Di depan kamera lelaki pirang menyahut girang, "Halo temen-temen Katakan Putus, bersama saya Hayama Kotaro dan—" diputus, menoleh ke partner di sebelah.
"Mibuchi Reo," sambung pria jangkung surai gondrong sambil mengedipkan sebelah mata.
"—kita di sini bakal menyelesaikan masalah asmara klien kita, Kuroko Tetsuya!"
Ibu jari menegak, Reo menunjuk kamera sambil kedip genit. "Kasus kali ini agak aneh, gays. Tapi tetep aja, kita bakal bantu klien kita untuk putus sama pacarnya!"
"Langsung aja, cekidot!"
.
.
.
Katakan Putus (c) siucchi
Terinspirasi dari film 'Katakan Putus' (a) Trans TV
Kuroko no Basuke (c) Tadatoshi Fujimaki
Host : Hayama Kotaro & Mibuchi Reo
Juru bantu : Eikichi Nebuya, Mayuzumi Chihiro, dan beberapa figuran lain
Chapter 1
Klien : Kuroko Tetsuya
Target jomblo : Akashi Seijuurou
a/n : kalau temen-temen pernah nonton film 'Katakan Putus' ini pasti ngerti xD tapi saya jelaskan lagi. Kasus cinta yang ditangani Kotaro & Reo ini masuk dalam bentuk past, jadi ada pesan/kesan/komentar host ketika bercerita (ini di italic+bold).
Warning : alay, non baku, gesrek, gaje, too much dialog macem naskah drama
.
Masih mau lanjut?
.
Silakan~
.
.
.
"Jadi gays, karena kita sempet bingung sama permintaan klien, kita memutuskan untuk ngikutin apa kata klien dulu," sahut Kotaro.
"Di sini, kami baru ngerti masalah seperti apa yang menimpa Tetsuya-chan sampai dia mau putus dengan pacarnya, Sei-chan." Tambah Reo.
Tim Katakan Putus bersama Kuroko Tetsuya sudah mengendap di sebuah gedung mewah bertingkat, di pusat ibu kota, siang itu. Kotaro melambai-lambai ke arah pria berotot sambil menyahut, "Gorila, Gorila! Nebuya, oi! Kamera tersembunyi!"
Di belakang lelaki pirang yang sibuk mengintruksi para kru, Reo merangkul si Klien untuk sekedar menenangkan, tapi langsung ditepis. Lelaki biru muda tetap apatis meski wajah Reo sudah menekuk minta disayang.
Setelah keluar dari mobil minibus, mereka bertiga—Kotaro, Reo dan Kuroko bergegas masuk ke dalam gedung 'Akashi Sejahterong Corp.', diikuti Eikichi Nebuya dan Mayuzumi Chihiro sebagai kru pembantu yang bergerak di belakang layar.
Sampai di depan pintu, Kotaro mengintruksi kliennya—sambil menatap sekeliling agar tidak dicuriga. "Pokoknya, Kuroko ngobrol aja dulu seperti biasa, soalnya kita mau denger respon dan reaksi si Akashi Seijuurou ini."
Reo menambahkan sambil kedip ganjen, "Semangat, Tetsuya-chan~!"
"Kemudian kita naik ke lantai 11,"
"Lalu kita kirim Tetsuya-chan ke ruang pribadi Sei-chan dengan menaruh alat penyadap di sakunya, karena tidak mungkin kamera tersembunyi masuk ke sana."
Sudah kembali ke dalam mobil, Reo dan Kotaro mendengarkan hasil suara dari alat penyadap yang bekerja di dalam ruangan.
"Reo-nee, udah kedengeran nih!"
Mibuchi Reo ikut memakai headphone, "Sayang kita gak bisa ngerekam sih,"
Hayama Kotaro menempelkan ibu jari di bibir, "Ssstt—"
Dan mereka fokus mendengarkan percakapan tersembunyi dengan syahdunya.
"Akashi-kun, aku mau putus."
"Lagi-lagi itu, Tetsuya tidak bosan ya."
"Pokoknya aku mau putus."
