Summary : Sekian lama aku menjadi seorang pengagum rahasia. Bermula dari hari valentine, aku memutuskan untuk menyatan rasa sukaku lewat sebuah surat. Sebelum hari kelulusan tiba, sebelum idolaku pergi untuk selama-lamanya.

Fairy Tail bukan punya author, tetapi punya Hiro Mashima

Tanggal 14 Februari, merupakan hari yang spesial bagi semua orang di dunia. Pada hari itulah kamu mengungkapkan kasih sayang secara spesial, bisa lewat cokelat, surat, bunga, dan lain sebagainya. Sepasang kekasih akan bertukar cokelat, saling menyatakan cinta satu sama lain secara lebih istimewa. Hari kasih sayang tersebut hanya tinggal hitungan hari, sekitar empat hari lagi mulai dari sekarang.

Mata seorang gadis sayup-sayup melihat pemandangan di luar sana, jendela dibasahi oleh rintikan air hujan yang semakin lama semakin deras, membuat embun di kaca menebal hingga perlu disapu menggunakan tangan. Penjelasan dari guru biologi tidaklah menarik perhatiannya sedikitpun, pikirannya melayang-layang, berada di antara alam sadar dan bawah sadar. Ada yang lebih penting dibandingkan sebuah penjelasan, ini menyangkut masalah asmara, kelulusan dan seorang kakak kelas.

-Watashi no Ai Tegami-

Kira-kira sudah sekitar lima tahun lamanya kejadian itu berlalu, masih teringat sangat jelas bagaimana "sang sosok" menyelamatkan hidupnya dari orang-orang jahat di sebuah pinggir jalan. Kalau tidak, mungkin saja malam itu adalah terakhir kali ia dapat melihat bulan dan teman-teman di sekolah. Kalau dia tidak muncul, mungkin statusnya bukanlah seorang pelajar, melainkan anak jalanan yang harus berjuang demi kelangsungan hidup.

Begitu menyedihkan ketika diingat, tetapi penuh rasa syukur setiap kali mengingat betapa baiknya Tuhan mengirimkan sesosok pahlawan penuh jasa dalam hidupnya.

5 Tahun lalu…

Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam, sedikit sekali kendaraan yang berlalu lalang di jalan raya, kebanyakan toko dan mal pun sudah tutup. Sesosok anak perempuan berusia delapan tahun tengah tersesat, tidak tau harus pergi ke arah mana. Sehelai pakaian tipis yang dikenakannya tidaklah cukup untuk melindungi dari rasa dingin, hanya ada dirinya seorang di sana, di tengah sepinya jalan tanpa seorangpun.

Tap…tap…tap…

Beberapa orang preman datang menghampirinya, nampak sangar dan terlihat tidak memiliki niat baik. Gadis kecil tersebut hanya berlari sekuat tenaga,berusaha menghindar dari niat jahat yang dimiliki mereka. Kedua kakinya nampak lecet karena tidak menggunakan alas apapun, belum jauh berlari ia sudah jatuh terlebih dulu, tidak lagi memiliki tenaga untu bangkit dan kabur.

"Sudah tidak bisa lari ya…kemarilah manis"

Seluruh badannya gemetar tiada henti, apalagi ketika kedua tangan kotor tersebut hampir saja meraihnya. Di saat-saat itulah seorang anak laki-laki berusia sekitar sebelas tahun datang untuk menyelamatkannya, dengan berani memukul kepala preman tersebut menggunakan tongkat baseball. Wajahnya belum sempat terlihat, dengan cepat ia menarik tangan sang gadis kecil, mengajaknya menyebrangi zebra cross.

"Kamu baik-baik saja?" tanyanya dengan suara lantang tanpa menengok ke belakang

"Ya…terima kasih"

Padahal tadi si gadis kecil merasa sudah tidak mempunyai tenaga, tetapi entah kenapa mendadak ia memilikinya kembali. Begitulah terus, mereka berlari hingga dirasa sudah cukup jauh. Nafasnya terdengar tersengal-sengal, selesai mengatur nafas ia hanya tersenyum dan berkata.

