When you don't love me anymore
By : Toma- Q.E.D.
Hari itu, hujan deras mengguyur seluruh Amestris dengan lebatnya. Seorang wanita muda, pergi meninggalkan rumah besar hanya dengan sebuah tas olahraga kecil yang terselempang di bahu kanannya. Ia menoleh sebentar ke rumah itu, tertahankan ketika hatinya merasa berat.. namun ia menggeleng-gelengkan kepalanya, membulatkan tekadnya dan berjalan menjauhi rumah itu.
-- Fuhrer's Estate –
"papa !" teriak Salem padanya. "selamat pagi !"
Salem, anak fuhrer di Amestris itu segera meneguk susunya dan mengambil tas sekolahnya, hendak belajar dengan guru privatnya. "papa, ada berita tentang alchemist kontet ?" tanyanya berantusias. Idolanya ialah si Fullmetal alchemist, yang sekarang ada di dunia lain itu.
"belum… belum ada…" sahut fuhrer bertutup mata sebelah itu. "habiskan susunya, salem !" perintahnya dengan tenang sambil membalikkan koran yang sedang dibacanya.
"aah… papa… aku mau jadi pendek seperti alchemist kontet… biar jago seperti dia !"
"aw..aw… salem ! tenang ! Ngomong-ngomong kau lihat mamamu ?"
Anak kecil berambut hitam tersebut menggeleng. "tidak… kenapa ?"
"ahh.. tidak…."
Fuhrer King Mustang menggeleng. "ya.. sudahlah…" ingatannya masih jelas akan kejadian tadi malam… ia sedikit mengkhawatirkan istrinya.
/Flash back/
Sudah hampir jam 1 malam pada jam setempat, ketika fuhrer Roy Mustang, baru pulang dan menjejakkan langkahnya di dalam kamarnya. Dilihatnya wajah khawatir Riza, dengan matanya yang merah dan air matanya masih jelas.
"ke mana saja ?" tanyanya dengan suaranya yang masih parau.
Ia hanya menggaruk-garukkan kepalanya. "ah..itu… pekerjaanku menumpuk… pemberontakan-pemberontakan membuat kepalaku mau pecah saja…oh ya… bagaimana keadaan Salem ?"
"ia baik-baik saja…" jawabnya singkat.
"hey… jangan masem begitu, dong…. Sori deh… besok aku enggak bakal pulang malem-malem lagi, oke ?"
Riza terdiam, lalu melemparkan dirinya dalam pelukan roy, menenangkan dirinya yang hampir setengah gila dari tadi. Perlahan-lahan ia menghembuskan nafasnya, menghirup wangi yang biasa ia senangi dan membuatnya tenang. Namun, kembali, perasaan resah dalam hatinya muncul.
"roy… kau benar-benar bekerja hingga tadi malam ?"
"iya.. kalau tidak percaya, tanya sekretarisku saja…." Katanya lalu mengelus perut Riza yang besarnya dua kali biasanya.
Memang, beberapa bulan ini, Riza baru saja cuti gara-gara anak kedua mereka dan keadaan tubuhnya yang sedikit lebih lemah, sehingga ia memilih beristirahat dulu di rumah.
"Roy… jangan bohong….kau terlalu gila kerja sampai mengorbankan istri dan anak ? " Raut muka riza mulai berubah sedih. "Roy, setiap malam, aku mencium bau parfum yang berbeda-beda…"
"bu..bukan…"
"bukan sebentar aku baru mengenalmu, roy !"
"Riza ! Ngomong apaan sih kamu ! satu-satunya orang yang kucintai itu kamu…" ia menjeratnya dalam pelukannya, lalu berkali-kali mengecup disepanjang lehernya.
"lepaskan, roy !" teriaknya, namun diacuhkan. "roy ! kau tahu apa yang kutemukan dilemari bajumu ? rok mini seragam biru military, yang pasti bukan milikku, karena aku tetap memakai celana. Sekarang, apa yang mau kau katakan ?'
Roy tersentak mendengar perkataan Riza, lalu melepaskannya. "bu….bukan begitu maksudnya, Riza…"
"Lalu apa ?" balasnya lagi berteriak. Hatinya hancur sejak tadi. Memang, dari beberapa malam ini ia sudah curiga, namun sama sekali tidak ada barang bukti. Namun hal yang ditemuinya tadi pagi ketika membereskan lemari baju roy telah mengoyakkan hatinya. "Bagaimana benda itu bisa ada di sini ?"
"bukan begitu, Riza ! akan kujelaskan itu kare—"
"Sudah ! aku sudah bosan mendengar semua kebohonganmu ! ROY ! Kau hanya mencintaiku karena ada Salem kan ? Karena terpaksa, kan ? akui saja, roy ! Aku tahu semua yang kau kerjakan dengan sekretarismu dan beberapa perwira wanita di kantor !"
"RIZA ! apa-apaan sih kamu ini ? Setiap hari aku bekerja hingga malam, demi Amestris ! demi menguak kasus Hughes !" teriaknya lagi, dan kali ini membuat riza yang tadinya begitu penuh marah, menjadi sedikit turun.
Kata Hughes membuatnya bimbang. Ternyata selama ini pula, suaminya belum dapat melupakan kasus Hughes yang sepertinya bisa dijadikan kasus tidak berujung, sebab tidak tertinggal barang bukti atau apa pun…. Ia sangka, dirinya bisa membuat Roy lupa akan masa lalunya… namun tidak..
"maaf…" Ia menunduk, lalu membiarkan dirinya dalam pelukan Roy. "maaf… aku tidak tahu.. kau masih memperhatikannya… kukira… aku sudah bisa membuatmu melupakan penderitaanmu… ternyata aku salah…"
roy tersenyum, lalu menyibak rambut riza perlahan. "tidak apa-apa, riza… memang, aku tidak melupakan Hughes… aku akan terus bekerja untuknya… tapi aku sudah tidak merasa semenderita dulu, karena kehadiranmu…"
Keduanya terdiam sementara dalam posisi mereka yang demikian, menenangkan diri setelah melampiaskan kemarahan dan kesalahpahaman yang ada, menyadari pentingnya keberadaan lawan mereka satu sama lain.
"riza… sudah malam. Kau butuh istirahat banyak loh…"
Ia tersenyum dan menangguk.
"riza.. kau memang ratu paling cemburu di seluruh dunia…." Namun roy hanya mendapat sambutan yaitu pipinya yang dicubit.
"night darling…"
/ end of flash back/
"papa, aku belajar dulu, ya…"
Roy hanya melambaikan tangannya dengan lemah pada anak lelakinya yang berumur 6 tahun itu. Setelah itu, Roy kembali berjalan ke kamarnya, bersiap-siap ke kantor dan mengganti seragamnya. Ketika ia mengambil kemeja birunya, tiba-tiba sebuah benda kecil bersinar jatuh dari atas seragamnya, dan meninggalkan bunyi berdenting kecil. Roy membungkuk untuk mengambilnya, dan saat itu juga baru menyadari benda yang terjatuh itu. Cincin Pernikahan Riza.
"RIZA !" teriaknya keras-keras dari dalam kamar, menggaung ke seluruh bagian rumah itu.
