Uchiha Sai dan Uchiha Sasuke. Dua kakak beradik dengan sifat yang hampir mirip. Bukan hanya sifat, bahkan wajah mereka juga bisa dibilang sebelas duabelas. Dan yang paling menarik, mereka juga menyukai gadis yang sama.

Harusnya bukan masalah kalau gadis yang mereka sukai itu adalah gadis cantik berusia lima belas tahun dan masih kelas satu SMA, karena Uchiha Sai adalah pemuda kelas tiga SMA.

Tapi, masalahnya adalah, Sasuke yang notabene adik dari Sai. Dia masih kelas lima SD, bagaimana mungkin dia menyukai Sakura yang usianya lima tahun diatasnya?


A NARUTO FICT

BY MARI-CHAN

Because of You

SasuSakuSai fictlet

Disclaimer: Masashi Kishimoto

Pairing: Uchiha Sasuke & Haruno Sakura & Sai

Genre: romance (dikit) & humor & terserah reader(?)

Warning: OOC, AU, typo kalau ada *sombong* dan cerita terserah Author

DON'T LIKE DON'T READ


Taman.

Apa yang kalian pikirkan tentang tempat itu? jalan-jalan? Kencan dengan kekasih? Atau hanya sekedar pelepas penat saat di serang masalah? Yah, setidaknya, kalau sedang stress pasti banyak dari kalian yang memilih taman sebagai tempat refreshing.

Begitu juga Haruno Sakura. Gadis cantik yang memiliki rambut sewarna bunga kebanggaan orang jepang itupun memilih taman sebagai tempatnya melepas stres. Yah, walaupun stresnya belum bisa hilang tapi dia merasa sedikit lebih baik saat menginjakkan kakinya di taman dekat rumahnya.

"Haah…" gadis itu menghela nafasnya pelan, dengan perlahan dia memilih berjalan kaki menuju bangku yang biasanya selalu ia tempati saat berada di taman tersebut.

Senyum tipis menguar dari bibir merah mudanya saat melihat segerombolan—tiga—anak yang sangat ia kenali sedang bermain bola di depan bangku yang akan ia duduki. Ia juga melihat bagaimana para gadis-gadis kecil di pinggir lapangan itu bersorak kegirangan dengan wajah yang memerah saat menyemangati mereka.

Dan tak butuh waktu lama bagi gadis musim semi itu untuk menyamankan dirinya di sebuah bangku taman yang telah ia tuju.

"Hhh, menyebalkan," gumam Sakura dengan nada pelan. Entah masalah apa yang sedang ia hadapi. Tapi sepertinya bukan masalah sepele.

"Ayo, Sasuke-kuun!"

"Eh," teriakan dari para gadis cilik itu mau tak mau memaksa Sakura untuk menolehkan kepalanya. Dan lagi-lagi ia hanya bisa tersenyum lembut saat menatap sang pemilik nama—yang barusaja di teriaki oleh para gadis kecil di samping lapangan—sedang berlari dengan bola di kakinya.

Sedangkan Sasuke yang sedang berlari menuju gawang sempat tersenyum sangat tipis saat melihat kehadiran gadis bermahkota pink yang sekarang sedang memperhatikannya.

"Teme! Shoot!"

Tuing!

Duk!

Bruk!

"Ittai! Teme jahat!"

Bola berwarna hitam dan putih itu menggelinding menuju tempat Sakura duduk. Apa yang terjadi?

Mata hijau Sakura masih terfokus pada bola yang berada tak jauh dari kakinya sampai suara seorang gadis cilik menyadarkannya dan kembali ia memandang sekumpulan anak kelas lima SD tersebut.

"Na-naruto-kun, kau baik-baik saja?"

Barulah Sakura menyadari, hal apa yang barusaja terjadi di depan matanya.

Bola yang seharusnya di tendang Sasuke dan harusnya juga dimasukkan dalam gawang yang dijaga oleh temannya yang berambut model nanas—Nara Shikamaru—malah ditendang ke arah kepala pirang milik anak seumurannya yang Sakura tahu bernama Uzumaki Naruto. Hah? Sasuke, kau gila.

"Hn, berhenti memanggilku Teme, Dobe," ucap Sasuke dengan wajah datarnya—apalagi di depan Sakura—lanjutnya dalam hati.

Hah, hanya karena alasan itu? hah, Uchiha. Tidak kecil, tidak besar, sama saja. Batin Sakura sembari menghela nafas. Ia pun melangkahkan kaki-kaki jenjangnya menuju tengah lapangan dimana Naruto, masih meringis kesakitan di sana.

