Fictional works, real person name used, not for commercial use. I gain nothing but laughter.

Yes, this is ChanBaek.

Thanks ParkByun!

.

Chanyeol sedang mimikri sebab ada seorang jahil yang ingin menculiknya entah untuk apa. Dia akui, dirinya cukup unik dan memang cenderung menjadi sasaran buru setiap kaum manusia.

Dia yang sudah hidup bertahun-tahun di hutan taman kota ini sejujurnya sudah tidak punya aura-aura galak sebagaimana bangsanya yang meliar di hutan perawan. Dia sudah terjamah. Sudah tercuci otak.

Kira-kira tiga tahun silam, dirinya bertengger pada dahan cemara yang nyaris rontok seluruh bagian kirinya. Kala itu dia sedang asyik-asyiknya menikmati panorama gunung muntah. Dari posisinya, proses pengeluaran material-material berbahaya itu terlihat menarik bak petasan tahun baru.

Dia terpaku pada atraksi-atraksi dan sedikit imaji di kepala berotak minimnya. Sesaat saja ia lupa mengeluarkan jurus mimikrinya karena terlena, sejurus kemudian pula ia terpeluk oleh sesosok bocah kecil.

Kaget. Tentu saja dia kaget mendapat perlakuan seperti itu, lagi, rasa takut meluap-luap dari instingnya. Posisinya saat itu terbalik, kepalanya bebas di bawah, menjuntai bebas sampai rasanya pusing dan lain-lain yang tidak enak. Melawan, dia menampilkan sejumlah amarahnya dengan menampar pipi bocah itu menggunakan ekornya. Kuat sekali.

"Aduh." Dia mendengar anak itu mengaduh, mengeluh, meringis. Tetapi tidak ada tanda-tanda rengkuhan yang melonggar. Masih tidak. Diupayakannya lagi dengan satu serangan cepat tapi pelan-dia menyebutnya jurus tipu-tipu-berharap anak itu akan tertakuti dan melepasnya pergi.

"Ah, sakit. Hei, bunglon keren, jangan galak-galak dong. Aku kan cuma mau main denganmu."

Dia agak tersipu lantaran disanjung keren. Kalau bisa digambarkan di kanvas, cat minyak bisa habis berkaleng-kaleng warna demi melukiskan kebahagiaannya. Ini pertama kalinya dia dipuji. Ya mungkin karena ini pengalaman kesatu dia berkontak fisik dengan manusia. Kaum mengerikan yang paling dihindari kaum hewani.

Jadilah Chanyeol melunak, dia tak lagi memberontak dan menyisakan sedikit waktunya untuk digendong-gendong dan membiarkan jari-jari halus nan ramping menggelitiki perutnya. Hingga pada akhirnya langit menggerau dan bulan digantungkan di depannya, tanpa iringan bintang.

Baik dia maupun anak itu tahu bahwa langit tak akan berpihak pada kebersamaan mereka. Bahwa ada saat di mana pertemuan menghasilkan perpisahan di penghujung waktu. Berjeda sekian sekon, dia dikecup pelan oleh bocah itu. Ada sedikit liur, tapi itu bukan perkara besar untuk diperkarakan.

"Baiklah, Baekhyun harus pulang ke tenda. Nah, Chanyeol, kau juga harus pulang ke rumahmu ya."

Untaian kalimat itu menutup perjumpaan mereka. Hingga kini, berkas-berkas memori masih membekas padanya. Tak termakan oleh waktu yang dirasanya melambat karena rasa rindunya yang membubung jauh ke atmosfer. Dia memang tidak punya kepastian kapan pertemuan mereka akan dijalin oleh takdir. Tetapi ia selalu berharap bahwa di suatu kesempatan takdir akan berpihak padanya dan juga Baekhyun.

Cinta pertamanya yang seimut bintang di langit, yang seorang anak manusia.

*fin*