Pagi itu ketika aku sedang berjalan menuju kantor divisi enam, aku melihat Hitsugaya sedang mengobrol dengan Rukia. Ketika berjalan melewati mereka, Rukia menyapaku.

"Ingin bertemu Nii-sama?" tanyanya dengan tenang.

"Ya" jawabku datar. Walaupun Rukia menyapaku dengan ramah, tetapi tidak dengan Hitsugaya. Mungkinkah ia masih marah padaku atas insiden kemarin.


Malam itu ketika aku sedang mengerjakan paperwork yang menumpuk, tiba-tiba saja Hitsugaya masuk ke ruanganku. Hitsugaya langsung menghampiriku dan melingkarkan kedua tangannya di bahuku.

"Istirahatlah Momo." katanya. Namun aku menolak dengan alasan bahwa pekerjaan ini harus diselesaikan sekarang juga.

"Kau harus istirahat Momo." katanya lagi. Ia memang selalu perhatian padaku, tentu saja karena ia adalah kekasihku.

"Shiro-chan, kalau kau lelah tidur saja duluan." kataku. Hitsugaya menghela nafas. Ia lalu melepaskan pelukannya.

"Baiklah aku akan menemanimu." kata Hitsugaya yang lalu menghampiri sofa yang terletak di dekat meja kerjaku.

Aku tahu ia begitu mengkhawatirkanku. Kadang perhatiannya begitu berlebihan dan itu membuatku tidak enak hati. Apalagi pandangan shinigami-shinigami lain sering berfikir bahwa aku memanfaatkannya.

"Shiro-chan tidur saja." kataku bersikeras. Hitsugaya merasa heran denganku yang bersikeras menyuruhnya untuk istirahat. Karena biasanya aku selalu senang jika ia menemaniku.

"Tataplah aku Momo." Kata Hitsugaya dengan lembutnya. Bibirnya perlahan menyentuh bibirku. Aku menutup mataku.

"Ai shiteru Momo."

"Ada apa?" tanyanya. Aku bangkit dari tempatku berada dan menghampirinya. Aku duduk di sampingnya.

"Aku tidak apa-apa kok." jawabku sambil tersenyum.

"Kau bohong." katanya. Ia mendekatkan wajahnya ke wajahku. Jantungku pun berdebar kencang.

"Jangaaan" teriakku sambil mendorong tubuh Hitsugaya agar menjauh dariku.

"Pokoknya kau pergi saja." tanpa sadar aku mengucapkan kata-kata yang telah menyakiti hatinya. Aku tidak berani menatapnya. Aku tau ia pasti sangat kecewa mendengarnya.

"Baiklah kalau itu maumu." Katanya pelan. Ia langsung bangkit dari duduknya dan menuju keluar. Aku memanggil-manggilnya, namun ia tidak mempedulikanku dan terus melangkahkan kakinya.


"Aku harus menemui Byakuya-taicho segera." kataku. Aku langsung pergi tanpa menunggu jawaban dari Rukia.

Aku sudah tidak tahan melihat wajah Hitsugaya. Jika melihatnya, aku akan merasa semakin bersalah padanya. Aku sudah mencoba untuk meminta maaf padanya, namun ia sama sekali tidak mau mendengarkanku. Apa yang harus aku perbuat?


Ketika angin berhembus, aku merasakan dingin. Bukan karena udara malam ini, tapi aku merasa hatiku dingin jika Hitsugaya tidak ada bersamaku. Aku semakin menyadari bahwa aku sangat mencintainya.

"Aku merindukanmu." gumamku. Aku terduduk di atas rumput yang hijau. Malam ini cahaya bulan terasa sangat terang.

"Merindukan siapa?" tanya seseorang yang berdiri di belakangku. Aku langsung menengok ke arah suara itu.

oh, betapa terkejutnya aku ketika orang yang ku cintai sedang berdiri tepat di hadapanku. Aku langsung bangkit dari dudukku dan menghampiri Hitsugaya lalu memeluknya.

"Gomenasai." kataku. Walaupun tidak melihat wajahnya, aku tahu bahwa ia sedang tersenyum.

"Tidak apa-apa, aku sudah tahu semuanya dari Rukia." jelasnya. Aku tidak menyangka bahwa ia akan mengatakan hal ini.

Ia lalu melepaskan pelukanku dan melingkarkan tangannya di wajahnya mendekati wajahku. Aku mencoba menundukkan wajahku, namun tangan Hitsugaya menyentuh daguku dan membuatku menatap sepasang mata emerald itu.

"Tataplah aku Momo." kata Hitsugaya dengan lembutnya. Perlahan bibirnya menyentuh bibirku dengan lembut. Aku menutup mataku.

"Ai shiteru Momo." kata Hitsugaya.

"Ai shiteru mo, Shiro-chan" jawabku dengan wajah yang memerah.

OWARI