"Di sini kita bingung, gays. Mereka terus berdebat soal mau putus—"
"Sampe akhirnya ada percakapan yang ngebuat kita makin serius!" Reo mengedipkan sebelah mata.
"Kenapa Akashi-kun selalu melakukan ini padaku?"
"Karena Tetsuya nakal dan harus dihukum."
"Kalau begini caranya, kita harus putus. Aku masih sayang tubuhku."
"Aku juga sayang tubuh Tetsuya."
Lalu terdengar jeda sebentar, sampai akhirnya sesuatu menubruk benda.
Kemudian terdengar bunyi tumpukan kertas jatuh ke lantai.
"A-Akashi-kun!"
"Tetsuya harus dihukum."
"A-Ah! Tapi kita sudah melakukannya kemarin!"
"Salah sendiri nakal,"
"Aku hanya minta pisah! He-Hei! Jangan, Akashi-kun—ah! Aku ada urusan—"
"Hm?"
Dua host saling berpandangan.
"Mulai dari sini, kita langsung skip gays, karena kita tidak menyuguhkan aksi khusus dewasa."
"Iiih, kesemsem banget saya! Mereka itu, ya ampyuuun...! Ya pokonya, setelah itu Tim Katakan Putus menjemput Tetsuya-chan yang sudah lemes, masuk ke dalam mobil. Eaak~"
Di jok belakang, Kuroko terbujur lemah di antara Reo dan Kotaro. Sementara pria gondrong mengipasi tubuh ringkih si Biru muda, Kotaro mulai bertanya-tanya. Kamera menangkap wajah peluh si Klien, kemudian berganti ke dua host yang sibuk menenangi.
"Jadi itu yang selalu Akashi lakukan setiap Kuroko minta putus?" Tanya Kotaro, menatap penuh simpati.
Kuroko mengangguk lemah.
Kali ini Reo bisa leluasa merangkul kliennya dengan penuh kasih sayang.
Kotaro mengangguk-angguk, "Oke, pokoknya Kuroko tenang aja. Saya sama Reo-nee dan Tim Katakan Putus bakal berusaha keras supaya kalian bisa pisah!"
"Ini jelas pelecehan. Bolehlah mereka pacaran, tapi gak ngejebol tiap hari juga dong!" Sahut Kotaro, sekilas terlihat mencari pembelaan.
"Sekarang kita ngerti, rupanya yang ngebuat Tetsuya-chan mau putus sama cowok ganteng macem Sei-chan ini, karena dia gak kuat selalu dibobol. Hahaha~"
.
.
.
Hari kedua.
Di jok belakang mobil, dengan setel pakaian yang berbeda dari kemarin, mereka bertiga lanjut berbincang.
"Ya saya gak bisa diginiin. Saya bukan mainannya Akashi-kun." Ujar Kuroko datar.
Kotaro memajukan tubuh, "Jadi Kuroko ada rencana apa buat mutusin Akashi? Oke di sini kan kita masih nyelidikin, kira-kira sesuatu seperti apa yang cocok untuk ngebuat momen putus kalian."
"Saya mau posisi kami ditukar. Saya gak mau di bawah terus."
"Kemudian kita sempet dokem, gays."
"Ternyata alasan Tetsuya-chan juga sederhana dan ngena' banget, hihihi~"
Kotaro berdeham singkat, "Terus, kalau Akashi-nya gak mau?"
"Ya putus."
Reo mengernyit, "Tapi kan setiap Tetsuya-chan minta putus, akhirnya malah dianu lagi,"
"Itu dia," Kuroko menatap. "Saya minta bantuan kalian supaya Akashi-kun gak nganuin saya lagi."
"Ini permintaan agak berat, gays,"
"Tapi kita menyanggupinya!"
"Yaudah, kalo gitu suruh Akashi ketemuan sama kamu hari ini, deh."
"Coba telepon Sei-chan,"
Kuroko menurut. Jari pucat menggali ponsel dari saku jins, lalu merapatkan layar ke telinga. Pada raut datarnya tersirat ekspresi bersarat cemas. Sejurus kemudian handphone dijauhkan, lalu kembali didekatkan.
"Gak diangkat?" Reo mengerutkan dahi.
