Yayaiii!!! SasuSaku lagi... SasuSaku lagi! Jangan pada bosen ma penpic naruto gue yah gara-gara isinya sasusaku doang! Maklum... pair fave gue!!!!! XD kali ini bukan humor!!! Silakan menilai kualitas fanfic yang satu ini. Kalo jelek, emang... kalo bagus, berarti readers sekalian ga bakat menilai kualitas fanfic *dibogem rame-rame*. Jangan nge-flame sadis-sadis ya kalo jelek! Ampunilah makhluk Tuhan yang paling melas ini... T-T
Author : Ceprutth DeiDei
Disclaimer : Sasuke ama Sakura punya gue!!! Udah gue rental dari Kishimoto-sensei buat main di fanfic ini. Bayarnya mahal lho! Jadi, yang baca juga harus pada bayar semua! *dilemparin tomat ama para readers, sampe rumah dijilatin Sasuke gara-gara berlumuran tomat XD*
Genre : Romance/General
Rate : T
Pair : Sakura H./Sasuke U.
Summary : Sakura diam-diam bekerja dirumah pemuda tampan pantat ayam sebagai pembantu tanpa sepengetahuan orang tuanya agar bisa membelikan kekasihnya sebuah kado spesial. Sepertinya Sakura harus sabar selama bekerja di rumah itu. Sasusaku fic! RnR?
WARNING : Judulnya ngasal doang! Tapi jangan permasalahkan judulnya tapi ceritanya!! Oke?
"bla bla bla" : orang lagi cuap-cuap alias ngomong
'bla bla...' : dalem hati!
bla bla bla... : ntar tau sendiri lah. ("kalo cuma gitu ngapaen ditulis segalaaaaa???" pada protes – author dikemplang readers –)
(bla bla...) : omongan-omongan gaje dari gue!!
-
All My Life
-
"Sebentar lagi Gaara-kun ulang tahun ya!" kata gadis muda berambut pink sambil menggandeng kekasihnya erat. Keduanya berjalan beriringan melewati jalan sepi yang diterangi oleh cahaya lampu jalan yang remang-remang.
"Lho, bukannya sekarang masih akhir September?" Lelaki berambut merah darah yang memiliki tattoo ai dijidatnya itu tampak tidak mengerti. "Yang mau ulang tahun kan Sakura-chan."
"Eh—?!" Sakura terdiam. Sesaat kemuidan sebuah cengiran terlihat diwajah manisnya. "Oh iya. 28 November ya? Tapi sekarang kan masih tanggal 27"
"Sebulan lagi, ya?" katanya sambil menatap Sakura sambil tersenyum lembut. "Nah, sudah sampai rumah tuh!"
Keduanya berhenti didepan sebuah rumah sederhana bertingkat dengan warna cat hijau yang menghiasi suasana luar rumah itu. Sakura masuk ke dalam halaman rumah itu dan melambai-lambai pada Gaara yang sudah berjalan pergi. Lelaki itu juga membalas.
oxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxo
Pintu rumah itu terbuka dan seseorang masuk ke dalamnya. Lalu kembali menutup rapat pintu itu. Sakura berjingkrak-jingkrak di depan pintu membuat hadirnya sepasang tatapan cengok ke arahnya. "Oh, senangnya. Besok mau kasih kado apa ya buat Gaara-kun?"
Namaku adalah Sakura Haruno, anak tunggal dari keluarga Haruno. Umur 18 tahun. Keluargaku mempunyai usaha café yang diberinama Café Haruno. Namanya aneh, kan? Ayahku memang tidak berbakat memberi nama. Sekarang, akhirnya aku berhasil jadian dengan cowok keren di sekolahku, Konoha HS, yang bernama Gaara. Hebat! Hebat! (biasa aja kali! – dilempar ciduk –)
"Sakura, darimana saja kamu?" Seorang wanita seksi berambut pirang panjang yang diikat dua mulai mengomeli Sakura sambil sibuk mengaduk-aduk adonan di dapur. "Kenapa baru pulang jam segini? Padahal tadi sore aku mau minta tolong padamu membelikan bahan-bahan untuk membuat kue. Lagi banyak pesanan tahu!"
