Disclaimer : Naruto dan semua characternya bukan punya saya
Rate: T (Untuk saat ini )
Pairing: SasuHina
Warning : Author anak baru di dunia ffn . .Fic ini terinspirasi dari sebuah buku yang author baca waktu masih smp, dengan plot yang . .Dan kesalahan lainnya yang mungkin bisa di temukan dalam fic ini.
Don't like. Don'T read. Simple right...
Anyway..Happy reading minna-san..:D
CHAPTER ONE
Hyuuga Hinata menolehkan lehernya ke belakang untuk melihat tampilan dirinya di cermin, hanya untuk terkesiap, menahan nafas,kaget melihat bayangannya di kaca. Dia sama sekali tidak mengenali gadis yang ada di cermin itu. Tentu saja, dia langsung mengenali rambut indigonya, wajahnya,dan kulitnya yang selalu ia rasa terlalu pucat. Sosok familiar itu memandang balik dirinya, tapi meskipun demikian ia tetap saja merasa asing dengan sosok tersebut. Mungkinkah sebuah gaun dapat menimbulka perbedaan yang begitu significant?
"Ini bukan aku.." katanya dengan nada panik, membuat Ino berdecak tak sabar
"Jangan bergerak Hinata, atau aku tidak akan bisa meluruskan gaunmu ini!"
"Oh, maaf Ino." Hinata berkata dengan nada penuh sesal, dan kembali ke posisi sebelumnya,memandang ke arah luar jendela.
"Jadi Itachi berangkat selama satu minggu?" tanya Ino, memecah keheningan yang tercipta,sementara tangannnya terus bergerak, menusukkan jarum pentul untuk menandai renda di gaun yang dikenakan oleh Hinata saat ini. Ia mundur selangkah untuk mengamati hasilnya.
Ino memaksa bahwa gaun pengantin itu akan menjadi hadiah pernikahan untuk calon mempelai perempuan,ia bahkan menolak mentah -mentah ketika Hinata mengusulkan untuk membayar gaun indah yang terbuat dari bahan sutra mahal lengkap dengan pita dan lace nya. Gaun itu benar-benar terlihat bagaikan gaun yang sering dikenakan tokoh utama dalam cerita - cerita fantasi.
Hinata sadar bahwa Ino merupakan desainer terkenal dan dia memiliki daftar panjang klien yang menantinya, yang tentu saja berani membayar mahal untuk sebuah gaun rancangannya.
"Kau terlalu murah hati." katanya pada Ino sewaktu sahabatnya itu berkata bahwa ia akan mendesain dan membuat gaun pengantin sebagai hadiah pernikahan untuk sang mempelai wanita. Ia protes,tentu saja, namun Ino hanya tertawa lalu menggeleng, mengatakan bahwa ia tak akan berubah pikiran.
"Jangan mengeluh. Aku sudah menetapkan pikiranku." katanya mantap. Ino memproklamasikan dirinya sebagai seseorang yang memiliki kepribadian hangat, tapi ia benci terlibat secara emosional.
Bibir Hinata mengukir senyum manis, sebelum menjawab pertanyaan Ino. "Ya, dia baru akan kembali hari Rabu nanti."
"Ia sering sekali bepergian ya?"
Senyuman di bibir Hinata berkurang, dan mendadak raut wajahnya terlihat sendu. "Akhir-akhir ini, iya. Sebelumnya ia tak pernah pergi, tapi aku mulai curiga ini adalah akal-akalan adiknya saja. Jika mereka bisa menemukan cara untuk mencegah Itachi menikah denganku, aku yakin, mereka akan melakukannya."
Ino mendengus tak percaya."Apa mereka masih bersikap angkuh padamu?" Katanya tersinggung. Memangnya mereka pikir mereka itu siapa? Keturunan kerajaan?" cemoohnya tajam.
Hinata tertawa serak."Aku tidak akan kaget jika memang itu benar,Ino. Mereka itu keluarga kaya. Kekayaan mereka ada dimana-mana. Aku bahkan mendengar Nyonya Uchiha berasal dari salah satu klan tua yang sangat dihormati."
Ino kembali mendengus,sa sekali tak terkesan."Tetap saja itu tak memberi mereka hak untuk memandang rendah dirimu! Aku tidak punya waktu untuk orang-orang angkuh!"
