Unsuitable

Naruto dan semua karakternya milik Masashi Kishimoto


Chapter 1


Kalimat yang menyatakan ajakan bertemu di ruang klub paduan suara tertulis rapih di atas kertas ungu lembut. Pemuda berambut pirang yang kini tengah berdiri di depan lokernya memandangi surat beraroma vanila lekat-lekat. Memikirkan kira-kira siapa yang mengajaknya bertemu. Dia agak memerah membayangkan seorang gadis berambut merah muda menyatakan cinta padanya.

Mungkin saja, gadis sepopuler Haruno Sakura itu pemalu dalam urusan cinta, jadi gadis itu diam-diam mengajaknya bertemu. Lagipula, hari ini klub paduan suara tidak ada jadwal, pintunya terkunci dan yang pasti hanya anggota OSIS yang memiliki kunci cadangannya, selain anak klub paduan suara. Haruno Sakura merupakan sekretaris OSIS, jadi mudah saja baginya meminjam kunci ruangan klub paduan suara.

Ia tersenyum bahagia dengan dugaan yang hampir tidak masuk akal itu. Angan-angannya menjalin kasih dengan Haruno Sakura hampir terwujud. Dia mengambil ponselnya untuk menelepon temannya, berita ini harus segera dia sampaikan pada temannya. Dan mungkin dia dapat menanyakan bagaimana pendapat Uchiha Sasuke.

"Aku sibuk," pemuda itu memberengut. Tak mau peduli dengan kesibukan kawannya, dia menelepon lagi. "What the hell?"

"Ini penting sekali," ucap pemuda itu, mencoba menahan ledakan kebahagiaan. "Aku dapat surat, Teme." Dia berjalan keluar dari tempat penyimpanan barang-barang murid itu sambil mendengarkan Sasuke yang mulai penasaran.

"Kau bawa saja ke kantor polisi," ujar Sasuke, sepertinya salah paham. Dia mengentak-entakkan kaki kesal.

"Teme, apa kau tidak bisa berhenti mengait-ngaitkan hal-hal buruk denganku? Nasibku tidak terlalu buruk. Kenapa kau tidak berpikir surat itu dari seorang gadis yang naksir padaku, bukannya psikopat yang ingin membunuhku."

Sepanjang perjalanan ke ruang klub paduan suara dia terus memanyunkan bibirnya. Sasuke berpendapat, kalau pun surat itu dari seorang gadis, pasti gadis itu tidak secantik Sakura. Kawannya itu bahkan mendeskripsikan rupa si gadis pengirim surat, gemuk, berkacamata, giginya nongol dan rambut keriting.

Bahkan Sasuke mengatakan itu sambil tertawa, "Kenapa kau enggan memikirkan hal indah tentangku?" tanyanya, semakin kesal dengan ejekan Sasuke.

"Gadis seperti itulah yang paling mungkin menyukaimu. Tidak mungkin Sakura, dia kan menyukai model terkenal itu. sebaiknya kau hati-hati, itu …"

Akhirnya dia mendengus pasrah. Dia memutuskan sambungan teleponnya, menghentikan Sasuke yang terus-terusan mengejeknya. Dia tidak mau memikirkan apa yang dikatakan Sasuke. Berpikirlah positif, pikirnya.

Beberapa kali dia melihat sekeliling saat tiba di depan ruang klub paduan suara. Ada satu atau dua siswi yang lewat di belakangnya. Mereka menghentikan langkah hanya untuk memerehatikan sekilas pemuda yang sedang mengintip dari lubang kunci pintu ruang paduan suara.

Di ruangan itu sepertinya hanya ada satu orang. Sedang duduk di salah satu kursi, membelakangi pintu. Perasaan berbunga-bunganya tadi sedikit layu gegara bukan kepala merah muda yang ia lihat. Dia ingin pergi saja dari sana, namun karena dia sudah sampai di sana, tidak ada salahnya menemui gadis itu.

Perlahan dia membuka pintu bercat hijau lembut itu. Melangkah dengan hati-hati. Dia melihatnya atau tidak, kepala gadis yang tadi tegak mulai menunduk. Langkahnya terdengar jelas di tengah ruangan yang senyap.

Dia terkejut mendapati siapa sebenarnya gadis itu. "Hi … Hinata?" ujarnya terbata. Itu Hinata, gadis yang sering berkeliaran di seluruh sekolah dengan celemek. Tubuhnya sering didominasi bau campuran telur, tepung, vanili dan gandum.

"Iya, I … ini aku, Na … Naruto-kun," jawabnya dengan wajah yang masih menunduk. "Terimakasih sudah mau datang."