"Sasuke-kun, kau tidak boleh seperti itu. Naruto itu sahabatmu 'kan, ayo minta maaf!" ucap Sakura dengan nada sedikit keras saat membantu Naruto yang masih saja meringis kesakitan.

"Hn."

Sekuat tenaga Sakura menahan tinjunya agar tidak melukai pemuda kecil tapi tampan yang saat ini memasang wajah angkuh khas Uchiha di depannya. Bagaimanapun juga, memukul anak kecil itu tidak dibenarkan dalam situasi apapun.

"Hah, aku lelah bicara denganmu," ucap Sakura lagi. Kali ini, bola mata teduhnya menatap Naruto, "Kau baik-baik saja, Naruto?" tanyanya tak lupa dengan senyum manis yang terpeta di wajah cantiknya.

Wajah Naruto memerah seketika, tapi sedetik kemudian ia mengangguk dan mengeluarkan cengirannya seperti biasa, "Aku baik-baik saja, Sakura-neechan."

"Hm, baguslah. Nah, apa kalian mau bermain lagi?" Tanya Sakura yang mulai bangkit dan berjalan meninggalkan lapangan untuk kembali menuju bangku tempatnya duduk.

"Tentu saja, ayo, Teme!" teriak Naruto dengan semangat. Sakura hanya bisa tersenyum mendengarnya. Teme dan Dobe. Haha, panggilan yang sangat unik.

"Hn," respon Sasuke singkat seraya kembali berlari-lari kecil menyusul Naruto. Ia juga sempat melirik Sakura yang sedang berjalan menuju bangku lewat sudut matanya, dan tanpa ia sadari, bibirnya membentuk sebuah senyuman. Sangat tipis. Hei, kau senang yah, Uchiha?

.

Sakura kembali memposisikan duduknya di bangku yang sempat ia tinggalkan sejenak tadi. Kali ini tatapan matanya beralih menatap barang yang ia bawa dan tergeletak dengan manisnya tepat di sebelahnya duduk.

Tangan mungil itu mengepal. Segera ia ambil kertas putih yang menjadi sumber masalahnya hari ini.

Kres!

"Sai bodoh!" rutuknya pelan dengan tangan yang masih meremas kertas putih di tangannya, "awas saja kau Sai no baka," lanjutnya lagi. Remasan tangannya pada kertas di genggamannya pun semakin menguat. Poor kertas.

"Hh," setelah puas menganiaya kertas putih tak berdosa itu, Sakura kembali menaruh secara acak kertas putih yang bentuknya sudah lecek tersebut di sampingnya.

"Kyaaaa… Sasuke-kuuuun!"

Lagi dan lagi, suara berisik itu kembali menggema melewati telinga Sakura. Hah, tidak bisakah mereka berteriak memanggil nama yang lainnya. Kenapa harus Sasuke-kun? Hah, itu malah akan semakin mengingatkannya pada pemuda yang sangat ingin ia lempar ke Mars hari ini juga.

"Sakura?"

Jiiit!

Dengan segera, Sakura memutar arah pandangnya. Kali ini, mata sewarna dedaunan itu menatap garang pemuda yang barusaja bersuara. Wajah pucat, senyum aneh, rambut hitam dan bermata onyx, siapa lagi kalau bukan Sai, Uchiha Sai.

Pemuda yang sedari tadi ia rutuki, pemuda yang sedari tadi menjadi sumber kegalauannya, pemuda yang sangat ingin ia tonjok wajah tak berdosanya itu. ck. Pemuda paling menyebalkan.

"Loh, kenapa kau menekuk wajahmu seperti itu, kau semakin terlihat jelek."

Tuing!

Empat sudut berbentuk siku berjejer langsung muncul di jidat lebar Sakura saat mendengar sepotong kalimat yang meluncur begitu saja dari bibir pucat pemuda yang bahkan belum memposisikan dirinya duduk itu.

Ck, dia memang sangat ahli membuat Sakura kesal. Benar-benar minta di lempar ke Mars nih anak. Tapi, saat melihat wajah Sai yang masih memasang tampang terlalu polos itu mau tak mau membuat Sakura menghela nafas.

"Haaah… terserah apa katamulah," itulah respon yang akhirnya diberikan gadis berusia lima belas tahun tersebut.

"Boleh aku duduk?" Tanya Sai yang kali ini sudah memposisikan duduknya di samping Sakura. Jadi, apa gunanya dia bertanya?

