A/N: Please enjoy… just read and review (kalo sempat).
Disclaimer: Kishimoto Masashi-sensei
Setting: AU
~VENTRILOQUIST~
Chapter 1
#
#
Boneka-boneka bertebaran di ruangan itu. Boneka kayu, boneka kain, boneka porselen, dan banyak lagi. Bermacam jenis, berbagai bentuk, berjuta pilihan... semuanya ada di situ.
Di kamar Kankurou, orang yang selalu menyebut dirinya sebagai ahli boneka.
Dan orang itu kini sedang mengamati seluruh bonekanya. Jumlahnya ada ratusan, mungkin, bahkan ribuan. Semuanya adalah hasil karyanya sendiri. Buah kerjanya ketika mengurung diri di kamar ini, dalam kesendirian. Kankurou membuat boneka untuk membunuh waktu, sebab dia tidak ingin dirinya sendiri tewas di tangan waktu.
"Sabarlah, boneka-bonekaku. Aku sudah membuat rancangan istana untuk kalian. Teater boneka megah dengan pertunjukan boneka setiap hari. Hanya kalian, dan aku," Kankurou membelai boneka-bonekanya. "Dan kalau istana itu sudah jadi, kita akan pergi dari sini. Tentunya kalian pun sudah bosan di sini, sama seperti aku."
Boneka-bonekanya tetap diam, tentu saja, tapi Kankurou menganggap mereka semua menyetujui ucapannya. Dia tersenyum sendiri.
"Aku tahu kalian sudah mengharapkan hal ini sejak lama. Tapi kumohon, bersabarlah sebentar lagi..."
Tepat ketika dia selesai mengatakan itu, pintu kamarnya diketuk.
"Kankurou, makan malam," terdengar suara seorang perempuan yang sangat Kankurou kenali. Dia adalah kakaknya, Temari.
"Aku harus pergi dulu," dia berbisik pada boneka-bonekanya. Kemudian ia keluar.
Makan malam berlangsung hening. Empat orang duduk di meja makan yang besar, dengan makanan yang cukup mewah, namun suasana tetap terasa dingin. Tak ada seorang pun yang berbicara, sampai ketika makanan penutup dihidangkan oleh para pelayan.
"Kankurou," pria setengah baya itu akhirnya buka suara. "Apakah sekarang kau sudah berubah pikiran?"
Kankurou menghela napas panjang. Di kanan-kirinya, kedua saudaranya menunggu jawaban.
"Ayah, kupikir kita sudah menyudahi pembicaraan ini."
"Ya, sampai kau berubah pikiran."
"Itu tidak akan terjadi, makanya kubilang pembicaraan kita sudah selesai."
"Aku tak pernah habis pikir, ada apa denganmu," ujar sang ayah dengan nada dingin. "Bagaimana kau bisa jatuh cinta pada boneka-boneka itu dan memilih mereka dibanding menjadi penerus perusahaan? Sungguh aneh. Kau tahu, Kankurou? Bahkan Temari tidak pernah bermain boneka."
"Dan aku bukan Temari!" Kankurou berdiri, menggebrak meja. "Aku sudah bilang berkali-kali, aku tak peduli terhadap perusahaan Ayah, sebagaimana Ayah tak pernah peduli padaku! Sebenarnya Ayah tidak butuh aku, kan? Ayah sudah punya Temari sebagai sekretaris pribadi Ayah, dan Gaara sebagai GM di perusahaan. Jadi untuk apa aku masuk perusahaan Ayah! Ayah hanya tidak ingin kolega-kolega Ayah memandang remeh Ayah gara-gara anak laki-lakinya bergelut dengan boneka, iya kan!"
"Kankurou, hentikan..." pinta Temari, khawatir. Sementara si bungsu, Gaara, tetap melanjutkan makan tanpa ekspresi, seolah tidak terjadi sesuatu pun.
"Sekarang aku menyesal, kenapa sejak dulu aku tidak membakar seluruh bonekamu," ucap sang ayah dengan suara rendah mengancam.
"Jangan berani-berani dan jangan pernah berpikir untuk melakukan itu!" Kankurou membanting garpunya, lalu berlari kembali ke kamarnya. Ia mengunci pintu, lalu mulai memasukkan boneka-bonekanya ke dalam sebuah karung besar.
"Akan kuselamatkan kalian semua," bisiknya, terengah-engah. "Tidak akan kubiarkan dia menyentuh kalian. Malam ini juga, kita akan pindah. Kita akan cari istana kita sendiri, tanpa ada yang mengganggu."
.
.
Kankurou berjalan sendirian sambil memanggul karung bonekanya. Kini dia sudah cukup jauh dari rumah. Dan dia senang akan hal itu.
