Author's Note: Fic ini merupakan fic pertama saya dalam Bahasa Indonesia (yang menurut saya termasuk challenge fic), dan berhubung biasanya bahasa Indonesia saya hancur lebur dan nge-slank (bisa dilihat dari gaya mereview saya ke orang-orang), mohom maklum bila ada kesalahan pemilihan atau penulisan kata...

Warning: Pairing fic ini Souji x Naoto. Beberapa dialog fic ini diambil dari S. Link Fortune (beserta sedikit modifikasi) dengan timeline setelah Nanako baru-baru saja diculik.

Disclaimer: Megami Tensei dan semua serinya beserta dengan seluruh karakternya adalah milik Atlus...


Chapter 1: Reversed

"Pada hari kepindahanku ke Inaba, aku telah berjanji kepada diriku sendiri, dan terus mengulang kalimat itu hingga terukir dalam hatiku... Buatlah jarak antara dirimu dengan orang lain, jangan biarkan mereka melihat dirimu yang sebenarnya, karena suatu hari, kau pasti akan terluka karena ikatanmu yang terlalu kuat dengan mereka..."


"Senpai!" seru seseorang dari belakang pada saat jam istirahat siang.

Merasa bukan orang yang dimaksud oleh sang pemilik suara, remaja berambut abu-abu terus berjalan menuju kelasnya tanpa memperdulikan sang pemilik suara yang telah memanggilnya. Biasanya, ia akan menoleh untuk memastikan identitas sang pemilik suara yang sebenarnya terasa familiar di telinganya, namun akhir-akhir ini, otaknya sibuk dengan pikiran yang terus berkecamuk tanpa henti, membuatnya kurang memperhatikan keadaan sekelilingnya.

"Souji-senpai!" seru orang itu, lebih keras kali ini.

"Huh? Ya, ada apa?" jawab Souji secara reflek begitu ia tersadar dari pikirannya, sambil menoleh kearah suara tersebut datang. Matanya segera menemukan objeknya, seorang murid yang berseragamkan seragam laki-laki Yasogami High dengan topi berwarna biru tua yang menutupi rambutnya yang berwarna serupa.

"Maaf, tadi aku tidak menjawabmu. Ada apa, Naoto?" tanya lelaki itu.

"Sebenarnya aku hanya ingin bertanya apakah kau punya sedikit waktu seusai sekolah hari ini... Aku masih penasaran dengan kartu itu." tutur sang detektif. Namun, tepat setelah ia menyelesaikan kalimatnya, sang detektif itu segera menambahkan. "Oh, tapi aku tidak memaksa! Aku tahu kita seharusnya segera menyelamatkan Nanako-chan, tapi kupikir jangan terlalu memaksakan diri, kita juga perlu beristirahat... Walaupun sebenarnya menelusuri asal usul kartu itu juga bukan termasuk istirahat... Umm..."

Setelah mendengar kalimat sang detektif, sang ketua Investigation Team ini dapat menyimpulkan bahwa gadis itu khawatir dan berusaha menghiburnya dengan menjauhkan pikirannya, walau hanya sebentar, dari sepupu kesayangannya yang saat ini telah diculik dan berada dalam dunia TV. Merasa harus berhenti membuat gadis itu dan teman-temannya yang lain khawatir padanya, sang ketua menjawab sambil tersenyum. "Tidak apa-apa, aku punya waktu luang sepulang sekolah nanti, lagipula sepertinya semuanya juga masih kelelahan dari penjelajahan kita di dunia TV kemarin."

"Oh, baiklah. Kalau begitu, sampai bertemu sepulang sekolah nanti." jawab gadis berambut biru tersebut.

"Ya, sampai nanti." balas pemuda itu.


...Sepulang sekolah, di gazebo sungai Samegawa...

