Kutukan Nyi Roro Kidul
Summary : "Sakuraaaa… awasssss…." Teriak Naruto tak digubris Sakura. Ia masih terpaku ditempat. "Sakuraaaa… pergi dari situ…" teriaknya lagi. Lagi-lagi ia diacuhkan. 'Jangan-jangan peristiwa itu terjadi lagi. Gawat.' Batin Naruto ketakutan. Ia takut Sakura dibelenggu sesuatu yang gaib hingga ia tak bisa bergerak. Ia pernah mengalaminya dulu.
DISCLAIMER : Naruto Belongs to Masashi Kishimoto
Genre : Supernatural dan Horor
WARNING
Banyak OC dan bertebaran typo di sana-sini, OOC, horor gagal, kata-kata tak baku, FEM NARU
Pair : No Pair
Author Note : Sorry bagi yang nunggu fic Dark and Blue. Fic kesayangan kita tidak bisa Ai update sampai waktu yang tak bisa ditentukan. Gara-garanya laptop Ai masuk RS dan sialnya Ai nggak sempat nyimpen di flash disk jadinya nunggu sampai lappy Ai sembuh dulu baru bisa publish. Sekian pengumumannya.
Don't Like Don't Read
Chapter One
Naruto berlari dengan kencang karena khawatir telat. Tadi ban sepedanya bocor dan ia nggak punya uang lebih untuk naik angkot. Terpaksa ia berlari sampai sekolah. Untung sekolahnya nggak begitu jauh, hanya 1.5 km dari rumah reotnya. "Tunggu, Pak. Tunggu!" teriak Naruto histeris ketika Izumo sang satpam sekolah hendak menutup pintu gerbang.
Persis sekian detik bel berdentang, Naruto berhasil melewati pintu gerbang. Hosh hosh hosh… Naruto terengah-engah. 'Nyaris saja.' Batinnya. Ia bergegas ke ruang kelasnya di sekolah yang baru, tapi baru sepertiga perjalanan ia dipanggil seorang guru galak. Mungkin ia guru BP.
"Hei, anak baru. Sini kamu!" perintahnya sangar bikin siapapun keder.
"Iya, Pak." Kata Naruto takut-takut menghampiri sang guru. Kedua jemarinya ia tautkan, grogi. Masa sih di hari pertamanya sekolah, ia kena semprit guru.
Tanpa ampun sang guru menjewernya. "Adu-du-duh.. Sakit, Pak. Sakittt." Teriak Naruto mengaduh kesakitan.
"Sakit ya? Ha, ini hukumannya. Beraninya kamu. Anak baru sudah bertingkah."
"Memang salah saya apa, Pak. Saya kan tidak datang terlambat dan saya tak merasa melanggar peraturan."
"Hooo, ngelawan ya? Ini ku tambahin." Katanya makin sangar sambil memperkuat jewerannya."
"Ampun, Pak. Ampun. Sakit." Teriak Naruto lagi.
"Ada apa ini, Pak?" Tegur guru wanita yang juga piket. Mungkin ia tak tega.
"Ini nih, anak baru. Beraninya ia mengecat rambutnya warna pirang. Tak merasa bersalah pula." Balasnya.
"Ampun, Pak. Sakit. Warna rambut saya i-i-ini asli, bukan hasil mengecat." Kata Naruto lirih dan menggigit bibirnya menahan ringisan kesakitan.
"Asli?" beo sang guru lalu melihat murid baru itu lebih teliti.
Anak baru itu berseragam putih biru sopan, khas anak SMP. Panjang roknya 5 cm di bawah lutut, pake ikat pinggang dan diperlihatkan jelas. Hem putihnya se siku dan dikancing sempurna plus dasi yang bertengger indah di lehernya. Sungguh seragamnya sempurna sesuai aturan.
Rambutnya panjang dikepang dua sederhana pake karet gelang murahan dan ada jepit dibagian depan agar poninya tak menutupi mata. Masih sesuai aturan, tapi warna pirang keemasan rambutnya itulah yang jadi masalah. Mengecat rambut termasuk pelanggaran berat.
Ia lihat bagian wajah. Parasnya cukup manis, dipoles bedak super tipis. Tak ada yang aneh. Eh tunggu dulu. Warna matanya biru. 'Itu asli apa contac lens ya?' pikir sang guru. Ia lihat iris gadis di depannya berubah dari melebar, menyempit, dan melebar lagi tergangung intensitas cahaya. 'Jadi asli, tho.' Pikirnya.
