A/N : Swandie a.k.a Suwandi kembali lagiiiiii! Ini adalah fic KH yang baru, dan saya harap kalian bisa menikmatinya meskipun kemampuan saya masih sangat kurang. Rajin-rajinlah read dan review ya hehehe, beritahu saya jika memang masih ada banyak kesalahan.

Oh ya, KH bukan milik saya, tapi milik SE. Saya membuat fic ini murni karena saya suka dan ingin memperluas imajinasi saya, bukan untuk mencari keuntungan.

BARU

Bagaimana jika kau mencintai seseorang yang tidak sama denganmu?

Bukan tidak sama seperti dalam hal status ataupun kekayaan, bukan hal yang kuno seperti itu.

Bagaimana jika dia berbeda denganmu dalam hal ...

jenis?

...

"Good evening everyone, welcome to Land of Departure. Enjoy the city, the tourist attractions, and the scenery-"

Seorang gadis dengan rambut hitam pendeknya tampak sedang bosan menunggu sambil duduk di kursi stasiun. Kedua tangannya diletakkan di kedua pahanya yang berlapiskan celana jeans panjang berwarna hitam, sementara bola matanya yang biru terus menatap orang-orang yang berlalu lalang sambil mengawasi koper miliknya sesekali.

Xion Yukihime adalah namanya. Gadis yang lahir tanggal 7 Agustus ini memiliki rambut pendek berwarna hitam, bola matanya berwarna biru, tingginya sekitar 169 cm, bertubuh cukup langsing, dan membenci pelajaran Biologi. Usianya sudah 16, namun dia masih belum memiliki kekasih seperti para perempuan umumnya. Dan karena ini, kakak tirinya yang bernama Axel sering sekali menggodanya (mentang-mentang dia sudah berpacaran dengan Larxene).

Xion sebenarnya berasal dari Twilight Town, dia sudah tinggal di sana semenjak dia lahir sampai ketika orang tuanya tewas karena kecelakaan tiga hari yang lalu. Axel yang tinggal di kota Oblivion tidak bisa menampung Xion karena tempat kosnya kecil, ditambah lagi Axel sering pergi keluar bersama teman-temannya. Atas pertimbangan yang cukup rumit itu, akhirnya Axel menyarankan Xion untuk pindah ke rumah kakak perempuannya, Aqua, di Land of Departure, salah satu kota terbesar dan tersibuk di Kingdom Hearts.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul 14.00 siang, mungkin sudah sekitar satu jam Xion duduk sendirian di sini. Garis bibirnya yang membentuk sudut 180 derajat membuktikan bahwa dia sudah sangat bosan, harus berapa lama sih dia duduk di sini?

"Xion!"

Gadis berambut hitam itu menolehkan kepalanya ke arah suara tadi berasal, dan dia melihat sosok seorang gadis berambut pendek berwarna biru yang sedang melambaikan tangannya. Di sampingnya terdapat seorang pria tinggi tegap dengan warna kulit kecokelatan karena terbakar matahari.

"Nee-chan!" balas Xion.

"Hai Xion!" kata Aqua sambil memeluk Xion. "Maaf ya, tadi jalanan macet."

Aqua adalah kakak Xion selain Axel, namun Aqua adalah kakak kandungnya dan bukan kakak tiri.

"Tak apa, yang penting nee-chan datang menjemputku," kata Xion yang setelah itu mengalihkan pandangannya ke pria di samping Aqua. "dan ini?"

"Oh, ini pacarku," kata Aqua. "Namanya Terra."

Pria itu mengulurkan tangan kanannya. "Terra."

"Xion," jawab Xion sambil membalas jabatan Terra.

"Bagaimana Xion? Kaget dengan suasana kota ini? Pasti berbeda jauh ya dengan Twilight Town?" tanya Aqua.

"Iya, di sini ramai sekali."

Aqua tersenyum. "Kau masih belum melihat jalan raya, kujamin kau pasti lebih kaget."

Xion menjawab perkataan kakaknya dengan ekspresi 'oh begitu ya?'.

"Biar kubantu," kata Terra.

