.
.
.
.
END