Ino,seperti biasa,selalu berbicara blak-blakan dan terus terang. Ia seorang gadis berambut pirang bermata biru yang memiliki semangat yang meledak-ledak. Dia dan Hinata, merupakan dua orang yang saling bertolak belakang dalam segala hal, namun mereka berteman akrab sejak mereka di sekolah dasar, hal itu mungkin karena sifat Hinata yang terlihat lemah yang membuat Ino merasa bahwa ia membutuhkan seseorang untuk mengawasinya, dan menunjukkan padanya apa yang harus ia lakukan, dan Ino mengisi peran itu dengan sangat baik.
Tak ada seorang pun yang berani menyuruh Ino, mengatakan padanya apa yang harus ia lakukan, yang menjelaskan kenapa ketika mereka mulai berkecimpung di dunia kerja, gairahnya terhadap pembuatan baju telah mengarahkannya secara natural untuk menentukan batas standar dalam bisnis ini.
"Aku bisa mengerti keengganan Nyonya Uchiha itu menerima seseoramg yang tidak berasal dari lingkup keluarga mereka." Kata Hinata mencoba terdengar rasional, yang membuat Ino mengeluarkan desisan tak sabar.
"Maksudmu seseorang yang memiliki uang. Begitu kan?"
Hinata menggeleng."Ini bukan hanya masalah uang. Mereka menginginkan Itachi menikah dengan gadis pilihan mereka. Seseorang yang berasal dari dunia mereka, dan keluarga yang mereka tahu. Aku ini hanya sekertarisnya, dan berasal dari keluarga sederhana."
"Mereka itu harusnya bersyukur mendapatkan calon menantu yang tidak hamya cantik di luar, namun juga di dalam."cibir Ino sebal.
Hinata tersenyum "Oh, aku berharap mereka akan terbiasa dengan ide tentang kehadiran akan melakukannya dengan sebaik mungkin dan berusaha membaur dengan mereka. Lagipula mereka harusnya sadar, ini bukanlah keputusan yang diambil secara terburu-buru. Kami berdua sudah memikirkan hal ini dengan harapan mereka datang ke acara pernikahan kami nanti."
Ino terlihat shock. "Mereka tidak akan datang?"
"Itachi bilang mereka akan datang, tapi mereka belum membalas undangan yang dikirimkan oleh ibuku."
"Yah, jika mereka tidak datang ya sudah! Jangan biarkan mereka merusak hari pentingmu. Ketika kau dan Itachi sudah menikah, aku yakin mereka pasti akan datang dengan sendirinya."
"Benarkah?" Wajah cantik Hinata tampak ceria,dan Ino mengangguk pasti.
"Tentu saja. Satu hal yang perlu kau tahu tentang orang-orang kaya ini. Mereka itu realistis. Ketika mereka sadar kau adalah istri Itachi,mereka akan menerimanya dengan sendirinya." Pandangan matanya tak sengaja tertuju pada jam di dinding dan mengeluh. "Lihat , sudah jam berapa sekarang. Aku harus menemui Naruto di West Kyuu jam 6 - kita akan berpesta. Ah, aku tak punya waktu lagi untuk membawa gaun ini ke rumah. Apa boleh buat, aku terpaksa harus meninggalkannya di sini dan mengambilnya besok pagi - jaga gaun ini dengan segenap jiwa ragamu,Hinata. Aku ingin gaun itu sempurna di hari besarmu!"
"Kau tidak perlu khawatir."
"Oh, tentu saja aku khawatir!" seru Ino dan mulai berjalan menuju pintu dengan tergesa-gesa, tapi tetap melayangkan pandangan khawatirnya pada gaun yang ia tinggalkan. "Mungkin, aku harus tinggal sebentar dan membantumu melepasnya?"
"Ino, aku bisa melepasnya sendiri,"kata Hinata geli
"Oh, oke. Tapi...kau harus benar-benar berhati-hati. Terutama dengan resletingnya."
"Tentu saja!"
"Dan jangan biarkan Itachi melihatnya. Kau tahu kan.."
"Aku tidak akan menemuinya."
"Yah, tentu saja tidak." Ino masih belum bisa melepaskan pandangannya dari gaun yang dikenakan Hinata. Dan jangan lupa menyimpannya kembali ke dalam tempatnya sebelum kau menggantungnya!"
"Demi Tuhan, Ino..Aku tahu.."katanya sambil tertawa dan membuat gerakan mengusir dengan tangannya. "Pergilah. Jadi aku bisa mengurus semuanya."
