Mayonice08

Missing Piece

Sequel Of 'Leaving' Fic

Broken!Haehyuk

Romance, Slight!Angsty

.

.

Donghae tahu, semuanya sudah terlambat.

Pertemuannya kembali dengan Eunhyuk takkan mengubah apapun.

Termasuk sakit yang ada dihatinya…

.

.

A/n: setelah memikirkan ff ini sampai bertahun-tahun hingga menjamur. Kuputuskan untuk melanjutkannya. Well, ternyata buat ngelanjuitin ff ini nggak gampang. Apalagi mengingat cara penulisanku pas awal bikin ff dengan sekarang ada yang berubah. Alhasil, aku edit beberapa bagian dari awal, biar pas nulis dapet feel-nya lagi.

.

Part 1

.

.

Donghae pov.

.

.

Suara deru mesin mobil itu berhenti. Seketika senyap kembali mengusik. Aku menghentikan laju mobilku. Menginjakkan kakiku pada rem dengan kencang. Seolah tak perduli pada tubuhku yang terpelanting ke depan saat benda beroda empat ini berhenti tiba-tiba. Ah, ucapkan terimakasih pada seatbelt yang menyelamatkan tubuhku agar tak terbentur terlalu keras pada stir mobil.

Nafasku memburu. Namun, terasa begitu berat ketika aku menarik nafas, kemudian menghembuskannya perlahan.

Aku mampu merasakan hampa di setiap helaan nafasku. Merasa ada yang 'hilang' setiap detiknya. Jika pada awalnya kau terlalu bodoh dan naïf untuk mengetahui penyebab semuanya. Saat ini, jelas-jelas sekarang aku tahu alasannya apa.

Tanganku beralih dari stir mobil menuju seatbelt, melepaskan seatbelt yang mengkungkung tubuhku. Setelahnya, kusandarkan punggung ini pada kursi mobil.

Aku merogoh saku celana jins hitam yang tengah kukenakan. Mencari kotak coklat kecil yang sebelumnya kusimpan di sakuku. Tanganku meraih kotak coklat itu. Membukanya pelan, lalu mengeluarkan satu puntung rokok.

Manikku menatap satu puntung rokok itu. Lalu, menyelipkan rokok tersebut diantara jemariku. Mengarahkannya kemulutku setelah menyulut ujungnya dengan api. Aku mampu merasakan nikotin dan bahan-bahan lain yang terdapat di dalam rokok tersebut kala aku menghisapnya. Membiarkan nikotin dan bahan lainnya menyebar ke dalam paru-paruku.

Rokok. Ia menjadi tempat pelarianku semenjak semua hal terjadi. Aku tahu segalanya terasa membosankan. Bahkan setiap kepulan asap rokok ini, semuanya tak lagi menenangkanku. Terasa sudah tak mampu membuatku melupakan 'dirinya' sejenak.

Pikiranku sudah kacau semenjak ia pergi. Kepergian seseorang atas kebodohanku.

Aku pernah berpikir untuk melakukan tindakan bodoh yang lainnya. Melakukan hal lain yang mampu menghapus barang sejenak tentang dirinya dalam pikiran. Namun, aku tak mampu. Pernah terbersit untuk berhubungan dengan puluhan wanita di luaran sana, agar bisa melupakan 'dia'.

Hanya saja, sebelum mampu melakukan hal itu.

Hatiku lumpuh perlahan. Terasa sakit. Tak bisa, hatiku bahkan tak mengizinkan untuk melakukannya. Terlalu sayang dan setia pada seseorang yang telah pergi itu. Untuk berkhianat pun, aku tak mampu.

Berapa lama berlalu semenjak ia pergi?

Aku lupa memandang kalender. Mengecek berapa lama kepergiannya. Namun, jejak dingin ketika ia beranjak pergi masih terasa di hati. Mungkin, kali ini sudah menginjak tahun ke-enam. Enam tahun, ketika sosoknya lenyap dari hidupku.

