Halo halo, writer abal disini :3/

Serius, first fandom. Jadi maafkan diriku kalau ada kesalahan kata atau kesalahan makna *eh

Yah, segitu aja

Happy reading :D


Kuroko no Basket © Todatoshi Fujimaki

Winter © aonyx

Rated : T

Genre (s) : Romance | Angst

Cast (s) : Akashi Seijuro | Kuroko Tetsuya


Selalu dingin. Dirinya hanya membutuhkan satu genggaman tangan untuk membuatnya terus hidup.

.

.

.

.

.

"Huatchih!"

Suara derap langkah berhenti diiringi dengan tolehan serempak dari lima kepala berbeda warna.

"Ne." Pemuda berambut biru yang posisinya paling dekat dengan si asal suara memecah keheningan. "Kise-kun, daijouka?"

"Ne ,daijobou Kurokocchi." Yang ditanya mengambil sehelai sapu tangan dan serta merta mengeluarkan—apapun itu namanya keluar, terdengar beberapa gumaman jijik.

Pemuda yang bernama Kise itu menatap teman-temannya, "Apa? Aku sakit." Ia membuang dengan santai tisu itu kebelakang dan melirik ke samping—ke sebuah boneka panda raksasa.

"Seorang model ingusan." Kata suara di balik panda itu.

Kise menggumamkan panda bisa bicara sebelum menyahut. "Lebih baik dari pada orang yang meggendong panda setinggi setengah meter, Midorimacchi."

"Ini benda keberuntunganku hari ini, menurut ramalah Ohasa, boneka panda setengah meter bisa membuat keberuntungan cancer bert—"

Omongan Midorima terpotong oleh suara Hatchih raksasa.

Hening.

"Cih." Aomine mensejajarkan langkah Kise, "Seharusnya kalau kau sakit tidak usah ikut latihan hari ini bodoh."

Kise menatapnya dengan tatapan -apa kau barusan bilang kalau aku harus mencicipi kaus kakimu?- "Aku lebih memilih menjadi model ingusan satu tahun dari pada tidak latihan Aominecchi."

"Kisechin?" Timpal Murasakibara, "Model ingusan?"

"Sudah kubilang dia itu lebih cocok dinamai model ingusan." Midorima bersuara lagi di balik panda nya.

"Midorimacchi! Murasacchi! Kalian harusnya membela k—"

Omongan Kise terhenti karena sebuah benda putih sepanjang 25 cm yang dengan mendadak menempel pada mulutnya. Ia mencium wangi menggiurkan dari ujungnya. Vanilla.

"Orang yang sedang sakit jangan banyak bicara." Ujar Kuroko kalem.

Hembusan udara dingin menerpa mereka,Aomine dan Midorima mengencangkan jersey biru mereka. Latihan tengah malam di cuaca dingin—benar-benar dingin yang dimaksud disini, ibarat sebuah neraka kutub yang ada di Bumi.

Demi tuhan. Itu semua karena orang itu.

Sebuah benda bening menempel di hidung Aomine, ia bergidik karena sensasi dingin yang mendadak dirasakannya.

"Seharusnya aku sedang bermalas-malasan di depan tungku api saat ini."

Murasakibara mengangguk. "Coklat panas."

Bahkan Midorima setuju, "Hari ini hari baik Cancer untuk berdiam diri di rumah, tapi-"

"ARGH!" Aomine mengacak rambutnya, "Tidak ada seorang pun yang ingin senang hati keluar rumah tengah malam untuk melakukan latihan basket. Semua ini gara-gara—"

"AHOMINE/AOMINECCHI!/MINECHIN/AOMINE-KUN! STOP STOP STOPP!"

.

.

.

Hening lagi. Mereka tahu, kalau tidak menghentikan omongan Aomine tepat pada waktunya, entah mereka akan melihat gunting melayang, cengiran malapetaka, atau malah noda kemerahan yang menghiasi setengah lebar jalan.

Mereka berlima menoleh ke belakang. Mencari ataupun memastikan kalau si surai merah absolut—pemimpin mereka, masih ada di tempatnya dan tidak mendengarkan.

Oh. Ia masih disana. Lalu apakah...

"Ada apa?"

Puja syukur kerang ajaib, Akashi tidak mendengarkan. Pikir mereka.

Pandangan Akashi menyelisik ketika tidak ada satupun anggota timnya yang menjawab. Mata heterokomnya menoleh ke Aomine, "Ada apa Daiki?" Tanyanya hampir sama dengan nada, Oh kau tidak mau menjawab pertanyaanku? Silahkan pilih warna gunting yang akan mengakhiri hidupmu.

Aomine menunjuk Kise. "A..ha, itu Kise." Jawabnya gugup, berusaha merangkai kata. "Kami sedang membicarakan kalau Kise lebih cocok dipanggil jadi Model Ingusan, ..I-Iya kan Midorima?"

Aomine menyenggol sikut Midorima, yang sebenarnya tidak perlu. "Ya nanodayo."

Satu lagi suara Hatchih raksasa terdengar, tapi bukan seperti biasanya, suara ini lebih seperti ... murka.

"Hatchih! Aominecchi."

Aomine menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Ya?"

"Hatchih! Midorimacchi."

Midorima menitipkan Panda nya ke Kuroko. "Apa?"

Ada suara yang sepertinya bersuara HOATCHIWH , yang kalau di tejemahkan dalam bahasa indonesia artinya : KEMARI! KUBUNUH KALIAN BERDUA SSU!

Kise, Midorima, dan Aomine menghilang di belokan gang. Hanya Tuhan yang tahu bagaimana nasib mereka.

"Tetsuya."