.

"Ng…" bola mata onyx milik Sai melirik sekilas gadis yang duduk di sampingnya. kepalanya menunduk. Dan itu tentu saja membuat Sai tidak nyaman.

"Sakura, ada apa denganmu? Sepertinya kau marah padaku, memang apa salahku?"

Hening

"…"

"Hei, Saku—"

"Bodoh! Kau bahkan tidak tahu apa salahmu! Hah, aku tidak mau bicara denganmu!" jawab Sakura. Sai sempat kaget saat mendengar jawaban super ketus itu meluncur dari bibir gadis yang sangat ia sayangi.

Tapi, sejurus kemudian, Sai tersenyum, bukan senyum seperti biasa, tapi senyum tulus yang jarang ia perlihatkan kepada siapapun. Ingatannya kembali bergulir ke beberapa waktu yang lalu saat sang gadis musim semi itu memergoki dirinya sedang jalan berdua dengan teman sekelasnya.

"Cemburu, eh?"

DOR!

Sang gadis pecinta pink itu tersentak mendengar potongan kata yang barusaja diucapkan sang sahabat berambut eboni. Segera ia alihkan pandangannya dan kali ini menatap sang onyx.

Sakura menatap dalam-dalam manik hitam milik sahabat menyebalkannya itu. dan dengan satu tarikan nafas, gadis kelas satu SMA itupun membalas ucapan sang calon pelukis masa depan di depannya.

"Siapa yang cemburu, heh, Baka," jawab Sakura. Gadis manis itu kembali menggulirkan emeraldnya, kemanapun asalkan tidak menatap manik hitam kelam milik Sai.

Sedangkan Sai, pemuda murah senyum itupun hanya bisa terkekeh geli melihat tingkah gadis yang diam-diam ia cintai itu. Dan itu tentu saja membuat sang Haruno kembali menatapnya, "jangan tertawa bodoh."

"Haha, gomen, Sakura," kata pemuda itu lagi yang masih saja mempertahankan ekspresi gelinya.

"…"

"Sakura, aku minta maaf, hei, Saku—"

"Bodoh, Sai bodoh! Padahal kau sudah berjanji mengajariku menggambar untuk tugas kesenianku. Tapi, kau malah kencan dengan teman sekelasmu itu, kalau kau tidak mau membantuku jangan menyanggupi permintaanku, bodoh!"

Ucapan Sakura seketika membuat Sai diam. Dia bahkan lupa tentang janji yang ia buat sendiri. Padahal pemuda pucat itu sangat tahu Sakura sangat tidak pandai menggambar, pantas saja Sakura sangat marah.

"Maaf, tapi, aku tidak kencan dengan Ino-san. Kami mengerjakan tugas, kau tahu sendiri, kami kelas tiga, tugasnya sangat banyak, Sakura," ucapnya membela diri walau kenyataannya memang demikian.

"Bodoh, Sai bodoh! Tugas kesenianku nilainya jelek, aku pasti dimarahi Kaa-san dan Tou-san, semua itu gara-gara kau!" kata Sakura lagi, kali ini tangannya pun ikut beraksi, menunjuk sang pemuda berusia tujuh belas tahun di depannya tepat di hidung. What the

"Eh! Kenapa aku?" gumam Sai sambil menunjuk dirinya sendiri.

"Dasar tidak peka, dasar manusia tidak berperasaan," suara Sakura bahkan semakin memelan. Dan itu tentu saja semakin membuat Sai merasa bersalah.

"Gomen, lain kali aku akan mengajarimu menggambar, jadi jangan marah lagi, kemana Sakura-ku yang selalu ceria itu?"

"…"

"Saku—"

"Baka!" ucap Sakura pelan. Tapi sedetik kemudian dia tersenyum walaupun sangat tipis, sahabatnya ini memang menyebalkan, tapi kadang juga sangat manis, "Kau janji?" Tanya Sakura seraya menatap bola mata hitam milik Sai.

Sai hanya bisa mengangguk dan tersenyum tipis, "Aku janji."

Nah, masalahmu sudah bereskah, nona Haruno?

.

"Ayo, Sasuke-kun!"

"Teme, bawa kesini bolanya!"

'Cih, Dobe. Tidak bisakah berhenti memanggilku Teme, apalagi di depan Saku-eh, apa yang kau pikirkan Sasuke.'

