Summary : Kehampaan di dalam hatinya, bukan keinginannya untuk mempertahankan semua itu. Ia tak ingin bersedih dengan membangun tembok pembatas antara dirinya dan orang-orang. Namun sesuatu tetap membuatnya harus mempertahankan semua rasa sakit itu.

Warning : Sebagian bersar pada chapter 1 tidak akan mengikuti alur DxD.

Dan untuk chapter pertama ini usia Naruto itu 6-7th.

Dan pada chapter satu juga Naruto menerima bidak Kuda dari Rias dan menjadi Iblis.


Chapter 1 : Membuka.

'Ibumu, memutuskan mengorbankan dirinya pada Iblis agar kau tetap hidup...'

Ia tidak mengerti sebuah suara yang mengema di dalam malam yang hitam, mentap ia tidak bisa menemukan lebih jauh apa, siapa yang berada di balik gelapnya jeruji besi ini. Di atas air yang tak bersadar ia mencoba berdiri meski dengan kaki yang gemetar. Tapi ia terjatuh, ketakutan yang keluar saat sepasang mata semerah darah yang menatapnya tajam.

'Aku tidak mengerti apa yang kau katakan. Aku adalah eksistensi terkuat setelah Tiga Dewa Naga yang bodoh, tetapi aku bukan harus tau semua hal, Naruto'

'Begitu...' ia kembali menatap mata merah itu, mencoba berdiri ia mendekati jeruji besi dan menyentuhnya. 'Aku mengerti ...'

Setelah itu ia terjatuh di depan penjara itu, menutup kembali matanya merasakan sakit menjalar di sekitar tubuhnya. Ia hanya bisa merasakan sakit dan menahannya kala itu, mengingat semua yang telah pergi darinya, semua yang hilang tak tergantikan dan tak pernah akan kembali.

Tidak membuka mata, menyadari kesadaran mulai menjauh darinya.


"Kau sudah sadar nak?"

Naruto berusaha bangkit dari tidurnya, namun seseorang menahannya. Dia seorang wanita yang terlihat baik dalam kesan pertama, di belakangnya berdiri seeorang dengan rambut merah panjang menyerupai wanita. Naruto hanya bingung tidak mengerti, karena Ibunya berpesan agar rambut pria itu tidak boleh terlalu panjang. Standar rambut yang di wajibkan oleh ibunya adalah seperti rambut ayahnya yang telah meninggal-

Tidak, ibunya juga telah meninggalkannya. Ia sendiri, untuk saat ini dan selamanya.

"Ada apa?" wanita itu bertanya dengan nada yang lembut di dengar.

Namun ia hanya mengeleng pelan dang meremas selimutnya, meski terdengar sama... meski suara itu terdengar dengan nada lembut yang sama dengan nada yang sering di ucapkan ibunya. Namun ia sadar bahwa wanita itu bukan ibunya, tubuhnya bergetar namun ia berusaha sebisa mungkin untuk tidak mengeluarkan suara tagis. Ibunya telah berpesan bahwa laki-laki harus kuat, ibunya tidak mengatakan lebih lanjut bagaimana harus menjadi kuat. Namun ia yakin bahwa tidak menangis adalah salah satu caranya.

Wanita itu diam melihat anak kecil yang dia selamatkan terdiam dengan tubuh yang bergetar, kesedihan yang sangat jelas dia rasakan bersumber dari anak kecil ini. Saat air mata anak itu berjatuhan dan membasahi selimut, dia menyadari bahwa anak itu telah menangis tanpa suara. Membuatnya memeluk tubuh kecil itu atas dasar dari perasaan seorang ibu.

"Jangan bersedih, kau boleh anggap aku sebagai Ibu bagimu."

Namun tidak ada balasan apapun dari anak itu.

"Kau boleh memanggilku ibu-mu."

Tetap balasan yang dia harapkan tidak pernah ada, hanya ada air mata... sebuah tangisan tanpa suara yang terjadi di dalam kamar itu.

Laki-laki itu berdiri di belakang istrinya, mata yang melihat bagaimana istrinya mendekap lembut anak manusia yang dia selamatkan. Dia tidak akan berkomentar lebih, tetapi istrinya mungkin akan mengadopsi anak tersebut setelahnya. Dia tidak masalah, dia tidak mempermasalahkannya...