"Tak usah, hanya satu koper saja kok."

"Tak apa-apa," kata Terra sambil mengambil koper Xion. "Aku tahu ini berat."

"Tak apa-apa Xion, Terra sudah biasa mengangkat beban berat," kata Aqua.

Xion menganggukkan kepalanya dua kali. Dan sepertinya itu jawaban mengapa otot-otot di tubuh Terra terlihat terbentuk sekali.

"Mobil Terra diparkir tak jauh di sini, jadi kau bisa segera istirahat di mobil sambil melihat pemandangan kota," kata Aqua.

"Em, ya."

"Tak banyak yang bisa kau lihat sebenarnya, paling-paling hanya gedung dan mobil," kata Terra.

Kali ini Xion menggunakan senyum sebagai respon dari perkataan mereka. Dia memang tidak tahu apa-apa mengenai kota ini, kalau dia menjawab panjang lebar bisa-bisa dia dianggap sok tahu.

...

"Huff, sampai juga," kata Aqua sambil keluar dari mobil. "Xion, ayo turun."

Xion membuka pintu mobil dan langsung disambut oleh cahaya matahari yang sangat menyilaukan. Di depan, terdapat sebuah rumah minimalis bertingkat yang dilapisi cat berwarna putih. Rumah ini adalah rumah Aqua, yang dibeli dari hasil jerih payahnya bekerja sebagai desainer selama empat tahun. Baru-baru ini, desain baju karya Aqua laku keras di pasaran.

Terra berjalan masuk ke dalam rumah sambil membawa koper milik Xion, sementara Aqua langsung menggandeng Xion dan mengajaknya ke lantai dua. Ia berniat memperlihatkan kamar yang sudah disiapkan olehnya.

"Nee-chan, kenapa mataku harus ditutup?"

"Karena ini kejutan."

"Tapi rasanya aneh sekali, mencurigakan."

"Sudahlah, jangan banyak omong, awas ada tangga."

Dengan hati-hati, Xion menapakkan kakinya di anak tangga satu persatu sambil dibimbing oleh Aqua. Tak lama kemudian Xion tiba di dalam sebuah ruangan yang lantainya dialasi oleh karpet empuk. Sepertinya ini kamarnya.

"Dan... Tadah!" kata Aqua sambil melepaskan tangannya. "Ini kamarmu!"

Xion perlahan membuka matanya, dan ia langsung takjub ketika melihat suasana kamar barunya. Ranjang yang ditata dengan sangat rapi, meja belajar dengan komputer, rak buku, serta televisi pun disediakan di ruangan ini. Astaga, entah sejak kapan dia sangat memimpikan kamar seperti ini.

"Wow," kata Xion.

"Bagaimana? Kau suka?"

"Sangat."

Aqua melingkarkan kedua tangannya ke Xion, "aku senang kau suka."

"Nee-chan, terima kasih."

"Sama-sama, tapi ada satu lagi yang ingin kubicarakan denganmu," kata Aqua. "Ayo kita duduk dulu."

Tanpa melepaskan pelukannya, Aqua dan Xion berjalan ke arah kasur dan mereka duduk di sana.

"Mulai besok, kau akan masuk sekolah."

"Hah?"

"Kubilang, besok kau harus masuk sekolah. Aku sudah mendaftarkanmu di Departure High, cukup dekat dari sini."

Xion menatap wajah kakaknya. Astaga, bahkan sampai urusan sekolahnya pun juga? Sepertinya Xion bakal dimanja olehnya selama tinggal di sini.

"Nee-chan, kau tak perlu berbuat sampai sejauh itu."

"Tak bisa begitu, kau harus sekolah," kata Aqua. "Kau masih 16 tahun, Xion."

Xion bukan mempermasalahkan itu, dia hanya merasa tidak enak karena sudah sangat merepotkan kakaknya. Sudah boleh tinggal di rumahnya, diberikan kamar yang bagus, dan sampai disekolahkan juga? Entah bagaimana cara dia membalas semua ini.

"Kau tak usah memikirkan apa-apa," kata Aqua. "Tou-san dan kaa-san sudah tidak ada, wajar kan jika aku yang mengurusmu?"