"Berhati-hatilah di malam hari, banyak orang jahat"

"Terima kasih sudah menyelamatkanku, maaf merepotkan"

"Bukan apa-apa, kamu bisa pulang sendiri?"

"Rumahku tidak terlalu jauh kok, sampai jumpa"

"Bye"

Perlahan-lahan bayangannya tidak lagi terlihat, lambaian tangan dan senyum itu pun tidak pernah nampak lagi meski hanya sekali. Hingga sang gadis kecil tumbuh dewasa menjadi anak remaja berusia tiga belas tahun, ia kembali bertemu dengan sosok pahlawannya lima tahun lalu di sebuah sekolah menengah pertama.

End flashback…

Ding…dong…ding…dong…

Bel usai pelajaran sudah berdentang, membuat seisi kelas berhamburan keluar. Gadis tersebut terus berada di dalam kelas, lebih senang menyendiri dibandingkan berbaur dengan teman-teman lain. Retina matanya menangkap sesosok perempuan bersurai pink dengan model rambut twintail, tersenyum manis sambil duduk disebelahnya.

"Sendirian saja Wendy?"

"Chelia-san sendiri tidak pergi ke kantin?"

"Aku membawa bekal, bagaimana kalau kita makan bersama?"

Di kelas hanya ada mereka berdua, terasa sepi dengan ditemani suara rintikan hujan, setidaknya membuat suasana sedikit lebih ramai. Wendy kembali melamun, bahkan bento kesukaannya pun tidak mampu mengugah selera makan pemilik surai biru tersebut. Dengan iseng Chelia mengambil telur gulung dari kotak bekal Wendy, memakannya tanpa rasa bersalah sedikitpun.

"Ke-kenapa dimakan?" tanya Wendy merasa sayang, sudah jelas jika dia juga sangat menyukai telur gulung buatan sang ibu

"Habisnya kamu lama, kalau masih tidak dimakan berikan saja untukku" candanya yang membuat Wendy segera melahap bekalnya

"Hari ini kamu terlihat aneh, ada apa?"

"Se…sebenarnya ini tidak terlalu penting, aku memikirkan tentang valentine"

"Benar juga, valentine!" teriak Chelia heboh sendiri, membuat Wendy kaget juga merasa heran. Apa valentine sebegitu pentingnya?

"Kamu akan memberikan cokelat kepada siapa, oh atau mungkin kamu akan memberikan surat, bunga, kartu?" pertanyaan yang diajukan begitu memberondong, membuat Wendy bingung harus menjawab apa

"Belum kupikirkan, Chelia-san sendiri ingin memberi cokelat pada siapa?"

"Tentu saja Jellal-senpai!" jawabnya dengan mata berbinar-binar

Jellal Fernandes idola semua orang, memiliki badan atletis, merupakan ketua osis, pintar dan tampan, siapapun akan tergila-gila ketika melihatnya pertama kali dan itulah yang Chelia rasakan. Meski Wendy merasa biasa saja dan justru lebih menyukai adik ketua OSIS. Mystogan, dia adalah orang yang menyelamatkan hidup Wendy lima tahun lalu, merupakan adik kembar Jellal juga idolanya.

"Tidak perlu sembunyi-sembunyi begitu, aku tau kamu akan memberikan cokelat kepada siapa"

"Me-memangnya siapa?" tanya Wendy seperti menantang, berada di antara jurang kebimbangan dan yakin

"Mystogan-senpai, aku benar bukan?" jawabnya penuh kemenangan, membuat Wendy kaget seketika

DEG!

"Ba…bagaimana kamu tau? Padahalkan ini rahasia.."

"Jika tidak tau, itu berarti aku bukan sahabatmu. Apa kamu akan memberikan sesuatu kepadanya nanti?"

