Yo, minna~ ^^ Sebenarnya fict ini sudah pernah di publish sebelumnya… Tapi, karna saya ga sreg, banyak salah nama tokoh pula #sigh, akhirnya saya memutuskan untuk me-recover-nyaa… Mungkin ada yang sadar? Toh, ini demi kebaikan bersama(?) Reader senang, saya senang~~ X3

Nee, di fict sebelumnya, maafkan saya karna tidak juga update-update… #deep bow

Kebiasaan saya kumat nih, nunda-nunda melulu… TAPI SEKARANG BEDA! Beda bener deh. FICT INI SAYA PASTIKAN LUNAS(?) eng… maksudnya TUNTAS! Sampai ada kata 'Owari' deh pokoknya di ekornya…

Daripada saya berkoar-koar ga jelas dan menyebabkan kegajean yang menjadi-jadi(?) langsung sajaaa… cekidot! :3

.


~ True Love or Not? ~

Naruto © Masashi Kishimoto

True Love or Not? © Yuki Utari

Genre : Romance, Suspense

Rated : T

WARNING : Typo(s) semoga nggak, SasuxSaku, NaruxHina

Enjoy~ ^^

.

.

.oOOo.

.

.


Chapter 1 — A Secret Mission

.

"Sakuraaa~ ayolah, kumohon…" teriak Naruto yang berdiri vertikal di tebing tempat Sakura sedang latihan. Tangannya terkatup di depan wajah. Memohon lebih tepatnya. "Temani aku makan ramen yaa?"

"sekali tidak tetap tidak, Naruto!" tolak Sakura sambil memijat keningnya yang terasa pusing. Anak ini benar-benar…

"Cuma sekali ini… O negai shimasu~" Naruto tetap gigih memohon pada Sakura. Mukanya sampai dibuat memelas sekali. Ya, tidak ada bedanya dengan Nakamaru yang sedang kelaparan.

"Kau tidak lihat, apa?! Aku sedang berlatih!" Omel gadis berambut merah muda itu. Buyar sudah konsentrasi yang dari tadi dibangunnya. Rasanya, tangannya sudah gatal ingin meninju Naruto.

"Aku tahu. Tapi kau bisa berlatih lain kali 'kan? Kalau perutku tidak segera diisi, aku bisa mati, Sakura…"

"Begini Naruto... Waktu aku melawan Sasori bersama nenek Chiyo dulu, penawar racun boneka Sasori yang kubuat tidak terlalu sempurna. Racun itu menyebabkan kerusakan sedikit pada jaringan tubuhku. Nona Tsunade sudah menyembuhkannya. Tapi ternyata, aku masih harus berlatih agar kekuatanku pulih seperti semula, kau mengerti Naruto?" Jelas Sakura panjang lebar sampai mulutnya berbusa-busa.

"Tetap tidak," jawab Naruto santai sambil mengerutkan keningnya—pura-pura berpikir—padahal dari tadi ia memang tidak mendengarkan.

APAA? KAU ITU BODOH ATAU APA SIH? 'nurani Sakura' mulai menjerit-jerit lagi di dalam hatinya. Oh, Kami-samaaa… Ambil saja anak ini dari hadapanku… (Naru: mati dong, Thor?!)

Sakura menghela napas panjang. "Dari awal sudah kuduga kau tidak akan mengerti, Naruto," ucap Sakura akhirnya.

Ia melemparkan kunai kearah Naruto. Tanpa suara sama sekali. Naruto jelas tidak sadar karena memang senjata itu tidak mengenai tubuhnya sama sekali. Sakura menyeringai kecil dan langsung pergi dari situ. Tujuannya, ke toko bunga keluarga Yamanaka—ya, rival bebuyutannya, Yamanaka Ino—untuk menyegarkan pikirannya yang mendadak keruh karena Naruto.

