Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi

Cover image © Pixiv Id 2730457


.

Aula konser tenang, beratus pasang mata mencanangkan tatapan pada gerakan para pemain orkestra di panggung. Macam-macam suara berpadu menghasilkan musik penarik takjub.

Termasuk seorang bocah 10 tahun, Midorima Shintarou.

Binar matanya sangat kentara meski tidak sekalipun senyum melengkung. Bahkan panggilan ibu di sampingnya terabaikan. Indra pendengaran dan penglihatannya murni direbut gesekan biola dan selo, tiupan klarinet dan denting piano.

.

.

Satu nada tidak setara menyelinap masuk. Sayup tapi mencolok, perhatian Midorima sampai terjatuh. Kombinasi piano dan biola ikut bergabung bersama, berbeda daripada musik yang sedang mengisi.

Midorima melirik setiap penonton. Tidak ada kasak-kusuk mengenai cacat musik yang ia dengar. Waktu berjalan, para pemain sudah membungkukkan badan, tirai merah diturunkan. Musik itu masih ada sampai Midorima beranjak keluar gedung.


.

.

Usai itu, Midorima kalap. Pemutar CD, kaset bahkan piringan hitam terus bekerja. Berbagai musik-musik klasik, mulai gubahan komposer mendunia sampai yang tanpa kepemilikan, tidak berhenti mengalir dari kamar Midorima. Setiap malam, Midorima memotong waktu istirahatnya untuk menggeledah internet, mencari tahu soal musik misterius.

Sudah dari lama Midorima tuntas mendengarkan setiap musik klasik akibat kegemaran orang tuanya yang rajin menyetel setiap pagi. Midorima jelas tahu perbedaan mana yang bagus dan tidak.

.

Dan musik asing dalam orkestra merupakan musik terindah sepanjang ia hidup.


.

.

Teiko, Midorima membaca papan nama di depan bangunan. Halamannya disesaki murid tahun ajaran baru seperti dirinya. Umur Midorima 15 tahun, belum menghentikan usaha demi menemukan judul dan pencipta musik misterius.

.

Ting. Ting. Ting.

.

.

Nada itu.

Jantung Midorima berdegup, pupilnya melebar. Suara piano.

.

Disusul biola. Persis lima tahun lalu.

Langkah Midorima maju. Makin ke depan, musiknya mengencang. Midorima mempercepat jalannya, memaksa melalui kerumunan orang. Protes mereka diabaikan.

.

Ting. Ting. Ting.

.

.

.

TING.

.

Midorima diam setelah menabrak seorang murid lain.

Tingginya setara pundak Midorima. Rambutnya warna merah, begitupun matanya.

.

TING. TING. TING.

Musik itu berbunyi, keras sekali. Paling keras dibandingkan sebelum-sebelumnya.

.

Murid di depan memandangi Midorima. Tersenyum.

"Kau juga dengar musik itu?"

.


Dua jiwa lengkap. Menjadi satu.


E N D


.

akhirnya kesampaian nulis midoaka setelah lama suka pair ini.

dan kaya biasa, makasih buat yang udah baca.

-adnir-