Alis kuning bertaut samar, "Masa sih? Lagi sibuk apa gimana?"
Kuroko Tetsuya memutuskan untuk menggenggam ponsel sambil menatap datar. "Akashi-kun tidak mengangkat."
"Kok gitu?" Tanya Kotaro.
"Sebelumnya pernah begini?" Tambah Reo.
Kuroko menggeleng pelan, jari-jarinya terampil memencet huruf di atas layar. "Aku jarang menghubungi Akashi-kun, biasanya dia yang menghubungiku duluan." Sahutnya pelan, lalu balik menatap sambil memamerkan layar ponsel. "Aku sudah kirim pesan."
"Cukup lama kita nungguin balesan Akashi, akhirnya Kuroko ditelepon juga!"
"Kita sempet kaget waktu itu karena Sei-chan ini bener-bener serius dalam setiap kata-katanya,"
Melihat layar handphone klien menyala, Kotaro langsung menyahut, "Eh, itu, itu!"
Reo ikut berdebar, "Loudspeaker!" Bisiknya keras.
Setelah menuruti intruksi, Kuroko dengan datarnya menerima panggilan. "Akashi-kun?"
"Maaf Tetsuya, aku sedang ada meeting tadi."
"Aku mau bertemu dengan Akashi-kun sekarang."
"Tumben, ada perlu apa?" Tanya suara bariton di sebrang.
Kilau biru muda mengerling, lurus menatap jalanan macet di depan. "Ada hal penting yang harus kita bicarakan."
Jeda sejenak di seberang. Reo dan Kotaro merasa diserang tremor seketika. Saling berpandangan, lalu membuang jauh-jauh prasangka buruk. Mana mungkin ada ancaman hilang nyawa hanya karena muncul aura gelap menguar dari telepon genggam.
"Baiklah. Siap-siap menerima hukuman karena sudah mengganggu jam kerjaku, Tetsuya."
Langkah berikutnya untuk Kuroko Tetsuya adalah menggeser slide merah. Memutus sambungan, lalu kembali memandang dengan ekspresi tawar. Di antara Reo dan Kotaro yang sibuk berprasangka baik, Kuroko justru mengangkat bahu.
"Yaudah, kirim pesan ke Akashi itu tempat pertemuannya. Taman kota,"
"Baiklah." Jawab Kuroko, mulai mengetik pesan.
"Kita juga gak ngerti, tapi harusnya Akashi ini gak tau kalo Kuroko ada sama kita-kita!"
"Saya salut sama Tetsuya-chan, dia tenang banget padahal ada aura gak enak yang sempet hinggap di mobil kita!"
Tempat pertemuan Kuroko Tetsuya dan Akashi Seijuurou adalah taman kota yang mana sepi pengunjung. Tim Katakan Putus menyarankan lokasi tersebut agar mudah dilacak dan direkam diam-diam.
Di dalam mobil, bersama tablet yang memonitori target, Reo dan Kotaro fokus menonton hasil rekaman tersembunyi.
Merapatkan mulut di Handy Talky—HT, Kotaro mengomando. "Gorila, Gorila, itu mereka pergi ke arah lain, monitor, Gorila,"
"Sei-chan nyentuh Tetsuya-chan!" Pekik Reo dan langsung membekap mulut sendiri.
Pada layar, tertampilah dua pemuda beda warna sedang duduk di bangku panjang, menghadap tanaman berbunga yang baru saja mekar di awal tahun.
"Maaf, ya, Akashi-kun harus datang padahal sedang kerja." Kata Kuroko tanpa menoleh.
Kamera tersembunyi mengambil gambar dari radius lima belas meter, sembunyi di balik pohon.
"Tidak apa, Tetsuya kan prioritasku." Jawab pacarnya, mulai memangkas jarak.
Kuroko berjengit risih, "Aku minta putus, Akashi-kun."
"Itu lagi?" Tanya si Merah, tidak terprovokasi sama sekali.
Di mobil, Kotaro menunjuk layar tablet sarkastik. "Serius aku bingung banget di sini, Reo-nee! Kenapa ada gitu cowok yang gini banget! Padahal pacarnya minta putus, tapi tetep cuek!"