"Cih, majulah, Sasuke, aku pasti akan menangkap tendanganmu," ucap sang penjaga gawang yang tumben kali ini tidak memasang wajah malasnya.

Sasuke masih berlari dengan bola di kakinya, melihat gawang yang semakin dekat membuatnya menyeringai dalam hati, diapun memposisikan kaki kanannya untuk menendang sang bola.

Tapi, pemandangan di belakang agak samping(?) gawang Shikamaru yang barusaja tertangkap bola mata onyxnya—entah kenapa—membuatnya geram.

Di bangku itu—yang seharusnya hanya ada Sakura—sekarang malah ada penghuni baru. Dan Sasuke sangat tahu siapa yang sedang duduk di sebelah Sakura. Anikinya. Cih, sedang apa baka aniki itu di sana? Tanyanya dalam hati.

Apakah dia tidak menyadarinya karena sibuk bermain bola? Ck. Kembali, perasaan aneh itu datang lagi. Dan perasaan aneh itu selalu datang saat dirinya melihat Sakura dekat dengan pemuda lain. Meskipun itu kakaknya sendiri. Hah, menyebalkan.

"Teme! Ayo tendang!" teriak Naruto. Sementara Shikamaru kembali memasang pose bertahan a la Kiper yang sering ia lihat di televisi.

Sasuke menyeringai setan sebelum ia melepaskan tendangannya.

Duk!

Tendangan telah dilakukan. Shikamaru bersiap menangkap sang bola yang meluncur lurus ke arahnya. Naruto menari kegirangan karena sebentar lagi pasti gol. Jangan remehkan tendangan Uchiha Sasuke. Hah, dia 'kan sudah merasakannya tadi.

Tinggal sedikit lagi bola itu berhasil ditangkap oleh Shikamaru. Shikamarupun menyeringai senang.

Sret!

"Eh!"

Duagh!

"Ittai!"

Semua bola mata berbeda warna itu membulat. Seakan tidak percaya dengan apa yang barusaja terjadi.

"Hn," Uchiha Sasuke menyeringai puas.

Shikamaru sebagai kiper yang bertugas menangkap bola hanya bisa bengong melihat bola yang seharusnya ia tangkap malah berbelok arah.

Naruto memasang wajah yang er—sangat susah dijelaskan dengan kata-kata. Bukan, kali ini bukan Naruto yang menjadi korban tendangan maut sang Uchiha kecil. Melainkan—

"Sai! Kau tidak apa-apa?" teriak Sakura saat melihat sang sahabat yang barusaja terkena bola berkecepatan tinggi yang tepat mengenai kepalanya. Hah, mengerikan.

"Aduh, kepalaku," –Uchiha Sai. Meringis kesakitan akibat ulah dari adik tercintanya. Dengan segenap kekuatan, ia berusaha tidak menendang balik bola yang saat ini berada di pangkuannya ke arah sang otouto yang terlihat luar biasa tenang di tengah lapangan.

"Sa-su-ke," geramnya menahan nafsu untuk tidak membunuh sang adik semata wayang.

Namun, bukannya takut, Sasuke justru menatap sang aniki seolah mengatakan kau-berani-melawan-anak-kecil?-sangat-tidak-gentle men.

"Cih, kau sengaja menendang bolanya ke arahku, bukan begitu Sas-uke?" entah kenapa, malah Sakura yang merinding mendengar panggilan Sai untuk adiknya.

"Jangan memanggilku sembarangan, baka aniki."

"Kau tidak sopan pada kakakmu, Sasu-chan," ucap Sai yang kali ini—entah sejak kapan—sudah berada di depan Sasuke. Cepat sekali ia bergerak.

"Apa, kau mau melawanku? Aku tidak takut padamu, baka aniki," kata Sasuke dengan nada tegas, dia bahkan lupa berapa perbedaan usianya dengan lawan yang sedang dihadapinya.

Perang tatapan matapun tak terhindarkan lagi. Onyx bertemu onyx. Dan seakan bisa menebak arti tatapan mata satu sama lain, mereka pun mulai berkomunikasi lewat tatapan mata.

'Baka otouto, kau cemburu karena Sakura lebih dekat denganku atau apa, heh'

'Hah, jangan terlalu percaya diri, Sakura tidak mungkin menyukaimu, mayat hidup'

'Rambut ayam'

'Senyum palsu'

'Wajah datar'

'Pelukis jelek'

Sakura hanya bisa menatap dua Uchiha yang sedang perang deathglare di depannya. Mereka kenapa sih? Batinnya. Tak jauh berbeda dengan Sakura, bahkan Naruto dan Shikamaru pun ikut menyumbangkan sebuah sweatdrop untuk duo Uchiha yang tengah beraksi di tengah lapangan.