"Hei, Sakura.. Sakura.. Chotto matte!" Naruto berseru-seru sambil menarik-narik kunai yang dilempar Sakura padanya. Kunai itu dengan sukses menembus celana Naruto—bagian yang dekat mata kaki—dan menancap dengan kuat di tebing. Kalian tahu 'kan sekuat apa Sakura?

.

.

.

"Hai Sakura..." sapa Ino riang sambil melambai-lambaikan tangannya. "kau mau beli bunga lagi untuk guru Kurenai? Atau mau minum teh bersama ibuku?" lanjutnya.

"Aku hanya mau melihat-lihat," jawabnya singkat. Tapi, begitu sadar tatapan Ino masih mengarah padanya, ia menambahkan, "Yah... kalau ada yang cocok sih, mungkin aku akan beli. Untuk Sasuke..." saat mengucapkan kalimat terakhir, Sakura langsung menoleh pada Ino lalu mengedipkan satu matanya dan menyeringai.

"Hoo, ucapkan sekali lagi kalau berani, aku akan langsung meninjumu." Ino mengepalkan tangannya dan balas menyeringai. Sakura hanya tertawa dan disusul dengan Ino.

.

"Nee, Sakura, bagaimana perkembangan soal kasus Sasuke? Dia belum kembali walaupun Orochimaru sudah mati?" tanya Ino penasaran.

Sakura tersentak pelan mendengar pertanyaan Ino. "Yah… Bagaimana ya? Dia tidak akan kembali sepertinya," jawab Sakura sedikit canggung. Tenggorokannya menadadak menjadi kering. Akh, sial!

Ino memperhatikan Sakura yang mendadak menjadi sangat diam. "Gomen nasai, Saku. Aku tahu kau masih belum bisa melupakan Sasuke. Gomen ne."

"Tidak apa-apa, kok," seru Sakura sambil terkekeh.

.

.

.

.


Jauh dari Konohagakure…

.

"Kali ini kita mau kemana lagi, Sasuke?" tanya Suigetsu yang duduk dengan napas terengah-engah sambil memperhatikan Sasuke yang sedari tadi hanya menatap menerawang, entah memikirkan apa.

"..."

"Hei! Bisa tidak kau bicara satu kata saja? Dari tadi kau hanya diam saja! Tak bia—"

"DIAM KAU, CEREWET!" geram Karin galak.

"Tch!" umpat Suigetsu. Ia langsung menoleh ke arah Sasuke, mengabaikan Karin. "Nee, Sasuke, kalau kau tidak mempunyai tujuan, kita istirahat disini saja sekarang, bagaimana? Kurasa pedang ini bertambah berat."

"Salah sendiri kau membawa pedang yang sudah kau ketahui sendiri memang berat! Tidak usah menyalahkan Sasuke!" dengus Karin sinis.

"Walaupun Sasuke yang salah—bukan aku—aku yakin kau akan tetap membela Sasuke, Karin!"

"T-Tidak!" Jackpot! Karin seketika salah tingkah. Wajahnya memerah seperti kepiting rebus. Ia menutupinya dengan pura-pura membetulkan kacamatanya.

Suigetsu meyunggingkan cengiran khas-nya. Karin mengepalkan tangannya, siap meninju lelaki di depannya. Tapi belum sempat Karin mengambil aba-aba untuk meninju, Sasuke sudah menghentikannya.

"Sudahlah kalian berdua. Suigetsu benar, kita lebih baik beristirahat dulu. Kita akan menginap disitu," lerai Sasuke menengahi pertarungan tidak penting keduanya. Jarinya menunjuk ke tanah datar di dekat danau.

"Bagus! Kau memilih tempat yang bagus, Sasuke! Aku memang saaangat butuh air~" seru Suigetsu senang. Ah, tidak. Mungkin dia terlalu bahagia.

"Kau terlalu memanjakannya, Sasuke!" desis Karin memprotes tindakan Sasuke. Sasuke hanya menanggapinya dengan mengikuti Suigetsu yang sudah curi start duluan menuju tepi danau. Well, lebih tepatnya, mengabaikan Karin.