"Oni-chan.." gadis itu menatap kakaknya setelah selesai mengintip dari cela pintu untuk apa yang dia lihat.

"Ya, Rias-chan?" sebuah suara dengan nada yang ane dengan cepat membalasnya.

Rias mengabaikana bagaiamana cara kakaknya membalas, lagi pula dia menyukai itu. Gadis kecil itu kembali melihat dari cela pintu dan mendapati bahawa anak laki-laki itu tengah di peluk oleh ibunya, dia tidak mengerti namun yang pasti tidak ada rasa cemburu di dalam hatinya.

"Kau menyukainya Rias-chan?" kakaknya kembali bersuara, Rias menoleh kepada kakaknya dan mendapati bahwa tangan kakaknya telah menepuk pelan kepalanaya.

Ia tidak memprotes untuk hal itu, bagaimanapun ia menyukai saat kakaknya mengelus kepalanya.

"Aku tidak tau, Oni-chan." dia menatap dan menemukan perasaan bahwa anak laki-laki itu seperti 'Sendiri'. "Dia seperti terlihat sendiri."

Namun kakaknya hanya tersenyum. "Kalau begitu, buat dia tidak merasa sendiri lagi. Buat dia merasa bahwa kita ada di sampingnya."

Rias menganggukkan kepalanya, namun setelahnya dia menunjukkan wajah tidak mengerti. "Tapi, bagaimana caranya Oni-chan?"

Namun dia tidak mendapat jawaban, gadis itu hanya melihat kakaknya menjajarkan tinggi dengannya dan tersenyum. "Bertemanlah dengannya."


Dan setahun berlalu.

Rias berlari dan melompat dengan penuh semangat, gadis itu menciptakan lingkaran sihir kecil dan mulai melempar energi sihir kepada sasaran yang ada. Terdengar bunyi ledakan setelahnya. Namun Rias terlihat kecewa saat mengetahui bahwa serangannya tidak ada yang tepat mengenai sasaran, dia kembali menciptakan lingkaran sihir. Terdiam sebentar pikirannya melayang menuju seminggu yang lalu saat Naruto yang di latih oleh Tou-chan melempar semua pisau kecil yang di siapkan khusus untuknya tepat sasaran.

Rias melihat semua dengan kagum, bagaimana Naruto mengenai semuanya. Bahkan Naruto sanggup mengenai sasaran yang berada dalam titik butanya.

Dan kembali ke kesadaran. Rias merasakan energi mulai keluar dari lingkaran sihir itu, dia mencoba serius dan setelah cukup gadis itu melompat tinggi dan mulai melempar bola energi itu. Dia melempar, dan bola itu melayang cepat dan meledak. Rias tersenyum riang meski dari semua lemparan hanya satu yang mengenai sasaran itu sudah menyenangkan hati kecilnya, dia ingin terawa rasanya tetapi saat menyadari bahwa dia telah melompat terlalu tinggi. Gadis itu mulai kehilangan kepercayaan dirinya.

Beberapa maid berteriak khawatir saat Rias tidak mampu mempertahankan posisinya dan mulai melayang jatuh. Beberapa pengawal berniat berlari dan mengejar untuk menangkap tubuh kecil pewaris Gremory itu. Tapi... semua terhenti saat Nona muda meraka telah menghilang tepat di depan mata mereka.

.

.

.

.

.

Rias menutup matanya takut, untuk sesaat teriakkan terdengar penuh khekawatiran dari para maid dan kepakan sayap para pengawal yang berusaha menangkapnya. Tapi dalam detik, dia menyadari bahwa dia telah berada dalam pelukan. Rias membuka mata dan menemukan dirinya telah berada di atas cabang pohon yang tidak jauh di tempat dia berlatih, menyadari Naruto telah datang dan menyelamatkannya.

"Rias, kamu tidak apa-apa?" suara dari Naruto yang terdengar khawatir.