"Hmm... Kartu ini kosong... Tidak terdapat ada tulisan apapun, namun terdapat samar-samar aroma sitrus dari kartu ini..." ujar sang detektif sambil memeriksa kartu putih yang diletakkannya diatas meja.

"Apa aku... salah? Apa ini akibat dari mengingkari janjiku sendiri?"

"Sepertinya ada yang aneh dengan aroma sitrus ini... Bagaimana menurutmu, senpai? Apa yang harus kita lakukan?" tanya sang detektif kepada pemuda yang duduk didepannya.

"Iya... Jika dulu aku menjaga jarak dengan Nanako, mungkin sekarang aku tidak akan merasa seperti ini..."

"Senpai? Senpai? Apa kau mendengarkanku?" tanya Naoto sambil menggerakkan tangannya didepan wajah senpainya, berusaha menyadarkannya dari lamunannya.

"Ah! Iya? Ada apa, Naoto?" sahut sang ketua secara reflek.

"Begini, aku telah menemukan adanya aroma sitrus yang samar-samar pada kartu ini... Namun, tidak terdapat tulisan apapun disini... Menurut senpai, apa yang harus kita lakukan?" jelas Naoto dengan alis yang sedikit berkerut karena perasaan khawatir.

"Oh... Sebentar... Mungkin itu... ditulis dengan tinta tembus pandang?" jawab Souji sambil mengemukakan pendapatnya. "Biasanya tulisannya dapat terlihat bila dipanaskan sedikit..."

Mendengar pendapat senpainya, sang detektif spontan terlihat kaget, karena ia tidak menyangka bahwa Phantom Thief yang mereka kejar akan menggunakan metode yang kekanak-kanakan seperti itu. Namun, merasa bahwa kemungkinan penggunaan tinta seperti itu sangat besar, gadis berambut biru itu segera bangkit dari tempat duduknya.

"Iya! Kenapa kemungkinan ini tidak terpikirkan olehku? Senpai, bolehkah aku meminjam kompor ditempatmu? Rumahmu lebih dekat dari sini." tanya detektif itu kepada senpainya.

"Iya, tentu saja." jawab sang ketua dengan cepat.


Setibanya mereka di kediaman keluarga Dojima, Souji dengan cepat membuka kunci pintu rumah tersebut. Begitu pintu terbuka, Naoto dengan cepat segera berjalan menuju dapur dan menyalakan kompor dengan api kecil sambil menjaga jarak yang aman antara kartu di tangannya dengan api, menghindari kemungkinan terbakarnya kartu tersebut. Tepat pada saat hawa panas dari api kompor mengenai kartu tersebut, perlahan-lahan muncul huruf-huruf yang tadinya tersembunyi dalam kartu tersebut. Setelah semua huruf-huruf pada kartu tersebut muncul dan membentuk sebuah kalimat, sang detektif segera menjauhkannya dari api dan mematikan kompor.

"Hmm... Berwajah merah, dan menelan surat... Ini..?" tutur sang pangeran detektif, ekspresi serius segera menghiasi wajahnya begitu ia selesai membacakan petunjuk yang terdapat pada kartu tersebut.

"Kotak surat?" jawab sang ketua dengan cepat.

Begitu detektif muda itu mendengar jawaban senpainya, ekspresi wajahnya segera berubah dari serius menjadi terkejut, namun ekspresi itupun segera berubah. Seraya dengan senyuman yang terbentuk dibibirnya, ia berkata.

"Aku tidak menyangka bahwa ternyata senpai pandai dalam memecahkan teka-teki..."

"H-hah? Tidak juga..." jawab pemuda itu dengan cepat, tidak menyadari perubahan warna pada wajahnya yang menjadi sedikit kemerahan pada saat ia menerima pujian dan senyuman dari sang detektif.

"Hmm... Kotak surat? Seingatku ada sebuah kotak surat di shopping district, ayo kita kesana, senpai!" ajak sang detektif dengan polos, yang juga tidak menyadari perubahan warna pada wajah senpainya.