Balas tertawa,Ino akhirnya berkata."Sampai bertemu besok." Dan ia pun berlalu pergi. Pintu apartement kecilnya tertutup, dan Hinata berputar kembali untuk memandangi refleksi dirinya di cermin sekali lagi. Dia begitu menyukai gaunnya dan tak sabar menantikan saat di mana Itachi akan melihatnya mengenakan gaun ini. Dia benar-benar ingin terlihat begitu berbeda di hari pernikahan mereka, dan dengan bantuan Ino, yang tentu saja akan membuat hal itu terjadi. Tak ada seorang pun yang pernah mengenakan model gaun seperti khusus mendesain gaun ini khusus untuknya. Satu-satunya di dunia ,lalu kenapa ia justru merasa aneh,merasa asing?
Dia benar-benar mencintai Itachi,jadi tak mungkin perasaan aneh ini dikarenakan olehnya. Hari pernikahannya memang tidak akan mungkin berjalan seperti keinginannya, bahakan ia pun tak terlalu yakin bagaimana kehidupannya di masa depan setelah ia menikah dengan Itachi. Mungkin itulah yang menyebabkan suasana hatinya sering berubah-ubah. Ia selalu berpikir tentang Itachi, tentang ketidaksukaan keluarganya yang terlihat nyata dan bagaimana hal itu akan mempengaruhi hubungan mereka di masa depan.
Sejak awal keluarga Uchiha tidak menutup-nutupi kekagetan dan ketidaksukaan mereka terhadap gadis yang dibawa Itachi pulang untuk diperkenalkan pada mereka waktu itu. Kejadian itu masih membekas dalam ingatannya, seakan akan itu baru saja tdrjadi kemarin.
Ia masih mengingat jelas bagaimana terpesonanya ia sewaktu mereka dalam perjalanan menuju rumah utama keluarga Uchiha. Pepohonan yang berdiri kokoh di sisi kiri kanan jalan, taman di rumah itu yang diatur dengan sedemikian cantik, yang menambah keangkuhan rumah megah itu.
Ia merasa sangat kecil ketika memandang langsung ke rumah tempat Itachi dibesarkan. Rumah megah keluarga Uchiha yang terlihat seperti kastiL abad pertengahan.
Dia semakin gugup pada saat ia berhadapan langsung dengan keluarga Itachi, tangannya bahakan terasa gemetar ketika ia berjabat tangan dengan kedua orang tuanya. Uchuha Fugaku dan Uchiha Mikoto.
Ia menyunggingkan seulas senyum hanya untuk menyadari bahwa tak ada seorang pun yang membalas senyumannya. Bahkan nyonya Uchiha memgangkat sebelah alisnya dan memandangnya dari atas ke bawah dengan pandangan menilai. Tak ingin bertatapan dengan tatapan mata penuh celaan itu, ia segera mengalihkan pandangannya ke arah adik kesayangan Itachi, Uchiha Sasuke, hanya untuk mendapatkan kesan yang sama, atau malah lebih dingin daripada sebelumnya. Mata Sasuke menilainya penuh pencelaan dan sikap bermusuhan.
Selama beberapa minggu ke depan, keluarga Uchiha memanstikan ia bertemu dengan para gadis yang dapat dipastikan menjadi bagian keluarga Uchiha jika saja Itachi tak bertemu dengannya. Tipikal gadis kelas atas. Mereka kaya. Cantik. Dan angkuh. Mereka pasti tidak akan mengalami kesulitan bergaul. Sangat jelas baginya bahwa keluarga Uchiha berusaha untuk membuatnya merasa tertekan dan merasa asing.
Ia teringat ketika suatu sore, di kebun rumah keluarga Uchiha saat mereka sedang mengadakan psta barbeque, Hinata berusaha menahan perasaannya, mencoba bersikap tegar dan menampilkan wajah penuh senyuman ketika menyaksikan Itachi berdansa dengan seorang wanita yang mengalungkan kedua lengannya dengan erat di leher calon suaminya itu. Irama tubuhnya bergerak senada dengan tubuh Itachi dan ia berusaha menahan perasaan sesak yang mendadak muncul di dadanya. Tidak. Itachi telah memilihnya dan bukan gadis-gadis itu sebagai itu jelas membuktikan sesuatu. Ia menghela nafas dan mencoba menenangkan dirinya lagi.
"Menikmati suasananya?" Sasuke tiba-tiba bertanya dengan nada datar, saat pria itu berdiri di sebelahnya. Hinata terlalu kaget untuk berkata apapun.