"Nee-chan, tapi ini terlalu banyak."

"Sudahlah, tak apa," kata Aqua. "Jadwal pelajaran dan buku-buku sudah kutaruh di mejamu, jadi kau tinggal menyesuaikannya dengan jadwal besok. Untuk seragamnya, kau bisa menemukannya di lemari."

Xion mengangguk, dan setelah itu Aqua pergi keluar kamar dan turun ke lantai satu untuk menemui Terra. Sambil memperhatikan jadwal pelajaran yang terlampir di atas meja belajarnya, Xion membayangkan bagaimana kehidupan barunya kini dan nanti, yang harus dijalaninya tanpa kedua orang tuanya.

"Land of Departure, semoga kau bisa memberi hari yang baik untukku."

...

Hari begitu cepat berlalu hingga esok hari akhirnya tiba. Xion bangun, bersiap-siap, dan turun ke ruang makan untuk sarapan, tetapi dia tidak melihat Aqua di sana. Yang Xion lihat di ruang makan hanya meja dengan sepiring pancake lapis madu beserta segelas susu cokelat di atasnya.

"Mungkin nee-chan sudah pergi kerja," gumam Xion.

Ketika Xion berjalan ke arah meja, tiba-tiba saja dia melihat selembar kertas yang ditempelkan di kulkas. Dengan tulisan yang sangat rapi, ternyata kertas itu berisi pesan dari Aqua untuk Xion.

'Xion, hari ini aku harus berangkat pagi-pagi sekali, ada urusan mendadak. Aku sudah menyiapkan sarapan untukmu di atas meja, habiskan, dan setelah itu berangkat ke sekolah. Kau bisa pergi ke sekolah dengan naik kereta melalui stasiun, stasiun ada di sebelah kanan rumah ini. Jadi, ketika kau keluar dari rumah, kau tinggal belok kanan dan jalan sampai ujung, lalu naik kereta yang turun di halte Departure. Setelah sampai, kau bisa jalan karena letak sekolahnya berseberangan dengan stasiun.'

Xion mengangguk-angguk membacanya, dan secepat mungkin dia habiskan sarapannya agar tidak terlalu membuang waktu. Bagaimanapun juga dia adalah orang baru di daerah ini, jangan sampai banyak waktu terbuang hanya untuk mencari lokasi satu tempat.

"Oke, sekarang saatnya pergi," kata Xion sambil merapikan piring serta gelas bekasnya.

Xion memakai sepatunya dan berjalan keluar rumah, lalu dengan kunci yang dititipi Aqua semalam sebelum dia tidur, dia langsung mengunci pintu dan gerbang depan. Cuaca pagi ini cerah sekali, semoga saja ini pertanda baik baginya.

"Oke, berdasarkan petunjuk dari nee-chan, dari sini aku harus ke kanan sampai ujung."

Perjalanan Xion mulai dari sekarang, sambil harap-harap cemas, Xion berdoa semoga dia bisa sampai di sekolah dengan selamat dan tepat waktu. Soalnya akan sangat memalukan kalau dia terlambat di hari pertama.

...

"Ohayo!"

"Ohayo!"

Setelah menghabiskan waktu sepuluh menit perjalanan, akhirnya Xion tiba di sekolah barunya. Terima kasih kepada bagian informasi yang memberi penjelasan dengan sangat detail, dan terima kasih juga untuk orang-orang yang berbaik hati untuk memberi tahu jalan, dan setelah diberitahu, ternyata jalan ke sekolah itu cukup rumit dan sulit. Kalau Xion tidak bertanya, mungkin dia akan benar-benar tersesat, berhubung Aqua hanya memberikan petunjuk yang benar-benar seadanya.

Departure High merupakan sekolah yang sangat besar, jauh lebih besar dibandingkan sekolahnya dulu di Twilight Town. Murid-murid yang bersekolah di sini juga banyak sekali, dan entah kenapa Xion merasa sungguh terasing meskipun dia memakai seragam yang sama dengan mereka, apalagi ketika dia merasa ditatap oleh orang-orang di sekelilingnya. Xion berusaha untuk tak peduli, dan setelah itu dia memasuki gedung dan kepalanya langsung menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari ruang guru, karena sudah menjadi tradisi bagi murid baru untuk mencari informasi di sana.