Wanita yang berbadan seksi itu adalah Kaa-sanku, namanya Tsunade. Dia itu Kaa-san yang hobinya memperbudak anaknya sendiri. Punya usaha catering. Dulunya pattisier di café Haruno. Tapi entah kenapa dia malah memecat dirinya sendiri. Katanya, kalau kerjanya di café sendiri nggak akan dapet banyak untung.
Sakura mendudukkan diri disamping lelaki paruh baya yang sibuk membaca koran sambil meminum teh. Sakura melepas jaket merah yang dipakainya dan melipatnya rapi. "Aku habis pergi sama Gaara-kun" jawabnya malas sambil mengucir tinggi rambut pink sebahunya. Sakura mengambil remote dan menyalakan televisi. "Jadi, aku nggak bisa ikut bantu-bantu."
"Bagus itu!" Ayah menepuk bahu Sakura cukup keras sambil nyengir lebar. Koran yang dibacanya tadi diletakkan begitu saja diatas meja. "Lebih baik kamu jangan mau disuruh-suruh Kaa-sanmu yang galak itu!"
"Tou-san…" Sakura berbisik ke telinga ayahnya. "Jangan bicara keras begitu di depan Kaa-san."
Lelaki tua ini adalah Tou-sanku. Namanya Jiraiya. Pendiri café Haruno sekaligus novelis payah yang karya tulisnya tidak laku. Maklum saja, buku Icha-Icha Paradisenya kan cuma berisikan hal-hal bokep dan sebagainya. Setahuku, cuma Kakashi-sensei yang suka baca novel itu.
"Nggak papa!" Lelaki berambut abu-abu panjang itu malah semakin memperkeras volume suaranya. "Sekalian biar dia dengar!"
"Disuruh-suruh? Galak?" Tsunade mulai emosi. Dia mengaduk-aduk adonannya serampangan sampai-sampai isinya muncrat-muncrat kemana-mana. "Jadi, maksudmu aku ini galak?!"
"Ya, begitulah" jawab Jiraiya dengan santai sambil menyeduh kembali tehnya.
"Apa—?!" Emosi Tsunade makin memuncak. "Keterlaluan! Berani sekali kau berbicara begitu pada isterimu sendiri."
Merasakan hawa mencekam yang menusuk-nusuk bulu kuduknya sedaritadi, Sakura langsung menyingkir dari hadapan kedua orang tuanya. Keduanya pun bertengkar hebat. Mulai dari teriak-teriak sampai melempar-lempar loyang kue dan buku-buku. Sakura cuma bisa pasrah melihat kelakuan orang tua kuning-abu-abunya itu (kuning-abuabu itu maksudnya warna rambut^^).
Aku sudah biasa melihat mereka berdua bertengkar seperti anak kecail. Aku heran, kalo keliatannya emang musuhan, kenapa mereka bisa sampai menikah?! Dan, kenapa bisa sampai ada aku disini? Ah sudahlah. Dipikir-pikir cuma bikin pusing.
"Orang tua aneh!" Sakura menghela napas. Ia masih menonton perkelahian hebat itu.
"Tou-san, Kaa-san, sebenarnya…" Sakura menengahi keduanya. "Aku mau minta uang buat beli kado spesial untuk Gaara-kun."
Kedua orang tua itu terdiam. Sesaat saling melirik dan berpandangan. Wajah Tsunade tetap sangar dan kembali menatap putrinya. "Tidak boleh" tolaknya dengan nada tegas. "Kamu tau kan kalau kita lagi krisis uang?"
"Dan untuk apa kamu kasih dia kado?" lanjut Jiraiya, sepertinya membela sang isteri. "Yang mau ulang tahun kan kamu!"
"Tapi…" Sakura mulai memohon-mohon sambil memperlihatkan jurus tatapan melas andalannya.
"Pokoknya nggak boleh!" Tsunade tetap bersikukuh untuk tidak memberi Sakura uang. Jiraiya mengangguk-angguk.
Sakura tertunduk lesu dengan wajah muramnya setelah gagal merayu orang tuanya agar diberi uang. Dia tersenyum kecut. "Yaaah… sudah kuduga."