"Ya, terima kasih." Katanya berbohong. Dalam hati bersyukur karena ia menjawab dengan lancar, tanpa ada kegugupan dalam nada suaranya. Ia jarang berbicara dengan Uchiha bungsu itu, karena Sasuke sepertinya terlihat begitu membencinya. Di samping itu, entah kenapa ia selalu merasa aneh,dan tegang setiap kali mereka berdekatan.
"Ah, tapi kau terlihat tak terlalu suka berada di sini."
"Well, aku tak bisa mengatur wajahku kan . Memang seperti inilah aku,"katanya tersinggung. Anehnya Sasuke malah tersenyum tipis. "Oh ya, aku sadar itu. Sama seperti pria lain yang aku yalin juga pasti menyadarinya."
Hinata terlalu kaget untuk berkata. Ia hanya mengerjap-ngerjapkan kedua matanya."Aku tak heran sama sekali. Kau itu cantik. Pantas saja Itachi menginginkanmu."Sasuke melangkah maju, mendekatinya, membuatnya mundur selangkah. Hinata gemetar. Entah karena ketakutan atau karena suara Sasuke yang seakan menghipnotisnya. Sasuke mengulurkan salah satu tangannya dan menyentuh lehernya secara halus,ringan,memberikan kesan sensual yang embuat Hinata tanpa sadar memejamkan kedua matanya, merinding. "Aku juga tak akan melewatkan kesempatan itu, jika kau menawarkan..,"dan dalam sekejap mata Hinata terbuka. Di antara kata-kata mencemooh yang pernah Sasuke lemparkan, yang barusan tadi merupakan hal terakhir yang ia bayangkan. Ia berusaha mundur, namun Sasuke menyentuh daun telingan dengan lembut, melancarkan aksinya. Tangannya menelusuri pelan lehernya, hingga ke bahunya yang terbuka. Pada saat itu, jantung Hinata terasa berdenyut kencang, dan ia tak bisa menolak reaksi alami yang muncul dari tubuhnya. Kedua pipinya memerah.
Derik berikutnya,Sasuke menarik tangannya dengan kasar, dan ia dapat melihat Itachi memandangnya tak suka.
"Apa yang terjadi disini?" Katanya sambil mendekati Hinata dan merangkul pinggangnya. Ia melemparkan pandamgam sengit pada Sasuke."Apa maumu,Sasuke?"
Sasuke mendengus. "Aku hanya sedang menilai gadismu." Katanya dengan penuh cemooh.
Mendadak ia dapat merasakan tubuh Itachi memegang. Dan ia tahu, perkelahian pasti tak akan terhindarkan jika ia tak melakukan sesuatu."Itachi, kumohon. Jangan berkelahi disini."
Raut wajah dan gerak tubuh Itachi masih terasa tegang. Begitu juga Sasuke yang menatap mereka dengan mata onyxnya yang tajam.
"Baiklah,aku tak akan memukulnya. Walaupun aku tahu dia pantas mendapatkannya."Itachi berkata dengan penuh perhatian padanya. Ia lalu melemparkan pandangan sengit pada Sasuke.
"Ayockita pergi dari sini."bisik Hinata sambil menarik tangannya. Namun kelihatannya Itachi memiliki ide lain. Ia kembali menatap Sasuke. "Kau tahu, dia terbiasa menemukan para wanita menyodorkan dirinya ke hadapannya. Karena itu dia bertingkh seperti tadi."
Sasuke tetap berdiri diam, tak membalas perkataan saudara laki-lakinya itu. Tapi kedua tangannya terkepal erat, dan ia berusaha menahan emosi yang perlahan-lahan mulai memenuhi dirinya.
"Astaga! Pasti itu benar. Kau ingin mencoba merayu Hinata. Dengarkan aku, Hinata berbeda dengan para gadis yang kalian coba sodorkan padaku. Aku tidak akan melepaskannya. Kau dan kedua orang tua kita dapat berhenti memikirkan cara untuk menghentikan pernikahan kami. Karena aku dan Hinata tetap akan menikah. Aku mencintainya dan dia juga mencintaiku. Ingat itu."
"Dan kau lebih milihmya dibanding keluargamu sendiri. Sekarang siapa yang egois." Cela Sasuke dan berlalu pergi.
Hinata tak memperdulikan Sasuke. Ia terlalu bahagia. Mendengarkan kata-kata yang dilontarkan oleh Itachi tadi. Segala keraguannya terhadap hubungan mereka, ketakutannya akan kemungkinan-kemungkinam buruk yang akan dilakukan oleh keluarga Uchiha, dan segala cara yang mungkin mereka lakukan untuk memisahkan mereka memdadak sirna. Dan Hinata percaya mereka akan bahagia. Menata kehidupan mereka nantinya.
