Everyoneee~
This is the revised version of Everything I Own, and it's purely written of my imagination
It's basically made of a song with same title, as I recalled it correctly, performed by Vanessa Hudgens as a soundtrack of a movie called Bandslam.
But, due to some reason here and there, it turns out to being like this one.
Disclaimer: Hunter x Hunter and all its characters belongs to Yoshihiro Togashi sensei
Rating: T, for possible swearing
Genre: Friendship, Adventure, Angst, Hurt/Comfort, etc
Warning: OOC-ness, Female Kurapika, Canon, Typos, etc
Remember, this is not exactly like the English one
No free silent reader, pay with a review
Everything I Own: 2012
CHAPTER 1—Explosion
[Kurapika's POV]
Tidak ada hari yang bisa lebih buruk dari hari ini.
Disinilah aku, dalam sebuah pertarungan dengan seseorang yang sudah lama kunantikan untuk bisa bertarung denganku, akhirnya, setelah penantian yang begitu panjang, aku bisa bertarung dengannya secara fair, tanpa ada pengganggu dan gangguan sama sekali.
Agaknya aku sedikit berpikir mengapa aku masih bisa bertahan sampai detik ini dan bagaimana caranya ia bisa menemukan dan bertarung denganku seperti ini, padahal beberapa bulan sebelumnya, ia terbelenggu, dan akulah yang membuatnya terbelenggu seperti itu.
Jujur saja, saat ini aku bahkan tidak tahu harus bagaimana, apakah aku harus bersyukur pada Tuhan karena telah mengizinkan pertarungan ini terjadi dan membantuku bertahan hingga detik ini, atau justru aku harus merutuki nasib karena sepertinya akulah yang saat ini posisinya tersudut.
Kami sudah seperti ini sejak pagi, dan aku tidak tahu bagaimana caranya aku bisa bertahan untuk tidak mendapatkan luka yang fatal hingga saat ini, okay, itu semua adalah karena kemampuan Holy Chain-ku dan mungkin kekuatanku sendiri, kurasa.
Tetapi keadaannya juga tidak begitu buruk, ia hanya mendapat beberapa luka yang kurasa bukan masalah besar buatnya.
Dia juga tetap terlihat tenang dalam pertarungan ini, yang amat sangat kubenci, tak ada keraguan soal itu.
Tempat ini pasti akan berantakan, aku tahu itu, karena jelas sudah terlihat buktinya, meskipun sebenarnya aku memilih tempat ini juga karena ini adalah tempat yang terabaikan dan tak berpenghuni sehingga aku tidak perlu khawatir akan adanya manusia tak berdosa yang lewat disekitar sini dan terkena dampak pertarungan kami, tapi sepertinya keadaan alam ditempat ini begitu kokoh sehingga cukup kuat untuk tidak runtuh setelah kami menggunakannya untuk bertarung sampai detik ini, dan kurasa setelah ini aku harus lebih fokus pada pertarungan ini, atau dia akan berada diatas angin, ya, suatu keadaan yang sangat kuhindari.
Saat aku tengah berusaha untuk menghabisi pria dihadapanku ini, ia melihatku dan aku bisa melihat sebuah tawa kecil yang kuanggap sebagai penghinaan terhadapku,
"Kenapa kau tertawa? Ada yang lucu?", desisku penuh emosi sambil melemparkan death glare padanya pemuda itu,
"Kau, apa kau benar-benar berpikir kau bisa mengalahkanku? Benar-benar pikiran yang naïf dan menghibur", katanya tenang, atau harus kubilang dingin dan tanpa emosi, aku tidak tahu, tapi yang jelas hal ini tentu membuat emosiku lebih naik lagi,
"Menghibur? Sebaiknya kau jaga mulutmu atau itu akan menjadi kata-kata terakhirmu", kataku penuh emosi sembari menjaga jarak diantara kami sampai beberapa meter, hanya untuk berjaga-jaga,
"Kata-kata terakhir? Sepertinya aku mendengar hal yang sama darimu beberapa waktu yang lalu, namun sampai hari ini, kau sepertinya tidak mampu melakukan sesuatu untuk itu, kasihan", katanya dengan nada dingin lagi, yang jelas membuatku kesal, dan dari caranya berbicara, sudah tergambar dengan jelas sekali kalau ia sedang mempermainkanku, dan bersenang-senang atas permainannya, yang tentunya sangat aku benci.
Matahari tampaknya mulai tergelincir ke ufuk barat dan aku menjadi lebih kesal melihatnya, kami sudah bertarung hampir seharian dan sampai saat ini kami berdua masih sama-sama berdiri dan akulah yang berada dalam posisi yang kurang menguntungkan, dengan segala luka dan rasa lelah yang begitu hebat, sedang dia, ironisnya, hanya mendapat beberapa luka ringan dan tidak tampak lelah sama sekali.
"Hanya itu?-", aku mendengar ia berujar dengan nada mengejek,
"Sedikit kurang dari ekspektasiku mengenai Chain Assassin yang membunuh dua rekanku", katanya datar meski terdengar seperti ejekan ditelingaku, dan sayangnya, harus kuakui kalau dia benar, meski aku tak akan pernah mengakuinya terang-terangan, tapi setidaknya aku tidak berbohong pada diriku sendiri kan?
Tetapi nampaknya aku, maksudku, kami, terlalu serius dengan lawan kami sendiri sampai tidak menyadari bahwa ada sebuah meteor yang menurutku cukup besar, sedang bergerak dengan kecepatan tinggi kearah kami berdua.