Naruto menggaruk-garuk kepalanya. Dia bingung melihat Hinata duduk dengan kepala menunduk, sementara dia berdiri di depan gadis itu sambil bergidik ketakutan. Was-was dengan pernyataan cinta yang pasti ingin dilontarkan gadis itu. Dia sudah dengar gosip-gosip yang belakangan dibicarakan warga sekolah bahwa Hinata menyukai Naruto.

Sepertinya memang betul, Hinata kelihatan sangat gugup. Butiran-butiran keringat mulai berjatuhan dari kening gadis itu. Dia terus menggumamkan kata 'aku.'

"Hm, begini, ya, Hinata. Entah apa pun yang mau kaukatakan, biar aku dulu yang mengatakannya. Aku menyukai Sakura, kau tahu itu, 'kan? Semua orang tahu."

"Maaf," ujar Hinata akhirnya.

Naruto tahu ini buruk, tetapi mau bagaimana lagi, dia tidak mungkin mengatakan hal baik pada Hinata. Nanti bisa menimbulkan masalah, bisa-bisa Hinata mengira dia juga memiliki perasaan pada gadis itu. "Kalau begitu, aku pergi dulu, ya."

Dia merinding membayangkan memiliki perasaan pada Hinata. Dia jadi teringat apa kata Sasuke. Gadis yang paling mungkin menyukainya pastilah gadis yang tidak cantik seperti Sakura. Itu benar. Hinata itu berkacamata, pendek dan gemuk, dia terlihat cebol. Di sekolah, gadis itu mengikuti klub memasak, karena menyukai kegiatan yang berhubungan dengan makanan.

Untunglah, Hinata kelihatannya tidak menyimpan dendam atas penolakannya. Ia mendesah lega, lagipula dia pikir Hinata tidak mungkin memujanya secara berlebihan, palingan hanya suka sekadarnya saja.


Gelak tawa terdengar begitu indah di sebuah kamar yang didominasi warna biru tua. "Aku kan sudah bilang, kalau ada seorang gadis yang menyukaimu, pastilah gadis yang seperti kubilang tadi sore."

Bungsu Uchiha itu kembali menertawakan Naruto yang kini tengah tergolek di kamarnya. Dia senang Naruto mengunjunginya, tadinya dia merasa terkurung di kamarnya. Ayahnya tidak mengizinkannya ke mana-mana. Sejak pagi sampai sore tadi dia belajar seperti apa dunia bisnis.

"Cih," Naruto mendecih di sela-sela keterpurukannya. "Dengan kondisi fisik pas-pasan, sulit menarik perhatian gadis cantik, Sasuke," jelasnya.

"Aku mengerti," balas Sasuke. Dia membenarkan posisi kacamatanya, lalu kembali duduk di meja belajar. Dia mendapat tugas dari ayahnya. Mengecek laporan keuangan yang dibuat sendiri oleh ayahnya.

"Untuk menjadi pemimpin kau harus teliti. Ada beberapa orang yang mencoba meraup keuntungan. Karena itu laporan manajer keuangan harus dicek benar-benar." Dia diberi wejangan panjang lebar, diajari ayahnya bagaimana sesungguhnya menjadi pemimpin. Dia tahu ada beberapa bagian dalam laporan ini yang salah, tetapi dia belum menemukan yang mana yang salah.

"Kau juga, dengan tampang idiot seperti itu mana bisa menarik perhatian gadis cantik." Naruto memerhatikan Sasuke lekat-lekat. Mata hitam jelaga Sasuke dilindungi oleh kacamata. Rambutnya dibelah tengah. Di pipi kanan pemuda itu ada tompel, warna dan ukurannya pun sama seperti bola mata Sasuke.

"Aku tidak peduli dengan persoalan gadis." Sasuke membolak-balikkan laporan keuangan, menandai beberapa hal mengganjal yang pada akhirnya ia temukan. Dia berhenti sesaat ketika terpikir akan sesuatu. "Menurutku menjadi idola tidak lebih baik. Banyak gadis yang tergila-gila, tetapi kekaguman itu hanya keinginan mereka menjadikan si idola sebagai pajangan. Bukankah rasanya bangga sekali memiliki kekasih yang rupawan?"

"Itukah yang terjadi pada Hatake Kyousuke?"

"Begitulah."

Hatake Kyousuke merupakan model pria paling dicari gadis-gadis masa kini. Dialah yang dielu-elukan oleh Sakura, yang membuat Naruto merasa cemburu setiap harinya. Pemuda itu pun pernah masuk dapur rekaman, ia digunakan Itachi sebagai umpan, untuk menjual album terbaru Akatsuki Band.