"SUIGETSU, AWAS KAU!" jerit karin kesal. Tak ada tanggapan dari Suigetsu. Ia tak peduli pada Karin—dengar saja tidak—ia hanya peduli pada AIR!

.

.

.

.


"APA?!"

"Yang benar? Sasuke ada di Kirigakure?" pekik Naruto setengah tidak percaya. Heran deh, dari mana Tsunade tahu?

"Dari berita yang kudengar—kelihatannya kau ingin bertanya seperti itu, Naruto. Ia memang baru dari sana. Tapi, tidak tahu kemana lagi mereka pergi," jelas Tsunade. Tangannya sibuk menulisi surat-surat negara yang kelihatannya penting. Tatapannya terus bergerak ke kiri dan ke kanan secara bergantian.

"Mereka? Sasuke tidak sendiri?"

"Tidak. Ia bersama tiga orang lainnya. Yang satu perempuan, sisanya laki-laki."

"Apa yang mereka lakukan di sana?" tanya Sakura mulai angkat bicara.

Tsunade menghela napas sebentar. Ia meletakkan kuasnya lalu menatap Naruto dan Sakura. "Mereka menyerang satu desa kecil di dekat Kirigakure. Kata Mizukage mereka semacam merampok desa tersebut."

"Tidak mungkin! Itu pasti bukan Sasuke! Mizukage pasti salah!" teriak Sakura shock. Kedua tangannya menutup mulutnya yang sedikit menganga kaget. Ia takkan menyangka Sasuke bakal melakukan tindakan tercela ini.

"Sepertinya mereka takkan pergi terlalu jauh dari Kiri," jelas Tsunade lagi. Sekarang, dagunya ditopang dengan kedua tangannya. Tsunade kelihatannya sedang berpikir keras.

"Maksud nenek apa?" tanya Naruto bingung.

"Kurasa Sasuke menggunakan kekuatan matanya terlalu banyak. Ia membakar desa dengan Amaterasu."

"Amaterasu? Jurus apa itu?" tanya Naruto polos. Terlalu polos hingga dicap bodoh.

"Jurus api hitam, Naruto! Yang waktu itu membakar hutan! Yang walaupun terkena hujan tidak akan padam sampai orang yang dituju terbakar!" jelas Sakura kesal. "Dasar pelupa!"

"Ohh..." Naruto manggut-manggut. "HAH? Sasuke bisa Amaterasu? Bukannya itu jurusnya Itachi, ya? Bukannya itu hanya bisa dipakai dengan Mangekyo? Sasuke sudah Mangekyo?" tanya Naruto bertubi-tubi.

Sakura hanya bisa menepuk dahinya. Capek. Ini anak telat banget responnya! (dan herannya dia masih ingat Amaterasu cuma bisa pakai Mangekyo!)

"Mungkin sudah. Tidak tahu. Yang pasti, Sasuke bisa. Itu kenyataannya," jawab Sakura sepertinya agak bangga karena Sasuke semakin hebat. (jiiaahh.. -_-") Naruto sampai sweatdrop melihat blink-blink di sekeliling Sakura. Orang jatuh cinta kayak gini nih.

"Huh!" Naruto memalingkan mukanya. Sakura kalau sudah bicara tentang Sasuke pasti auranya beda. Jadi pink-pink gimanaaaa gitu.

Tsunade hanya tersenyum kecil melihat pertengkaran konyol mereka. Melihat senyum Tsunade, Naruto yang sudah menahan amarahnya dari tadi, meledak di tempat.

"Ngapain nenek Ketawa-ketawa gitu?! Gigimu ompong, tauk!" teriaknya nyaring. Setelah puas berteriak, Naruto cepat-cepat kabur sebelum Tsunade mengamuk.

Refleks, Sakura menutup telinganya. (Nah lho, apa hubungannya?)