Teriakan yang keluar dari mulutku masih jelas berputar. Teriakan dan umpatan itu. Semuanya masih menghantui-ku. Semuanya terjadi di hari itu, hari dimana ia pergi. Hari dimana aku membentaknya dan mengusirnya adalah hari terakhir saat aku masih bisa melihatnya.

Aku terlalu pengecut. Si pengecut yang bodoh. Dia, sosok yang berharga di hidupku. tak bisa, bahkan sedetik pun aku tak mampu menyalahkannya. Ia sedikitpun tak bersalah dengan semua ini.

Kepergiannya, semua terjadi karena tingkah pengecut dan kekanakan-ku. Ini semua adalah kebodohanku. Ketololanku yang menyuruhnya lenyap.

Klise lagi. Ketika ia telah pergi. Aku baru menyadari berbagai hal. Kepergiannya seolah menghantam hidupku telak. Sampai aku tersadar, dengan perginya sama saja dengan perginya satu kepingan yang membuat hatiku tak lagi lengkap.

Aku merasa ada yang 'hilang'.

Bagian dalam diriku yang menghilang. Kepingan yang membuat diriku utuh leyap, meninggalkan lubang yang membuatku merindu untuk merasakan 'penuh' lagi. Merasa lengkap kala dia masih di sisi, terjangkau dalam penglihatan dan pendengaranku.

Kau tahu apa yang membuatku semakin merasa bodoh dan hancur?

Dia.

Lee Eunhyuk.

Dia menghilang dan tak pernah kembali.

.

.

Aku menatap jalanan di hadapanku. Jalanan yang lenggang di sebuah kota kecil di pinggiran distrik Pusan. Entah mengapa aku tergerak menyetir hingga ke tempat ini, meninggalkan Seoul dan keramaiannya.

Semenjak hari itu. Sudah menjadi kebiasaanku jika aku menyetir tanpa arah. Setiap akhir pekan, kuhabiskan waktuku untuk menyusuri setiap sudut Korea Selatan. Setelah kepergian Eunhyuk, aku tak pernah punya waktu untuk bersenang-senang di Seoul. Nyaris semua waktuku kubiarkan tenggelam untuk memikirkannya.

Yang mampu membuatku untuk terus melanjutkan hidup adalah dorongan dari Ayah, Ibu serta Hyung-ku. Dari mereka, aku masih punya semangat untuk menyelesaikan studi-ku. Hingga aku lulus dengan gelar sarjana dua tahun yang lalu.

Aku bagai robot. Terbangun ketika pagi, bergerak untuk berangkat kerja. Pulang sore dan berdiam di rumah. Hingga malam datang, bergelung di atas ranjang. Memikirkan Eunhyuk, berulang-ulang.

Aku memang menghabiskan hidupku selalu memikirkan Eunhyuk. Namun, aku tetap berjuang demi hidupku. Jika, suatu saat nanti takdir berpihak padaku dan aku mampu bertemu dengan dirinya lagi. Setidaknya, ya setidaknya, dia mau memandangku kembali. Aku kacau, namun aku tak menyerah pada hidupku.

Aku masih ingat betul hari dimana Lee Eunhyuk memilih menuruti keinginanku. Hari dimana Eunhyuk memilih pergi dan lenyap dari hidupku. Setiap detailnya. Bagai adegan yang berputar lambat dalam memori otakku, kejadian hari itu terus berulang.

Eunhyuk meninggalkan satu benda konkret yang masih aku simpan sampai saat ini. sebuah kotak biru. Peninggalan darinya, yang ia berikan kepadaku lewat tangan Kyuhyun. Puluhan kali aku membaca secarik kertas yang ada di dalam kotak itu. Berbaris kalimat yang Eunhyuk ucapkan. Barisan kalimat yang selama ini ingin ia ungkapkan kepadaku. Barisan kalimat itu, mampu menyadarkan kebodohanku. Ego-ku dan harga diriku yang begitu kujunjung tinggi.

