Addicted with Hero and Heroine

Maaf bila ada kesalahan EYD, OOC, OOG(ada kah? mungkin hanya buatanku.)

Naruto punya pemiliknya, bukan punyaku.

Summary : "Kamu bukanlah seseorang yang mudah dilupakan."/

"Kalau begitu, lupakan aku dengan sulit."

1. Hero and Heroine

Tes

Tes

Tes

Pusing seketika menyerang, bau anyir langsung terperangkap dalam indra penciuman. Darah. Menetes.

Tes

Tes

Tes

Terjadi pergerakan di sudut ruangan. Seorang wanita yang kini terlihat kurus dan pucat. Sorot matanya kosong. Menampakkan kepalanya yang sejak tadi ia kubur dengan kedua lengan yang memeluk kedua kakinya.

Bila kisah hidupnya tercatat dalam buku, kisah ironis yang ia jalani. Sebagai tokoh yang bukan menjadi tokoh utama pada kehidupannya sendiri, menjadi orang yang hanya diam melihat alur cerita, tak dapat berbuat apa-apa, dan selalu tersakiti.

Oh ia benci dengan kalimat tak dapat berbuat apa-apa dan selalu tersakiti.

Ia kini bangkit berdiri, pening seketika melanda. Sedikit kehilangan keseimbangan, menyerahkan seluruh beban tubuhnya pada dinding, lalu perlahan mulai berjalan menuju dapur.

Keadaan di dapur benar-benar seperti kapal pecah, berantakan sekali. Toples-toples makanan, botol-botol obat tergeletak di lantai begitu saja.

Bukan hal itu yang membuat wanita bermahkota soft pink ini melangkahkan kaki ke dapur. Ia terus melangkah menuju wastafel.

Membersihkan sisa-sisa darah yang masih mengalir di hidung, serta darah yang telah mengering di sekitar pipi. Setelah membasuh wajah, ia mendongakkan kepalanya untuk menatap bayangannya, lewat cermin.

Siapa wanita yang balas memandangnya?

Ia yakin sekali itu bukanlah dirinya.

Ia tidak mempunyai kulit yang pucat.

Ia tidak mempunyai pipi setirus itu.

Ia tidak mempunyai bibir yang sedari tadi gemetar.

Ia tidak mempunyai hidung yang sebelumnya mengeluarkan darah.

Ia merasa ia masih normal.

Masih normal?

Seakan masih bertemu dengan orang asing, wanita itu terus menatap dirinya sendiri di cermin, sampai dimana terdengar getaran.

Drrt

drrt

drrt

Kini ia mulai melangkahkan kaki kembali menuju ruang tamu untuk mencari ponselnya-yang menyebabkan getaran pertanda telepon masuk di meja. Meja itu penuh dengan tumpukkan buku-buku yang tergeletak begitu saja. Mulai dari buku ilmiah tentang darah, jantung, fiksi pembunuhan, sampai album foto.

Setelah menemukan ponselnya yang ternyata terselip pada album foto, ia menatap layar ponsel yang menunjukkan nama penelpon.

Ino-pig calling

Menekan tombol berwarna hijau, mulailah percakapan diantara mereka.

"Ada apa?"

"Sakura, hmm.. Bagaimana kabarmu?"

"Ingin cepat mati, kau?"

"Sa-Sakura, jangan begitu. Aku ingin mengabarkan sesuatu padamu. Dan tolong jangan menolakku lagi. Ini semua benar-benar untukmu, dan bisa mengubah pendirianmu tentang- "

"Sudah kubilang- " Kini ia mencoba merapihkan foto-foto yang berceceran dari album. Matanya terpaku pada satu foto.

"Jangan potong perkataanku dulu, ini tentang orang itu."

"Orang itu?" Kini wanita bernama Sakura berdiri dan membuka tirai jendela agar cahaya dapat membantunya melihat.

