No Matter What

Aku tak peduli siapa dirimu, bagaimana latar belakangmu, apa kekurangan dan kelebihanmu karena yang aku tahu, kehadiranmu lah yang membuatku menjadi mengerti benar apa itu arti sebuah kehidupan, kesenangan dan juga… cinta.

.

.

.

PROLOG

Berkelahi sudah menjadi sebuah hal yang biasa bagi seorang Jeon Jungkook. Jeon Jungkook? Ya, namja berambut hitam dan bertubuh tegap yang kini sedang berjalan santai dengan kedua tangan yang berada didalam saku celananya, tampak angkuh dan menunjukkan arogansinya. Jas berwarna navy itu terlihat tak terkancing, memperlihatkan sebuah kemeja putih yang terlihat kotor dan kusut dengan beberapa bercak darah. Darah? Ya darah dari beberapa luka ditubuhnya. Membicarakan luka, apa lebam dikedua pipi kanan kirinya serta sudut bibir yang berdarah itu bisa dikatakan luka biasa? Siapapun yang melihat pasti akan mengernyit dengan lebam yang terlihat sangat mengerikan itu membuat wajah tampan nan dinginnya menjadi sangat err menyeramkan?

Jungkook hanya tetap berjalan dengan santai. Ia bahkan tak melirik ataupun mendengar bisikan-bisikan para pejalan kaki yang berjalan berlawanan arah dengannya yang rata-rata membicarakan tentang keadaan dirinya yang mengenaskan dan menyeramkan. Jungkook merogoh salah satu saku celananya seperti sedang mencari sesuatu. Dan ia mencebikkan bibirnya saat apa yang ia cari tak ia dapati. Matanya memandang ke sekitar dan langsung melangkahkan kedua kakinya menuju kesebuah mini market terdekat.

Kasir yeoja itu hanya bisa menundukkan kepalanya tak berani melihat ke wajah Jungkook. Well ia akui jika namja dihadapannya ini terlihat tampan, namun melihat luka lebam diwajahnya membuat kadar ketampanannya menjadi berkurang dan malah memberikan kesan seram dan menakutkan.

"Mild dan satu pemantik." Ujar Jungkook pada sang kasir toko.

"Maaf, tapi bisakah saya melihat tanda pengenal anda?" Balas kasir itu dengan nada suara yang terdengar sedikit terbata.

"Tidak bisakah langsung memberikannya saja? Aku hanya butuh satu kotak dan sebuah pemantik saja." Jungkook memberikan tatapan tak sukanya kepada sang kasir.

"Maaf, tapi ini sudah per-"

"Noona aku mau beli cokelat." Jungkook hanya bisa menggeram dan mengutuk orang yang membuatnya semakin lama berada di dalam mini market itu.

Tanpa tahu menahu, orang yang tadi berkata kepada si penjaga kasir langsung menyerahkan beberapa bungkus cokelat tanpa mempedulikan kehadiran Jungkook diantara mereka. Sang penjaga kasir hanya menundukkan kepalanya kearah Jungkook seolah mencoba meminta maaf.

"Hei bisakah kau mengantri dibelakang?" Ujar Jungkook akhirnya pada seorang namja berambut cokelat terang mencolok yang terlihat sangat halus. Namja itu hanya menolehkan kepalanya sekilas kepada Jungkook dan menatap namja itu dengan tatapan yang terkesan polos.

Jungkook hanya bisa mencebikkan bibirnya dan mulai meneliti namja itu dari ujung kepala hingga ujung kaki. Tubuhnya hanya beberapa centi lebih pendek dari Jungkook dengan tubuh kurus yang dibalut dengan sebuah seragam yang- oh Jungkook tak terlalu mengenali seragam sekolah berwarna merah hati itu padahal ia sudah tak asing dengan semua sekolah tingkat menengah atas. Jangan tanyakan bagaimana ia bisa tahu. Lagipula siapa yang tak kenal Jeon Jungkook sang pembuat onar Hwajang HS?

"Semuanya jadi 20.000 won." Ujar sang penjaga kasir kepada namja berambut cokelat yang ingin Jungkook rutuki kehadirannya. Jungkook bersumpah akan mencari tahu disekolah mana namja itu bersekolah dan dengan beraninya memotong antrian Jungkook. Itu tanda perang untuk Jungkook namanya!

