title: when the birds are leaving
genre: hurt/comfort
rating: T
.
Kagerou Project © Jin
Shintaro melirik keluar jendela, dan menyaksikan seekor capung terbang menyusuri semak di dekat tiang bendera.
Ayano duduk di sampingnya, menggumamkan sebuah lagu kanak-kanak dengan lembut—sementara tangannya cekatan menuliskan esai tentang liburan yang akan dikumpulkan begitu bel berbunyi. Bunyi pulpen yang menggores kertas terdengar samar-samar.
Di luar, angin musim gugur yang sejuk berhembus masuk lewat jendela yang terbuka.
"Kau tidak mengerjakan esaimu, Shintaro-kun?" tanya gadis itu, menjeda pekerjaannya sebentar. Shintaro menoleh.
"Sudah kukumpulkan tadi, kutitip pada Izama," jelasnya pendek. Ayano tersenyum, dan melanjutkan lagi esainya.
"Oh," balasnya singkat, bunyi kertas yang dibalik terdengar. "Omong-omong, kau pergi liburan kemana, Shintaro-kun?" tanya Ayano lagi disela-sela pekerjaannya.
Shintaro terdiam sebentar.
"Aku tidak kemana-mana. Paling di kamar, dan main komputer," balasnya sambil tersenyum tipis.
"Oh, begitu ya," Ayano tertawa, dan suara tawanya terdengar seperti bunyi angin di musim semi—setidaknya bagi Shintaro. "Kau tidak bosan, Shintaro-kun?"
Shintaro menaikkan alisnya, dan menatap Ayano sambil tersenyum. "Eh? Tidak."
Ayano melanjutkan lagi kegiatannya, sementara Shintaro kembali melemparkan pandangannya keluar jendela. Daun-daun akasia yang gugur beterbangan ditiup angin, sebelum kemudian jatuh menyentuh tanah.
"Kau sendiri liburan kemana, Ayano?" tanya Shintaro memecah kesunyian. Ayano menjeda pekerjaannya sebentar.
"Aku pergi ke rumah bibiku di Hokkaido," jelasnya sambil tersenyum. "Disana menyenangkan."
"Oh ya?"
Ayano tertawa. "Tentu saja."
Shintaro tak mengatakan apa-apa lagi setelah itu, dan kembali melemparkan pandangannya keluar jendela. Langit kelihatan berwarna biru agak kelabu, awan mendung bergayut di atas.
Mungkin sebentar lagi akan turun hujan.
Shintaro menyandarkan punggungnya ke belakang, dan memperhatikan ikatan rambut Ayano yang longgar—pitanya meluncur perlahan menuruni rambut gadis itu.
Shintaro menangkapnya ketika pita itu tiba di ujung ikatan rambut Ayano—lalu melepasnya perlahan.
"Eh?" Ayano menghentikan kegiatannya sejenak, merasakan rambutnya ditarik. Ia menoleh ke belakang.
"Ikatan rambutmu longgar," jelas Shintaro, melepas simpul pita itu. "Sini kubetulkan."
Ayano membalikkan lagi kepalanya ke depan, dan merasakan tangan Shintaro menarik rambutnya—sebelum kemudian dirapikan menjadi satu, dan diikat dengan pitanya lagi; kali ini lebih erat.
Jari-jari Shintaro bersentuhan dengan tengkuk Ayano, dan tanpa sadar pipi gadis itu memerah.
"Nah," Shintarou mengencangkan simpulnya, dan bersandar lagi ke belakang. "Begini lebih baik."
Ayano meraba ikatan itu perlahan, dan memutuskan kalau ikatan yang dibuat Shintaro memang lebih rapi. "Terima kasih, Shintaro-kun."
"Sama-sama," Shintaro tersenyum, dalam hati mengagumi hasil pekerjaannya.
.
Gadis itu kelihatan lebih manis.
Langit kelihatan mendung, angin sore di musim gugur yang dingin bertiup; mengecup lembut wajah Ayano yang tengah berjalan pulang. Gadis itu mengencangkan syal cokelatnya.
Seekor burung gereja, yang tengah mematuk remah-remah roti, terbang dari tempatnya berpijak di dekat kaki Ayano ketika gadis itu berjalan. Ayano mempercepat langkahnya, hujan mungkin turun sebentar lagi dan angin kencang meniup rambutnya; hingga helai-helaiannya bergerak-gerak sebagian.
Ayano meraba ke belakang rambutnya yang terikat rapi, menyentuh pitanya perlahan. Seulas senyum lembut terukir di bibirnya.
[ Samar-samar, ia masih dapat merasakan hangatnya tangan Shintaro di tengkuknya; jari-jari pemuda itu begitu lembut seperti sayap seekor burung robin. ]
.
.
Bersambung.
.
(jakarta, 18/06/2014)
thanks for reading. :)