"Kamu bule?" tanya guru.
"Bukan, Pak. Ayah saya orang Inggris, sedangkan ibu saya pribumi. Saya mewarisi warna mata dan rambut dari ayah."
"Ooo begitu. Sebenarnya tak masalah sih jika asli. Tapi apa tak lebih baik jika rambutmu dicat hitam?"
"Maaf, Pak. Bukannya saya tak mau, tapi saya alergi cat rambut."
"Ya sudahlah. Maaf telah salah paham. Kau bisa kembali ke kelasmu." Kata pak guru itu melepas Naruto.
Naruto merasa lega. Baru juga selangkah, eh Pak guru itu sudah teriak lagi. Ia meneriaki seorang gadis unik juga, kira-kira sebaya dengannya. Mau tak mau Naruto menoleh padanya. Gadis itu berambut pink seperti warna Sakura, bunga kebanggaan Jepang. 'Pasti Pak guru mengira dia ngecat rambutnya.' Pikir Naruto.
"Ini kenapa dicat pink? Kamu mau sekolah apa mau syuting?" tegur sang guru galak.
"Ini bukan dicat, Pak. Ini asli. Orang tua saya campuran Inggris dan Jepang. Warna pink ini turunan dari ayah saya." Kata sang gadis.
Gadis berambut pink itu memiliki iris emerald indah seperti bebatuan di dasar sungai Progo yang terkadang Naruto dapat secara tak sengaja. Biasanya ia jual untuk diolah jadi batu akik.
"Sakura." Gumam Naruto bisa didengar sang gadis terbukti reaksinya yang terkejut.
"Kok tahu namaku. Ups maaf." Katanya tersipu malu, menyadari reaksinya yang aneh.
"Oh, maaf. Rambut anda mengingatkan saya pada bunga Sakura. Saya tak tahu kalo nama anda juga Sakura."
"Tak usah formal gitu. Namaku Haruno Sakura panggil saja Sakura, pindahan dari JIS. Aku kelas 2IPA2." Katanya ramah tak seperti orang Jepang pada umumnya yang kaku dan anti dipanggil nama kecil jika belum dekat. Mungkin pengaruh darah Inggrisnya.
"Aku Namikaze Naruto, murid baru. Aku baru masuk kelas 1. Salam kenal juga." Balas Naruto sopan.
"Malah ngobrol di sini lagi. Lekas ke kelas kalian. Kalian tahu pelajaran sebentar lagi dimulai." Bentak guru piket itu galak.
"Iya, Pak." Kata kami bersamaan.
Kami bergegas ke kelas kami masing-masing. Kelas kami nggak terlalu jauh sih, hanya dibatasi taman kecil sepanjang koridor. Oh ya aku lupa bilang kalo kelas kami dibuat saling berhadapan dibatasi taman memanjang sepanjang blok kelas dan jalan setapak kiri kanan. Sejak hari itu kami jadi akrab.
Mungkin pengaruh rambut kami yang unik dan mencolok perhatin. Yup kami sukses jadi perhatian seSMU karena rambut kami yang lain dari yang lain. Setelah seragam baruku jadi, aku masih jadi pusat perhatian. Kenapa? Karena aku satu-satunya murid angkatan kelas 1 yang berjilbab.
Tapi aku cuek aja. Mo dibully, mo dibilang ini itu terserah. Aku kan berjilbab karena keyakinan bukan karena tren dan dengerin omongan orang. Anggap saja mereka setan. Untungnya Sakura tak terganggu dengan jilbabku. Kami masih berteman akrab, meski beda agama.
Siang ini aku termenung menatap kolam renang. Kakiku yang tanpa alas kaki bermain di air. Ku rasakan suhu nan sejuk sang air menyejukkanku. Air kolam itu menggoda imanku untuk menceburkan diri, di hari nan terik ini.
Ehem, aku menelan ludah panjang. Ku coba menjejakkan kakiku ke dasar kolam dengan tangan masih berpegangan erat pada pinggir kolam. Ok, berhasil. Kakiku yang satu lagi ku ceburkan. Berhasil juga. Perlahan ku coba melepaskan peganganku pada pinggi kolam dan bergerak ke tengah.