"Hmm..." gumam Reo masih teliti menatap layar.
Kemudian si Merah melanjutkan, "Nanti di rumah,"
"Aku tidak akan pulang ke rumah Akashi-kun."
"Rumah kita, maksudmu?"
"Aku benci Akashi-kun."
Kemudian pria berambut merah menjepit tirus pipi kekasihnya, memagut—kamera langsung dialihkan.
"Wah, wah, wah!" Sahut Kotaro lantang, setengah menyengir.
Reo mengekeh puas, "Bagus juga refleks Nebuya. Tapi keenakan dia liat live."
"Nih, nih, Kuroko nolak!"
Kembali gambar terfokus ke dua pemuda di bangku kayu. Kuroko Tetsuya terlihat menjauhi Akashi Seijuurou, kemudian beranjak pergi. Lalu pria merah bergegas lari menyusul.
Sekilas terlihat seperti adegan di film India. Apalagi kemampuan kameramen dalam menangkap gambar drama barusan terlihat riil.
Kotaro menyeru lewat HT, "Mayuzumi-san, Mayuzumi-san, monitor. Ini Kuroko lari ke arah sana,"
Kemudian gambar di tablet teralih ke kamera lain. Lebih dekat, sehingga ekspresi—yang tetap datar—dari Kuroko tertangkap jelas.
Tepat lima meter di depan lokasi persembunyian kamera Mayuzumi, pria merah menerkam lelaki biru muda—jatuh ke rerumputan.
"Firasat buruk nih," sahut Mibuchi Reo.
Kotaro kembali mengintruksi, "Gorila, Gorila, bisa rekam lebih dekat, gak? Kita mau denger percakapan mereka."
Kemudian layar di tablet menampilkan gambar dua orang pemuda di atas karpet rumput hijau. Siang hari di taman kota yang sepi, pemilik surai teal disegel geraknya oleh dominan merah.
Dari HT, terdengar suara Nebuya di sebrang. "Kotaro, ini mau direkam?"
"Tetap rekam," sahut Reo mengomando. Matanya berkilat, sama sekali tidak niat mengalihkan atensi dari layar.
Kotaro mengangguk setelah melirik sekilas, "Iya rekam, suaranya terutama. Nanti kalo udah ada panggilan, kita langsung samperin!"
"Di sini kita bener-bener kaget, gays. Ternyata—"
Kedua lengan Kuroko disilangkan, lalu ditahan kuat-kuat oleh Akashi. Ciuman panas—entah ganas—dilayangkan bertubi-tubi. Kuroko megap-megap. Dalam lirih yang samar-samar tertangkap penyadap, terdengar desah tertahan, "To-Tolong-"
Di saat Akashi Seijuurou salah mengartikan sebagai permintaan tambah, Kotaro dan Reo langsung beranjak dari jok mobil.
"Ayo, ayo!"
Mereka bergegas keluar dari mobil, bersama Mayuzumi Chihiro di belakang yang merekam gerakan, menghampiri lokasi target di pinggir taman kota.
"Si Kuroko sama Akashi ke-gep sama kita,"
"Lucu banget mereka, hahaha~,
"Woy!" Panggil Kotaro lantang, berani sekali.
Reo bergegas menghampiri—Akashi langsung bangkit dari aksi menindih—kemudian Reo membantu Kuroko bangun, mengibas debu tak kasat mata dari celana jins yang sedikit kusut di satu bagian.
Pria pemilik mata heterokromia, Akashi Seijuurou, kekasih Kuroko Tetsuya yang tidak bisa diputusi langsung menukik tajam alis merahnya. "Apa-apaan ini? Kenapa ada kamera segala?" Tanyanya sambil mengibas tangan ke arah kamera.
Sementara Kuroko sudah pindah posisi ke perlindungan Mibuchi Reo, Hayama Kotaro langsung menaikkan kedua tangan, "Wow, wow, tenang, Mas, kita bisa jelasin—"
"Di situ saya sama Reo-nee langsung jelasin bahwa kita dari Tim Katakan Putus datang atas permintaan klien kita Kuroko Tetsuya yang ngebet putus sama Akashi Seijuurou ini,"
"Sei-chan ini gak terima, tapi kita terus beri pengertian~"
Sambil menunjuk sarkas, Akashi menyahut tajam. "Kalian tidak ada urusannya sama hubungan saya dan Tetsuya."