Rias menggeleng cepat menjawab pertanyaan itu. Dan mereka mengambang, Naruto turun dari cabang pohon itu segera. Melepaskan pelukan Naruto menatap gadis itu dalam diam, ia melihat beberapa Maid yang mulai menuju ke arah mereka. Ia menarap gadis itu yang terlihat tidak khawatir dengan apa yang baru saja terjadi, tersenyum lugu ke arahanya seperti tidak terjadi apa-apa ... tersenyum lugu sebagaimana dia seharusnya. Keluguan yang akan selalu di jaga oleh Naruto.

Sebuah janji munafik yang dibuat oleh dirinya sendiri.

"Jangan lakukan itu lagi, Rias." Naruto mengelus kepala itu, melakukan apa yang sering dia perhatikan dari Sirzechs, kakak angkatnya. "Chichiue-sama, dan Hahaue-sama akan sedih mengetahui bila kamu terluka."

Rias menikmati sentuhan Naruto, tapi saat dia mendengar kalimat selanjutnya gadis itu membuka mata dan menatap Naruto dengan cemberut. "Hu uh."

"Aku hanya ingin menjadi kuat seperti dirimu." Rias menceritakan bagaimana perasaannya jujur di hadapan Naruto. Anak lelaki itu hanya diam menjadi pendengar yang baik, beberapa Maid yang datang hanya bisa tertawa kecil mendengarnya. Gadis kecil itu bercerita dan mulai membuat beberapa gerakan aneh, tentu saja Naruto menghentikan beberapa gerakan berbahaya dari Rias. "Lalu aku akan mengumpulkan Anggota Keluarga sendiri dan akan memenangkan Rating Game."

"Tentu kamu akan memenangkannya, Rias." Naruto tersenyum kecil, masih dengan mata yang sama yang menatap Rias setahun yang lalu. "Aku percaya..."

"Tentu, Narutokan, akan ada selalu di sampingku." Rias tersenyum dan memeluk anak lelaki itu bahagia.

Dan Naruto tidak menolak pelukan itu, tidak pula meresponnya. Ia hanya diam, menatap langit mendung yang terhalangi helaian rambut merah indah yang mengambang.

"Tentu, aku akan selalu ada di sampingmu." Naruto melepaskan pelukan itu, gadis merah itu terlihat kecewa namun bukan masalah besar untuk Naruto. "Karena itu, tidak perlu tergesah-gesah untuk menjadi kuat."

"Tidak perlu memaksakan diri, perlahan saja."

Rias menatap Naruto tidak mengerti. "Kenapa?"

"Karena aku telah kuat, dan karena aku kuat aku sendiri sudah cukup untuk melindungimu."

Rias tidak terlihat puas, namun pada akhirnya dia hanya menyetujuui apa yang di ucapkan Naruto. "Hmm.. baiklah Naruto, aku tidak akan memaksakan diri ku lagi."

"Tapi aku tidak ingin lebih lemah dari pada Sona."

Dan Naruto tersenyum untuk itu. "Aku mengerti."

Dan percakapan singkat yang belalu setelah itu.

Rias seperti melupakan janjinya untuk tidak memaksakan diri, kembali membicarakan bagaiaman Naruto bisa menjadi kuat dan bagaimana dia bisa sekuat Naruto. Naruto menaikan alis mengingat bagaimana cepatnya gadis itu melupakan janjinya dan mengalihkan topik tentang apa yang terjadi di sekolah bangsawan kemarin, mengingat sekarang adalah waktu libur bagi bangsawan.

Gadis lugu itu tidak menyadari bagaimana Naruto telah mengalihkan topik pembicaraan dan dengan semangat menceritakan apa yang terjadi di kelas hari kemarin.

"Hu uh, aku merasa yang paling bodoh di kelas." Rias cemberut dan mengenggam ujung roknya, sebuah kebiasaan yang sangat familiar di mata Naruto saat ada hal yang tidak enak di rasakan gadis itu. "Dia-Sona, tidak sepertiku, dia seakan bisa mengetahui semuanya, para Guru membicarakannya dengan bangga. Tapi pada saat giliranku aku tidak bisa menjawab hampir semua soal yang ada... aku mengatakan dengan keras bahwa aku adalah pesaingnya, tapi melihat kami di kelas aku merasa..."

