Akhirnya setelah sekian lama saya ditagih oleh salah satu teman saya *ngelirik jeng Ka* saya membuat fic sekuel MEOML ini juga hohoho *digeplak* tapi kali ini rate T aja. Untuk rate M ntar aja dibikin one shotnya wkwkwk *plak bhuag*

Oke, tanpa basa-basi silahkan membacaa!


Naruto © Masashi Kishimoto

Warning : OOC, AU, little typo maybe?

Pairing : SasuSaku

Genre : Family/Romance

Sekuel fic My Enemy or My Love?

.

.

SASUKE'S PAIN


CHAPTER 1

Sasuke POV

"SASUKEEEEE!" teriak nenek lampir eh maksudku istriku yang satu itu. Sial, padahal aku sedang asyik-asyiknya main game PSP. Mana lagi di final-finalnya, tinggal ngehajar satu musuh lagi aja, gua pasti menang nih!

"Bentaaar, tanggung!" jawabku akhirnya, masih terpaku dengan game yang kumainkan. Dan kudengar Sakura Haruno—nama istriku—itu sudah tidak lagi memanggil-manggil namaku. Dasar merepotkan, baru saja dua minggu kawin aku sudah dijadikan budak. Istri sialan!

Aku masih asyik berkutat dengan gameku itu hingga akhirnya—YES! Satu pukulan lagi, maka aku akan menyelesaikan game laknat yang kumainkan dalam seminggu belakangan ini. Di saat hampir saja pukulan pemainku mengenai lawannya…

BHUAG

Aku harus merasakan pukulan lain di belakang kepalaku.

"Ouch sakit! Hei, apaan sih lu?" tanyaku kasar pada seorang mak lampir di belakangku. Dengan kesal aku berbalik dan mengelus-ngelus belakang kepalaku. Dengan gaya premannya yang biasa, Sakura berdiri dan melipat tangannya sambil menatap sinis ke arahku.

"Gua pikir lu lagi ngapain sampai gak datang-datang pas gua panggil, gak tahunya malah main game? Mati saja sana suami sialan!" terang Sakura, dengan kata-kata terakhirnya yang sedikit membentak. Aku memutar bola mataku bosan. Baiklah hey para laki-laki, adakah yang mau menggantikan posisiku saat ini?

"Sabar dong! Tanggung beneran nih, lihat pemainku—AAAAA!" teriakku histeris. Bagaimana tidak? Ternyata malah pemainku yang mati! Ah, kalau begini aku harus mengulangi main game laknat yang kumainkan selama seharian penuh ini. Mati saja!

"Kenapa?" tanya Sakura dengan wajah polos. Oh baiklah, ingin kugigit saja muka (sok) polosnya yang satu itu.

"Kenapa kenapa, lihat nih! Gara-gara lu, gua harus main lagi dari awal. Aaaargh!" geramku frustasi dan mematikan PSPku. Dengan malas, aku membanting diriku ke atas kasur.

"Eh, siapa yang nyuruh lu tidur? Bangun! Bantuin gua beresin dapur," ucap Sakura sambil menendang-nendang tubuhku. Ah, jangan remehkan mantan pemimpin geng Taka ini, dasar cewek.

"Ngh? Males ah, lu aja sana kenapa harus gua?" elakku malas dan aku kembali memeluk gulingku. Aku bisa mendengar Sakura menggertakan giginya kesal namun aku tidak ambil pusing sampai cewek itu—

DHUAK

—kembali memukul kepalaku hingga kurasakan benjolan muncul di atasnya.

"Bisa nggak sih sekali aja lu feminin sedikit sama gue, hah?" tanyaku kesal dan membalikkan badanku ke arahnya. Sakura malah balik menyeringai di depanku.

"Oh, untuk suami seperti lu, kata feminin gak ada di kamus gue," jawabnya dengan nada sarkastik. Hooy para tukang batu, bisa tolong lemparkan batu ke dalam mulut istriku?

"Ck, oke oke gua bantu lo tapi nggak lama! Tubuh gua capek semua," jawabku kesal dan berjalan melewati Sakura yang tersenyum kemenangan. Dengan langkah kecil, bisa kudengar Sakura berjalan mengikutiku.

Sampai di dapur, aku langsung membelalakkan mataku. Bagaimana tidak? Ini adalah dapur terhancur yang pernah kulihat dalam hidupku. Aku ingat saat kecil, aku dan Itachi memang pernah menghancurkan dapur tapi tidak separah ini. Sebenarnya apa sih yang dilakukan cewek monster itu di sini?

"Sakura, lu mau masak apa sih?" tanyaku tajam. Sakura hanya tersenyum manis dan memasang puppy eyes andalannya. Memang, awal awal aku luluh dengan serangan mata mematikan itu. Tapi maaf saja, sekarang aku sudah kebal, istriku sayang…

"Aku mau buat makanan spesial untuk suamiku tercintaa," jawab Sakura dengan nada manja. Ugh, mulai deh. Kalau Sakura lagi begini pasti ada maunya dan anehnya sampai sekarang aku tidak bisa menolak kalau dia sudah seperti itu.

"Ma… Makanan apaan?" tanyaku gugup saat Sakura sudah mulai memeluk tanganku dengan kencang.

"Hm, nasi goreng ekstra tomat, Sasu-chan suka kan?" jawab Sakura. Aku tersentak, oh tidak itu makanan kesukaanku. Dan walau malu mengakuinya, nasi goreng buatan Sakura adalah yang paling enak. Tapi, membuat nasi goreng seperti itu tidak mungkin sampai dapurnya hancur seperti ini kan?