DEG!

Jawaban dan pertanyaan dari Chelia sukses membuat Wendy matikutu, merasa jantungnya berdebar sangat kencang seperti mau meledak. "Apa yang akan kamu berikan" pertanyaan itu terus-menerus dipikirkan olehnya hingga ia tak sadar jika Chelia memanggil namanya berulang kali.

"Wendy, Wendy"

"O…oh, kenapa?"

"Bagaimana kalau kita membuat cokelat? Kalau kamu setuju kita bisa membeli bahannya setelah pulang sekolah"

"Bagaimana ya…maaf, tetapi aku ingin memberi senpai sesuatu yang bisa disimpan selama-lamanya, kalau cokelat sekali makan juga langsung habis, ji….jika begitu…."

"Baiklah, aku mengerti, jadi bersemangatlah!" ujar Chelia memberi semangat, menepuk bahu Wendy keras dengan kedua tangannya

Bukan sahabat namanya jika tidak mengerti perasaan dari temannya, Wendy sempat tersenyum kecil, merasa sudah tau jawaban apa yang dicarinya selama berjam-jam belakangan ini. Bel berbunyi sebanyak empat kali, menandakan jam istirahat telah selesai. Hujan di luar semakin deras, membuat semua suara seakan tertelan oleh derasnya air-air berjatuhan, dan lagi Wendy melamun, merasa telinganya dipenuhi oleh rintik-rintik hujan tiada akhir.

"Bagaimana nanti aku pulang?"

Benar saja, hujan masih berlanjut hingga pelajaran terakhir di hari Selasa ini. Wendy hanya bisa memandangi sekeliling dari depan sekolah, rata-rata pulang dengan menggunakan payung, ada juga yang dengan nekat berlari menerobos hujan. Ini semua salahanya karena terburu-buru sehingga lupa membawa payung ataupun jas hujan, sekarang hanya satu hal yang bisa dia lakukan yaitu menunggu hingga hujan agak reda.

"Belum pulang?" tanya seseorang sambil memegang payung, berdiri di sebelah Wendy seakan berkata siap memberi bantuan

"Aku lupa membawa payung, senpai sendiri belum pulang?" Wendy bertanya tanpa mengalihkan pandangannya dari jalan di depan, merasa tidak tertarik

"Tadinya sih ingin, hanya saja melihatmu tidak bisa pulang, bagaimana kalau kita pulang bersama?"

"Apa tidak merepotkan?"

"Tidak apa-apa, lagipula jalan pulang kita searah"

Ditatapinya wajah kakak kelas yang dua tahun lebih tua darinya, merasa tidak enak hati menolak niat tulus dari senpai-nya Wendy menerima tawaran itu dan pulang bersama di bawah lindungan payung. Meski sebenarnya dia agak merasa, ah ya canggung, sebut saja begitu.

"Terima kasih sebelumnya, aku tidak menyangka senpai akan mengajakku pulang bersama"

"Kita ini tetangga, jangan sungkan"

Benar, mereka adalah tetangga satu komplek, satu sekolah hanya beda angkatan. Wajahnya yang mengingatkan Wendy pada Mystogan, Jellal-senpai hanya tersenyum-senyum setiap kali mengobrol dengannya, mengisyaratkan jika dia senang setiap kali ada kesempatan untuk bersama, suka? Mungkin saja, tetapi tetap Wendy lebih memilih Mystogan dan ia juga berharap, andai orang disebelahnya ini adalah sang idola sekaligus pahlawannya lima tahun silam.

"Akhir-akhir ini kamu jarang berkunjung"

"Oh itu, maaf aku sedang sibuk"

"Jarang mendengarmu begitu, sibuk membantu orangtuamu di toko kue?"