Penyesalan selalu datang belakangan, bukan?

Sesal-ku datang. Semuanya terlambat. Disaat aku sadar jika penolakan yang selama ini kubuat dihadapannya itu hanya kebohongan belaka. Eunhyuk terlanjur menghilang. Meninggalkanku sendiri terpuruk dengan semua hal yang terjadi karena kebodohanku. Aku bahkan tak dapat menemukan jejak langkahnya lagi.

Kau tahu apa lelucon yang paling menyakitkan?

Sejujurnya. Hatiku tak pernah berkhianat.

Aku mencintai Lee Eunhyuk.

Hal yang kusadari sesaat ketika dirinya lenyap. Hatiku tak pernah berkhianat. Ia sudah terikat pada Eunhyuk semenjak Eunhyuk hadir pertama kali dalam hidupku.

Aku dan Eunhyuk. Kami sama. Aku memiliki perasaan yang sama padanya. Dia mengatakan mencintaku, aku pun merasakannya juga. Mencintainya. Yang berbeda pada diri kamu, Lee Eunhyuk lembut dan tulus bak malaikat, sedang aku Lee Donghae yang kasar dan selalu membohongi perasaannya sendiri, Lee Donghae yang terlalu pengecut untuk mengakui jika ia mencintai seorang namja yang begitu baik dan rapuh.

Bisakah waktu berputar mundur?

Atau mungkin time turner yang pernah digunakan Harry Potter itu ada. Ingin rasanya aku pinjam, dan membalikkan waktu. Kembali ke hari pertama aku bertemu dengannya. Mengulang semuanya, tanpa ada kepura-puraan dariku. Tanpa menutupi perasaan cintaku kepada Eunhyuk.

Karna sejujurnya aku akan memohon Eunhyuk untuk tetap di sisiku. Takkan kubiarkan mulutku dan perilaku-ku membuat mata indahnya itu menitikkan air mata. Takkan kubiarkan jika kepengecutanku membawanya merasakan perih yang mendalam.

Jika saja bisa, aku ingin memeluk Eunhyuk. Menggenggamnya dan takkan pernah melepaskannya.

Tapi, apakah Eunhyuk yang sekarang masih memiliki rasa yang sama padaku? Setelah semua yang kulakukan terhadapnya. Aku sadar jika aku tak pantas untuk bersanding dengannya.

Tak pernah pantas untuk bersanding dengan seorang malaikat sepertinya.

.

.

Eunhyuk-ah…

Sedang apa kau disana?

Aku tak tahu kau sedang dimana sekarang.

Aku juga tak tahu apa yang sedang kau lakukan sekarang.

Yang pasti, saat ini kau dan aku ada di bawah langit yang sama, bukan?

Satu permohonanku.

Bisakah kau kembali ke sisiku?

Bisakah kau kembali menjadi malaikat yang tersenyum manis padaku.

Lewat awan yang menggantung indah di hamparan biru itu.

Aku ingin membuat pengakuan.

Tanpa paksaan dan harapan.

Aku ingin mengaku.

Aku mencintaimu, Lee Eunhyuk.

Sangat mencintaimu.

.

.

.

Kalau di format dulu, ini masuk prolog. Tapi aku ganti langsung part 1. Republish part 1. Semoga suka.

Dan terimakasih untuk :

Diitactorlove, VhiaIP, Kaguya, YeHyuk EunHae, ShinNa Daniel, nyukkunyuk,

Anchovy, Aoi, ressijewelll, Chwyn, anafishy, HaEHyuk, WONKYU FRVR,

Kim Minra1709, Ryu, BLUEFIRE0805, Han RanRan, Donghaetha,

Eunhyukkie's, Han Eun Kyo, Sofi, Hyukieyes, lili, mysashy, Brigitta Bukan Brigittiw, shin ahra, kyumin lovers.

Yang dulu pernah review pada chapter 1. Semoga kalian berkenan kembali membaca ff ini hug hug.