Disclaimer: Masashi Kishimoto

Warning: Fic berisi adegan maupun tema dewsa. Saya sudah memperingatkan anda!


Akatsuki Love


Ia semakin menegakkan punggungnya, mencondongkan tubuh bagian depannya kepada kedua pasang bibir yang tak sabar menerima kedatangannya. Kedua kepala beda warna itu saling berdesakkan menghisap buah di depannya, berusaha untuk bisa mengulum lebih dalam melebihi saingan yang juga menikmati apa yang ia terima. Sang pemilik tubuh bergerak gelisah dalam desahannya ketika merasakan gesekan kedua bibir yang telah mengklaim kedua sisi tubuhnya yang menonjol. Menekan kedua kepala lebih dalam ketika ia merasakan ujung kenikmatan yang sebentar ia raih.

Rasanga tubuhnya semakin melayang kala kedua kakinya semakin memisah, merasakan gelitikan-gelitikan nakal yang dilakukan kedua tangan pada jalur senggamanya.

"Aaahhhh..." Bersender lemas ia pada dinding di belakangnya ketika puncak ia dapat. Ia menatap dua pasang kepala yang mulai memisahkan diri dari tubuhnya. Senyum tipis ia berikan ketika dua sosok itu ketika merapikan baju yang sebelumnya terlihat buruk di tubuhnya.

"Thanks, sayang." Kecupan singkat satu persatu ia layangkan pada bibir kedua sosok yang telah memuaskannya sebelum ia melangkah pergi.


Yamanaka Ino mematuk dirinya di cermin toilet wanita. Merapikan penampilannya agar tak terlihat berantakan seperti sebelumnya. Selesai merias wajah yang sebelumnya ia cuci dengan pembersih khusus, lagi-lagi ia menatap tonjolan depan tubuhnya yang telah terbungkus seragam seperti biasanya. Rasanya sebentar lagi ia pasti akan mendapati omelan karena hasil kenekatannya tadi.

Kreet

Ia menoleh mendapati pintu kamar mandi terbuka. Ino memang tak begitu kenal dengan sosok berseragam seperti dirinya yang telah masuk ke salah satu bilik kamar mandi, yang ia tahu entah kenapa ia tak terlalu suka dengan perempuan berambu merah muda.

Haruno Sakura. Meskipun perempuan itu tak pernah membuat masalah di sekolah, namun Ino tahu kalau perempuan itu memiliki suatu rahasia yang berusaha ditutupi. Dan yang paling ia benci, semua itu pasti berhubungan dengan Uchiha Sasuke—pemuda yang diam-diam ia sukai.

Tak mau mencari masalah lebih lanjut, ia mengambil tas selempangan miliknya. Keluar dari lingkungan sekolah untuk segera menemui seseorang yang sedari tadi tak henti-hentinya menghubunginya.


PLAKKK

Lagi-lagi tamparan itu ia terima. Ia tak berani mengaduh sakit, hanya mampu menunduk takut pada sosok pemuda di depannya.

"Dasar tak tahu terima kasih."

PLAAAK

Rasa darah di sudut bibirnya terasa asin di lidahnya. Ia belum berani menatap ke kedepan, menyeka darah di sudut bibirnya pun terasa berat ia lakukan.

"Sudahlah, Sasori." Satu-satunya perempuan selain ia di ruang itu angkat bicara. "Jika kau menamparnya lagi, kau membuat kita harus menghentikan proyek ini," lanjutnya.

"Sasori-sama terlalu jahat pada Ino-chan, padahalkan ia hanya terlambat seperempat jam saja."

Pemuda berambut merah itu pun mendelik tak terima atas ucapan salah satu rekannya. Namun ia enggan lagi menggetarkan pita suaranya. Ia hempaskan tubuh penatnya pada sandaran sofa. Memijat keningnya sebentar sebelum beranjak untuk mempersiapkan proyek mereka yang kali ini harus ia terjun langsung.


"Naiklah ke tempat tidur dan berpose seindah mungkin, Yamanaka."

Ino Yamanaka tak menolak perintah laki-laki bernama Kisame. Melepaskan jubah tidurnya, ia merangkak ke atas tempat tidur. Melepaskan segala pakaian dalam miliknya. Ia duduk bersandar pada kepala tempat tidur dengan kaki tertekuk, dengan menggenggam bra ungunya ia menatap kamera yang tengah menyorotnya.

Merasa kurang, ia menjauhkan kedua telapak kakinya dengan kedua lutut tetap menempel. Setidaknya dengan begini bagian tubuhnya yang harus tersorot telah terlihat. Sambil menopang dagu serta salah satu tangannya menggenggam bra ungunya ia menatap ke kiri, bola matanya yang terhias soflens coklat memamerkan sorot sendu penuh kerinduan. Ia mendekap lututnya erat, namun berusaha agar bagian terpenting tubuhnya tetap terlihat dalam jepretan-jepretan kamera yang tengah mengambil gambarnya.

Selesai dengan pose pertamanya. Ia beranjak menghampiri jendela kamar yang tengah memamerkan nuansa orange. Dengan selimut tipis yang tak mampu menutupi lekuk tubuhnya ia berdiri di sana, seolah menatap keramaian luar dengan latar belakang sinar sore. Hingga sepasang tangan kokoh itu melingkar di tubuhnya, menarik selimut menjauhi dari jangkauannya. Ia bergeming, memejamkan mata menikmati cumbuan-cumbuan yang berlabuh pada tengkuknya. Mereka saling bertukar pandang. Coklat dengan merah darah seakan terlebur dalam satu ciuman yang akan berlanjut.

Kamera video di tangan Deidara terus menyorot setiap adegan yang sudah tercipta. Seakan tak mau kehilangan adegan kecil untuk tak terekam.

"Uuuuhhhh..." Ino berusaha mendesah seeksotis mungkin ketika bibir sasori menjelajahi lekuk tubuhnya. Ia tak tinggal diam, jemarinya begerak menuntun tonggak yang menggelitik perutnya ke dalam lubang persinggahannya. Mengerti ingin secepatnya melakukan penyatuan, Sasori mengangkat salah satu paha pasangannya. Ia bergerak semakin mendekat, menusuk tempat basah yang menjadi satu tujuannya.

"Aaahhh... Uuuhhh..."

Keduanya berpelukan erat laksanya kekasih. Bibir keduanya kembali menyatu tak ketinggalan. Bersama dengan nada-nada indah mengalun dari bibir keduanya, merupkan awal dari aktifitas yang telah terancang, dengan sebuah kamera video yang akan selalu mengambil gambar mereka.


Mereka tak saling menyapa meskipun berbagi kamar ganti berdua. Ino juga merasa tak perlu mengawali acara ngobrol dengan pemuda yang selama ini menjadi patnernya pada setiap kesempatan di atas tempat tidur. Yang ia tahu, selama ini di antara mereka hanya ada ucapan amarah maupun perintah dari pemuda merah itu. Keduanya telah melepas lensa mata yang memanipulasi warna asli mata mereka sebelum keluar dari ruang ganti.

Ia hanya mengekor setiap langkah Sasori, menaiki mobil yang begitu ia hafal sebelum melaju menuju apartemen milil pemuda itu. Ingin segera ia merebahkan tubuh penatnya, ia lelah bergumul dalam beberapa kali adegan dengan pemuda di sampingnya.

Namun ia tak terlalu berharap lebih, karena hidupnya sekarang ada di tangan Akasuna Sasori.

bersambung