"Ya, ini tentang orang itu, Uchiha Sasuke." Ketika ia mengalihkan pandangan ke arah foto, terdapat dirinya dengan seseorang. Ia yang tengah menatap orang itu dengan sipu malu, dan orang itu yang tengah mengusap pipinya. Orang itu, Uchiha Sasuke.

.

.

.

.

.

Ino kini menyesap Vanilla Lattenya sambil menunggu di kafe yang telah ia janjikan bersama temannya,Sakura.

Haruno Sakura, itu nama lengkapnya, rambutnya yang berwarna soft pink mengingatkan akan bunga Sakura. ya mungkin itulah sebab mengapa ia bernama Sakura.

Sakura yang masih Ino kenal adalah orang yang periang.

Itu yang masih Ino kenal. Semuanya berubah.

Semenjak orang itu datang.

Semenjak orang itu datang dalam kehidupan Sakura.

Semenjak orang itu datang menghadirkan kisah hidupnya kepada Sakura.

Semenjak orang itu datang menyatukan dua kehidupan berbeda menjadi satu dengan Sakura.

Mengingat hal itu, Ino kembali melayangkan pikirannya ke pertemuan yang tidak ia kira.

.

.

.

Flashback

Ketika ia telah sampai di Bandara, tempat asalnya, tempat yang begitu ia rindukan, Konohagure.

Perjalanannya setelah Pagelaran terakhir di Milan untuk menyambut pergantian musim. Ino adalah seorang Model.

Rasanya ia ingin sekali cepat-cepat sampai di rumah dan merebahkan diri di ranjang. Namun hal itu masih membutuhkan waktu, ia harus menunggu tunangannya-Sai untuk menjemputnya. Dan parahnya Sai-yang notabene seorang pelukis, baru bangun dari tidur lelapnya karena menyelesaikan lukisan semalaman. Maka dari itulah Ino masih menunggu di Bandara.

Berfikir untuk membeli beberapa camilan, Ino menatap sekeliling, dan berhenti pada satu orang. Orang itu memakai kemeja berwarna putih dengan aksen garis hijau tua. Ia tahu sekali siapa orang ini, orang yang harus ia minta pertanggung jawaban.

Baru disaat Ino ingin menyapa-lebih tepatnya langsung membentak, Ada seorang wanita dan anak perempuan kira-kira sudah berumur 4 tahun menghampirinya.

.

.

.

Apakah ia telah berkeluarga?

Sasuke terlihat merangkul wanita bermahkota biru tua panjang, dengan anak mereka yang memiliki mata seperti ibunya, lavender.

Sekarang prasangka-prasangka mulai bermunculan dalam pikiran Ino. Memang benar, mereka adalah keluarga.

Entah apa yang membuat Ino memberanikan diri menghampiri Sasuke yang kini tengah berbincang dengan anaknya.

"Permisi, Uchiha-san?" Mendengar namanya dipanggil, Sasuke menoleh.

"Anda siapa?" Amarah yang sedari tadi Ino tahan mencapai puncaknya. Si Uchiha ini tak mengenalnya?

"Ino, Yamanaka Ino." Sebelum membalas jabat tangannya, Sasuke terlihat terperangkap dalam pikirannya, lalu menjabat tangan Ino sambil berkata,"Temannya Sakura?"

"Ya, aku ingin bicara denganmu sekarang."

"Tidak bisa, aku ada acara lain." Ia mengatakannya sambil menoleh ke arah keluarganya.

Ino mendecih kesal, rasanya ingin sekali ia memberi tahu apa yang terjadi dengan Sakura.

"Hahaha. acara keluarga, rindu dengan isteri mu Uchiha?" Ino kini tak lagi menerapkan etika pada orang yang ia tak kenal, dengan menatap sinis kedua orang yang datang menjemput Sasuke yang notabene adalah keluarganya, ia benar-benar dendam sekali pada Uchiha yang satu ini.