Rencana pamungkasku gagal seketika. Memang susah minta uang sama orang tua macam mereka. Kaa-san itu orangnya sangat irit soal pengeluaran dan Tou-san orangnya terlalu eman-eman kalau mau mengeluarkan uang, bahkan untukku sekalipun. Pada dasarnya, dua orang ini memang pelit. Mungkin ini satu-satunya persamaan diantara mereka berdua yang bikin keduanya langsung jadi kompakan dan berenti berantem. Satu-satunya alasan masuk akal yang mendasari pernikahan mereka, tapi menurutku tetap tidak masuk akal. Lagipula, aku juga sudah tidak kuat lagi kalau harus terus-terusan seperti ini!!?
Sakura pergi ke kamarnya yang ada dilantai atas. Dipijaknya setiap anak tangga yang ada sampai akhirnya ia tiba di depan pintu kamarnya. Kling, hiasan gantung yang ada didepan pintu tersenggol sehingga bergoyang-goyang dan berbunyi. Sakura memasuki ruangan kamarnya dengan langkah gontai.
Dilepaskannya ikat rambutnya. Rambut merah mudanya tergerai tak karuan. Sakura meraih sisir di meja riasnya dan menyisir rambutnya sambil menghadap kearah cermin. Pikirannya terbang kemana-mana. Berusaha mencari cara agar bisa mendapatkan uang untuk membeli kado yang akan diserahkannya pada Gaara. Dan tiba-tiba sebuah ide terpintas di pikirannya.
"AHA!" Sakura tersenyum kembali. Ia meletakkan sisir rambutnya dan menatap pantulan dirinya dalam cermin. "Sudah kuputuskan, aku akan mencari uang sendiri. Aku akan bekerja apa pun yang kubisa."
Ia mengambil kursi dan duduk diatasnya. Kembali berpikir jernih agar bisa mendapat ide. Otaknya bekerja keras untuk berpikir. Sakura kembali tertunduk lesu.
"Tapi aku bisa apa?!" Sakura menjitak kepalanya sendiri (bagus! Jangan gue mulu dong yang dijitakin!). "Yang aku bisa kan cuma pekerjaan rumah tangga. Kalo bikin kue juga aku bisa. Masak sih jagonya. Jadi waitress adalah pekerjaan favoriteku. Tapi emangnya ada yang mau nerima gue kerja ya? Kan gue masih dibawah umur"
Sakura berdiri tiba-tiba dan berjalan keluar kamar. Suasana diluar sudah normal kembali. Tak ada perdebatan kekanakan dari Tsunade dan Jiraiya lagi. Jiraiya sudah kembali sibuk membaca koran Konoha Pos sambil leha-leha. Sakura mendekati ayahnya dan menyenggol bahunya pelan. Jiraiya menengok. "Tou-san punya koran edisi hari ini nggak? Aku pinjam sebentar,"
"Punya. Tapi masih dibaca. Nanti saja."
"Yaaah… Cuma sebentar aja kok. Nggak lama. Ya?" Sakura kembali memohon-mohon. Jiraiya tidak bergeming. Sakura murung lagi. Dia naik ke atas dan mengurung diri di kamar karena sebal.
"Pelitnya Tou-san ku… huhu. Minjem koran aja nggak boleh..."
oxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxo
'Pekerjaan... pekerjaan... kerja... kerja... aku butuh uang...'
"Sakura? Sakura? Halooo...? kau sadar kan?!" Tangan-tangan berlambaian didepan wajah Sakura yang sedaritadi terduduk sambil melamun dibangkunya. Sakura langsung tersadar kembali dan menggeleng-geleng cepat. "Kau baru sadar ya? Sebenarnya kau ini kenapa sih? Daritadi pagi kok bengong melulu?"
"Nggak papa. Cuma lagi banyak pikiran" jawab Sakura sekenanya. Kemudian dia bengong lagi. Gadis berambut pirang panjang di depan Sakura menggeram karena lawan bicaranya malah bengong sendiri. Gadis bernama Ino itu memukul pelan kepala Sakura.
"Aduuh..." rintih yang dipukul. "Kau ini apa-apaan sih, Ino?"
"Hei, jangan bengong terus! Kau kira enak ya dicuekin? Dasar! Otakmu itu jangan dipakai buat mikir terus, nanti jidatmu makin lebar ke belakang" omel Ino sambil menyindir.