Hinata tersenyum kembali dan mengamati pantulan dirinya di cermin. Ia terkikik geli dan tak sabar menantikan Itachi melihatnya dalam balutan gaun pengantin ini. Tapi sekarang ia harus melepas gaun kesayangan Ino terlebih dahulu. Ia mengulurkan tangannya ke belakang leher, untuk buka kaitan kerah di belakang, dan menurunkan resletingnya hingga ke pinggang. Ketika ia sedang sibuk berkonsentrasi dengan gaun itu, bel pintu berbunyi. Ia mendongak, dan tersenyum. Mungkin Ino merubah pikirannya dan berencana membawa pulang gaun itu. Ia memegang kedua ujung gaunnya dengan hati-hati, mengangkatnya agar tak menyeret di lantai dan tersenyum riang bersiap menggoda sahabatnya itu. Hanya untuk mememukan sesosok pria tinggi,mengenakan setelan jas mahal, dan raut wajah tampan tak terbaca memandang balik ke arahnya.
Uchiha Sasuke sedang berdiri di hadapannya,menatap tajam dengan mata onyxnya. Dan seketika itu juga Hinata merasa takut.
Setelah kejadian sore itu,Itachi telah memperingatkannya untuk menjauhi Sasuke. Pria itu memang adik kesayangan Itachi, tapi meskipun demikian bukan berarti Itachi menutup mata akan semua kejelekan Sasuke. Adiknya itu tak berperasaan. Dia orang yang keras. Terhadap bisnis, keluarga, terutama pada wanita. Baginya wanita tak lebih dari sekedar tempat pelampiasan nafsu. Dan Hinata sama sekali tak ingin lagi berdekatan dengannya. Tidak setelah kejadian ketika terakhir kali mereka berdua. Perasaan ketertarikan yang seharusnya tak boleh ada, dan ia tidak akan mengakui sampai mati sekalipun. Meskipun kelihatannya Sasuke menyadarinya dengan jelas. Tidak. Demi apapun ia akan merahasiakannya.
Sasuke memandanginya dari atas ke bawah, mungkin merasa aneh melihatnya mengenakan gaun pengantin seperti sekarang ini.
"Aku sedang mengepas baju pengantin ini.."katanya menjelaskan, dan Sasuke hanya mengangguk. Matanya memandang lurus ke dalam apartemen kecilnya. Dan Hinata mengernyit. Apakah ia mengira Itachi berada di dalam? Bukankah ia tahu bahwa calon suaminya itu sedang berada di London untuk bertemu dengan klien mereka dan memastikan kontrak kerjasama berjalan dengan lancar.
"Apakah kau sendiri?"tanya Sasuke dengan parau, seakan-akan ia susah untuk berkata. Hinata mengangkat alisnya, dan terdiam. Ia tak ingin berdua dengan Sasuke. Pria ini berbahaya. Tapi, ia tak ingin bersikap tak sopan. Biar bagaimanapun, Sasuke adalah adik Itachi dan sebentar lagi mereka akan menjadi keluarga.
"Untuk saat ini, t-tapi sebentar lagi Ino mungkin akan datang kemari."katanya ragu.
"Hn."jawab Sasuke pelan, dan mengalihkan pandangannya ke arah lain.
Kenapa Sasuke berada disini sementara ia tahu kakaknya berada jauh dari sini. Ia menggigit bibirnya, bingung akan apa yang harus ia lakukan.
"Boleh aku masuk?"tanya pria itu, namun ia tak menumggu jawaban. Sasuke melangkah maju, dan ia terpaksa menyingkir, memberinya jalan. Ia berharap ia tahu kenapa pria itu berada disini. Ini pasti bukan sekedar kunjungan biasa. Apakah dia kesini untuk menyuruhnya melepaskan Itachi? Membujuknya? Mengancamnya?
Kemumgkinan besar yang terakhir. Uchiha Sasuke memiliki aura penuh ancaman di sekelilingnya setiap saat,dan ia tak berharap lebih dari itu. Hinata merasa sangat bodoh, berdiri di depan pintu,masih mengenakan gaun pengantinnya. Ia ingin melepasnya sesegera mumgkin, tapi ia sama sekali tak ingin memberikan alasan bagi Sasuke untuk tinggal lebih lama. Pria itu membuatnya gugup.