Kotaro mundur selangkah, "Makanya kan tadi kita bilang, Kuroko yang datang untuk minta bantuan kita."
Reo menggumam, "Tetsuya-chan, bisa katakan sekarang..."
Kuroko Tetsuya menarik napas sejenak, kemudian menatap lurus. "Aku mau kita putus, Akashi-kun."
Manik hetero mengedar ke kamera, "Memangnya aku bakal berubah pikiran walaupun kita di depan kamera, Tetsuya?"
"Akashi-kun egois, sadis, kejam."
"Terus?"
"Akashi-kun tidak tahu kalau aku kesakitan setiap hari."
"Tapi Tetsuya yang minta nambah. Kita berdua sama-sama menikmati."
"Dasar tidak tahu diri."
"Selama itu kita dengerin debatan mereka, gays."
"Gimana ya, mereka ini pasangan yang sama-sama keras, gak ada yang mau ngalah."
"Gini, gini, gini," Kotaro menengahi, tapi langsung ditepis oleh Akashi. "Kuroko mau putus sama Akashi karena gak kuat dibobol terus tiap hari,"
"Iya." Timpal Kuroko spontan.
Alis merah terangkat, "Cuma karena itu?"
"Akashi-kun segampangnya bilang 'cuma', aku yang rasa." Tatap lurus beremosi tawar terpancar.
Rentang bahu dijerat, iris merah-jingga menatap intens. "Tetsuya tahu aku sayang dan cinta mati, gak peduli seberapa banyak Tetsuya mau putus, aku tetep gak bisa pisah sama Tetsuya."
Kuroko terdiam. Goyah. Kata-kata barusan jadi magis untuk membungkamnya.
Kotaro gemas, "Tapi Kuroko—"
"Diam."
Langsung membatu.
Delikan tajam dari mata heterokrom barusan mampu membuat bulu kudung meremang.
Iris aqua masih menatap lurus. "Tapi aku tidak bisa melanjutkan hubungan ini, Akashi-kun."
"Tetsuya kekanakan pakai segala bawa orang-orang ini," pungkas Akashi, mengalamatkan delik tajam ke kamera yang merekam dari sisi samping kanannya.
"Karena Akashi-kun tidak pernah mau mendengarkan aku." Jawab Kuroko, langsung ditarik mundur oleh Reo, khawatir malah terjadi adu jotos.
"Kita tidak akan pernah putus."
"Apa untungnya aku mempertahankan hubungan ini, Akashi-kun?"
"Kita sama-sama untung, Tetsuya tidak ingat? Mau kuingatkan lagi? Sekarang? Di tempat ini? Di depan kamera ini?"
Kamera yang dipegang Mayuzumi menangkap jelas seringai tajam di sudut bibir tegas si Merah.
Tidak gentar, Kuroko balas menatap tajam. "Jangan harap, Akashi-kun. Sekali putus ya putus. Aku mau putus. Titik."
Iris merah-jingga mengintimidasi. "Memangnya Tetsuya mau apa?"
"Pindah posisi. Aku mau Akashi-kun yang merasakan jadi aku."
"Kita sempet diem aja selama mereka debat, gays."
"Dan akhirnya malah muncul konflik lagi. Pucing pala belbi,"
Merasa sudah jadi kewajibannya untuk menuntaskan pertikaian, Kotaro maju ke garis depan, mendorong bahu Akashi—atas dasar pembelaan diri untuk klien—meski sebenarnya Kotaro sendiri sudah berkeringat, "Tolong tenang dulu, bos, di sini Kuroko jelas-jelas udah minta putus—"
"Cukup."
Kamera bergetar, Tim Katakan Putus mundur perlahan.
"Kalau kubilang tidak putus, maka kita tidak akan putus, Tetsuya. Perintahku mutlak."