Tak ada sesal sama sekali. Pemuda sembilan belas tahun itu hanya membawa boneka-bonekanya dan sedikit uang yang didapatnya dari hasil penjualan beberapa boneka tersebut—ya, sampai beberapa bulan yang lalu dia membuat boneka untuk dijual. Sekarang sudah tidak lagi, karena kini dia hanya ingin membuat boneka untuk istana bonekanya sendiri.
Tentu saja Kankurou juga membawa rancangan istana boneka mewah yang telah digambarnya berhari-hari. Selain itu, dia tidak membawa apa-apa lagi. Dia bertekad takkan pernah kembali ke rumahnya yang bagai penjara itu. Sudah hilang semua perasaannya terhadap ayahnya, bahkan kepada kedua saudaranya—Temari dan Gaara.
Kankurou selalu frustrasi, karena posisinya sebagai anak tengah. Sebagai kakak, Temari berkuasa atasnya, dan sebagai adik, Gaara selalu dinomorsatukan dibanding dirinya. Di samping itu, mereka selalu dibanggakan oleh Ayah, sebab mereka penurut dan berprestasi. Beda dengan Kankurou, yang hanya mau berkutat dengan bonekanya.
Tapi Kankurou tidak menyesal. Malah sebaliknya, dirinya merasa sangat beruntung, karena bisa hidup tanpa diatur orang lain. Ini hidupnya, dan dia akan menjalaninya dengan caranya sendiri. Tanpa campur tangan siapa pun.
Dan hidupnya ini adalah untuk boneka-bonekanya.
Kankurou terus berjalan, dalam sepinya malam. Dia tidak tahu akan tidur di mana, tetapi dia tidak khawatir tentang itu. Pikirannya sedang penuh oleh kebebasan yang tiada tara.
Pemuda itu terus mengamati sekelilingnya—benar-benar mengamati, menikmati dan menghayati. Sesuatu yang selama ini tidak pernah dilakukannya. Ternyata, mengamati seperti ini menarik juga. Dia jadi tahu banyak hal yang selama ini dilewatkannya.
Dan dia pun jadi melihat selebaran itu.
Tertempel di dinding sebuah bangunan, selebaran lusuh yang sudah robek sedikit. Tapi tampilan selebaran itu sama sekali tidak mengganggunya, sebab isi selebaran tersebut sangat mengundang minatnya.
HADIRILAH
TEATER BONEKA
SANG VENTRILOQUIST:
~SASORI THE RED SAND~
Kankurou mencabut selebaran itu dan membaca lanjutannya baik-baik, yang berisi alamat tempat teater boneka tersebut serta performa yang ditampilkan, yaitu pertunjukan dari sang ventriloquist—yang menurut selebaran tersebut adalah master boneka terbesar sepanjang sejarah.
"Menarik," Kankurou menggenggam selebaran itu erat-erat. "Aku harus pergi ke sini."
Biaya masuknya tidak mahal, namun Kankurou sedang berada dalam masa awal pelariannya—dan itu berarti, penghematan sangatlah penting. Kankurou menghitung uangnya; apakah masih ada sisa setelah dia membayar biaya masuk? Ternyata ada. Kalau begitu, dia bisa ke sana.
"Jika beruntung, aku akan membujuk Sasori ini untuk mempekerjakanku di teater bonekanya," pikir Kankurou. Lalu dengan bersemangat ia melangkah menuju the theater of dreams.
.
.
Teater boneka itu sangat bobrok dan kumuh, serta tentu saja, sepi. Kalau tidak ada cahaya dari dalam, mungkin Kankurou tak pernah tahu bahwa ada orang tinggal di situ. Tapi kini ia tak peduli dengan rupa bangunan tersebut. Yang penting baginya adalah apa yang ada di dalamnya.
Dia mengetuk pintu. Tidak ada jawaban. Akhirnya dia memberanikan diri masuk begitu saja.
Dan segera ia merasa telah tiba di surga.
Tujuh boneka bergelantungan dengan huruf W-E-L-C-O-M-E di dada mereka. Ada tali menjulur, dan Kankurou menariknya. Segera saja boneka penyambut tamu itu bernyanyi lagu selamat datang.
Kankurou meneruskan berjalan, dan menemukan lebih banyak boneka. Lebih beragam daripada boneka-boneka yang sudah dibuatnya. Selain itu, boneka-boneka yang bergelantungan masih banyak. Kankurou berpikir, apakah sang ventriloquist kerap memainkan boneka-boneka itu dalam suatu pertunjukan marionet?
Kemudian lorong itu berakhir di sebuah teater luas. Banyak kursi pertunjukan di sana—semuanya kosong. Di depan kursi-kursi tersebut, berdirilah sebuah panggung.
Dan di atas panggung, seseorang duduk, menatap Kankurou.
