Pair: Akakuro, others
Note: OC, OOC, yaoi, typos, weirdness.
Disclaimer: Fujimaki Tadatoshi, i gain no profit from this fic.
.
It slithers its way into your heart
It coils itself into the darkest chamber of your soul
It paralyzing you from the inside
.
Serpent
.
Di mana aku?
Meski kedua mata terpejam rapat, Tetsuya masih bisa merasakan keadaan sekitar menggunakan indra lain miliknya.
Ia terbaring dengan hamparan kain di bawah punggung telanjang. Dingin menyentuh kulit tanpa busana—tunggu, sejak kapan seluruh pakaian terlepas dari tubuhnya? Karena seingat Tetsuya tadi, ia pergi tidur mengenakan piama biru bergaris vertikal putih favorit, sebelum langkah-langkahnya jauh menapaki tanah mimpi.
Well, dalam bunga tidur, apapun bisa terjadi, benar?
Hidung Tetsuya mengendus kesana kemari. Aroma aneh melayang di udara. Sesuatu seperti segar rumput dan harum bebungaan liar, juga petrikor setelah rintik hujan.
Di latar mimpi apa dia terdampar?
Apa ini tanah lapang? Ataukah kebun belakang?
Jemari kaku mencoba rileks, namun nihil. Sama sekali tidak ada gerakan walau otak memerintahkan. Kepala Tetsuya penuh pertanyaan, namun bibirnya hanya sanggup bungkam.
Tenang dulu.
Dia beberapa kali pernah mengalami ini.
Tidur tertindih, mereka bilang.
Atau dalam kamusnya, ini cuma peristiwa sleep paralyzed biasa.
(Dan masalahnya adalah, cuma refleksi dari mimpi-mimpi buruk atau hal menakutkan yang akan menyambangi setiap kali ia tertimpa kasus seperti ini. Ugh...)
Baru Tetsuya memutuskan untuk kembali tidur—ia tahu tidak mungkin melakukan sleep-ception alias tidur di dalam tidur, tapi Tetsuya tidak punya cara lain. Pilihannya sekarang hanya dua: terbangun segera, atau malah tertidur semakin dalam.
Niat Tetsuya memang begitu, tapi semua keburu musnah, saat sebuah pergerakan asing tertangkap insting bertahan.
Siapa... atau apa itu?!
Seperti ada sesuatu yang berukuran besar dan berat merayap perlahan ke arah Tetsuya. Bergerak mulus, berkeliling lambat menggesek spasi di sekitar tempat ia berbaring saat ini. Dan apapun itu, 'dia' melakukannya tanpa hambatan sama sekali.
(Tetsuya mendengar gemerisik lembut dan licin setiap kali 'dia' bergeser. Serupa nyaring bebijian bertumbukkan dalam mangkuk kaca. Atau desis pekat yang memenuhi dua telinga layaknya deru napas predator mengawasi mangsa.)
Ia masuk mode waspada. Bola mata bergerak-gerak gelisah di balik kelopak yang tidak dapat membuka, sekeras apapun ia berusaha. Bibirnya berkedut mencoba bicara, namun malah berakhir sia-sia.
Tubuh Tetsuya pasif bak berada di bawah rapalan mantra.
Sesuatu mengenai ujung-ujung jari kaki, dan ia berjengit nyaris histeris dalam hati. Tetsuya merasakan denyut di antara tekstur kasar berpola sikloid, namun anehnya pada saat bersamaan terasa selicin permukaan kaca.
Fakta bahwa sesuatu yang tengah mengawasinya ternyata bernyawa, membuat rasa penasaran Tetsuya naik tingkat—di samping dera ketakutan luar biasa. Sensasi dingin langsung merambati saraf peraba, membuat otak mengirimkan impuls siaga dengan segera. Detak jantungnya menggila, menggedor-gedor kurungan iga.
A-apa yang tadi itu?!
Pikiran Tetsuya tergeragap mencari jawaban cukup rasional—sampai yang tidak masuk akal, dari hal paling mendekati nyata sepanjang ia bermimpi.
Binatang buas? Alien berkepala dua? Hantu wanita berambut panjang? Atau monster penghuni rawa?
Tidak ada satupun sosok menakutkan memenuhi kriteria barusan.
Ia masih sibuk berasumsi, sampai tiba-tiba saja sebuah sentuhan lain mendarat dengan berani di atas tulang kering dalam bentuk yang ia kenali.
Tu-tunggu dulu... ini seperti jari...? Ini... tangan manusia?!
Tetsuya mengaduh tanpa suara sewaktu kulit seputih salju digagahi jemari berkuku tebal dan tajam. Mereka mencengkram dan menekan, tidak sampai melukai, namun gores serupa lengkung bulan sabit merah muda tercetak dengan begitu jelas di sana. Berontak sedikit saja, dan epidermisnya dipastikan bakal robek mengucurkan kental darah.