Hanya Kuroko Tetsuya yang bergeming tak gentar.
"Masa bodo. Putus ya putus."
Telapak tangan kaku merenggut lengan ringkih, "Kalau begitu lakukan apa yang kau mau." Katanya sarkas, menarik si Biru muda keluar dari area rekaman.
Menepis cepat, "Tidak, jangan bawa aku, Akashi-kun."
Para kameramen langsung sigap mengekor, Kotaro dan Reo bergegas menyusul.
"Kita tidak butuh orang-orang ini untuk menyelesaikan masalah kita, Tetsuya."
"Lepas, Akashi-kun. Lepaskan aku!"
Di tengah guncangan alat perekam, Kotaro dan Reo berlari cepat—menyusul sepasang kekasih yang kini sibuk bertengkar menjauhi kamera.
Sambil ikut menarik tubuh Kuroko, Reo menukas, "Tolong jangan paksa Tetsuya-chan!"
Kotaro dengan jantannya melepas jerat tangan si Merah, "Tunggu dulu dong, jangan asal—"
'Krak'
"Sumpah kaget, kaget banget."
"Kita gak nyangka tiba-tiba ada benda tajam yang ngerusak layar kamera kita!"
Bersamaan dengan tancapan gunting di setiap alat perekam yang lantas jatuh setelah jadi korban penusukan, Tim Katakan Putus disihir jadi batu sesaat.
Akashi Seijuurou mengeratkan renggutnya, menggiring Kuroko Tetsuya jauh dari lokasi rekaman sepihak. "Ikut aku."
Yang dijerat masih berjuang menolak, "Tidak, aku tidak mau ikut Akashi-kun!"
"Lakukan apa yang Tetsuya mau. Kutantang kau, Tetsuya. Dan aku berani jamin Tetsuya tidak akan sanggup melakukannya."
Tubuh ringkih diprotokol berhenti. Alis biru menukik tajam, "Siapa takut."
Kotaro mengerutkan dahi, menyosor kamera dengan antusias tingginya. "Sadar bahwa kamera kita dirusak oleh Akashi, kru kami—Gorila masih keukeuh untuk tetep ngikutin, gays. Akhirnya kita juga langsung nyamperin, dan nemuin Gorila udah terkapar di taman."
"Setelah itu, kita kehilangan jejak mereka, gays. Kru kita udah ngikutin mobil Akashi ini, tapi malah hilang jejak!"
Kotaro menunjuk sarkas, "Gila, ya, itu orang,"
Reo segera menarik ponsel dari saku celana, "Pokoknya kita harus hubungi Tetsuya-chan."
Kotaro mulai mengomando lagi. HT pemberian seorang kru segera disambarnya. "Mayuzumi-san, tolong dikejar itu mereka mau ke mana. Soalnya kita harus pastiin Kuroko baik-baik aja,"
Reo melenguh keras, masih merapatkan handphone ke telinga. "Gak diangkat."
"Lama kita gak bisa hubungin Kuroko, akhirnya doi tiba-tiba muncul, gays!"
"Kaget kita, tapi ya lega karena Tetsuya-chan keliatan baik-baik aja. Butuh waktu sehari emang sampai Tetsuya-chan sendiri yang ngajak kita ketemuan di taman kota!"
Hari ketiga, Momen Putus
Tim Katakan Putus menghampiri pemuda biru di tengah taman, sedang bediri menanti tepatnya janji. Kotaro langsung menyosor maju, "Kuroko, kemaren kenapa gak bisa dihubungin?!"
Reo mengusap surai teal, mengangkat dagu, menyelidik lekuk kulit wajah berkulit pucat. "Tetsuya-chan baik-baik aja, kan? Gak terluka, kan?"
"Aku baik-baik saja." Jawab Kuroko, kemudian menjauhkan diri dari rangkulan Reo. "Akan kupanggil Akashi-kun ke mari."
"Gak lama setelahnya, orang yang dipanggil dateng!"
"Kita gak tau, ya, kayaknya Sei-chan ini emang udah stay di suatu tempat sampe-sampe cepet banget udah tiba di lokasi kita!"