"Huh! Dasar Inopig" umpat Sakura pada sahabatnya sambil mengelus-elus kepalanya yang sedikit benjol. Keduanya lalu tertawa bersama-sama. Pelajaran kosong berakhir begitu Kakashi-sensei, guru matematika, memasuki kelas yang ramai akan teriakan-teriakan murid itu.
"Selamat pagi anak-anak" sapa sang guru saat murid-muridnya sudah duduk manis dibangku masing-masing.
"Selamat pagi sensei" balas anak-anak dengan malas. Setelah ritual sakral sapa-menyapa antarmurid dan gurunya itu selesai, pelajaran matematika pun dimulai. Sementara murid lain memperhatikan pelajaran, Sakura sibuk dengan pikirannya sendiri.
'Bagaimana caranya aku bisa dapat uang? Sakura, kau butuh uang sekarang! Tapi harus nyari kemana? Hari gini cari kerja itu susah!' Hatinya pun berbicara sendiri.
oxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxo
"Hei! Sakura, tolong bantu aku mengerjakan tugas piket! Kau mau kan membantuku? Hei!" Ino lagi-lagi memutuskan pemikiran serius Sakura sedaritadi. Mata biru cerahnya menatap Sakura keheranan. "Kau melamun lagi, ya? Ada masalah apa sih? Emangnya Gaara ngapain kamu?"
"Ah... ng...nggak kok! Tadi kau minta tolong apa?" kata Sakura kelabakan. Ino menggeleng-geleng. Kemudian ia menjawab, "Bantu aku mengerjakan tugas piket!"
"Oke. Membantumu bersih-bersihkan? Mengerjakan tugas rumah tangga di kelas. Baiklah!" Sakura bangkit dari kursi yang didudukinya. Mengambil sapu dan mulai menyapu seluruh bagian kelas.
"Sakura, kau mau dengar ceritaku tidak?" tawar Ino sambil mengelap kaca jendela. Sakura meliriknya dan berkata, "Terserah. Kalau mau cerita, cerita saja."
Mata biru Ino langsung berapi-api. Kemudian sambil piket dia pun memulai cerita panjangnya (kalo bisa dibilang panjang ya!? Setengah halaman aja paling nggak nyampe), "Oke. Aku akan mulai ceritanya. Ini semua berawal dari datangnya pembantu baru di rumahku. Dia masih sebaya kita, sikapnya juga mennyebalkan. Padahal pekerjaannya cuma jadi PRT. Kautahu Sakura, kerjaannya dirumah seperti apa? Leha-leha didepan TV sambil bertelepon ria sama cowoknya pake telepon rumah. Bener-be..."
"INO! Tunggu! Ulang kata-katamu yang tadi!" pinta Sakura antusias. Ino bingung. "Ayo, ulang kata-katamu yang tadi itu!"
"Yang mana? Aku bahkan tadi belum selesai ngomong sudah kaupotong" kata Ino masih bingung.
"Bukan yang itu! Yang sebelumnya!"
"Apa ya? Kerjaan pembantu baru dirumahku cuma leha-leha di depan TV sambil..."
"Bukan! Bukan yang itu!"
"Pekerjaannya cuma jadi PRT?!"
"Sebelum itu!"
"Dia masih sebaya kita tapi sikapnya menyebalkan?"
"Yak! Itu maksudku" kata Sakura makin antusias. Ino mulai memvonis Sakura terkena penyakit jiwa gara-gara kebanyakan melamun. "Apa bagusnya kalau sikapnya menyebalkan? Kau ini aneh sekali!"
"Bukan. Maksudku, dia masih sebaya kita kan?"
"Iya."
"Dia masih sebaya kita tapi dia sudah bekerja jadi pembantu?"
"Iya."
"Kau gaji dia berapa?"
"Hah?! Kau ini kenapa sih? Mana kutahu soal begituan! Bukan aku yang bayar gaji dia tapi orang tuaku. Kau tanya saja pada orang tuaku!"
"Heeeeh... kira-kira aja deh! Menurutmu kira-kira dia digaji berapa?"