"Anu, apa kau Xion Yukihime?"

Xion segera memalingkan tubuhnya ke arah suara yang tiba-tiba memanggilnya, ternyata seorang perempuan. Dari seragam yang dikenakannya, dia pasti murid di sekolah ini. Tetapi... Sepertinya ada yang aneh dengannya, kulitnya terlalu pucat untuk rambutnya yang berwarna merah.

"Em, iya."

"Salam kenal, namaku Kairi, kelas dua sama sepertimu. Sejak dua hari lalu, akulah yang bertugas untuk bertemu murid baru dan memperkenalkan seisi sekolah ini." kata gadis tersebut sambil menjabat tangan Xion.

"Bagaimana kau bisa tahu namaku?"

Kairi tersenyum. "Aku melihat fotomu di formulir pendaftaran, dan setelah itu aku ditugaskan untuk menunggumu di sini."

"Oh," jawab Xion. "Anu, kalau begitu kau tahu kelasku?"

"Tentu, kelasmu ada di lantai dua, di kelas 2-2 sama denganku" kata Kairi. "Ikuti aku."

Xion hanya menganggukkan kepalanya dan berjalan mengikuti Kairi. Ternyata dugaan dia salah, dia kira murid-murid di sini bersifat sombong dan arogan.

"Kau sudah tahu jadwal pelajaran hari ini?"

"Sudah, kakakku sudah memberikannya padaku semalam."

Kairi tersenyum kembali. "Kalau begitu, kau pasti tahu kalau pelajaran pertama adalah pelajaran Biologi dari Mr. Yen Sid."

Oh ya? Semalam Xion memang membereskan bukunya, tetapi dia tidak menghafal urutan jam pelajarannya, jadinya dia diam saja.

"Jangan khawatir, Mr. Yen Sid adalah orang yang baik," lanjut Kairi.

Lagi, Xion hanya menjawabnya dengan sebuah anggukan dan senyum. Lagipula buat apa juga Kairi mengatakan kalau Mr. Yen Sid ini adalah orang yang baik? Toh, dia juga tidak pernah bertemu dengan guru itu sebelumnya, punya bayangan akan wajahnya pun tidak.

"Kita hampir sampai, ayo."

Tak sampai lima menit, Xion dan Kairi tiba di kelas 2-2, kelas yang begitu dia masuk langsung disambut oleh suara ribut obrolan. Xion hanya bisa menatap heran, apa semua kelas juga seperti ini? Berhubung dirinya adalah orang yang tidak begitu suka bicara, kelas seperti ini sepertinya bukan tipe yang cocok untuknya. Bahkan ketika Kairi mengajaknya ke tempat duduknya, murid-murid yang lain nyaris tak ada yang peduli, saking asyik mengobrol.

"Kau tak perlu gugup, santai saja."

"Aku tidak gugup kok," kata Xion.

"Sebentar lagi bel bunyi, jadi kau tak akan mendengar keributan ini lebih lama lagi."

Xion menatap Kairi heran. "Hah?"

"Ups, sudah datang."

Ternyata meskipun bel belum berbunyi, sudah ada seorang pria yang masuk ke kelas. Pria itu memiliki rambut dengan panjang hampir sepundak, warnanya pirang sama seperti kumis dan jenggotnya. Dari penampilannya, sepertinya dia adalah sosok yang bijaksana.

"Namanya Ansem the Wise, wali kelas kita," bisik Kairi. "Tetapi biasanya dipanggil Sir Ansem."

"Selamat pagi semuanya," kata Sir Ansem. "Di pagi hari ini, kalian telah kedatangan seorang murid baru, yang baru saja datang dari Twilight Town karena urusan keluarga."

Seisi kelas terdengar mulai saling berbisik-bisik.

"Xion Yukihime, ya? Silahkan maju."

Dengan agak ragu, Xion beranjak dari kursinya dan naik ke atas podium, sungguh tidak biasa baginya untuk berdiri di depan kelas seperti ini.

