Jimin gelisah dalam tidurnya.
Terlalu buruk. Mimpinya terlalu buruk kali ini. Alam bawah sadar sedang memutar ulang kepingan memori masa kecilnya. Dimana orang tuanya dibantai habis-habisan di depan mata. Dimana wajahnya dihadiahi potongan lengan yang dilemparkan si pembantai padanya.
"Uh.."
Jimin sesenggukan sembari meremas selimutnya saat skenario terburuk terpampang jelas dalam mimpinya. Si pembantai dengan pupil kelam yang berjalan mendekati dirinya yang mundur secara perlahan.
"AH!"
Tangan Yoongi menarik tangan mungilnya, mimpi itu sirna dalam sekejap. Punggungnya ditepuk-tepuk pelan hingga nafasnya kembali teratur.
"Jimin, is everything alright? Hey! Oh astaga!" Yoongi membalas memeluk sahabat kecilnya dengan erat ketika Jimin tiba-tiba membolakan mata dan memeluk dirinya.
"Uh—uhuk! Jimin, I'll be here, okay? Lepas dulu. Aku sesak, Jimin."
"Ungg…" Jimin hanya menjawab Yoongi dengan erangan tertahan, menganggukkan kepalanya kaku dan melepas Yoongi dengan jantungnya masih berdetak kencang tak karuan.
Jimin beringsut menjauh ketika jemarinya disentuh oleh tangan Yoongi yang berusaha menggenggam erat tangannya.
Yoongi kembali menarik Jimin dalam pelukan. Mengecup berulang pucuk kepala milik tubuh mungil yang memberontak dalam rengkuhannya.
Jimin trauma akan ingatan masa kecilnya yang penuh darah.
Yoongi mengerti. Namun saat sahabatmu seperti ini, pelukan adalah cara terbaik untuk mendukungnya.
"Yoongi.. Yoon.." Jimin merengek dalam rengkuhan Yoongi. Jimin rapuh. Amat rapuh.
"Well, Jimin. Aku mengerti. Aku akan menunggumu sampai kau tertidur, okay?"
Yoongi mengecek jam dinding kemudian menghela nafasnya kasar. Pukul 01.14. Masih terlalu pagi, nanti Jimin bisa mengantuk di kampus, begitu pikirnya.
"Jimin, tidurlah. Nanti masuk kuliah, kan?"
"Zzzzz…"
Ah. Si mungil sudah tidur, rupanya. Yoongi tersenyum dalam diam. Yoongi merebahkan tubuh Jimin dan berbaring di sebelahnya.
"Mmm.. Sweetdream, Jiminie."
Tak lama kemudian Yoongi menyusul Jimin menyelami lautan mimpi.
=
Jimin terbangun dalam keadaan kacau.
Pasalnya, Jimin dengan mata setengah terpejam tengah meraba tempat tidur, namun nihil. Yoongi dimana?
Jimin baru saja akan menangis, namun suara berat itu menyapa gendang telinganya.
"Sudah bangun? Bagaimana perasaanmu?" Tanya Yoongi dengan membawa nampan berisi segelas susu dan sepiring chocochip cookies dari arah dapur. Ini adalah sarapan favorit Jimin.
"I'm alright, Yoon." Jawab Jimin dengan senyum manis terpatri di bibirnya. "Aw, apa itu untukku?" Tanya Jimin sembari menunjuk nampan yang diletakkan Yoongi di atas meja nakas.
"Tidak sebelum kau mandi dan keluar dari sana dengan wajah segar." Tegas Yoongi dengan menunjuk kamar mandi yang notabenya satu ruang dengan kamar tidur mereka.
Jimin merengut tak senang, "Dasar albino sialan." Gumamnya.
"Aku masih bisa mendengarnya, Park Jimin. Aku rasa malam ini tidur di kamar sebelah.. Tak buruk juga?" Monolog Yoongi sembari mengetukkan telunjuknya beberapa kali ke dagu.
"Oke! Oke! Tadi kau hanya salah dengar. Aku mandi! Tunggu di luar, kawan."
Jimin berlari ke kamar mandi dan menutup pintu kamar mandi dengan tergesa-gesa. Membuat Yoongi tergelak dan keluar dari kamar, tak lupa menutup pintu kamar mereka.
Fyi, Jimin dan Yoongi adalah sahabat sejak mereka duduk di sekolah dasar. Tak ada alasan mereka tidak diperbolehkan tinggal dalam satu apartemen yang sama dan tidur di atas kasur yang sama. Orang tua mereka bahkan menjalin pertemanan dengan baik. Membelikan apartemen yang dekat dengan kampus untuk mereka tinggali bukanlah hal yang perlu dipertimbangkan oleh keluarga Min.
"Yoongi." Sapa Jimin setelah menyelesaikan mandi dan sarapannya di dalam kamar.
Yoongi yang sedang men-scrolling layar ponselnya menoleh ke arah Jimin, tersenyum tipis, kemudian melanjutkan aktivitasnya lagi.
Jimin berdecak kesal. Pasalnya, Jimin tak suka diabaikan, apalagi oleh Yoongi.
Jimin menarik ponsel Yoongi namun Yoongi masih setia di tempat dengan gaya pura-pura men-scrolling layarnya. Jimin terkekeh namun terhenti karena merasakan ceruk lehernya yang basah akan sesuatu.
"Yoon—Yoongi?" Bisik Jimin dengan wajahnya yang bersemu merah.
"Ayo berangkat." Yoongi melompat dari sofa dan menarik Jimin setelah mengecup sedikit basah leher sahabatnya. Seolah barusan tak terjadi apa-apa.
Segalanya berubah, bermula dari sini.
TBC
Well, aku sempat nulis beberapa judul ff di ffn dan what? FF aing ilang semua! It could be hacked, and I don't care. Yg penting bisa nulis lagi (': prev nick chogireune, kenal ga? Kaga keknya soalnya aku termasuk nak sekolahan yang sibuk urus urusan negara*plak. Dan vakum beberapa bulan di ffn bikin aku kangen banget nulis dan TARAAA ini ff baru aing. Pendek ya? Iya. Cuma utk kali ini kok :") Aku nulis yaa karena kangen nulis ff tentang yoonmin, dan aku kangen readers. Boleh comment kritik/sarannya ya kaka-kaka. Ntah isi ffnya, panjang chapternya, atau curhat(?) juga boleh.
Makasih buat kalian yg menyempatkan diri untuk membaca karya kecil yang gaje ini dan juga curhatan unfaedah ini xD
Bunch of thx for y'all!