"NAAARRUUTTTOO!"

Dengan sukses, Tsunade membuat gedung itu seperti terkena gempa. Sebagian besar kaca jendela di ruangan itu hancur berserakan di lantai. Sisanya retak-retak.

"Untung aku tutup kuping," ucap Sakura menghela napas lega.

.

.

.

Naruto yang baru saja lari tunggang langgang dari gedung Hokage berhenti begitu mencium aroma yang mengguncang perutnya siang itu. Matanya sekilas menangkap sesosok yang dirindukannya (Hoo, siapa tuh?).

"Hoaa… Iruka-sensei~~" sapa Naruto girang tak lupa cengiran kuda yang selalu terpampang di wajahnya.

"Hai, Naruto… Sudah lama ya, tak bertemu.."

Naruto mengangguk-angguk setuju. Kemudian, ia mengambil tempat tepat di sebelah Iruka. "AnoSensei, boleh aku minta satu permintaan?"

"Hm? Permintaan apa?"

"Traktir aku makan ramen, ya... O negai~~" Yak, sodara-sodara! Naruto kangen ditraktir Iruka, bukan kangen sama orangnya! *Author dilempar bom*

"Boleh, boleh... Kau itu makan ramen terus ya? Tidak sehat asal kau tahu." Naruto hanya cengar-cengir diceramahi Iruka.

"Ngomong-ngomong, bagaimana hubunganmu dengan Sakura?"

Naruto langsung mengerucutkan bibirnya. Alisnya juga turun hingga hampir saling bertautan. "Huh! Sakura tetap menyukai Sasuke! Tidak sedikit pun ia berpaling padaku!"

Iruka tertawa pelan melihat muridnya itu ngedumel sendiri. "Yah, sabar saja, oke… Atau… Cari yang lain, bagaimana?" ujar Iruka sambil mengedipkan sebelah matanya.

"Enak saja! Memangnya semudah itu?! Lagipula, siapa yang mau denganku yang tak bisa diam ini?" Ah, Naru-chan sadar juga kalau dia itu terlalu hiperaktif... Akamaru saja tidak begitu... *Author di Rasengan*

"Kurasa gadis Hyuga itu mau denganmu.." bisik Iruka.

Naruto mencondongkan tubuhnya mendekati Iruka. "Ano... Maksud sensei Hinata?" Naruto juga ikutan mengecilkan volume suaranya. Sekarang, mereka malah seperti sedang bergosip.

Iruka mengangguk pelan. Ia menunjuk ke arah belakang dengan ibu jarinya. "Bagaimana menurutmu? Siapa yang mau memperhatikan kita sembunyi-sembunyi seperti itu kalau bukan karena suka?"

Naruto melirik ke belakang, mengikuti arah yang ditunjuk Iruka.

Tepat di balik dinding di perempatan jalan, sepasang mata mengamati mereka secara diam-diam. Rambut panjang berwarna biru gelap, jaket putihnya, dan yang terpenting mata yang berwarna putih—yang menandakan dia berasal dari klan Hyuuga.

Naruto sedikit terperangah. Benar juga, itu Hinata…

.

.

.

.


"Sebetulnya, ada apa nenek memanggilku kesini?" tanya Naruto 'to the point'. Ia memang tidak suka berbasa-basi. Ribet.

Untung saja kali ini Tsunade tidak marah dipanggil begitu. Naruto memiringkan kepalanya, bingung. Tumben-tumbenan Tsunade memanggilnya dua kali dalam dua hari.

"Aku bukan hanya memanggilmu. Aku juga memanggil Sakura, Sai, Kakashi (Tim 7), dan Shikamaru kemari." Tak lama setelah itu, pintu ruangan Tsunade diketuk. "Ya, masuk."

Sakura, Sai, Shikamaru dan Kakashi—tetap saja membawa 'Icha Icha Paradise' kesayangannya—masuk ke dalam ruangan dan berdiri di sebelah Naruto.