Setibanya kedua orang itu di shopping district bagian selatan, mereka segera berjalan menuju kotak surat yang berada didepan toko besi Daidara. Begitu mereka sampai didepan kotak surat tersebut, sang pangeran detektif segera memeriksanya. Namun, ditengah kesibukan sang detektif, pemuda itu kembali hanyut dalam pikirannya.

"Mungkin, sebenarnya belum terlambat bagiku untuk menjaga jarak dengan orang lain... Aku... Tidak ingin merasakan perasaan seperti ini lagi... Campuran antara kekhawatiran, kesedihan dan ketidak berdayaan yang memuncak... Bila aku tidak memiliki ikatan yang terlalu erat dengan seseorang... Pasti aku tidak akan merasakan hal ini sekarang..."

"Ah... benda ini... Aku tidak menyangka kakek masih menyimpannya... Kukira benda ini sudah hilang..." gumam Naoto selagi ia memandangi sebuah benda kecil yang sekarang terletak di telapak tangannya.

"Eh? Oh! Ya..." seru Souji yang telah tersadar dari pikirannya. Untungnya, kali ini ia masih dapat mendengar apa yang baru saja diucapkan oleh sang detektif itu, meskipun sayup-sayup.

"Ya, setidaknya sekarang kau telah mendapatkannya kembali." lanjut sang ketua dengan ekspresi sedih yang keberadaannya tidak disadari oleh pemiliknya sendiri. Mendengar adanya perbedaan pada intonasi suara sang ketua, remaja berambut biru tersebut merasa bahwa ada sesuatu yang aneh, namun, karena ia tidak ingin dianggap merusak privasi orang lain dengan menginterogasi masalah pribadi ketuanya, sang detektif memutuskan untuk tetap diam dan melanjutkan topik pembicaraan sebelumnya.

"Umm... Yah... Dan, aku rasa... Aku akan berusaha untuk menyelidiki sampai kedasar dari kasus ini... Umm, ya, bila keadaan memungkinkan." kata sang detektif, dengan keragu-raguan dalam suaranya. Dan entah mengapa, dari dalam lubuk hati gadis ini, ia yakin sekali bahwa senpainya akan berkata bahwa ia akan terus membantunya memecahkan kasus ini bersama-sama. Namun sayangnya, dugaan seorang detektif tidaklah selalu benar.

"Iya... Saat ini... Masih belum terlambat bagiku untuk menjaga jarak dari orang lain... Dari gadis ini... Dari Naoto, setidaknya..."

Pada saat pikiran itu melintas dikepalanya, pemuda berambut abu-abu itu dapat merasakan sebuah kepedihan dalam hatinya, yang pada saat itu belum dapat dimengertinya. Namun pada saat itu, ia percaya bahwa kepedihan yang ia rasakan hanyalah merupakan sebuah harga yang harus dibayar untuk menghindari kepedihan dan luka yang lebih besar lagi di kemudian hari. Mempercayai pikirannya pada saat itu, Souji pun telah memutuskan keputusan yang akan ia ambil dan langsung mengatakannya kepada seorang remaja berambut biru yang tengah berdiri didepannya.

"Sel.... ma...la..mu ....diri..."

"Hah? Apa yang kau katakan, senpai?"

"Selesaikan masalahmu sendiri."

Akhirnya kata-kata itupun meluncur keluar dari mulut sang pemuda dengan intonasi yang datar. Begitu kata-katanya sampai kepada lawan bicaranya, ekspresi sang detektif berubah dengan sangat cepat, awalnya ia terlihat terkejut, namun didetik berikutnya wajahnya terlihat sedikit marah dan kecewa, sampai akhirnya ekspresi yang tertinggal diwajahnya, hanyalah kesedihan semata.