"Ooh... tunggu dulu, au pikir-pikir dulu. Kayaknya sih sekitar 400-300ribuan. Mungkin... haha. Nggak tau juga ya!"
"Oh, bagus! Kau dapat pembantu itu darimana?"
"Dari biro jasa pembantu rumah tangga. Memangnya kenapa sih?"
"Ah... nggak papa." Sakura buru-buru merapihkan tasnya dan berjalan keluar kelas dengan terburu-buru. "Maaf, Ino. Sepertinya aku tidak bisa membantumu piket hari ini. Aku pulang duluan ya!"
"Yaaaaaaaaah... kok gitu sih?"
Sakura berlari keluar gedung sekolah. Ia buru-buru karena ingin cepat dapat pekerjaan. 'Jadi pembantu juga nggak apa-apa...'
"Sakura-chan, tunggu!" Tiba-tiba seseorang memanggil Sakura dari belakang. Sakura yang merasa sangat mengenali suara itu langsung berhenti berlari dan menoleh kebelakang. Pemuda berambut merah itu sudah berdiri ngos-ngosan dibelakangnya. "Larimu cepat juga ya!"
"Aaah—" Sakura tersenyum lebar. "Gaara-kun!"
"Tadi aku lewat kelasmu sekalian mengajak kau pulang bareng, tapi kamu tiba-tiba lari duluan. Aku susul saja" jelasnya sambil ngos-ngosan.
"Ah. Maaf!"
"Tak apa" Gaara tersenyum lagi. Napasnya sudah tidak tersengal-sengal seperti tadi. Dia meraih tangan Sakura dan menggenggamnya. "Mau pulang bareng?"
Sesaat Sakura terpesona. 'Sumpah! Cowok gue kok keren banget gini siiiiih...!?'
"Sakura?" Gaara melambaikan tangannya didepan wajah Sakura yang masih terpesona.
"Aaaah... eeee..." Wajah Sakura memerah bagai kepiting rebus. Ingin rasanya ia menjawab ya tapi ia teringat akan sesuatu. Ia harus mendapat pekerjaan sekarang juga! "Ma.... maaf, Gaara-kun. Tapi sekarang aku masih ada urusan penting. Lain kali aja ya?!"
"Hah—?!" Gaara kaget karena tiba-tiba Sakura sudah berlari lagi meninggalkannya. Pemuda tampan itu terkikik. "Baiklah."
oxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxo
Dengan kikuk, Sakura duduk di kursi. Dihadapannya sudah ada seorang wanita dewasa (dewasanya nggak penting buat dibahas ah! Ngapaen ditulis sih?) duduk menatapnya serius.
"Maaf, ada lowongan jadi pembantu nggak? Kira-kira yang bisa kerja langsung, ada nggak?" tanya Sakura pada petugas wanita berwajah suram dihadapannya.
"Ya ampun, mbak!" kata-kata bernada genit itu keluar tiba-tiba. Sakura kaget setengah hidup. Wajah dan sikap wanita itu ternyata kontras sekali. "Mbak jangan minta hal yang mustahil gitu dong! Mana ada yang bisa langsung dapet dan kerja kayak gitu!"
"Gi... gitu ya...?!" Sakura menyengir kecut. Hatinya merasa sedikit kecewa. "Ya udah deh!"
Saat Sakura baru akan berdiri dan pergi, seorang wanita cantik yang kelihatannya sudah paruh baya duduk dan sibuk berbicara dengan petugas lain yang kebetulan ada disebelahnya. Gadis berambut pink itu mengurungkan natnya untuk pergi dan akhirnya kembali duduk.
"Permisi, bu!" ucap wanita bermata dan berambut panjang hitam senada itu. Sakura mengheningkan suara disekitarnya agar bisa menguping pembicaraan dua orang yang tak dikenalnya itu dengan baik. 'Waktu yang tepat buat nguping' katanya dalam hati sambil terus mendengarkan.
Ibu itu dengan serius berbincang dengan petugas. "Saya mau cari pembantu sementara untuk sebulan ke depan. Sekalian minta tolong untuk menjaga anak saya selama saya tinggal pergi keluar negeri..."
'Wah, orang kaya! Perginya aja keluar negeri. Kalo gue mah paling cuma pergi keluar rumah' bisik Sakura dalam hati.