Sebagai penyanyi utama di grupnya, Itachi memberi pujian pada Kyousuke, karena selain tampan pemuda itu juga memiliki suara yang bagus. Tidak banyak yang tahu sebelumnya, karena model kesayangan Konoha itu tidak pernah tampil sebagai penyanyi. Namun, ketika album telah meluncur, penggemar Kyousuke melelah masal.

"Tapi, Teme, menurutku, si Hinata itu cocok untukmu," kata Naruto tiba-tiba. Sontak Sasuke terkekeh geli. "Cobalah nanti kau kenalan dengannya kalau kau benar-benar jadi pindah ke sekolahku."

"Gagasanmu itu mengerikan. Lagipula, dia kan suka padamu. Dan bukannya kau menunggu-nunggu gadis yang tidak suka meneriakkan nama Kyousuke?" kata Sasuke dengan nada mengejek yang tidak ditutup-tutupi.

Naruto mendengus sebal, "Uchiha sok tampan," gumamnya.


Pukul delapan malam, setelah Naruto pulang ke rumahnya, Sasuke diperintah Nyonya Uchiha untuk pergi ke Purple Cake & Bakery Shop. Tidak ada yang ingin dibelinya di sana, hanya mengambil pesanan brownies.

Bel berbunyi ketika ia masuk ke toko kue itu. Dia langsung dihampiri oleh salah seorang pelayan yang cantik. Meski gadis itu kira-kira setinggi 165 cm dengan hak tinggi, namun tetap saja masih sebatas bahunya.

"Ibuku biasanya menerima brownies yang masih segar," kata Sasuke. Pelayan itu nampak kebingungan. "Uchiha Mikoto, dia kenal dengan pemilik toko ini." Barulah si pelayan mengangguk, dan langsung pergi ke belakang.

Tak lama kemudian, seorang wanita paru baya berambut indigo menghampirinya dengan kotak yang Sasuke yakin isinya brownies. Iris mata wanita itu membuat Sasuke terpesona, serta sorot lembutnya.

"Kau Uchiha Sasuke?" tanya wanita itu, seolah tak percaya, Sasuke tak tahu apa yang dipikirkan wanita itu. Atau mungkin dia saja yang perlu tahu bahwa ibunya banyak bercerita kepada wanita itu tentang dirinya. Ia mengangguk, mengiyakan. "Biasanya Itachi yang datang kalau ibumu tidak bisa," ujarnya seraya mengangsurkan kotak itu kepada Sasuke.

"Terimakasih, Bibi." Brownies itu sudah dibayar oleh ibunya dengan cara transfer. Jadi dia langsung undur diri.

Entah karena sial atau apa, brownies-nya terjatuh di teras toko. Dia tadinya ingin cepat-cepat menuju parkiran, namun sayang seorang gadis, kira-kira berumur 13 tahun, menabraknya. Karena sosoknya yang tinggi dan kuat, bukan dia yang terjatuh, melainkan si gadis dan brownies-nya.

Tak sampai semenit datang lagi sosok yang lain, kali ini gadis berumur enam belas tahun. Gadis itu langsung menarik rambut gadis yang satunya lagi, mereka meributkan soal kue mochi. Dalam sekali lihat saja, Sasuke jelas tahu kalau mereka itu kakak-beradik. Mata yang keduanya miliki sama persis dengan mata wanita yang di dalam tadi.

"Hinata, Hanabi, hentikan," teriakan itu sontak membuat kedua gadis tadi berhenti. Mereka langsung menunduk dalam-dalam. "Bisa tidak sehari saja kalian tidak ribut?" Keduanya mengangguk kompak. "Tetapi, besok kalian akan ulangi lagi," kata wanita itu lesu. Airmukanya terlihat teramat lelah. Sejak Neji tinggal jauh dari rumah, kedua anak perempuannya selalu ribut.

Brownies yang menjadi korban harus diganti. Ibu Hinata meminta Sasuke menunggu sebentar, karena tadi dia memanggang banyak bronis, tinggal diberikan toping saja. Sasuke dipersilakan menunggu di kantor bersama Hinata dan Hanabi yang memandangnya penasaran. Kedua kakak-beradik itu diminta ibunya menunggu di kantor untuk tahu hukuman apa yang akan mereka terima karena keributan hari ini.

Hanabi dan Hinata secara bergantian mendapatkan perhatian Uchiha Sasuke. Hanabi memiliki surai panjang cokelat. Ia mengenakan kaos abu-abu berlengan panjang, sementara dari pinggang sampai pergelangan kaki dibungkus oleh skinny jeans hijau toska. Gadis itu sering kali menatap Sasuke penasaran.