Kuroko mematung ketika merasakan sentuhan tangan dingin di jemarinya. Murasakibara sudah jauh di depannya menikmati dengan tenang snack nya sambil bergumam "Coklat panas, pancake panas." Terus menerus.

Kuroko mengkalkulasi jumlah orang yang tersisa dan menebak siapa sang asal suara. Enam orang minus Aomine, Kise, Midorima, dan Murasakibara ... Berarti ..

"Akashi-kun?"

"Hm?" Akashi mengonfirmasi. Tetap tidak melepaskan sentuhan tangannya pada Kuroko, anehnya.

Kuroko anehnya juga tidak berusaha melepasnya.

Ia ingat saat pertama kali dirinya bertemu dengan Akashi. Saat itu juga turun salju seperti ini, ketika Akashi dengan santainya mengatakan kalau dirinya mengetahui bakat terpendam Kuroko an akhirnya menariknya ke dalam Klub Basket Teikou.

Pemuda berambut biru itu hanya memandangi—mencoba mengalihkan perhatian, ke arah Murasakibara yang masih mengoceh "Pai panas, waffel panas." . Ia tidak dekat dengan pemuda ber iris emas-merah di sebelahnya ini, walaupun, yah, ia juga tidak akan menyangkal bahwa ia sering bermimpi mengelus surai lembut itu dan menyandarkan kepalanya di dada kecil tapi kokoh itu...

Kuroko menyandarkan kembali pikirannya. Apa apaan yang dipikirkannya barusan?

"Kau tidak kedinginan Tetsuya?"

Kuroko terkejut dan serta merta menoleh, yang akhirnya mendapati sepasang iris berbeda warna Akashi—sepasang iris yang selalu ada dalam mimpinya, menatapnya. Gumpalan embun keluar dari mulutnya ketika ia berkata, "Tanganmu hangat."

Oh.Oh. Kuroko bergumam.

Ditatap Akashi-lah yang membuat suhu tubuhnya naik. Pikirnya.

Ada empat hal yang tidak mungkin terjadi di dalam hidup Kuroko.

Pertama, Midorima meninggalkan kebiasaan membawa benda petuntungannya kemana-mana. Belum tejadi.

Kedua, Aomine membakar seluruh majalah 'tipe xxx' nya. Yang juga belum terjadi.

Ketiga, Murasakibara yang berdiet. Yang memang tidak mungkin.

Dan yang keempat, Akashi memeluknya.

Kuroko sering berasumsi kalau ada satu saja dari opsi tersebut yang benar-benar terjadi, sudah dipastikan kalau langit sebentar lagi langit akan runtuh.

Dan hal itulah yang pertama kali Kuroko pikirkan ketika Akashi memeluknya, benar-benar memeluknya. Menarik Kuroko mendekat dan sedetik kemudian impian kedua Kuroko terwujud. Ia dapat merasakan detak jantung Akashi.

Lalu apa yang akan ia lakukan?

Jelas. Kuroko balas memeluknya, ia membenamkan wajahnya di rambut merah menyala itu. Persetan dengan langit yang akan runtuh, Kuroko bahkan senang-senang saja kalau langit memang runtuh sekarang.

"Daisuki." Gumam Akashi di telinga Kuroko.

Kuroko bahkan tidak menyadari salju keperakan turun di sekeliling mereka.

Ia menggenggam tangan Akashi dan menatapnya dengan kebahagiaan yang tidak ia tutup tutupi.


"Tetsuya."

Kuroko menggeliut.

"Tetsuya."

Kuroko menarik selimutnya sampai menutupi kepalanya.

"Tetsuya Kuroko." Kata suara itu lagi tepat di telinganya. Ia merasakan jemari dingin menyentuhnya.

Seperti alarm, Kuroko langsung terduduk.

Siapa lagi pemilik jemari dingin ramping itu kalau bukan Akashi?

"Ohayou Akashi-kun." Sapanya, Akashi memiringkan kepala menatapnya.

"Pemalas, kau kira sudah jam berapa sekarang Tetsuya?"

Kuroko memikirkan sebuah alasan, ia menemukannya ketika melihat sebuah titik air di jendela kamar mereka. "Cuaca hari ini membuatku mengantuk Akashi-kun."

Akashi menoleh sepersekian detik ke jendela, dan tersenyum lembut. "Ah iya. Salju, tentu saja." Gumamnya pelan, mengulurkan sebuah cangkir kepada Kuroko.

Kuroko berkedip. Salju?

"Aku sedang berpikir." Kata Akashi, "Apa mungkin tidak apa kalau seandainya kita membolos sekolah hari ini, sekali saja Tetsuya?"

Kuroko menatapnya bingung. Tipe Siswa teladan Teiko membolos? Untuk apa?

Akashi melemparkan pandangan geli seolah dapat membaca pikirannya, "Untuk merayakan satu tahunan kita, tentu saja."

Sensasi dingin menjalari tangannya lagi. Kuroko tersenyum, ia melemparkan pandangan jahil kepada Akashi yang sekarang memegang tangan kanannya dengan dua tangan.

"Salju yang menjadi saksi pertemuan kita, salju menjadi saksi pertalian cinta kita, dan seterusnya, salju yang akan menjadi saksi kebahagiaan kita Akashi-kun." Kata Kuroko.

Akashi langsung mengecup dahi Kuroko lembut. "Tentu saja Tetsuya. Seterusnya."

To be continued


Huwah bagian pertama selesai TwT *sujud syukur*

Tadinya sempet kepikiran kalo si Kuroko nya aja yang jadi seme, tapi tapi ... yah... *nangis guling-guling*

Typo banyak ya?

Review-kritik-saran-monggo :3/