Syutttt…. Lagi-lagi sensasi itu datang. Aku merasa kakiku ditarik ke bawah oleh tangan tak kasat mata. Hup hup hup…. Hah hah hah… Nafasku tersengal-sengal. Rasa takut itu kembali merambat ke sekujur tubuhku. Gigiku gemeletuk. Grrrr…. Tubuhku gemetaran. "Aaaaa…" teriak Naruto histeris dan berlari cepat-cepat ke pinggir kolam.
"Dasar payah, loe. Masa kolam sedalam 30 cm aja takut. Ini sih levelnya anak TK." Ejek Tayuya.
Naruto tak membalas. Itu memang kenyataan kok. Dia memang payah. Masak kolam sedangkal itu aja takut. Tapi ia tak bisa membohongi diri sendiri kalo ia takut amat takut. Tubuhnya saja masih menggigil ketakutan sampai sekarang. Itu tak bisa disembunyikan oleh raut wajahnya yang manis.
"Naruto, mungkin kamu belum bisa berenang, tapi apa ini tidak keterlaluan? Ini hanya sedalam dengkulmu, masa takut? Gimana kalo disuruh berenang di sana!" tunjuk Pak Syarit, guru olahraga kami pada kolam sedalam leher orang dewasa.
Wajah Naruto memucat seketika. Baru liat aja takut, gimana kalo disuruh nyemplung. Ia pasti pingsan seketika.
"Hahhhh, gimana sih? Padahal kamu berbakat di bidang apapun, namun kenapa di pelajaran renang saja nilaimu jeblok. Masa sih beasiswamu hilang hanya gara-gara renang. Itu tak lucu." Kata Pak guru kecewa.
Meski Naruto sangat miskin dan bisa sekolah berkat beasiswa, ia disukai semua guru. Dia itu andalan sekolah ini untuk lomba sains. Entah berapa banyak piala yang tersimpan di lemari berkat kepiawaian Naruto.
"Aku beri kamu waktu. Dua minggu lagi kamu harus bisa lulus ujian renang. Aku tak mau tahu." Kata Pak Syarit meninggalkan kami.
Para murid meninggalkan kolam renang dan ganti seragam, begitu juga dengan Naruto. Naruto bersedih. Ia tak ingin beasiswanya melayang, tapi ia sungguh takut masuk ke dalam air, bagaimana belajar renang.
Ya sejak peristiwa nyaris jadi tumbal Nyi Roro Kidul dan diombang-ambingkan laut nan ganas, ia trauma dengan air. Tapi mana mereka percaya dan mengerti? Yang ada malah Naruto dicemooh. Sok perhatianlah. Sok minta dikasihanilah. Dan sebagainya.
Sakura menepuk pundak Naruto lembut. Ia tersenyum sumringah pada Naruto. "Sudah jangan sedih. Ntar aku ajarin deh. Aku bakal bikin kamu jago dan jadi juara renang, he he he, tapi tingkat RT." Hibur Sakura mencoba bercanda.
Naruto tersenyum geli. Bisa juga dia bercanda jayuz gitu. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya mengusir pikiran buruk yang menggelayutinya. Buat apa sih susah? Susah itu tak ada gunanya. Mending tertawa, mumpung tertawa tak dilarang.
'Mungkin ia harus belajar melupakan peristiwa kelam itu. Ia pasti bisa. Ia tak mau beasiswanya melayang hanya karena ketakutan tak wajarnya.' Batinnya.
"Memang kamu punya kolam renang di rumah Sak? Bukannya kamu tinggal di apartemen?"
"Kolam renang pribadi sih tak ada. Tapi kan di kompleks kami ada kolam renang umum."
"Umum ya?"
"Tapi ada jadwal kolam renang khusus wanita kok di hari Selasa malam dan Jum'at siang. Gimana?"
"Baiklah. Tolong ya sensei." Kata Naruto menggoda.
"Berani juga kamu menggodaku. Sini ku geletikin." Kata Sakura riang.
Mereka bercanda ria, menghabiskan waktu istirahat di bawah pohon rindang kesayangan mereka. Mereka berdua biasa duduk di bawah menikmati semilir angin ditemani buku untuk Naruto dan bento untuk Sakura. Naruto sering puasa Daud untuk menghemat pengeluaran.
SKIP TIME
Minggu pagi ini Naruto diajak Sakura rekreasi ke tempat yang asyik. Ia setuju saja karena ia tak ada kerjaan alias libur hari minggu nanti. Apalagi Sakura bilang Naruto bisa sekalian belajar renang.