"Ino, kau tidak tahu apa-"

"Ya, aku memang tidak tahu apapun! Seperti kau yang tidak tahu keadaan Sakura!" Perkataan Ino yang memotong perkataan Sasuke membuat Sasuke terkejut. Ino menghela nafas, menatap Sasuke yang masih terperangkap dalam pikirannya menambah seringai sinis di wajahnya. Sambil berjalan meninggalkan Sasuke, Ino berkata, "Sakura, temanku. Ingat? Apa karena sudah lama tak bertemu, kau lupa?"

Tak sampai 10 detik Ino melangkah, terdengar suara Sasuke yang memanggil dirinya, ketika ia menoleh kebelakang, Sasuke mengejarnya. Rencananya berhasil.


Disinilah Ino dengan Sasuke, restoran yang letaknya dekat Bandara. Bandara yang mempertemukan mereka.

Sambil meminum lemon tea, Ino menatap Sasuke yang kini tengah menatap foto yang Ino berikan. Foto Sakura.

"A-ada apa dengannya?" Sasuke menatap foto yang Ino berikan dengan tatapan bingung. Ia terkejut sekali menatap keadaan Sakura sekarang, berdasarkan foto.

Ia memang menjadi lebih cantik, namun Ia terlihat pucat.

Terlihat dingin.

Terlihat tatapannya kosong.

Terlihat menyedihkan.

Dalam hatinya ia tak ingin membuat gambaran bahwa Sakura kini menyedihkan, namun apa yang ia lihat, Sakura kini memanglah menyedihkan.

"Oh, apa aku harus bilang ini hasil perbuatan siapa? Kurasa kau cukup pintar." Sasuke tidak mengiindahkan perkataan Ino yang terkesan menyindirnya.

"Apa itu karena-" Kini Sasuke menurunkan foto yang digengamnya agar dapat menatap lawan bicaranya, Ino.

"Itu karena dirimu baka! Seharusnya aku melarang Sakura untuk terus denganmu!" Ino tak lagi memikirkan harga dirinya yang kini semua orang menatap mereka. Persetan dengan harga diri! Asalkan harga dirinya dapat membuat Sakura tetap hidup, ia rela memberikan apa saja, termasuk harga diri.

"Apa karena Polisitemia1)nya?"

"Semakin parah, karena ibunya yang perokok aktif sewaktu hamil. Menyebabkan jantung Sakura mengalami kelainan. Diperparah dengan stress psikologis yang berlebihan-" Sasuke merasa Ino menekankan perkataan ini untuk menyinggungnya. " -menyebabkan perkembangan pada penyakitnya."

"Kau tahu, demi Tuhan, aku membencimu banyak. Kaulah penyebab segalanya. Ia sebentar lagi akan mati. Setiap ia terlalu banyak berpikir, ia akan mimisan. Polisitemia yang menyebabkan darah yang berlebih, dan jantungnya yang berkelainan menyebabkan keluarnya darah di hidungnya. Maka dari itu, tolong, bujuklah dia untuk berobat." Ino menunduk, terlihat pundaknya bergetar. Ia menangis.

"Apa penyakitnya sekarang?" Sasuke yang sedari tadi bungkam akhirnya mengeluarkan suara.

Tangisan Ino semakin pecah, dengan tersendat-sendat, Ino berkata, "Akut Miokard Infark2)."

Dengan pikiran yang masih terpaku dengan nama penyakit mematikan itu, Ia mengalihkan pandangannya menuju foto yang Ino berikan kepadanya. Sakura yang kini sedang tersenyum di dalam perpustakaan.

"Apakah sebegitu kejamnya aku kepadamu sehingga mengakibatkanmu seperti ini?"

Sempat terjadi jeda yang cukup lama diantara mereka berdua. Sampai Ino menyelesaikan tangisannya, ia kembali berkata, " Kau mau membantuku 'kan, Sasuke?"

Sambil mengepalkan tangan, Sasuke yang semula menunduk mengangkat kepalanya untuk mensejajarkan pandangannya dengan Ino. Perlahan namun pasti, Sasuke berkata, "Aku..."