"Terima kasih noona!" Ujar namja bersurai cokelat itu setelah menerima sekantung plastik berisikan beragam jenis cokelat yang telah dibelinya lalu setelahnya segera keluar dari dalam mini market dengan senyum yang sangat lebar.

"Maaf, tuan. Bisa saya minta tanda pengenalmu?" Ujar penjaga kasir itu kembali kepada Jungkook yang kini masih terfokus pada punggung namja bersurai cokelat tadi yang semakin menjauh.

-Lihat saja aku akan mencarimu sampai ketemu!- batin Jungkook.

Jungkook hanya mengetuk-ngetukkan penanya malas ke atas meja saat pelajaran sedang berlangsung. Ia sama sekali tak memiliki minat untuk memperhatikan pelajaran padahal ini sudah tahun terakhirnya berada di tingkat menengah atas. Beberapa pasang mata hanya bisa menatap ke arahnya yang duduk di bangku paling kiri kelas yang menghadap langsung dengan jendela dengan pandangan jengah dan terganggu. Bagaimana tak terganggu jika suara ketukan yang dibuat dari pena dan meja kayu menggema disela guru Sejarah sedang mengajar didepan kelas?

"Jeon Jungkook, bisa kembali fokus?" Tegur guru yeoja itu untuk yang kesekian kepada Jungkook namun seolah tak peduli, namja itu langsung berdiri dan melangkahkan kakinya keluar dari dalam kelas menghasilkan teriakan dari sang guru.

Dengan angkuhnya, Jungkook langsung membawa kedua kakinya berjalan menuju ke taman belakang sekolah atau lebih tepatnya ke arah toilet lama yang sudah jarang dipakai karena sudah terlihat tua. Namun bagi Jungkook, toilet itu merupakan basecamp bersama kawananya.

"Bolos lagi?" Ujar salah seorang namja berambut orange yang mendudukkan tubuhnya pada salah satu wastafel yang meski sudah kotor dan lama, namun masih kuat menahan beban besar tubuh namja berambut orange itu.

Tanpa menjawab, Jungkook langsung mendudukkan dirinya disudut toilet dan mengeluarkan sesuatu dari dalam saku celananya. Jungkook mengambil benda kecil berbentuk silinder berwarna putih dari dalam kotak lalu meraih pemantiknya. Dengan santainya, benda silinder kecil itu kini sudah diapit manis oleh bibir tebalnya, menghirup dan merasakan rasa manis dibibirnya lalu menghempaskan asapnya ke sembarang arah.

"Hei bung, kau tahukan aku bukan seorang perokok sepertimu dan aku tak mau mati mendahuluimu. Jadi bisa tidak jauh-jauh dariku?" Ujar namja bersurai orange itu pada Jungkook dengan sebelah tangan yang mengibas-ngibas didepan wajahnya untuk menjauhkan asap rokok yang mengarah padanya.

Jungkook hanya diam, tak menanggapi perkataan temannya itu membuat namja bersurai orang itu hanya mendecih kesal dan mengubah posisi duduknya, menjauh dari Jungkook. Ia masih belum ingin mati muda. Ia memang sahabat Jungkook, tapi ia juga tak ingin menderita dan mati bersama-sama Jungkook hanya karena rokok.

"Ku dengar kemarin kawanan JB menyerangmu? Kali ini kenapa lagi?" Jimin -nama namja surai orange- mencoba membuka percakapan sekaligus mengeluarkan segala pertanyaan yang sudah memenuhi isi kepalanya. Dan benar saja melihat keadaan Jungkook yang terlihat menakutkan -dengan beberapa plester yang menutupi luka diwajah- dan lebam biru disekitar mata dan rahangnya.

"Dia tak suka aku dekat dengan Tzuyu. Padahal gadis jalang itu yang mendekati dan menggodaku di bar kemarin malam tapi si JB mengira aku yang menggodanya. Menjijikan!" Jelas Jungkook dengan wajah dan suara datarnya meski Jimin tahu jika namja itu merasa sangat kesal.