Ia sungguh tidak tahu lagi harus berbuat apa—karena doa yang sejak tadi Tetsuya panjatkan, sama sekali tidak mampu mengurangi tekanan batin atau mengusir keberadaan sosok di hadapan.
Demi Tuhan! Ia tengah bersama makhluk macam apa?! Tetsuya sangat yakin 'dia' adalah manusia, tapi kembali ragu sewaktu mengingat ada hal-hal tidak biasa yang membedakan sosok asing ini dengan manusia normal lainnya.
(Mereka tidak memiliki kulit sedingin es, tidak juga mengeluarkan bebunyian aneh macam desis tertahan binatang malam.)
Tengkuk Tetsuya meremang hebat ketika bagian belakang lututnya dicengkram erat, lalu mendadak diangkat oleh tangan-tangan anonim. Ia semakin kalut begitu tungkai kaki yang merapat dipisahkan perlahan, diberi jarak sampai seluruh area privat terekspos pada mata dunia.
Ia merasa vulgar.
(Ini sungguh memalukan.)
.
Siluet hitam misterius berlutut pada celah yang dibentuk oleh dua kaki Tetsuya. Tubuh asing itu membungkuk lambat, sampai napas-napas berat menerpa perut bawah milik si Pemuda berambut biru muda.
Satu usapan basah dari lidah bercabang membentuk sebuah garis horizontal di sepanjang paha bagian dalam.
Dan tubuh Tetsuya langsung mengejang—meletup serupa percik bunga api di langit malam.
.
.
"—suya..., Tetsuya-kun...?"
Ketukan nyaring diiringi sapa familiar dari balik pintu, membuat dua mata Tetsuya sontak membuka lebar. Lenguh kecil keluar dari sela bibir sewarna pulasan sakura. Dahi berkerut sedikit bingung sewaktu menatapi langit-langit tinggi dan sudut-sudut dinding monokrom milik kamarnya sendiri.
"Tetsuya-kun? Lekaslah bangun, Chihiro sudah bersiap untuk sarapan."
Ia mengenali suara lembut milik Yuuko-san yang masih saja memanggil dengan nada setengah khawatir.
"Tetsuya-kun? Nak, apa kau sakit?"
Berdeham untuk memastikan bahwa suaranya ada, Tetsuya buru-buru menjawab pertanyaan wanita satu-satunya di rumah mereka.
"Aku sudah bangun, bu..." ia berdeham sekali lagi. "... dan aku baik-baik saja." Padahal kepalanya serasa mirip batu—berkali-kali lipat lebih berat dari biasa. "Maaf, semalam aku lupa memasang alarm." Alasan sederhana ia buat agar Yuuko menanggalkan rasa khawatirnya. "Aku segera turun..."
Terdengar hela napas lega. "Syukurlah kalau kau tidak sakit." Masih ada bimbang dalam kalimat wanita itu. "Tapi kalau Tetsuya-kun butuh sesuatu, katakan saja ya..."
"Un." Tetsuya mengangguk paham walaupun Yuuko tidak dapat melihat gerakan tadi. Setelah itu, langkah-langkah halus perlahan menjauhi pintu kayu—semakin samar saat mereka dengan telaten menuruni satu persatu anak-anak tangga.
Tetsuya bangkit dari posisi berbaring seraya mengusap wajah. Ia kemudian menghirup napas dalam, berharap denyutan di kepalanya bakal sedikit berkurang.
Lagi.
Mimpi yang sama sejak dua bulan terakhir.
Memang tidak secara kontinu, tetapi beberapa hari belakangan, entah kenapa, mereka begitu intens menyerang Tetsuya.
Dan itu bukanlah jenis mimpi biasa.
Tetsuya mengalami semua bagai ia tengah berada dalam dunia nyata.
Ini benar-benar tidak dapat dipercaya...
Dan wajah Tetsuya otomatis memanas secara tiba-tiba sewaktu ia merasakan jejak-jejak basah dan lengket di antara kedua paha.
Uhh.
Lagi.
Terpaksa ia mesti mencuci pakaian sendiri.
Alasan apalagi yang akan Tetsuya buat jika Yuuko menanyakan perihal 'absennya' celana dalam Tetsuya dari keranjang cuci?
Siap-siap saja ia menjadi target untuk dicurigai sepanjang hari.
.
TBC
Note: Haiii, saya balik lagi dengan cerita lain... ^-^ maaf kalau absurd ya... semoga ide-nya mengalir lancar dan ini bisa diselesaikan dengan cepat tanpa terbengkalai... hahaha, en ciao!