"Apa kau punya minuman beralkohol?" Sasuke berkata tiba-tiba, membalikkan badan untuk menatapnya, dan ia tak dapat menghentikan dirinya untuk tidak mengernyit.
"Al-alkohol?" Hinata memandang ruang tamunya dengan liar dan menggeleng.
"A-aku tak punya. Di kulkas hanya ada anggur putih yang akan kusajikan untuk makan malam jika Itachi kembali-"
"Dia tak akan kembali!" sela Sasuke. Nada suaranya terdengar kasar dan ia hanya dapat memandangnya dengan bingung.
"Apakah perjalanan bisnisnya lebih lama daripada seharusnya?"
Namun ia tak,dapat memungkiri kecurigaan yang mendadak memenuhi dirinya. Apakah mereka sengaja memperpanjang perjalanan Itachi selama mungkin,masih berharap untuk memisahkan mereka?"
Sasuke tak menjawab, ia malah meraih kedua bahunya dan mendorongnya ke belakang,duduk di kursi. Hinata terlalu kaget untuk melawan..Cengkramannya terasa begitu kuat. Sasuke terlihat begitu aneh sehingga membuatnya takut. Apakah dia akan mengulang kejadian kemarin? Jantungnya berdebar begitu kencang sehingga terasa sakit,dan dia mencoba berpikir apa yang akan ia lakukan. Kali ini mereka hanya berdua dan ia tak yakin,ia dapat menghentikan pria itu. Sasuke jauh lebih timggi,kuat,bertenaga, dan pria itu dapat dengan mudah mendominasinya tanpa harus bersusah payah.
Sasuke menunduk,wajahnya begitu dekat dan mata onyx itu menatapnya dengan tajam.
"Kumohon jangan...,"bisik Hinata lirih, terlalu takut untuk merasa marah, namun pria itu menyelanya. Nada suaranya terdengar kasar.
"Hinata,dengarkan aku. Ya Tuhan..aku tak tahu bagaimana mengatakannya. ..ini tidak mudah...Oh Tuhan..dengar jika ada cara yang lebih mudah untuk melakukan ini,percayalah, aku akan melakukannya." Ia menarik nafas dalam-dalam "Dia telah meninggal."
Hinata memandangnya dengan bingung."Kau membicarakan siapa? "Tanyanya heran, tak mengerti.
"Itachi."kata Sasuke."Itachi sudah meninggal."
Seluruh pasokan udara di tubuh Hinata seakan menguap pergi berhenti berdenyut. Dia tak bergerak, tak menimbulkan suara. Hanya duduk diam, memandang Sasuke.
Sasuke terus berkata dengan nada marah,kata-katanya bagaikan peluru yang ditujukan langsung ke arahnya,takdirnya atau mungkin pada pria itu sendiri."Pagi ini- ia meninggal pagi ini. Di jalan. Ketika ia menyelamatkan seorang anak kecil. Dia tertabrak sebuah truk yang kehilangan kendali. Dia meninggal di tempat..."
Hinata masih terdiam, tak bergerak sama sekali. Ia bahkan tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan semenjak Sasuke menyampaikan berita itu. 'Dia meninggal'. Kata-kata itu terus masih terulang terus menerus di kepalanya. Wajahnya terlihat pucat. Mulutnya terbuka. Matanya membelalak lebar,yang mengingatkannya akan boneka Jepang yang rapuh, tanpa ada binar kehidupan di dalamnya. Dia meninggal. Itachi meninggal. Oh Ya Tuhan...dunianya,serasa roboh, namun ia tak percaya. Ia menolak untuk percaya.
"Mereka menelponku langsung dari London. Klien kami yang berada disana yang pertama kali memdengar berita itu dan langsung mengabariku,beberapa jam yang lalu."
Matanya bergerak menatap Sasuke mendengar informasi itu. Itachi sudah meninggal sejak beberapa jam yang ia tertawa dan mengobrol riang, serta mencoba gaun pengantinnya,Itachi sudah meninggal, dan ia tidak mengetahuinya sama sekali.
"Aku harus mengabari kedua orang tuaku terlebih dahulu."Kata Sasuke, dan dalam kalimatnya itu terselip pemintaan maaf yang samar. Mulutnya membentuk satu garis lurus sebelum ia melanjutkan dengan nada pahit. "Mereka menerimanya dengan buruk. Tentu saja. Sejak dulu Itachi adalah kebanggaan mereka."