"Begitulah, senpai sendiri tidak sibuk? Apalagi sekarang sudah memasuki semester dua"

"Sibuk sih memang, tetapi tidak apa-apa, selama memiliki kesempatan untuk mengobrol denganmu, akan kugunakan dengan sebaik-baiknya" ucap Jellal pelan pada kalimat terakhir, tentu dia sadar di mata seorang Wendy ia hanyalah kakak kelas biasa

"Sudah sampai, kalau begitu aku masuk dulu"

"Ya, terima kasih sudah menemaniku"

Sesekali Wendy menengok ke arah belakang, Jellal-senpai masih berada di sana, menunggunya masuk ke rumah terlebih dahulu baru ia pulang, itu sudah menjadi kebiasaannya sejak dulu, begitu perhatian ya…?

CKLEK!

"Aku pulang" sapa Wendy pada orang-orang di rumah, yang disambut ibunya dengan senyum

"Sudah pulang rupanya, siapa yang mengantarmu tadi? Mystogan bukan?"

"Bukan bu, tetapi Jellal-senpai" jawabnya sambil menaruh sepatu di dalam rak, menuju dapur hendak melihat apa yang sedang dikerjakan oleh sang ibu

"Ibu heran, bagaimana bisa kamu membedakan mereka berdua? Ibu saja masih sering tertukar"

Membedakan saudara kembar memang sulit, apalagi identik. Wendy sendiri merasa jika hal itu tidaklah hebat, dia bisa mengetahuinya karena mengenal lebih lama. Dibalik kemiripan yang ada sifat mereka bena-benar berbanding seratus delapan puluh derajat. Jellal di mata Wendy adalah seorang senpai yang pengertian, baik hati, murah senyum, terbuka pada siapapun dan dia juga seorang yang terkenal lengkap dengan fisik sempurna.

Kalau Mystogan benar-benar kebalikannya, begitu pemalu, tertutup, pendiam, benar-benar payah soal wanita dan juga kurang peka, wanita manapun tidak akan tahan jika jalan dengannya dan dia bagaikan orang tersingkir di sekolah, selalu terlihat sendirian dimanapun dan kapanpun. Maka dari itu, Wendy merasa jika dia sangat jauh dengan Mystogan.

"Membuat cokelat?" tanya Wendy memecahkan suasana hening, sesekali mengendus menyukai bau yang tercium dari panci penuh lelehan cokelat

"Iya untuk dijual nanti, kalau ada lebih kamu boleh memakannya atau mungkin memberikannya"

"Sebentar lagi valentine ya…"

"Karena itu ibu membuat cokelat, ada rencana ingin memberikan cokelat atau sesuatu lainnya?"

"Tidak ada" jawab Wendy cepat berbohong, merasa malu jika harus menceritakannya

"Eh, kamu tidak ingin memberi cokelat pada Mystogan atau Jellal?"

"Kenapa harus cokelat? Sekali dilahap juga habis, tidak menimbulkan kesan apapun"

Jawaban yang keluar sempat membuat ibunya tertawa kecil, sambil mengaduk isi panci menggunakan sendok kayu. Wendy merasa aneh, apa itu terdengar lucu? Secara tiba-tiba ibunya mengelus pelan kepala buah hatinya tanpa mengalihkan pandangan dari panci, mungkin sebagai tanda permintaan maaf karena tertawa tanpa alasan jelas.

"Naiklah keatas, ibu tidak memerlukan bantuan apapun. Setidaknya berikanlah kartu atau bunga kertas, valentine hanya sekali dalam setahun, terlalu berharga untuk dilewatkan begitu saja"

Hanya sekali dalam setahun dan terlalu berharga untuk dilewatkan, jika dipikir-pikir memang benar, apalagi pada valentine kali ini Wendy memiliki rencana sendiri, ia telah memutuskan untuk membuat sesuatu yang lebih berharga dibandingkan cokelat ataupun hal lain. Langkah kakinya saat menaiki tangga sangat tergesa-gesa, ditutupnya pintu serapat mungkin supaya tidak ada seorangpun yang melihat.