Tsunade bangkit dari kursinya (ya masa dari kubur *Author dibogem*) "Dengarkan aku baik-baik. Jangan menyela, bertanya, atau apapun. Cukup mendengarkan, jelas?"

"Hai!" jawab mereka serempak.

"Aku akan memberikan misi untuk kalian semua. Ini menyangkut—"

Bunyi jarum jam yang bergerak mengisi jeda panjang pada ucapan Tsunade.

"—Sasuke."

Seketika empat pasang mata di sana terbelalak kaget. Tentu saja Tsunade dan Kakashi biasa-biasa saja. Kakashi sudah menduganya dari awal malah. Ia tidak melihat banyak klien yang meminta tolong. Tidak mungkin sesore ini mereka diberikan misi. Paling tidak tadi pagi atau siang.

Tsunade berjalan mendekati kelima orang itu, menjauh dari mejanya. Kali ini, ia sedikit mengecilkan suaranya. "Ini misi rahasia. Kudengar Iwagakure membentuk semacam pasukan khusus untuk menangkap Sasuke. Sepertinya, mereka antisipasi pada penyerangan Sasuke dan kelompoknya."

Tsunade berhenti sejenak. Diteguknya sake yang entah didapat dari mana. "Parahnya, kini mereka tahu di mana keberadaan Sasuke. Saat itu, yang ada dipikiranku hanyalah memohon pada Tsucikage untuk menyerahkan hal ini pada Konoha—yah, alasannya karena Sasuke itu ninja pelarian Konoha."

Tsunade tiba-tiba menggebrak mejanya hingga yang lain terlonjak kaget, bahkan Naruto akan terjungkal ke belakang. "Tapi kakek tua bangka itu tidak mau! Dasar keras kepala! Kuso!"

Sakura tersenyum kecil mendengar umpatan Tsunade.

"Nah, mereka akan mecari Sasuke dan langsung membunuhnya ditem—"

"Bukannya Sasuke kuat? Kita tak perlu cemas, 'kan? Dia saja bisa mengalahkan Orochimaru, bahkan Itachi. Kurasa ti—"

"Jangan menyela kubilang! Asal kau tahu, Orochimaru yang dibunuh Sasuke waktu itu sedang sekarat! Lagipula, kau juga belum tahu kekuatan pasukan itu! Mereka dilatih untuk tidak berunding dan tidak percaya pada siapa pun! Sekali ketemu, habislah Sasuke!"

Suasana di ruangan itu kini diselimuti kesunyian yang mencekam, efek dari penjelasan Tsunade yang terakhir.

"Lalu, kami harus mengajak Sasuke pulang. Begitu maksudmu?" Akhirnya Shikamaru angkat bicara. Paling tidak, suasana tidak terlalu canggung seperti sebelumnya.

"Ya. Kalau dia tidak mau, paksa! Yang pasti, jangan sampai kalian ketahuan pasukan Iwa itu. Kalau ketahuan, kalian pun mungkin tidak akan selamat. Sebetulnya—kalau kulihat—ini adalah misi tingkat SS. Ada yang keberatan dan tidak mau ikut? Ini hanya tawaran, bukan perintah."

Tsunade melihat ke sekeliling. Tidak ada yang angkat tangan atau menolak.

Sakura melirik ke sebelahnya, si Sai. "Ano... Sai, kau tidak apa-apa ikut? Bahkan kau tidak mengenal Sasuke." Tanya gadis itu tampak khawatir. Masalahnya sekarang, misi ini bukan saja misi mempertaruhkan nyawa. Tapi juga nama mereka sendiri karena ini misi ilegal.

"Tidak apa. Aku hanya ingin tahu sedekat apa hubungan pertemanan kalian dan bagaimana Sasuke sebenarnya."

"Arigatou," ucap Sakura yang kemudian memeluk Sai. Naruto langsung manyun.