Sekarang ini Naruto sudah lumayan bisa renang gaya bebas, meski hanya sejauh 5 meter. Ia sudah tak takut lagi masuk ke dalam air. Ia ucapkan terima kasih banyak pada Sakura sekeluarga yang membantunya mengatasi phobia airnya. Ayah Sakura ternyata terapis. Ia bersedia melakukan terapi ringan untuk Naruto secara gratis.
Tapi itu tak cukup untuk membuatnya lolos tes renang nanti di sekolah. Makanya butuh latihan ekstra. Sekaranglah saatnya.
Naruto mengerjab-ngerjabkan bulu mata nan lentiknya. Oh God, ia tak salah lihat kan? Ini kan Parangtritis, tempat ia biasa kerja sambilan. "Kita liburan di sini?"
"Iya. Kenapa nggak suka?" kata Sakura sambil mengenakan baju renang one piece di dalam mobil. Di sebelahnya ada pelampung berbentuk jaket.
"Bukan gitu, Ra. Ini kan tempat aku biasa jualan gorengan dan es." Kata Naruto rada ill feel. 'Yah jauh-jauh liburan nggak tahunya di sini juga.' Tambah Naruto dalam hati.
"Itu kan kamu lagi kerja. Nah sekarang liburan. Jadi nikmatin aja keindahan panorama pantai. Oh ya, ini aku pinjamin pelampung. Ntar kita renang di laut."
Naruto menerimanya dan memakainya dibalik jubahnya. Yah, nyoba aja deh. Memang hal buruk apa sih yang terjadi? Mereka kan main di pantai di siang bolong. Banyakan orang pula. Kenapa harus takut?
Ia lirik Sakura. Matanya membola. "Serius kamu pake baju itu?"
"Kenapa emang?"
"Itu kan hijau."
"lalu?"
"Yah pengunjung di sini anti warna hijau."
"Takut diambil jadi pengawalnya Kanjeng Ratu Laut Kidul? Hah ha ha ha… Oh ya ampun Nar. Itu kan hanya legenda, mitos yang dibesar-besarkan orang."
"Tapi, Sak gimana kalo ntar terjadi sesuatu gara-gara warna bajumu itu?"
"Udahlah nggak usah dipikirin. Hari gini masih percaya ama yang gituan. Kayak elo nggak punya Tuhan saja." Sergah Sakura tak mau tahu.
'Itu bukan mitos tahu. Aku kan pernah lihat sendiri sosoknya.' Gerutu Naruto dalam hati tak terima dikatai udik. 'Dan aku bukan tak percaya Tuhan, tapi menghindari kemungkinan terburuk boleh saja kan. Itu lebih cerdas daripada menantang bahaya.' Tambahnya lagi dalam hati.
Meski demikian ia tetap mengikuti langkah Sakura. Mereka berenang di pinggir pantai awalnya. Sakura dengan sabar mengajari Naruto. Naruto berusaha sekuat tenaga. Ia menggerak-gerakkan tangan dan kakinya lebih lincah. Ternyata belajar renang di laut lebih enak dari di kolam. Arusnya nggak begitu kencang pula. Mereka berenang hingga panas terik mentari membakar kulit mereka. Naruto merasa tak nyaman.
"Sak, udahan ya? Udah waktu dhuhur, nih."
"Aku entar ah. Masih enakan renang. Kamu duluan aja." Kata Sakura menolak. Ia kini menunggangi speadboatnya. Menggerak-gerakkan tangan dan kakinya di atas papan. Sekarang lagi nggak ada ombak besar jadi nggak bisa berselancar ria.
Naruto akhirnya memutuskan berhenti seorang diri. Ia ingin membersihkan diri dulu sebelum adzan jadi ia bisa sholat tepat waktu. Ia berenang-renang ke tepi. Tiba-tiba telinganya menangkap suara yang tak asing. 'Ini seperti suara…' batin Naruto bingung. Matanya membola.
Huangggg… Sssrrrr…. huangggKua ssssrrrr… Kuakkk….Kuakkk… Byurrrr… byurrr… 'Ini seperti suara deburan ombak besar.' Batin Naruto. Dari kejauhan Naruto melihat gelombang ombak besar datang, menghampiri Sakura yang entah gimana sudah berada jauh dari pantai. Raut wajahnya memutih. Takut, takut setengah mati.
Thukrakkk.. tukrakkk.. tukrakkkk…. Samar-samar ia mendengar ringkikan kuda dari kejauhan. 'Itu…itu seperti suara ringkikan kuda kereta Kanjang Ratu. Jangan bilang kalo beliau disini?' Batin Naruto menggigil hebat.