Orang tersebut terlihat masih muda dan sangat tampan. Rambutnya merah—mengingatkan Kankurou pada rambut adiknya, Gaara. Matanya sayu, membuat ekspresinya menjadi nampak mengantuk. Orang itu memakai jubah hitam. Di kedua bahunya, ada dua boneka: yang satu boneka laki-laki dan yang satunya lagi perempuan.
"Apakah Anda Tuan Sasori? Sang ventriloquist?" tanya Kankurou hati-hati sembari mendekati pria itu.
Sesaat, tiada jawaban. Tapi kemudian...
"Ya, dia Tuan Sasori. Kau siapa?"
Boneka perempuan di bahu kanan Sasori-lah yang berbicara—mulut kayunya bergerak-gerak naik turun ketika bersuara. Kankurou tersenyum tanpa sadar. Ternyata orang ini memang benar-benar ventriloquist.
"Namaku Kankurou. Aku datang ke sini untuk menyaksikan pertunjukan."
"Dari mana kau tahu tentang teater ini?"
Kali ini si boneka laki-laki yang bicara.
"Ini," Kankurou menunjukkan selebaran yang diambilnya tadi.
"Kau sudah membaca selebaran itu semuanya?" tanya si boneka perempuan.
"Sudah."
"Bohong," sahut boneka laki-laki. "Kau tidak membaca tanggal pertunjukannya. Berakhir kemarin, tahu."
Kankurou menatap selebarannya. Benar juga.
"Maaf," ia menyimpan selebaran itu lagi. "Tapi bolehkah aku melihat satu pertunjukan lagi saja? Aku benar-benar menyukai boneka. Bahkan aku membuat boneka sendiri," diturunkannya karungnya, lalu ditunjukkan isinya.
"Aku terkesan," kata boneka perempuan.
"Aku juga," boneka laki-laki menambahkan.
"Jadi bagaimana?" Kankurou bertanya penuh harap. "Aku akan membayar!"
Kedua boneka berpandangan, lalu tertawa bersamaan.
"Kau sedang menyaksikan pertunjukan itu, Bodoh!" ujar boneka laki-laki. "Ini adalah pertunjukan sang ventriloquist. Kau tahu ventriloquist itu apa?"
"Orang yang bisa membuat boneka bicara dengan suara perut."
"Ya," boneka perempuan mengangguk-angguk. "Nah, jadi kau sudah menyaksikan. Sekarang pergilah, sebab kami juga akan pergi dari sini besok."
"Tidak!" sergah Kankurou langsung. "Kumohon, izinkan aku bersama kalian! Aku akan membantu Anda, Tuan Sasori—aku akan menjadi asisten Anda, pelayan Anda, pembantu Anda, apapun! Asal aku bisa ikut dengan kalian!"
Kankurou menatap penuh tekad ke arah Sasori, yang sejak tadi air mukanya sama sekali tak berubah. Kalau matanya tidak mengedip, mungkin orang akan mengira bahwa dia tidak hidup. Hanya dua boneka di kanan-kirinya saja yang bicara.
"Tuan Sasori bertanya, apakah kau benar-benar menyukai boneka?" suara tinggi si boneka perempuan bertanya.
"Suka sekali," Kankurou mengangguk penuh semangat.
"Buktikan."
Akhirnya Kankurou bercerita tentang kehidupannya—keluarganya, boneka-bonekanya, tuntutan ayahnya, serta dirinya yang melarikan diri.
"Karena itu, kumohon! Tolong terimalah aku, Tuan Sasori! Aku akan melakukan apa saja—"
Belum selesai ia bicara, Sasori bangkit dari kursinya.
"Tuan Sasori ingin kau mengepak semua boneka di sini sekarang juga, karena kita akan pergi besok pagi," ujar si boneka laki-laki. "Selesaikan sebelum jam enam."
"Jam enam?" Kankurou terkejut. Sekarang sudah lewat tengah malam, dan pekerjaan itu mungkin akan membuatnya tidak tidur sama sekali—sebab boneka-boneka di lorong sangatlah banyak.
"Kau mau ikut atau tidak?"
"Ba—baik!" Kankurou mengangguk. Ia meletakkan karung bonekanya di salah satu kursi penonton, kemudian kembali ke lorong yang menuju pintu depan untuk mengumpulkan semua boneka.
"Kardusnya ada di belakang panggung. Nanti kau ambil saja dan letakkan semua boneka itu di sana," lengking si boneka perempuan. "Ingat, jangan ada satu pun yang rusak atau pecah!"
Kemudian Sasori berjalan pergi—dengan dua boneka tetap di bahu, meninggalkan Kankurou. Mimik wajah The Red Sand itu tetap tidak berubah sedikit pun.
TBC
#
A/N: Tadinya saya mau bikin ini sebagai one-shot, tapi entah kenapa jadi panjang... Cuma nggak bakal penjang-panjang banget kok, mungkin tiga chapter. Makasih udah baca, lebih makasih kalo review.
