Beberapa batang lilin putih di atas meja menjadi satu-satunya sumber cahaya dalam ruangan temaram itu. Cat dinding berwarna pastel yang menghiasi dindingnya tampak masih mulus tanpa noda sedikitpun. Sekilas, dinding ruangan itu tampak sedikit kemerahan akibat cahaya yang direfleksikan dari lilin. Saat ini matahari masih belum menampakkan dirinya, namun kedua jarum pada jam kayu kecil di atas nakas telah membentuk seperempat lingkaran dalam jangkauan kuadran pertama.
Beberapa jam telah mereka lalui bersama peluh yang terus membanjiri tubuh keduanya dan rintihan yang keluar bertubi-tubi dari mulut Jungkook. Pria cantik itu berada dalam posisi berlutut di kepala ranjang dengan perut buncitnya yang menggantung bebas. Kedua matanya terpejam erat setiap kali ia merasakan gelombang kontraksi yang kian datang dan pergi dalam interval waktu yang cukup dekat. Taehyung duduk di sampingnya, mengusap-ngusap area pinggangnya, berusaha mengurangi rasa sakit yang tengah dialaminya. Pria itu juga berusaha mengalihkan perhatian Jungkook dengan terus mengajaknya berbicara mengenai berbagai hal.
Kim Taehyung adalah seorang pengrajin kayu yang tinggal di ujung desa kecil bersama istrinya, Jeon Jungkook. Ia menghasilkan uang dari perabotan dan kerajinan tangan yang dibuatnya sendiri. Setiap hari ia pergi ke kota untuk menjual barang-barang buatannya, meninggalkan Jungkook sendirian di rumah kecil mereka yang terletak di dekat hutan. Memang, tempat tinggal mereka agak jauh dari penduduk desa yang lain. Taehyung memiliki alasannya sendiri untuk itu.
Meski baru seperempat abad usianya, penghasilan Taehyung yang didapat dari hasil kerajinannya sudah lebih dari cukup untuk membawa istrinya tinggal di kota. Ia sanggup membeli rumah kecil di pinggir kota, namun lagi-lagi ia memiliki alasan tersendiri mengapa ia memilih tinggal di pelosok desa.
Dua hari yang lalu ia berangkat ke kota menemui seorang tabib. Taehyung selalu mengkonsultasikan perihal kondisi Jungkook kepada tabib tua itu. Tak pernah sekalipun Taehyung membawa Jungkook menemui tabib itu ataupun membawa tabib itu datang ke rumahnya untuk membantu Jungkook melahirkan. Jungkook selalu terisolasi di dalam rumah kecil bersuasana sejuk itu. Taehyung hanya pernah sekali mendatangkan seorang tabib wanita dari desa itu untuk memeriksa Jungkook yang kala itu mengeluh mual-mual terus. Saat itulah mereka mengetahui bahwa pemuda berusia enam belas tahun itu sedang mengandung anak mereka.
Saat ini Taehyung tengah mempraktekkan apa yang diajarkan tabib tua itu kepadanya jika Jungkook mulai merasa mulas. Pertama, tabib itu berpesan agar Jungkook banyak-banyak berjalan, hanya jika pemuda itu masih sanggup. Tindakan itu dipercaya bisa membantu membuka jalur lahirnya lebih cepat. Kedua, Taehyung disuruh menyiapkan sebaskom air hangat, kain handuk, dan sepasang gunting bersih. Ketiga benda itu sudah tersusun rapi di bawah ranjang mereka. Taehyung sudah sibuk memanaskan air di tungku saat Jungkook mengeluhkan mulas yang semakin menjadi-jadi. Untuk pesan terakhirnya kemarin, tabib itu hanya menepuk pundak Taehyung beberapa kali, lalu berkata :
"Jika semuanya sudah kau laksanakan, hal terakhir yang harus kau lakukan adalah tetap berada di sisi Jungkook selama prosesnya. Ketika ia mulai mendorong, kau hanya harus berada di antara kakinya, bersiap untuk menarik bayi kalian keluar. Sisanya serahkan kepada Jungkook. Ia bisa menentukan sendiri kapan jalur lahirnya sudah cukup terbuka. Aku percaya ia tahu cara mengejan yang benar."
Mereka berdua sudah menghabiskan waktu yang cukup lama dengan Jungkook yang berada dalam posisi yang menyedihkan seperti itu. Terusan krem lusuh yang dikenakannya basah oleh keringat, sedangkan Taehyung sudah bertelanjang dada. Pria itu tidak tahan dengan suhu tinggi yang disebabkan oleh sumber penerangan mereka. Kini ia membantu Jungkook duduk, menyandarkan tubuhnya di kepala ranjang dan melebarkan kedua kakinya. Ia memandangi wajah lelah Jungkook, memijat bahunya perlahan.
"Kau kuat, sayang."
Jungkook tersenyum mendengar perkataan suaminya. Salah satu tangannya memegang bagian bawah perut buncitnya, berusaha menenangkan bayinya yang terus-terusan bergerak sejak tadi. Ia mulai merasakan keinginan untuk mengejan, namun Jungkook tak yakin apakah jalur lahirnya sudah cukup lebar atau belum. Sampai saat ini Jungkook masih bertanya-tanya mengapa Taehyung tidak mendatangkan tabib untuk membantu persalinannya saja. Pria bertubuh tinggi itu mati-matian ngotot kalau mereka tidak membutuhkan bantuan orang lain. Pada kenyataannya Jungkook bahkan tidak yakin jika Taehyung tahu cara memotong ari-ari bayinya nanti.
Kontraksi yang cukup kuat menyerang Jungkook tiba-tiba. Ia reflek memejamkan kedua matanya dan meremas tangan Taehyung yang berada di sampingnya. Tanpa sadar ia mengangkang lebih lebar lagi dan sedikit mengejan.
"Nggghhh... Tae... s-sakit!"
Taehyung sama sekali tidak panik. Ia balas menggenggam tangan Jungkook erat. Melihat aksi Jungkook barusan, Taehyung yakin lubang lahir Jungkook sudah cukup terbuka.
.
.
To be continued.