Hinata tak mendengarkan semua itu. "Tidak.."katanya kemudian."Itu bohong. Dia bilang padaku dia selalu sibuk dengan rapat. Ia tidak mungkin menghabiskan waktunya berjalan-jalan. Kau berbohong. Kalian bohong. Kau dan keluargamu..Kalian selalu membenciku.."nada suaranya naik menjadi histeris, dan ia berdiri,mendorong Sasuke dengan marah "Kau bohong. Aku tidak percaya dia meninggal.!"
Sasuke meraih badannya, dan ia memberontak hebat."Lepaskan aku! Jangan sentuh aku!"
"Jangan bergerak kalau begitu!"kata Sasuke dengan gigi terkatup rapat."Kau bertingkah seperti orang gila. Kau harus percaya. Ini adalah kenyataan Hinata. Aku bukan seseorang yang tidak punya perasaan hingga harus berbohong seperti jangan berpura-pura dan menganggap ini tidak nyata."
Hinaya terdiam dan memejamkan kedua matanya, membiarkan Sasuke kembali mendudukkannya di kursi.
"Ia tak seharusnya meninggalkan rapat dan berjalan-jalan."kata Sasuke. Ia berlutut di hadapan Hinata dan meraih kedua tangannya,menggosoknya agar terasa hangat.
Ia sama sekali tak mencoba untuk menarik tangannya, karena ia sama sekali tak sadar apa yang pria itu lakukan. Dia sedang mencoba untuk tidak mempercayai apa yang dikatakan Sasuke kepadanya. Itachi tak mungkin meninggal. Sepuluh menit lalu, ia sangat menantikan hari Pernikahannya, hidupnya telah dipenuhi dengan berbagai janji. Dia merasa sangat bahagia, namun sekarang...
Kata-kata itu kembali bergema di telinganya. Dia meninggal. Itachi meninggal. Dia tak mampu membuat dirinya untuk percaya. Jika itu memang benar, maka hidupnya telah berakhir. Dia hanya memandang kepada kehampaan,selama-lamanya.
"Dia seharusnya berada di kantor, namun ia malah kabur untuk bersantai sejenak. Itachi selalu menganggap santai segalanya..."
Hinata menjadi marah kembali dan mendorongnya sekali lagi,menggelengkan kepalanya."Tidak!Tutup mulutmu. Jangan pernah berbicara seperti itu tentangnya!Kau membencinya. Kau membenci kami berdua." Ia memberontak kembali, walaupun Sasuks berusaha menghentikannya."Singkirkan tanganmu! Jangan sentuh aku!" Ia bergumam, hampir terdengar seperti orang mabuk.
"Kau sedang syok!" Sasuke berkata kasar.
"Biarkan aku sendiri!"Hinata mencoba untuk melepaskan diri dan menjauh walaupun akhirnya ia terjatuh, terserempet ujung gaunnya."Aku harus melepaskan ini...lepas.."katanya. Ia tidak mampu mengenakan gaun ini lebih lama lagi. Dia tidak ingin merasakan gaun itu menyentuh kulitnya. Pikirannya berputar saat ia melihat refleksi dirinya yang mengenakan gaun itu beberapa waktu lalu. Calon pengantin yang tampak berbahagia."Harus lepas..."ia mengerang, meluruskan badan untuk meraih realetingnya, dan Sasuke berdiri di belakangnya. Ia merasakan jarinya menyentuh kulitnya yang terbuka, dan gemetar. Lalu,resletingnya turun ke bawah, membiarkan bagian belakang kulitnya yang mulus terbuka. Ia membiarkan gaun itu jaruh ke lantai dan melangkah keluar, tanpa mengenakan apapun, hanya bra dan celana dalam putih senada. Tak pernah terlintas sedikitpun dalam benaknya, bahwa Sasuke memandangnya dalam diam. Ia bahkan tak menyadari kehadirannya.
Menendang gaun pengantinnya ke samping, ia melangkah tanpa sadar menuju kamar tidurnya. Sasuke,entah bagaimana telah sampai disana terlebih dahulu. Ia menyodorkan jubar tidurnya.
"Pakai ini, atau kau akan terkena demam."
dia mencoba melangkah melewatinya."Tinggalkan aku!"
"Hinata,demi Tuhan!"
"Pergi!"katanya "Aku bahkan tak ingin kau berada di dekatku!"
Sasuke hanya diam, dan tak berniat pergi. Dia memakaikan jubah tidur itu dengan paksa. Dia berusaha menolak, tapi Sasuke selalu saja menemukan caranya. Itachi selalu mengatakan hal itu. Sasuke tak pernah menginginkan kehadirannya di keluarga Uchiha, dan ia berhasil. Saudara laki-lakinya meninggal, dan ia tak akan pernah menjadi iparnya.