Detik dimana kami menyadari keberadaan meteor raksasa itu sangatlah terlambat, ia sudah berada dalam jarak yang tinggal beberapa inci dari kami dan tampak begitu besar, sehingga kami tidak sempat menghindar jauh sebelum sang meteor meledak saat menyentuh tanah.
Sebuah ledakan, ya, ledakan yang cukup besar dan hebat sehingga aku tidak punya waktu untuk melihat sekitar, apalagi mencari tahu keadaan musuh besarku itu, yang memang tidak penting, dan lebih bagus kalau dia sampai tewas.
Aku jatuh dalam posisi berlutut dalam ledakan berpasir itu,
sial, debunya tebal sekali, gerutuku, pandanganku saat ini benar-benar terbatas, paling hanya beberapa inci disekitarku, dan entah hanya perasaanku atau bukan, tapi yang jelas aku merasa sekitarku menjadi lebih besar, bahkan sampai pakaian yang kukenakan saat ini.
Seiring berjalannya waktu aku merasa semakin dan semakin lemah, seakan-akan seluruh energiku terkuras dan aku bahkan tidak sanggup lagi untuk berlutut, kemudian semuanya menjadi gelap, begitu gelapnya hingga aku yakin kemungkinan besar aku sedang tidak sadarkan diri, tepat pada saat itu, detik itu lebih tepatnya, aku hanya berharap keadaan pria itu tidak lebih baik dari aku, dan membunuhku dalam tidurku.
[End of POV]
Disebuah lahan berpasir yang tak berpenghuni, tampak seorang pemuda bermantel panjang terbangun dari tidurnya, ia mengerjapkan matanya beberapa kali untuk mengembalikan kefokusannya,
"Nggggh..", lenguhnya sambil berusaha untuk mengangkat tubuhnya yang terasa begitu lelah.
Pemuda itu lantas memegangi kepalanya yang terasa sakit, ia lalu mengacak-ngacak rambutnya yang sebelumnya tersisir rapi kearah belakang kepalanya, hingga helaian demi helaian rambutnya yang berwarna hitam itu jatuh menutupi keningnya dan membingkai wajahnya.
Lalu dengan seluruh kekuatan yang ia miliki ia beranjak dari posisi tertidur dan duduk dengan berselonjor kaki, kedua bola mata onyx itu dipendarkannya kesekelilingnya, dan ia agak terkejut karena tempat ini terlihat asing baginya,
kenapa aku bisa berada disini?, ia bertanya pada kepalanya sendiri dan belum mendapatkan satu jawabanpun dari sana. Pandangan matanya lalu jatuh pada sosok yang juga dalam keadaan tergeletak tak berdaya, iapun tidak berpikir panjang dan segera saja menghampiri sosok itu, mencoba membangunkan manusia satu-satunya yang bisa dilihatnya ditempat ini.
"H-hei, bangun, kau belum mati kan?", ia mendengar suara yang begitu familiar menyapa telinganya, dan sedikit guncangan dari orang yang sama, sekuat tenaga ia mencoba membuka matanya, dan voila! Sebuah kejutan! Sosok yang beberapa saat yang lalu bertarung dengannya sekarang mencoba membangunkannya dengan gerakan yang perlahan,
"APA YANG KAUUUU…", matanya membulat penuh ketakutan, bagaimana mungkin? Detik terakhir yang dia ingat, ia sedang bertarung dengan pemuda ini, tapi sekarang, orang yang sama tengah membangunkannya dengan perlahan,
"Ada apa denganmu? Apa kau bahkan bisa bicara?", tanya sang pemuda, yang tak lain adalah Kuroro Lucilfer, musuh besarnya.
Hal ini membuat Kurapika menyadari kalau suaranya tidak bisa keluar, serta bahwa tubuhnya berubah, menjadi sosok seorang gadis,
tidak mungkin…., katanya dalam pikirannya sendiri, ia berubah, menjadi seorang perempuan, bukan laki-laki seperti sebelumnya, rambutnya pun mengikal sedikit, tapi tidak bergitu panjang, bahkan belum mencapai bahunya, dan saat ia menatap sosok dihadapannya ia juga dapat melihat bahwa sosok itu terlihat lebih muda, seakan-akan mereka seusia, karena ia terlihat lebih tinggi sebelumnya, dengan raut wajah yang jelas menampakkan ia berada di pertengahan 20-an, bukan seperti sekarang dimana ia terlihat masih begitu belia, mungkin agak akhir usia belasan, seperti dirinya.
Apa yang terjadi?¸ia bertanya pada dirinya sendiri lagi,
apa mungkin ini efek dari ledakkan barusan?, ia mulai mengandaikan, yang tanpa sadar membuatnya terus menatap kearah mata onyx sang Lucilfer dengan tatapan menerawang jauh, Kuroro menatap balik pada Kurapika dengan pandangan bertanya-tanya,
"Apa yang terjadi? Kenapa kita berada disini? Dan…siapa aku?", tanya sang pemuda polos, sambil menatap langsung mata aquamarine pemuda yang baru saja berubah menjadi seorang gadis dihadapannya ini, ia, sementara itu, tidak tahu bagaimana harus menjelaskan seluruh runtutan kejadian diantara mereka, terutama saat suaranya sama sekali tidak bisa keluar dari mulutnya, dan rasa kemanusiaan dalam dirinya tidak mengizinkannya berlaku kasar pada pria yang sekarang tampak hampir seusia dengan dirinya itu, dan jelas-jelas kehilangan ingatannya.
A/N: End words
I accept no silent reader, you read, you review.