Sakura lagi-lagi hanya bisa menghela nafas menyaksikan adegan yang menurutnya tidak seimbang itu—tidak seimbang untuk Sai maksudnya—hei, jangan lupakan kejadian tendangan-menghantam-kepala-dari Sasuke untuk Sai barusan.

Kali ini, Sakura melangkah menuju tengah lapangan tempat terjadinya perang tatapan maut a la Uchiha. Bahkan dia tidak habis pikir, bagaimana mereka bisa seperti itu?

Hah, kau tidak tahu Nona, mereka itu memperebutkanmu. Sungguh beruntung sekali kau, Haruno Sakura.

"Sai… hentikan, kau tidak seharusnya menatap Sasuke-kun dengan tatapan membunuh seperti itu, mungkin saja Sasuke-kun tidak sengaja, diakan masih kecil," teriak Sakura yang kini mulai berlari menuju dua pemuda tampan yang berdiri di tengah lapangan bola tersebut.

'Hn, lihatkan, dia bahkan membelaku, baka aniki,' itulah yang Sai baca dari tatapan mata Sasuke, 'cih,' dan itulah respon tatapan mata dari Sai.

"Hah, terserahlah, hei, Sakura, kepalaku pusing sekali, kau bisa mengobatinya 'kan? Tendangan si baka otouto ini keras juga."

Jiiit!

Deathglare sempurna dari onyx yang lebih rendah itupun menyerang Sai, namun, Uchiha Sai bukanlah orang yang mudah terintimidasi, apalagi oleh tatapan anak kecil yang bahkan belum lulus SD.

"Sai, kau ini, mungkin Sasuke-kun memang tidak sengaja," kata Sakura lagi yang masih saja membela Sasuke. Padahal jelas-jelas pemuda kecil berambut raven itu sangat mahir menendang bola dan membelokkannya sesuai keinginannya, dasar gadis tidak peka, "Hah, ya sudahlah. Ayo ke rumahku," ajaknya lagi. Dia bahkan tidak menyadari adanya perang yang kembali bergema antara kakak beradik berwajah tampan di antaranya. Sekali lagi diulangi, Haruno Sakura memang sangat tidak peka.

'Jyaa ne, baka otouto.' Ucap Sai kembali lewat tatapan mata dan tidak lupa dengan senyum menyebalkannya seperti biasa.

'Cih, dasar baka aniki.'

"Kami pulang dulu yah, Sasuke-kun…" ucap Sakura tak lupa dengan senyum manisnya. Dan itu tentu saja membuat jantung Sasuke seketika berpacu dengan cepat, tapi, secepat kilat juga ia segera bisa mengendalikannya, dasar, Uchiha.

"Hn," hanya itulah yang bisa dikeluarkan Sasuke saat melihat sang gadis yang ia ehem—sukai—mulai melangkahkan kakinya meninggalkan taman bersama dengan hah—bahkan Sasuke tidak mau menyebutkan namanya.

"Cih, awas saja kau, baka aniki," kata Sasuke pelan dengan seringainya yang terlihat berbahaya.

'Kali ini, aku memang kalah, tapi lain kali akan ku buat Sakura memperhatikanku, jangan remehkan otak jenius Uchiha.'

"Teme, kau kenapa?" gumam Naruto pelan saat melihat aura-aura tidak mengenakkan yang menguar dari sahabatnya tersebut.

Sementara Shikamaru yang melihat bagaimana perubahan Sasuke malah kembali ke wajah aslinya, mengantuk dan malas "Hah, merepotkan sekali." Sepertinya sang jenius sudah paham situasi yang dihadapi oleh sang sahabat.

The End


Hiaaaa…. Chapter satu selesai…. Mihihi… akhirnya, kesampaian juga membuat fictlet tentang SasuSakuSai. Aku suka mereka bertigaaaa…. *lebay*

Yosh, gomen kalau aku gak bisa jadikan fict ini story yang nyambung(?), soalnya, aku ini anaknya rada susah nentuin plot *pundung*. Jadi, akhirnya malah buat fictlet doang #jleb.

Entahlah bagaimana tanggapan para reader tentang fict ini. Yosh, sudikah para reader semua memberiku review *blink-blink*

Akhir kata

REVIEW PLEASE~