Pembicaraan kedua orang itu senantiasa dikupingi oleh Sakura (nggak sopan amat seh lu?!) . "Ya. Kira-kira ada nggak ya yang bisa kerja dirumah saya selama sebulan?"
"Ada!" Sakura berdiri menghadap ibu itu dengan mantap. "Saya bisa bantu kok!"
"Ekh—?!!" Ibu-ibu itu kaget.
Sakura membungkukkan badannya sambil memperkenalkan diri, "Perkenalkan. Nama saya Haruno Sakura. Saya bisa kok kerja jadi pembantu dirumah ibu."
"Oh, begitu ya! Nama saya Mikoto" Ibu itu sepertinya sudah tidak kaget. Ia juga membalas memperkenalkan diri. Ia tersenyum dan menyuruh Sakura berdiri. "Baiklah, karena saya sudah terburu-buru, kamu saya terima. Kamu bisa kerja mulai besok."
"Be-benarkah?!" Sakura tak percaya (heran, nasib lo mujur amet?!). Ibu itu mengangguk pelan kemudian menyerahkan secarik kertas note pada Sakura. Sakura menerimanya dengan senang hati sambil berkata, "Terimakasih banyak."
"Iya, sama-sama. Tolong jaga anak saya dengan baik!" pesan ibu itu.
"Baik!" ujar Sakura penuh semangat. Tapi kemudian ia teringat akan sesuatu. "Eeee... tapi saya boleh kerja paruh waktu? Mulai siang sampai malam. Soalnya saya masih sekolah."
"Oh... nggak papa kok!" Ibu itu masih saja tersenyum dengan ramah (pegel lho ntar mulutnya!). "Anak saya juga!"
"Terimakasih."
Ibu itu pergi lebih dulu dari tempat itu. Mobil limosinenya melesat meninggalkan tempat itu. Dan disusul Sakura yang juga berniat pulang ke rumah jalan kaki karena kehabisan uang.
oxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxoxo
'Beruntung sekali! Besok aku sudah bisa bekerja. Kira-kira nanti dapat gaji berapa ya...? Semoga cukup untuk beli kado. Karena aku ingin memberi Gaara-kun sebuah kado istimewa sebagai hadiah hari jadiku dengannya. Akan kuberikan pada hari ulang tahunku besok' gumam Sakura dalam hati sambil berjalan masuk ke dalam rumah. Dilihatnya ibunya masih sibuk membuat kue pesanan. Ia terus berjalan ke arah tangga tanpa mempedulikan ibunya yang sedaritadi menatapnya dengan kesal.
"Hei! Sakura, darimana saja kamu? Kenapa baru pulang jam segini? Kau tidak tahu kalau ini sudah malam?" tanyanya bertubi-tubi sambil mengeluarkan kue yang sudah matang dari dalam oven.
"Maaf. Aku tadi habis main ke rumah teman" jawab Sakura berbohong.
BLAM, pintu kamar Sakura tertutup dengan keras. Tsunade menggeleng-geleng melihat kelakuan putri tunggalnya itu.
"Yah, aku tidak akan bilang pada Kaa-san dan Tou-san kalau aku mau kerja sambilan karena mereka pasti tidak akan setuju" kata Sakura sambil melepas seragam yang melekat pada tubuhnya. Masuk ke kamar mandi dan mandi selama beberapa puluh menit. Kemudian langsung mengenakan piyama biru kesukaannya. Ia keluar kamar dan mengambil segelas air. Tsunade masih sama seperti tadi, sibuk bikin kue. Yang tak dilihat Sakura hanya Jiraiya yang sepertinya sedang pergi entah kemana. Ia meneguk habis air dalam gelas kaca itu dan kembali ke dalam kamar.
"Huaaaah..." Sakura menguap lebar diatas ranjangnya. Ia memakai selimut tebalnya agar tidak kedinginan dan tidak digigit nyamuk. Matanya pun terpejam.
"Malam ini harus istirahat total."
—tbc—
Gomen kalo banyak kata-kata yang salah ketik ato yang lainnya. REVIEW dinanti-nanti selalu! Nggak ada kata males, pokoknya REVIEW! )