"Hoi, Sai, bukannya kau tidak bisa memasang ekspresi dengan baik? Kau bohong, ya?" sindir Naruto.

"M-Maksudmu apa?"

"Kau suka pada Sakura ya?" desak Naruto terus-menerus. Sekali-kali tidak apa-apa mengerjai Sai. Yah... Sekalian balas dendam juga karena yang dipeluk Sakura malah Sai bukan dirinya.

"T-Tidak."

"Tanpa kau ketahui, wajahmu merah padam seperti tomat, tuh…" kali ini, Naruto mengucapkannya dengan nada kesal dan mengejek.

Sakura melepaskan pelukannya. Ia hanya penasaran pada ucapan Naruto. Memang benar seperti kata Naruto, seorang Sai di depannya—yang biasanya sangat sarkastis—pipinya merona.

"Nee, Sai. Akui saja, kau suka padaku 'kan?" tanya Sakura sambil mendekatkan wajahnya hingga jarak 8 Cm dari wajah Sai.

"A-aku—" Sai tergagap. Kini wajahnya dipenuhi keringat dingin.

"AHAHAHAHAHAHAHAHA... KAU PINTAR SAKURA! COBA SAJA KAU LIHAT MUKANYA! HAHAHAHAHAHAHAHAHAA..." Naruto langsung berguling-guling di lantai sambil memegangi perutnya yang sakit karena tertawa terlalu keras.

"Bercanda~ Weeekkkk~" Sakura menjulurkan lidahnya ke arah Sai, lalu ikut tertawa bersama Naruto.

Tsunade dan yang lainnya yang semula menahan tawa mereka, kini ikut tertawa. Sai cuma bisa diam dan memandang mereka seperti tak terjadi apa-apa. Stay cool ceritanya. (Padahal Author udah ngakak gaje)

.

.

Yah, mungkin tidak semuanya tertawa…

Karena Hinata yang sedari tadi menguntit Naruto—yang pastinya mendengarkan seluruh pembicaraan mereka—hanya diam dan menatap dalam-dalam wajah Naruto. Pipinya basah, pandangannya buram.

Nee, Naruto-kun… Mungkin ini yang terakhir kalinya aku bisa melihatmu… Mungkin—tapi, kumohon ini bukan yang terakhir…

Ya, Hinata menangis—tidak tahu apa laki-laki yang disayangnya itu akan kembali dengan selamat apa tidak.

.

.

.

.


# Note-Note Author ~(= 3 =)~ #

.

Author : Nyah~! Bagaimana, bagaimana? Penasaran kah? Atau aneh malah? Ada yang bingung? Oh ya, benar 'kan ya Amaterasu mesti Mangekyo? Apa saya salah lagi? (O.o) #frustasi /efek kelamaan ga baca plus nonton Naruto/

Sasu-chan : Mestinya lihat-lihat dulu kalau mau bikin fict, baka!

Author : Ekh?! Sasuke-seme~~ (,,= 3 =,,)/'' /lope-lope di udara/ *Author di Chidori*

Sasu-chan : SEME?! SASUKE-SAMA KEK!

Author : Maap, bang. Kumat lagi otak fujo-nya~

Sasu-chan : Tahu nih, Author sarap! Inget dong, ini fict straight bo!

Author : Akan saya ingat, master~~

Sasu-chan : *Sweatdrop*

Author : Nee, reader-sama~ Kotak di bawah ini selalu tersedia untuk diisi kok (baca: review). Pendapat boleh, kritik boleh, pertanyaan juga boleh, saran apalagi… Tinggalkan jejak anda sekarang juga! *ngiklan mode on* Dozo, dozo… #bow

Oh ya, lupa. Sepertinya saya jadi suka update yang terjadwal. Seperti seminggu sekali atau seminggu dua kali... Jadi, jangan todong saya kalau belum update-update sampai seminggu kemudian yak :3