"Ino."

"Ino."

"Eh, oh maaf Sakura. Aku melamun." Ino yang terkejut sekaligus terbangun dari lamunannya menatap Sakura yang kini telah duduk dihadapannya.

"Kau melamun sejak 3 menit aku duduk. Ada apa?" Sakura mencoba menggenggam tangan Ino sampai dimana Ino melihat bekas-bekas garis panjang di kulit pucat Sakura.

"Sa-Sakura, tanganmu.." Sakura langsung menarik tangannya dan menutupinya dengan menarik lengan bajunya yang panjang untuk menutupi lukanya.

Ino merasa berhak tahu apa yang terjadi pada temannya saat ini. Apa Sakura mencoba untuk bunuh diri? Sempat terbesit pikiran seperti itu, namun Ino kembali menyangkalnya. Ia tahu bahwa Sakura bukanlah orang yang berpikiran sesempit itu.

"Apa yang mau kau bicarakan denganku Ino?" Kini ia meneguk minumannya, air putih. Entah kapan ia memesannya, ino tidak tahu.

"Tentang Uchiha Sasuke." Dengan mengucapkan nama itu saja, terjadi perubahan yang cukup besar pada Sakura, bibirnya bergetar, wajahnya terlihat lebih pucat. Ino panik dan bertanya pada Sakura apa ia baik-baik saja, dengan sekali anggukan dan menarik nafas lalu menghembuskannya perlahaan, membuat keadaan Sakura tidak separah tadi.

Inilah yang ditakutkan Ino. Sepenting itu Sasuke dalam kehidupan Sakura sampai-sampai menyebabkannya terlihat kesakitan sebegitu mudahnya. Bahkan yang lebih parah, Sasuke bisa menjadi alasan Sakura mati.

Ino bergidik ngeri sendiri membayangkan hal itu.

"Ada apa dengannya Ino?" Sakura memcah keheningan yang sempat terjadi.

Ino menyadari gelagat Sakura yang tidak begitu menyukai topik ini, namun ia harus menyelesaikannya.

"Dia ingin bertemu denganmu, ia ingin menyelesaikan semuanya." Seketika itu juga tawa Sakura pecah, bukan tawa bahagia yang tercipta dari bibir Sakura. Namun tawa paksaan. Tawa yang penuh penderitaan.

Inilah yang Ino benci dengan pribadi Sakura yang baru. Semuanya penuh kebohongan. Semuanya penuh dengan paksaan.

"Ia, ingin bertemu denganku? Setelah apa yang ia perbuat? Apa yang ingin ia selesaikan? Bukankah ia yang meninggalkanku?" perkataan Sakura disela-sela tawa paksaannya terdengar seperti penderitaan tak berujung.

"Sakura.." Ino sedikit merasa bersyukur bahwa reaksi Sakura tidaklah seperti apa yang Ino pikirkan. Seperti dahulu. Seperti 4 tahun silam yangmana awal dari segalanya.

.

.

.

.

Flashback

Ketika Ino dan Sakura berumur 22 tahun. Semua orang bilang disaat umur seperti itu adalah masa-masa gemilang. Bagaimana tidak? Mereka terlihat cantik, pintar, sudah bekerja disaat yang lain masih sibuk dengan aktivitas perguruan tinggi.

Ino yang kini tengah merajut hubungan dengan Sai, dan Sakura yang telah bertunangan dengan Sasuke sejak 2 tahun yang lalu pada saat itu.

Semuanya terlihat sempurna dan indah. Namun persepsimu akan berubah bila mengetahui kebenarannya.

Bahwa pada hari pergantian musim salju menuju musim semi. Ia akan menceritakan kebenaran.

Bahwa ia tidaklah sesempurna itu.

Bahwa ia masih memiliki cacat.

Bahwa ia dengan mudahnya mati.

