"Sorry for being an evil yawny girl..."
Aku menghentakkan kakiku kuat-kuat diatas pangkuan lelaki itu. Ya, Conan Edogawa. Aku menyibakkan rambut pirangku dan menguap sejadi-jadinya. Dia tersenyum sambil memegang pundakku. Kami sedang ada di Hokkaido, tepatnya pantai yang membuatku ingin terus tinggal disni walau waktu liburan telah berakhir. Tentu saja rencana liburan ini berasal dari Kudo, tepatnya Conan. Dia mengusulkan pada Subaru untuk membawa kami ke Hokkaido. Kami tak ada usulan lain mengenai tempat liburan. Akhirnya aku mengikutinya.
"Kau ini..." desahnya sambil mencengkram bahuku keras, namun lembut. Aku menoleh. "Ada apa?"
Matanya yang tertutupi kacamata itu mengerling. Aku terdiam memandangi matanya yang bagiku sangat indah. Kami-sama... terkutuklah aku jika terus-terusan memandanginya. Wajahnya, sifatnya, omongannya, adalah daya tarik tersendiri. Aku bisa-bisa kehabisan nafas kalau terus-terusan mengagumi pesonanya.
"Sudah kuajak ke pantai, kau malah menguap sejadi-jadinya. Kau kenapa sih?" tanyanya sambil menyibakkan rambutku. Dia, memangkuku, dan menurutku itu tidak memalukan. Aku bebas melakukan apapun dengan dia.
"Aku mau melihat matahari pantai." Aku terus-terusan menguap dan Subaru melirikku. Dia tersenyum. Aku memalingkan muka dan terus memandangi sisi laut, menunggu matahari terbenam muncul. Conan akhirnya melepaskan pangkuannya dan duduk di sebelahku. Pipiku sontak memerah dengan derasnya, tak kupungkiri kalau aku memang telah jatuh cinta padanya. Getaran stacatto di jantungku semakin membesar.
Sesungging senyum terlukis dari bibirnya. Aku meliriknya. "Ada apa?"
"Matahari itu." Tangan mungilnya menunjuk matahari yang sebentar lagi akan tenggelam. "Waktu kecil dulu, aku dan Ran bersama-sama melihat matahari dari ujung kantor polisi."
Mataku mengerling. Benarkah?
"Aku terakhir kali melihatnya saat Vermouth menembak salah satu anggota organisasi,' tuturku sambil memakai topi.
Conan melirikku. Matanya menajam. "Vermouth," desisnya sambil mengepalkan tangan. Aku melirik. "Dia takkan ada disini, Kudo."
Conan menggeleng. "Bukan itu maksudku. Terakhir kali aku melihatnya saat dia memberitahuku tentang Irish."
"Lalu?" desahku. Kau semakin memperumit masalah.
"Aku pikir dia akan muncul lagi untuk mencari informasi tentangmu." Bibir Conan bergetar, mata onyx-nya menatap mataku. Aku semakin pusing dan keringat dingin menetes dari keningku.
Conan buru-buru memegang bahuku. "Kau tak apa, Haibara? Maafkan aku," khawatirnya.
Aku menggeleng. Organisasi bodoh itu! Kau malah membahasnya ketika aku curiga pada Subaru!