Ia lihat ombak itu semakin dekat. Sakura seperti terhipnotis. Ia bukannya menjauh malah mendekati ombak nan besar itu. Rasa takut sama sekali tak terlintas dalam otaknya.
"Dasar Naruto bego! Malah bengong. Kau tak lihat Sakura dalam bahaya?" kata suara gaib berhasil menyadarkannya dalam keterpanaan.
"Sakuraaaa… awasssss…." Teriak Naruto tak digubris Sakura. Ia masih terpaku ditempat. "Sakuraaaa… pergi dari situ…" teriaknya lagi. Lagi-lagi ia diacuhkan.
'Jangan-jangan peristiwa itu terjadi lagi. Gawat.' Batin Naruto ketakutan. Ia takut Sakura dibelenggu sesuatu yang gaib hingga ia tak bisa bergerak. Ia pernah mengalaminya dulu.
Naruto berenang dengan kilat seperti perenang profesional. Kecepatan renangnya kini bahkan menyamai kecepatan juara renang peraih medali emas dalam olimpiade tahun kemarin. Cepat sekali. Naruto sendiri tak tahu kalo ia bisa berenang sebaik itu.
Tepat saat ombak itu menyentuh Sakura, Naruto memeluk erat sahabat baiknya itu. Byurrrr… Ombak besar itu menggulung tubuh keduanya tanpa ampun Dalam waktu singkat ombak itu menelan dan menyapunya bersih keduanbta hingga tak nampak batang hidungnya di permukaan air.
"Gawat! Ada yang terbawa ombak. Dua orang remaja. Satunya pake baju renang hijau satunya lagi berjilbab." Teriak salah satu pengunjung.
Para pengunjung lain bergegas keluar dari laut dan menjauhi bibir pantai, takut terseret ombak nan besar itu. Semua panik menyelamatkan diri sendiri dan keluarganya. Suara riuh sekali.
"Huwaaaaa, Papa… Mama…" teriak seorang anak.
"Sayang aku takut…"
"Penjaga pantai, tolonggg…"
"Tenang semua. Ingat kepanikan akan membuat kita semakin tenggelam dalam bahaya. Keluar dari laut dan segera menjauh dari pantai. Para petugas SAR sudah datang. Mereka akan membantu kalian." Kata penjaga pantai dari pengeras suara.
Ombak nan ganas masih mengulung-gulung hebat, berkejaran seolah ingin mencari korban lain. Para pungunjung yang masih berada di sekitar lautan ketakutan dengan cepat berenang ke tepi. Untung ada tim SAR sehingga mereka selamat saat beberapa inchi lagi ombak itu menyentuh mereka. Mereka kedinginan di pinggir pantai. Para petugas medis dengan cepat menghangatkan mereka.
Pengunjung lainnya yang lihat peristiwa ganas itu hanya bsia pasrah, komat-kamit pada Tuhan. Mereka berdoa agar selamat, mengingat ombak nan ganas itu masih menggulung-gulung hebat.
"Sakura… hik hik hiksss. Apa yang terjadi dengan anakku?" teriak histeris wanita Jepang pada tim SAR. "Kenapa kalian tak menyelamatkannya?"
"Maaf kami tak bisa. Laut saat ini masih ganas. Terlalu bahaya jika mengarunginya."
"Tidakkk… Sakura.. hu hu hu…" kata Mebuki tersedu-sedu. Ia tak terima putri tunggalnya jadi korban keganasan laut selatan. Ia langsung tahu korban itu putrinya karena salah satu saksi bilang korban berambut pink dan temannya yang satu lagi berjilbab.
"Tenanglah. Kita serahkan semuanya pada Kami-sama. Kalo ia masih diberi kesempatan hidup, ia pasti selamat." Kata Kazuki, suaminya menenangkan.
Apa yang terjadi pada Naruto dan Sakura? Benarkan ia jadi tumbal gara-gara Sakura melanggar pantangan di laut selatan? Apa kali ini Naruto bisa selamat dari para penguasa alam kerajaan Segoro Kidul seperti tempo dulu. Ikuti kisahnya chapter depan.
TBC
He he he Ai bikin fic horor lagi. Ini sekuel dari Tumbal Queen of South Sea. Semoga berkenan. Terakhir please RnR sebanyak-banyaknya ya?