Naruto menpuk pundak Rias pelan, membuat gadis itu berhenti bicara. "Tidak masalah," Naruto tersenyum. "Aku akan mengajarimu semuanya.."

"Benarkah? Tapi Naruto, kamu tidak sekolahkan?"

Sekolah itu khusus untuk kalangan bangsawan, rakyat jelata tidak akan mendapatkan hak tersebut. Meski Naruto adalah anak angkat dari keluarga Gremory, sekolah para bangsawan bukanlah sesuatu yang dapat dia miliki.

"Jangan meremehkanku, Nii-sama sudah mengajarkan banyak hal padaku meski aku tidak menempuh pendidikan apapun."

"Aku mengerti, baiklah nanti ajari aku yang kamu tau."

"Tidak masalah."

Beberapa Maid datang membawakan cemilan dan teh untuk mereka, Rias menerima semua itu dengan senang hati. Meski langit mekai tidak pernah secerah Dunia manusia, namun merasakan cemilan dan teh adalah hal yang istimewa. Mengikuti gaya Manusia sedang menjadi tren di Dunia mekai setelah perang saudara berakhir.

Setidaknya itu yang diketahui Naruto.

"Ojou-sama, Sona-sama datang untuk menemui anda." Seorang Maid datang menemuinya untuk memberi kabar kedatangan Sona. Untuk sejenak Rias melupakan Naruto dan mulai berdiri untuk menyambut kedatangan Sona.

"Naruto ayo.." Namun saat gadis itu berbalik dia tidak menemukan Naruto disana, tidak ada apa-apa di sana. Tidak ada Naruto, dia... seakan tidak pernah ada di sana.

Dan hanya sebuah surat kecil yang menunjukkan bahwa pernah ada di sana. Rias mengambil surat itu dan membacanya dengan cemberut, tapi dengan cepat gadis kecil itu menyimpan surat itu dan berlari menuju gerbang utama.


Sebuah belati jatuh dari ketiadaan, dan Naruto muncul setelah itu. Di puncak menara kasti Gremory mata yang telah mendapat kemampuan dari Iblis melihat segalanya, di atas menara ia melihat Rias yang berlari menuju Sona di halaman utama kastil Gremory.

Sitri dan Gremory adalah sekutu yang baik, persahabatan dua ahli waris adalah hal yang seharusnya di jaga sebagaimana yang dilakukan oleh generasi sebelumnya.

Naruto menutup mata mencoba merasakan gelap saat ia menutup mata, banyak yang berubah setelah pertemuan itu. Mencoba mempertahankan apa yang dulu membenuk dirinya, meskipun itu tidak mungkin lagi setelah ia menjadi Iblis. Mengapdi kepada keluarga yang menyelamatkannya, dan akan selalu melindungi satu-satunya harta yang keluarga ini miliki.

Harta yang keluarga ini miliki.

Sesuatu yang sejak melihatnya pertamakali, membuat seorang Naruto Gremory mengucapkan sebuah sumpah yang sebetulnya hanya omong kosong belaka.

Rias Gremory.

Meski Ayah dan Ibu angkatnya tidak meminta.

Tetapi ia akan melindunginya, atas keegoisannya sendiri... sesuai pesan ibunya. 'Jangan menjadi jahat, jika seseorang berbuat jahat padamu, balas mereka dengan kabaikan. Jika mereka baik padamu, balas mereka dengan kebaikan yang lebih.'

Kedewasaan yang tidak datang pada waktunya, semua kalimat lugu dari ibunya yang tetap ia tanam di hati. Tidak berubah, tidak akan pernah melupakan walau ia bukan manusia lagi.

"Naruto-kun."

Pupil mata Naruto melebar, menoleh ia menemukan seorang pria yang telah duduk di sampingnya. Pria itu ayah angkatnya juga melihat kebawah, ikut menyasikan interaksi Sona dan Rias.

Naruto berdiri memberi hormat dengan cepat, namun gerakan pria itu lebih cepat darinya. Bukan gerakannya, tetapi tekanan yang diberikan pria itu untuk menahan gerakkannya.

"Chichiue-sama.."