Ino memang mengetahui masalah ini lebih cepat dibanding dengan Sasuke. Yang sejak SMA merupakan kekasih wanita bermahkota soft pink ini. Ketika Ino berkunjung ke rumah Sakura untuk mengambil beberapa pakaiannya yang tertinggal saat Ino menginap di rumah Sakura, ia menatap deretan obat-obat yang berada di dapur. Obat yang sebelumnya tak ia kenal. Obat yang berdasarkan resep dokter.

.

.

.

.

.

Obat penahan rasa sakit.

Mau tak mau Sakura menceritakan kepada Ino apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Ibunya yang perokok berat, tetap merokok walaupun tengah mengandung. Mengakibatkan kelainan jantung pada dirinya. Belum lagi polisitemia yang ia dapatkan dari turunan memperparah semuanya. Ino merasa kasihan namun kagum pada Sakura. Ia bertingkah seakan-akan semua baik-baik saja.

Sakura memang menyadari cepat atau lambat Sasuke pasti akan tahu tentang dirinya. Maka dari itu ia ragu untuk memberi tahu kepada Sasuke terlebih dahulu sebelum semua terlanjur jauh dan dalam. Ia takut Sasuke akan meninggalkannya karena ia cacat. Namun Ino memberi semangat kepada Sakura bahwa kalau Sasuke benar-benar mencintainya, ia akan menerima keadaan Sakura sebagaimana adanya.

Semuanya terjadi, di pergantian kedua musim yang saling bertolak belakang. Sasuke mencampakkannya. Tepat seperti Sakura kira. Ino merasa bersalah memberi kesimpulan seenaknya bahwa semua akan baik-baik saja.

2 hari setelah kejadian itu Sakura menjadi lebih pendiam. Tidak begitu menjadi masalah. Hanya 1 minggu kemudian, ia tergeletak dan bersimbah darah di kamar mandi.

Sasuke tak pernah datang lagi, tak pernah mengisi kehidupan Sakura lagi. Meninggalkan luka dalam yang belum sempat disembuhkan, atau mungkin memang sengaja tak disembuhkan.


End of Flashback

"Jadi, kau mau bertemu dengannya 'kan Sakura?" bukannya menjawab pertanyaan Ino, Sakura melihat keadaan sekeliing. Menghembuskan nafas, ia berkata, "Ino, kamu tahu kapan pergantian musim salju ke musim semi?"

"Sa-Sakura?" Ino perlahan merasakan perubahan pribadi Sakura menuju pribadi yang lama. Pribadi yang periang. Pribadi yang terbuka. Bukan pribadi yang tercipta karena penyakit sialan itu. Sakura yang kini ada dihadapannya bukanlah pribadi yang sedari tadi dingin dan penuh dengan kebohongan. Pribadi yang ini terasa hangat.

"Kurasa, aku ingin bertemu dengannya pada hari itu. Hari dimana pergantian musim semi menuju musim salju." Memberikan senyum terbaiknya. Membuat perasaan Ino kembali ceria. Terlebih dimana Sakura yang memang sengaja memunculkan topik-topik pembicaraaan yang sengaja membuat Ino bercerita banyak.

Ino sangat berharap untuk saat ini, untuk temannya, untuk teman hidupnya Sakura. Ia akan baik-baik saja.

Andai waktu dapat berhenti, agar Ino bisa terus menerus bercerita kepada Sakura lewat tatapan kagumnya.

To be Countinued

Note :

Polisitemia : peningkatan jumlah sel darah; perkembangan yang terlalu cepat di sumsum tulang belakang.

Akut Miokard Infark : rusaknya jaringan jantung karena suplai darah yang tidak menentu;salah satu akibat dari polisitemia yang dibiarkan; Dipengaruhi stress psikologis; berhubungan dengan jantung.

Wah, lama sekali rasanya gak update cerita. Ini untuk merayakan SasuSaku Fanday. Ini twoshoots, jadi tinggal satu lagi. Untuk martyr of Love mungkin sebentar lagi update. Mohon kesabarannya. Ada kritik dan saran silahkan