"Aku sudah berjanji akan memberikan sesuatu yang berharga pada valentine kali ini, maka dari itu aku akan menepatinya"

Diambilnya selembar kertas dan juga pena berwarna hitam, sesekali ia mengetuk-ngetuk jarinya pada meja, merasa bingung harus menulis apa. Jujur, Wendy agak malu harus menulis surat dan kemudian memberikannya pada Mystogan secara langsung, ya tanpa perantara Jellal maupun Chelia ataupun memasukannya ke dalam loker dan rak meja tanpa diketahui, ini pertama kali ia menulis surat sepanjang hidupnya, kalau buruk bagaimana? Apa Mystogan akan menerima dan membacanya atau mungkin langsung dibuang?

"Tetapi senpai tidak mungkin melakukannya, dia bukanlah orang kejam seperti itu"

Dari sinilah pertarungannya dimulai, Wendy menuliskan segalanya, ungkapan perasaan, kekagumannya terhadap sang idola, semua itu tertuang dalam dua lembar kertas yang kemudian dihektar dan dimasukkan ke dalam amplop dengan nuansa valentine. Wendy memandanginya sesaat, merasa surat ini sudah pantas untuk diberikan.

"Matte ne, senpai…"

-Watashi no Ai Tegami-

Istirahat sudah berlangsung sekitar sepuluh menit lamanya, tinggal lima menit yang tersisa sebelum bel mulai pelajaran kembali berbunyi. Wendy memegangi sebuah amplop, bersembunyi dibalik tembok sambil sesekali melirik, tepat di depan sana ada Mystogan yang sedang berdiri di dekat jendela, sendirian tanpa Jellal disampingnya. Ini benar-benar kesempatan emas! Tetapi entah mengapa Wendy merasa ragu dan juga gugup.

Deg…deg…deg…

Tap…tap…tap…

Dia kesini! Seru Wendy dalam hatinya, ia memberanikan diri untuk menghadang jalan sang senpai, berdiri tepat di depannya sambil menyembunyikan surat itu di belakang punggungnya.

"A…ano, Mystogan-senpai" panggil Wendy malu-malu

"Wendy..?"

Untuk sesaat wajah mereka saling bertatapan, begitu dekat meski ada sedikit jarak. Perlahan-lahan tanpa diketahui pasti Wendy berjalan mundur, mengeleng-gelengkan kepalanya merasa tidak percaya, berlari sambil memegang surat tersebut erat-erat, dia sendiri tidak tau kenapa, tetapi wajah itu terlihat asing, orang tadi memang Mystogan kan? Dia tidak salah mengenali bukan?

"Kamu benar-benar Mystogan-senpai, kan?"

Wendy sangat merasa ragu untuk saat ini, dia tidak seperti Mystogan yang dulu dikenalnya, dia berbeda sekali…apa karena mereka berdua sudah lama tidak mengobrol sehingga terasa asing?

Sore hari…

Badan mungilnya tengah bersembunyi dibalik deretan loker, masih memegang surat tersebut dengan perasaan bimbang bercampur takut. Air mata lolos begitu saja, padahal dia tidak ingin menangis di saat-saat seperti ini, semua rencana serta persiapannya semalam kini hancur begitu saja setelah melihat wajah yang asing di matanya.

Why so hard to tell you abput my feel?

Why…?!

Why…?!

Why…?!

Matahari nyaris terbenam sempurna, Wendy memutuskan untuk balik ke rumah tanpa berhasil memberikan surat itu kepada Mystogan. Keputusannya sudah bulat di awal, amplop ini harus diberikannya langsung, meski tidak sekarang setidaknya sebelum hari kelulusan kelas sembilan tiba, sebelum mereka harus berpisah untuk selama-lamanya.

Bersambung…

A/N : Yosh, sebelumnya aku ucapin happy valentine ya XD Tunggu chap selanjutnya yaa, terima kasih. Ada riview lanjut, gak ada gak lanjut (jiahhh)