"Huh.. padahal aku berharap kau memanggilku, Otou-chan Naruto. Seperti Rias memanggilku." Zeoticus berbicara dengan ekspresi muram di wajah, pria itu memandang Naruto seperti terluka. Namun semua berhenti saat tidak melihat ekspresi lain yang di tunjukkan Naruto selain rasa hormat. "Aku tidak bercanda dengan apa yang aku minta."

"Aku..." Naruto menunduk tidak melihat wajah dari orang yang sangat ia hormati itu. "... akan mencoba."

"Ya.. hanya kami, keluarga mu yang mengerti seberapa baik dirimu ini nak."

"Terimakasih, Chichiue-sama."

Zeoticus terdiam, menatap anak Manusia yang dia angkat menjadi angota keluarganya. Dia tersenyum "Panggil aku Otou-chan.."

"Aku akan mencoba.."

Wajah pria itu berkedut, menyadari bahwa percakapan dengan anaknya ini menjadi berputar.

"Bagaimana perkembangan Rias."

Ekspresi Naruto tidak berubah dari kekosongannya, meski hanya sebuah topik usang. Mengatahui bagaimana ayahnya sangat mengetahui segala hal tentang Rias, namun mulut tetap terbuka untuk menjawab. "Cukup baik," Naruto tersenyum, sebuah teriakkan nyaring terdengar dari bawah. "Rias menunjukkan perkembangan yang baik, cukup berkembang cepat untuk anak seusianya. Aku hanya memintanya untuk tidak memaksakan diri ... sesuatu yang tergesa-gesa tidak akan menghasilkan hal yang baik.

Sebuah pedang harus di tempa secara perlahan jika menginginkan hasil yang baik."

"Tidak seperti yang Tou-chan lihat, kamu tidak seperti itu." Zeoticus memandang anak angkatnya itu, lebih jauh pria itu memandang mata biru anak angkatnya yang kusam. "Kamu selalu tergesah-gesah dalam semua hal."

"Karena aku harus menjadi kuat." Zeoticus terdiam menatap anak itu, mencoba membiarkan Naruto melanjutkan kalimatnya. "Untuk melindungi apa yang saat ini aku miliki, untuk melindungi keluarga ini, untuk melindungi Rias."

Naruto tidak menatap pria itu, tidak menatap seorang 'Ayah' yang lebih dari setahun ini telah merawatnya. Hingga sebuah elusan pelan di kepala mengalihkan perhatiannya.

"Jangan mengucapkan hal itu, bagaiamanpun kau adalah anak dari keluarga Gremory." Zeoticus mendekap anak itu, meski dia tau Naruto tidak akan membalas. Namun iya yakin Naruto akan menerima mereka. "Kami cukup dan sangat kuat untuk melindungi anak-anak kami, jadi jangan memaksakan diri."

Naruto terdiam dalam pelukan itu, ia tidak menatap kearah wajah Ayahnya. "Apa itu sebuah perintah?"

Ia ingin menjadi kuat untuk melindungi semua, cukup kuat untuk mencengah hal yang sama terulang kembali. Lalu kenapa?

"Tidak, ini sebuah permohonan dari orang tuamu."

"Akan aku coba..." meski ragu, Naruto tetap berkata untuk menuruti. Ibu mengatakan ia harus menjadi anak yang patuh pada perintah. "Chichiue-sama.."

"Panggil aku Otou-chan, ok."

"Aku, akan mencoba..."


Don't tell me anything di sini, halo semua. (hormat-hormat)

sebelumnya terimakasih buat sudah baca ffn ini, mungkin banyak yang tidak mengerti atau terkesan ngaco karena ini bukan mengambil alur canon dari dxd sendiri. Don't tell me anything meminta maaf untuk itu.

untuk segala typo dan keanehan cerita Don't tell me anything meminta maaf sekali lagi untuk itu, bagaimanapun ffn ini hanya di bikin dalam waktu 30 menit. jadi hanya sebuah ide yang tiba-tiba muncul tanpa ada konsep yang jelas seperti penulis yang lain.

Jadi tolong di nikmati, bagaimana cerita ini akan mengalir.

segala saran dan kritikkannya sangat Don't tell me anything nanti.