"Tzuyu? Primadona SMA Jinghan? Bagaimana mungkin kau bisa-"

"Sekali ku bilang jalang, tetap saja jalang meski ia seorang primadona sekalipun. Lagipula apa yang bisa dibanggakan darinya? Dia bahkan sangat bodoh diranjang." Ujar Jungkook membuat mata Jimin membelalak.

"Bahkan kau sudah tidur dengannya? Wahwahwah kau memang benar-benar brengsek." Jungkook hanya diam mendengar tanggapan Jimin soal dirinya.

Brengsek adalah salah satu nama panggilan untuk Jungkook. Selain terkenal berandal dan tukang berkelahi, Jungkook juga terkenal sangat brengsek diantara yeoja. Dalam seminggu, Jungkook dapat berganti sekurangnya 3 yeoja dan asik bermain-main diatas ranjang bersama mereka. Setelah puas, mencampakkan yeoja itu bukanlah hal baru lagi untuk seorang Jeon Brengsek Jungkook. Jika terhitung mungkin sudah adalah lebih dari 30 yeoja yang menjadi mainan dan ajang senang-senang Jeon Jungkook. Namun, meski sudah tahu siapa Jeon Jungkook sebenarnya tak membuat yeoja-yeoja itu kapok untuk didekati. Mungkin semua itu berkat wajah tampan dan kekayaannya. Kaya? Ya, tentu saja kaya. Hidup Jungkook tak pernah tak berkecukupan materi sejak ia lahir hingga sekarang. Bahkan keluarga Jeon sendiri masih termasuk ke dalam daftar 10 keluarga terkaya di Seoul.

"Hei Jimin-ah kau tahu sekolah mana yang memiliki almamater berwarna merah hati?" Tanya Jungkook tiba-tiba saat otaknya kembali mengingat pertemuannya dengan seorang namja di mini market kemarin.

"Alamamater berwarna merah hati?" Jimin mengerutkan kening, tampak sedang berpikir dengan sebelah tangan yang menopang dagunya.

"Yang ku tahu Jinsoo HS. Seingatku sih satu bulan lalu Mingyu memakai almamater berwarna merah saat berkelahi denganmu."

Jungkook terdiam dan otaknya kembali berpikir ke satu bulan yang lalu saat ia berkelahi dengan Kim Mingyu anak tingkat tiga Jinhoo HS karena berani menantang dirinya dalam balapan liar seminggu sebelumnya yang sayangnya dimenangkan oleh Jungkook. Karena tak terima, Mingyu pun kembali mencoba menantang hingga entah bagaimana akhirnya malah berakhir dengan baku hantam.

Jungkook menajamkan ingatannya mencoba mengingat seragam yang dikenakan musuhnya itu. Kemeja putih, celana hitam, almamater berwarna merah hati yang-

"Ah kau benar. Jinsoo HS." Jawab Jungkook saat mencoba mengingat warna dan rupa almamater Kim Mingyu, salah satu rivalnya dari sekolah lain.

"Kau yakin tidak ada sekolah lain yang memiliki warna almamater yang sama kan?" Tanya Jungkook kembali mencoba memastikan.

"Setahuku tidak. Memang ada apa? Jangan bilang kau buat masalah lagi? Astaga Jeon Jungkook kau ingin aku digantung oleh paman Jeon, hah? Kau ini-"

"Diamlah, Jim. Lebih baik kau bantu aku untuk mengawasi Kim Mingyu dan kawanannya."

"Untuk apa lagi, hah?"

"Kau juga akan tahu sendiri nanti."

-Dan kita akan lihat siapa kau itu sebenarnya? Aku cukup penasaran dan tak sabar ingin bertemu denganmu, namja cokelat.-

.

.

TBC/END/Delete?

.

.

A/N: iseng-iseng mencoba buat chaptered dan gak akan terlalu banyak kok mungkin. Ingin tau seberapa banyak minta untuk FF ini dan tanggapan kalian apa FF ini masih layak untuk dilanjut atau di DELETE saja. Oke aku tunggu review nya yaa^^

Regards,

Kookie-laTae

Follow my twitter: Losteu_laTae