A/N: First fic in this fandom! :D Jadi tolong maafkan bila OOC, kurang tereksplor, dan kurang pas dengan canon-nya.

Warning: Typo? Hopefully, no.Divergence. Based on HP7 Deathly Hallow part 1 (or the 7th novel—forgot the chapter)

Disclaimer: Harry Potter is belong to J.K. Rowling. I just borrow some scenes and—of course—the charas. The divergence is mine :)

SERENADE

A DraMione fic, requested by ceruleanday

mysticahime™

© 2011

.

.

Jeritan lagi.

.

.

Gadis itu menjerit, melengking dan menyakitkan. Kedua mata hazel-nya menyiratkan ketakutan yang jelas—kengerian amat sangat pada penyihir berambut keriting hitam yang menahan tubuhnya.

Tongkat sihir menempel di kulit lehernya.

Kutukan yang terucap dari bibirnya terasa bagaikan racun.

.

.

Jeritan keras. Lagi.

.

.

Sementara sang pemuda berambut madu hanya bisa memejamkan mata dari balik punggung-punggung keluarganya.

.

.

.

Sembilan belas tahun kemudian...

Aroma hangat musim panas menguar di langit London yang cerah. Awan-awan putih bergelayut pada permukaan biru, menciptakan pola terang-gelap yang sempurna pada permukaan tanah.

Di salah satu rumah bernuansa country di Nouvelle Drive, samar-samar terdengar alunan musik klasik dari balik jendela, menyemarakkan suasana musim panas tahun ini.

Draco Malfoy menghabiskan tegukan terakhir tehnya, kemudian mengibaskan tangan kirinya—cangkir keramik itu melayang dan mendarat di atas meja. Kedua matanya kembali menelusuri kata demi kata yang tercetak di Daily Prophet edisi terbaru yang memuat foto seorang Harry Potter dan rekannya, Ron Weasley, di halaman terdepan. Keduanya baru saja dilantik menjadi Auror oleh Kementrian Sihir.

Tanpa disadari, ia tersenyum.

Harry Potter.

Dua puluh lima tahun yang lalu, keduanya merupakan rival besar—menggunakan sihir untuk tujuan yang berlawanan. Namun, kini...?

Entahlah, Draco sendiri tidak yakin bagaimana hubungan mereka berdua saat ini. Teman kah? Rekan kerja? Oh, tidak mungkin. Lama, Draco menetap di dunia manusia, menjauhkan diri dari pengaruh Lucius Malfoy—ayahnya.

Kalau begitu... musuh?

.

.

.

Ia bisa melihat bagaimana Bellatrix menyiksa gadis itu. Yeah, hanya melihat. Kedua orangtuanya seolah berdiri membentenginya, begitu juga dengan para Pelahap Maut lainnya. Mereka menghalangi dirinya untuk lari dan menyelamatkan gadis itu.

Mereka tahu bahwa ia mencintai gadis itu.

Dan mereka tidak mengizinkannya.

lalu, ia melihat sosok Harry Potter menerjang maju dan berusaha menyerang Bellatrix.

.

.

Seharusnya, ia yang melakukan hal itu!

.

.

.

Lantunan serenada kembali bernyanyi di telinganya, membuatnya tersadar dari ingatan masa lalu.

Ya, Harry Potter adalah rivalnya berdekade lalu. Ia iri dengan kedekatan Harry dan gadis itu. Ia iri karena gadis itu selalu memprioritaskan Harry—dan Ron—di atas segalanya.

Mengapa bukan ia?

Mengapa selalu Harry Potter?

Mengapa bukan seorang Draco Malfoy?

.

.

.

"Sungguh?"

Kedua matanya membulat tak percaya. Sikap menyebalkannya hilang dalam sesaat. Ia berusaha memastikan bahwa ia tidak salah dengar.

Gadis di hadapannya tersenyum samar, menunduk malu.

"Yeah," katanya. "Sungguh. Aku mencintaimu."

Sejenak, ia tidak bisa berkata apa-apa. Lengkingan peluit kereta api merupakan satu-satunya yang berhasil menyebabkan ia tersadar.

Hei, ini bukan mimpi!

Gadis itu... gadis itu mencintainya! Dia! Draco Malfoy, bukan Harry Potter!

.

.

.

Draco kembali pada kenyataan, saat ini.

Duduk di atas sofa dengan Daily Prophet terbuka pada halaman tengah. Dengan cangkir teh yang telah kosong. Diiringi alunan musik klasik. Di rumahnya.

Tidak, tidak.

Ia dan Potter bukanlah musuh.

—tidak ketika ia menikahi salah seorang sahabatnya.

"Kau mau teh lagi, Draco?"

Suara lembut itu diikuti oleh seorang wanita dengan rambut coklat terang yang berjalan ke arahnya. Tersenyum hangat saat keempat mata mereka saling bertatapan. Wanita itu mengayunkan tongkatnya. "Accio, teko teh." Lalu ia menggerakkan teko itu untuk menuangkan cairan coklat bening ke dalam cangkir keramiknya.

Draco menatap bola mata hazel itu.

Ya, tidak ada hubungannya dengan Potter saat ini. Ia sama sekali tidak peduli apakah relasinya terhadap penyihir legendaris itu. Tidak peduli bahwa dirinya tidak setenar maupun seagung Potter saat ini.

Tidak.

Yang terpenting adalah wanita yang kini berada di hadapannya. Rangkaian serenada yang memperindah hidupnya.

Dia, Hermione Jane Granger Malfoy.

-FIN-

Author's Bacot Area

Emm, ficlet? Dengan potongan canon yang saya lupa-lupa ingat dari filmnya—jadi saya modif dikit. XP

Untuk ceruleanday, maaf kalau kau ga puas, ya leee~ Ngek to the ngek, saya ga sanggup bikin fic canon panjang-panjang T_T Apalagi yang romance. Ahh, setidaknya saya udah berusaha tudemeks bikin fic ini *sungkem*

Untuk readers, terutama buat yang udah lama nongkrong di FHPI, maaf kalo fic saya luar biasa jelek dan terkesan nyampah. Saya lagi eksplorasi fandom, dan uji nyali publish di fandom ini ._.

Kritik dan saran, anyone?

Me ke aloha,

mysticahime™

Bandung, 2 Juni 2011, 1.38 a.m