"Gimana nih? Kalau dapurnya seperti ini, aku nggak bisa masak makanan kesukaan Sasu-chan," gumam Sakura dengan mata berkaca-kaca—yang aku yakin, itu pasti dibuat-buat. Aku menghela nafas pelan, akhirnya dengan keberatan aku mengambil sapu di samping kananku.

"Ya sudah gua bersihkan, tapi ingat! Buat nasi goreng yang enak ya!" pintaku sambil mulai menyapu. Sakura tersenyum lebar dan bergaya seperti prajurit yang melakukan hormat.

"SIAP BOS!" teriak Sakura, dan dia pun melenggang menuju kamar. Bisa kudengar dia membantingkan dirinya di atas kasur. Cih, pasti dia malah enak-enakan tidur.

Oh kaasan, oh tousan. Kenapa dari sekian banyak wanita di muka bumi ini, kalian malah memilih dia jadi istriku?

.

.

Malamnya…

"Sesuai janji! Ini makanan kesukaanmu Sasuke!" seru Sakura dan langsung menaruh piring berisi nasi goreng ekstra tomat yang sangat kusuka. Tanpa sadar, aku menelan ludahku. Tak sabar menikmati makanan di depanku.

Dengan cepat aku mengambil sendok dan garpu di sampingku lalu aku mulai memakan nasi gorengku dengan lahap. Kulihat Sakura berjalan memutar dan duduk di depanku. Dia hanya tersenyum melihatku makan, tapi kenapa dia tidak makan? Ah sudahlah, mungkin dia memang sedang tidak lapar ya. Aku kembali memakan nasi goreng saat kurasakan senyum di wajah Sakura lama kelamaan menghilang dan berubah jadi wajah sedih. Aku menghentikan aksi makanku dan menatapnya heran.

"Kenapa lu?" tanyaku setelah aku menelan nasi goreng di mulutku. Sakura tersentak kaget dan menggeleng.

"Ng… Nggak kok, nggak apa-apa," jawab Sakura yang kelihatan… gugup? Pasti ada yang tidak beres.

"Kenapa? Lu nggak mau cerita ke gue? Padahal gua kan suami lu," tanyaku mendesak lagi. Memang, aku sedikit temperamental untuk masalah ini. Aku tidak suka kalau Sakura menyembunyikan sesuatu dariku, apalagi kalau itu sampai membuatnya murung seperti ini. Meski menyebalkan, senyum Sakura adalah segalanya bagiku.

"Ngg, sebenarnya anu…" Sakura terlihat memainkan jarinya. Percaya atau tidak, aku sempat melihat keringat dingin di pelipis Sakura.

"Apa sih?"

"Gua nggak tahu, kalau ini kabar baik atau bukan tapi…"

Sakura kembali memainkan jarinya lalu mengangkat wajahnya. Dia terlihat memaksa senyum dan menggaruk pipinya. Semburat merah terlihat jelas di wajahnya.

"Gua hamil,"

..

.

"HAH? DEMI APAA?" teriakku kaget. Aku langsung berdiri dari tempat dudukku dan menatap Sakura tidak percaya. Ya… Yang benar saja, berarti usahaku (?) seminggu yang lalu berhasil?

"I… Iya, awalnya juga gua nggak percaya, sampai Mikoto-kaasan membawa test pack dan mengetesku," jawab Sakura yang terlihat kaget dengan reaksiku. Lama-lama senyum lebar menghiasi wajahku.

"Ha… Haha, gua bakal jadi ayah muda deh," gumamku sambil menggaruk rambut pantat ayamku yang tidak gatal. Sakura melihatku lalu tertawa puas.

"Hahahaha dasar lu," tawa Sakura geli melihat tingkahku.

"Baiklah, berarti lu harus jaga kesehatan, nggak boleh banyak bermain, harus sering senam untuk kesehatan bayi lu, jangan banyak gerak dan sebagainya oke?" jelasku panjang lebar. Sakura masih menatapku polos.

"Eh? Kalau basket boleh nggak? Kebetulan gua ada janji sama Tayuya," tanya Sakura. Aku sweatdrop seketika, istriku ini bodoh atau gimana sih?

"Hoi, mana ada orang hamil main basket huh? Push up aja sana sekalian!"

"Boleh?"

"NGGAK!" teriakku frustasi. Sakuraku yang cantik, lunya sih nggak gua pikirin. Tapi di perut lu ada bayi gua! Dan untuk sesaat, aku merasa menjadi suami paling buruk sedunia.

"Uuh, jadi gua nggak boleh main ke mana-mana?" tanya Sakura. Wajahnya terlihat sedih. Uh, aku jadi merasa bersalah. Tapi mau bagaimana lagi?

"Boleh kok, ngg bagaimana kalau besok gua temenin lu jalan-jalan jadi lu bisa tahu apa yang dibolehkan oleh orang hamil, gimana?" tanyaku (berusaha) lembut. Sakura menatapku dengan mata emeraldnya lalu tersenyum.

"Oke," jawab Sakura sambil mengangguk.

"Baiklah, ayo tidur," setelah mencium bibirnya sesaat. Aku menggenggam tangan Sakura agar masuk ke kamar kami. Kembali tidur menanti hari esok.

Well, baiklah Sasuke. Kau pasti tahu mulai besok, hari tidak akan berjalan dengan mudah.

.

.


Hemm, fic apa ya ini? (==')7 *dibakar*

Maaf ya kalau aneh. Dan bisa dibilang, fic ini untung-untungan. Jadi kalau ada ide aja, aku update. Kalau nggak ya ditamatin haha *seenaknya –dibakar massa* oleh karena itu, tidak aku tambahkan kata 'To Be Continued' di akhir seperti biasa buat jaga-jaga ^^a *plak bhuag dhuak*

Ng, boleh minta review? X3