"Iya... Kurasa, inilah akibatnya bila tidak dapat berhubungan dengan baik dengan orang-orang disekitarmu." kata sang detektif dengan ekspresi terakhir yang tertinggal wajahnya, seolah-olah menunjukan bahwa setiap kata-kata yang baru saja ia keluarkan, ditujukannya ke dirinya sendiri. Setelah ia selesai mengucapkan kata-kata tersebut, Naoto pun berlari pergi darinya.

"Iya... Setidaknya, aku tidak akan merasakan perasaan seperti ini lagi setelah ini..." batin Souji dalam hatinya sambil berusaha menghilangkan kepedihan yang dirasakannya. Namun, pada saat itu, ia masih percaya bahwa kepedihan yang ia rasakan semata-mata hanyalah harga yang harus dibayar demi hari depannya. Ia belum menyadari bahwa kepedihan yang dirasakannya saat itu mengandung arti yang lain, arti yang lebih dalam dari sekadar sebuah harga yang harus dibayarnya.


Author's Note: Ugh... Serius deh, rasanya fic ini abal, klise dan nggak masuk akal banget... Rasanya sekarang saya ngerti deh perasaannya lalanakmalas... Tenanglah Lala, saya telah memenuhi janji saya dengan fic ini untuk membantumu nge-spam di bagian Megami Tensei Indonesia... (Padahal menurut saya, Lala sama sekali nggak nge-spam).

Saya penasaran aja dengan pendapat orang-orang tentang cerita ini... Sebenarnya apakah kalian merasa jalan pikirannya Souji di fic ini masuk akal? Karena di fic ini, Souji saya gambarkan lebih memilih untuk nggak punya ikatan apa-apa sekalian sama orang lain, jadi kalau ada apa-apa, dia nggak akan ikut-ikutan merasa khawatir dan takut secara berlebihan... Contoh, pada saat gilirannya Yukiko atau Kanji dkk yang diculik, Souji kan belum Social Link punya ama mereka, jadinya (kalau menurut saya) pas mereka diculik, Soujinya nggak sampai khawatir dan takut secara berlebihan... Sedangkan kalau Nanako, kan penculikannya terjadi pada saat Social Linknya udah penuh, sehingga udah terbentuk ikatan yang kuat antara Souji dengan Nanako... Alhasil pada saat Nanako diculik, Souji (menurut saya lagi) harusnya merasa lebih terdesak, panik, takut dan khawatir... Dan karena fic ini mengambil timeline sekitar situ (dan memang Naoto juga ada disekitar sini), Soujinya jadi kepikiran lagi untuk jaga jarak sama orang lain (sesuai prinsip utamanya kalau baca manganya), dan memang karena sama Social Linknya Naoto belum penuh, ya... jadi begini deh... Kira-kira masuk akal nggak ya? Satu hal lagi, dalam fic ini ada beberapa kata yang tetap saya tuliskan dalam bahasa Inggris, soalnya kalau diterjemahkan jadi Indonesia, nantinya malah jadi aneh... (walaupun banyak juga kalimat bahasa inggris yang ngotot diterjemahkan dalam bahasa Indonesia sehingga jadi aneh). Coba, kalau Phantom Thief bahasa Indonesianya apa? Kalau tadi diatas ada "Midnight Channel", nggak mau saya terjemahin bener-bener jadi "channel tengah malam" kan?? =)

Maaf karena udah menyusahkan para pembaca dengan adanya Author's Note yang panjang ini, tapi saya mohon anda sekalian untuk menyampaikan pendapat-pendapat anda tentang cerita ini melalui review... Kalau memang hancur, bilang saja... Jadi saya tinggal delete fic ini dan nggak perlu buat lanjutannya... =p. Dan terakhir, apakah bahasa yang saya gunakan di fic ini terlalu formal? Bila iya, akan dicoba untuk diperbaiki dikemudian hari. Terima kasih karena telah membaca fic ini... (Sedikit lagi bisa panjangan Author's Notenya daripada ceritanya).