Reo dan Kotaro hari ini tahu diri, tahu tempat. Mereka perlahan mundur, tapi tetap menatap awas sosok merah yang berjalan angkuh menghampiri sorotan kamera.
Menatap lurus, intens, tanpa intimidasi, bariton hangat mengalun kasual. "Tetsuya serius mau putus?"
Pemilik surai sewarna langit cerah menatap dalam.
"Jujur, emang pacarnya Kuroko ini agak serem, gays. Saya rasa cuma Kuroko yang bisa nanganin kehororannya,"
"Kita mulai bisa nerka, bahwa sebenarnya Tetsuya-chan masih ragu untuk putus sama Sei-chan~!"
"Yaudah, yaudah," Reo menepuk kedua bahu terdakwa. "Gini aja deh, Tetsuya-chan katakan permintaan Tetsuya-chan. Sei-chan harus mendengarkan. Coba kalian bicarakan baik-baik kelanjutan hubungan ini."
Kotaro mengangguk saja. Rekaman diperbesar ke dua orang lelaki merah-biru.
"Aku maafkan. Tapi Akashi-kun harus mengurangi keegoisan Akashi-kun." Ujar Kuroko, masih datar.
Akashi Seijuurou mengulas senyum tipis, "Baiklah."
"Akashi-kun harus mau mendengarkanku. Jangan tiba-tiba main sosor."
"Hm, baiklah."
"Aku masih belum kalah, Akashi-kun."
"Setelah pertikaian semalam dan Tetsuya akhirnya minta aku yang mendominasi?"
Selagi sepasang kekasih—yang tidak jadi putus—merevisi kembali komitmen asmara mereka, Hayama Kotaro dan Mibuchi Reo berdiri menghadap kamera.
"Dengan ini kasus kita nyatakan—
Keduanya menyeru bersamaan, "—selesai!" Sambil menyilangkan kedua lengan.
"Begitulah kasus asmara Kuroko Tetsuya dan Akashi Seijuurou. Kita sempet bingung juga karena kasus ini gak seperti yang kita tangani biasanya. Mungkin karena pacarnya terlalu mutlak kali ya, gays? Hahaha! Pokoknya pesan saya di kasus ini adalah, kita jangan egois—"
"Dengerin apa kata pasangan, buat dia bahagia dengan mendengarkan dan menghargai perkataan atau pendapat satu sama lain. Terus jangan main sosor aja, siapa tau pasangan kita ada urusan penting besoknya, kan? Kalau gak bisa jalan kan bisa gawat! Hahaha~! Oh, dan juga, komitmen dalam hubungan itu penting! Kalau satunya ngelanggar, bakal susah dong kedepannya. Makanya, jaga baik-baik karena keduanya sudah memutuskan untuk berjuang bersama!"
Hayama Kotaro merapatkan dua jari ke pelipis, "Yak, itu aja. Saya Kotaro, izin cabut!"
"Saya Reo, bye~!" Reo memicing sebelah mata, menebar kecup mesra.
Bersama dengan iklan-iklan yang berjejer di layar, Kuroko Tetsuya mendapat giliran tampil di depan kamera, "Terima kasih untuk Tim Katakan Putus atas bantuannya. Lain kali kalau saya mau putus lagi, saya akan datang ke sini. Sekali lagi saya ucapkan, terima kasih."
.
.
.
tbc
.
.
.
Kotaro : Tunggu sebentar!
Reo : Apa lagi?
Kotaro : Katanya siucchi mau ngomong nih!
siucchi : *insert emot malu-malu here* akhirnya malah bikin fic gaje gini :'))) btw Terima kasih buat temen-temen semua. Fic AkaKuro yang 'Secret Agent' meraih penghargaan Best Science Fiction Multichapter di ajang Indonesian Fanfiction Award 2015. Sekali lagi, terima kasih dukungannya, sudah mengikuti sampai sini, pokoknya banyak-banyak saya haturkan terima kasih xD
Reo : "Terima kasih sudah mengikuti sampai sini,"
Kotaro : "Chapter depan ada Momoi, Aomine, Kise!"
Reo : "Jangan kemana-mana, tetap di Katakan Putus~!"