"Um, halo semuanya, namaku Xion Yukihime, tetapi kalian bisa memanggilku Xion," kata Xion. "Aku berasal dari Twilight Town, dan di sini aku tinggal bersama kakak perempuanku, Aqua."

Setelah berkata begitu, Xion segera kembali ke tempat duduknya dengan wajah yang memerah. Yah, perkenalan singkat seperti ini tidak buruk kan? Toh, dia hanya menyampaikan informasi seadanya saja.

...

Pelajaran pertama dan kedua terasa begitu lama bagi Xion. Biologi yang membahas mengenai sistem digesti, respirasi, atau apalah, semua itu terasa asing dan membosankan baginya, berhubung dia memang tidak menyukai pelajaran itu. Lalu, pelajaran bahasa inggris juga sama, sebenarnya bukan karena dia tidak bisa, dia hanya malas mendengar ceramah sang guru, Zexion, yang menurutnya bertele-tele. Karena itulah ketika bel istirahat pertama berbunyi, hatinya terasa lega dan senang.

Kantin di sekolah ini sungguh besar, malah sepertinya lebih cocok disebut sebagai restoran dibandingkan kantin. Makanan yang dijual juga enak dan beragam, ditambah dengan kombinasi harganya yang sesuai, Xion pun mulai menyukai kantin ini.

"Boleh bergabung?"

Baru saja Xion mau melahap sandwich-nya, tiba-tiba dia dikagetkan lagi oleh suara yang menyapanya, hanya saja kali ini orangnya berbeda. Seorang gadis berambut cokelat yang rambutnya dikepang di kedua sisi, dengan matanya yang berwarna hijau serta kedua tangan yang sedang memegang nampan. Tinggi tubuhnya sepertinya tidak berbeda dengan Xion.

"Boleh, duduklah."

"Trims," jawab orang itu, "soalnya ramai sekali."

"Tak apa-apa, santai saja."

Gadis itu duduk dan meletakkan nampannya. "Kau Xion kan? Aku teman sekelasmu, namaku Olette."

"Oh, salam kenal," kata Xion sambil menganggukkan kepalanya.

"Salam kenal juga, dan... Kurasa kau harus tahu siapa sebenarnya orang yang memandumu tadi."

"Maksudmu... Kairi?"

Olette mengangguk. "Lihatlah ke sana."

Xion mengalihkan tatapannya ke arah jari Olette menunjuk, dan ternyata dia menunjuk sebuah meja yang dikelilingi oleh lima orang yang sekilas rupanya terlihat mirip, termasuk Kairi. Di meja itu dia melihat ada seorang pemuda berambut jabrik pirang yang sedang merangkul gadis berambut panjang dengan warna senada, lalu Kairi yang duduk di sebelah pemuda berambut jabrik cokelat, dan yang terakhir... Seorang pemuda berambut hitam, dan juga jabrik.

"Itu keluarga Fallenstein," kata Olette. "Mereka semua adalah anak angkat dari Dr. Cloud Strife dan Tifa Lockhart. Mulai dari lelaki berambut jabrik pirang, namanya Roxas, dan yang dirangkul itu adalah Namine, kekasihnya. Dan pemuda yang bersama Kairi itu adalah Sora, kekasihnya juga. Sementara yang terakhir, yang wajahnya sangat mirip dengan Sora itu adalah Vanitas, salah satu idola di sekolah. Tetapi meskipun mereka bukan saudara kandung, mereka memiliki ciri-ciri yang sama, yaitu memiliki kulit yang pucat dan mata yang berwarna emas."

Vanitas? Entah kenapa Xion memusatkan pandangannya pada pemuda yang bernama Vanitas itu. Meskipun sedang duduk, tetapi Xion yakin bahwa tubuh pemuda itu lebih tinggi daripadanya, sikapnya yang cool dan pendiam, entah kenapa membuat Xion merasa... Terpesona.

Hais, ini adalah fic KH ketiga saya, apakah cerita ini bagus? Ataukah kurang? Mohon read and review ya, thanks.