"Aku harap kau puas."katanya getir."Ini kan yang kau batal menikah denganku. Dan sekarang itu tak akan pernah pasti sangat bahagia!"
Onyx menatapnya tajam."Dia saudaraku. Dan aku menghabiskan waktu jauh lebih lama dengannya daripada kau. Aku tumbuh besar bersamanya. Jangan pernah menuduhku menginginkan kematiannya, Hinata. Kesedihanmu itu tak sebanding dengan kami yang memiliki ikatan darah dengannya!"
Kata-kata itu bagaikan tamparan keras di wajah Hinata,membuatnya terdiam.
" Ka pikir hanya kau yang merasa bersedih. Bagaimana dengan ibuku, dia yang melahirkan Itachi. Membesarkannya. Merawatnya. Jangan egois Hinata. Bukan hanya kau yang kehilangan. Benci aku semaumu,aku tak peduli. Setidaknya kau masih memiliki emosi"katanya datar."Tapi hal itu jelas tak akan menghidupkan Itachi kembali jika kau jatuh sakit. Jika aku jadi kau, aku akan berbaring dan mencoba tidur."
Dia tak menjawab. Tak ada gunanya. Itachi telah meninggal. Dan kenyataan itu menghantamnya dengan kuat.
Sasuke mengencangkan ikat pinggang jubah tidurnya, memandang wajahnya "Adakah seseorang yang bisa kuhubungi?"
"Aku tak ingin siapapun."
"Kau tak boleh sendirian. Aku tak bisa tinggal disini untuk menjagamu. Aku harus kembali mengurus orang membutuhkanku. Biar aku telpon ibumu. Berapa nomornya?"
"Aku tak ingin dia."
"Temanmu?Yang merancang gaunmu? Bukankah kau bilang dia akan kembali secepat mumgkin? Berapa nomornya?"
"Tidak. Aku hanya ingin sendiri."
Dia tak akan bisa menerima kemyataan sampai pria itu pergi dan ia sendirian, jauh dari mata yang mengawasinya. "Kumohon, pergilah dan biarkan aku sendiri."
Hinata tak lagi mendengarkan ucapan Sasuke. Kegelapan tiba-tiba menyerbunya dan ia secara sukarela menerimanya.
Ketika ia tersadar kembali, ia berada di tempat tidur. Pada awalnya ia mengira semua itu hanyalah mimpi buruk, namun kenyataan menghantamnya dengan kejam. Dan ia mengeluarkan seruan penuh kesedihan.
"Aku menelpon ibumu. Dia akan berada disini sejam lagi."katanya tanpa ekspresi."Aku akan tinggal di sini hingga ia datang. Kau menginginkan sesuatu? Teh?Susu?"
Ia ingin Sasuke meninggalkannya. "Secangkir teh.."gumamnya.
Sasuke mengangguk."Aku keluar sebentar."
Dan ia pun berlalu, meninggalkan Hinata dalam kesendiriannya. Ia bisa menangis sekarang. Namun anehnya air matanya sama sekali tak mau menetes. Ia memejamkan matanya sebentar, dan membukanya lagi. Air matanya perlahan menetes dan begitu air mata itu tumpah, ia tak mampu menghentikannya. Dan ketika pintu kamar tidurnya terbuka, ia cepat-cepat berbalik.
Sasuke hanya berdiri diam, dan meletakkan cangkir tehnya di meja sampimg tempat tidurnya."Aku akan menunggu ibumu di ruang tengah." katanya, lalu pergi meninggalkannya sendiri.
Ketika ia kembali sendirian,Hinata memaksa dirinya duduk. Isakannya telah berhenti namun air matanya masih mengalir. Dia selalu berharap ia bisa berteman dengan Sasuke dan kedua orang tuanya.
Sasuke sendiripun pasti merasa syok akan kejadian ini. Ia menghapus air matanya dengan menggunakan tangannya. Keluarga Uchiha mungkin memang tak menyukainya,tapi ia selalu sadar,bahwa mereka,sangat dekat satu sama lain. Penuh dengan perhatian,dan kasih sayang. Tak seperti keluarganya. Itulah kenapa ia berharap mereka dapat menerimanya suatu saat nanti. Hinata terisak kembali. Ia tak akan mendapatkan ketenangan dari ibunya. Sungguh, ia berharap Sasuke tak menelpon seorang pun.
END OF CHAPTER ONE