Wajah Hanabi agak sangar, dan memiliki tatapan khas anak laki-laki yang kurang suka berurusan dengan cinta, jenis yang tidak mudah terbawa perasaan. Tubuhnya sangat kurus, mengingat tadi kakaknya bilang dia menghabiskan semua mochi buatan kakaknya, jelas anak itu suka makan. Tetapi, seperti dugaannya, anak itu bertingkah seperti laki-laki, sehingga sebanyak apa pun makan, energinya tetap saja habis.

Gadis yang lebih tua, Sasuke sangat yakin gadis itu tak pernah mendekati aktivitas laki-laki. Gadis itu mengenakan daster ukuran besar berlengan pendek, warna dasarnya putih dan ditimpah oleh gambar Angry Bird berwarna merah di sana-sini. Tingginya hampir sama dengan si adik, berat badannya pasti jauh lebih besar daripada adiknya. Benar-benar jauh dari proposional.

Rambut si kakak sangat mirip dengan rambut wanita tadi. Kalau ibunya tidak berponi, maka dia mengaplikasikan poni untuk membingkai wajah bulatnya yang gemuk, hingga bibirnya terlihat sangat kecil. Kedua pipi gadis itu merona. Sasuke pikir memang selalu begitu, karena dari awal sampai saat ini pipi itu tetap merah. Dia merasa bersyukur, di ruangan ini bukan hanya dia yang memakai kacamata.

Meski Sasuke memasang wajah datar, tetapi dia hampir lepas kendali, ingin mencubiti pipi gemuk milik si kakak.

Secara tiba-tiba Hanabi mencondongkan tubuhnya ke arah Hinata, wajahnya mendekat ke telinga Hinata. "Hinata-nee, kelihatnya si kacamata ingin menerkammu," bisiknya, menakut-nakuti Hinata.

"Apa?!" pekik Hinata. Dia langsung menatap Sasuke. Lucunya pemuda itu memang tengah memandanginya. Makna dari tatapan itu pun sama sekali tidak bisa ia terjemahkan. Ia tak terlalu peduli dengan maknanya, dia hanya merasa … bola mata di balik kacamata Sasuke itu sangat cantik. Sehitam jelaga dan mirip batu oniks. Hinata tak bergerak sedikit pun.

Hanabi memelototi kedua orang itu, dia penasaran dengan apa yang dipikirkan keduanya ketika saling pandang begitu. Dia hendak berdiri untuk menyela kegiatan keduannya, namun telah didahului ibunya yang baru kembali bersama bronisnya. Suara pintu terbuka yang menyadarkan Hinata dan Sasuke.

"Apa terlalu lama?" Sasuke berdiri, lalu menerima bronisnya. Mengujar pamit dan pergi meninggalkan toko setelah mengangguk menanggapi perkataan wanita itu, "Kembali lagi ke sini, ya."

"Dia pasti kembali lagi ke sini untuk memakan Hinata-nee. Hii, wajahnya jelek sekali, ada tompelnya. Chouji-nii bahkan lebih tampan dari dia. Malang sekali kakakku ini, dia akan diburu manusia buruk rupa." Setiap kata yang dilontarkan Hanabi dipenuhi nada mengejek yang berusaha diperjelas. Sementara Hinata memerah malu mendengarkan penuturan Hanabi, kata 'memakan' itu sepertinya hal yang mesum.

Ibu mereka berdua hanya geleng-geleng kepala mendengar ocehan Hanabi. Dia agak tenang, karena kali ini Hinata enggan membalas perkataan si adik. Syukurlah, tetapi ini tidak membuatnya membatalkan hukuman yang akan diberikannya.


Bronis telah sampai ke tangan Mikoto. Sasuke hanya memakan sepotong kecil saja, karena dia tidak suka terlalu banyak makanan manis. Kalau tidak, bentuk tubuhnya bisa berubah.

"Kaa-san, siapa nama yang punya toko kue itu?"

"Hi … tunggu dulu, kau bertemu dengannya tadi, tetapi tidak tahu namanya?"

"Dia tidak bilang. Kaa-san cerita padanya sampai dia terlihat kaget begitu?" tanya Sasuke penasaran. Mungkin saja ibunya itu cerita yang tidak-tidak.

"Dia mungkin tak percaya kau ini adiknya Uchiha Itachi. Coba saja lihat dirimu, jelek, beda jauh dengan kakakmu."

"Sejelek itu kah?" Sasuke melengos melihat anggukan kepala ibunya. "Siapa nama teman kaa-san itu?"

"Hitomi."

"Nama keluarganya?"

"Hyuuga."

Setelah tahu nama keluarga teman ibunya, Sasuke langsung berlari ke kamarnya. Terburu-buru membuka pintu, masuk dan menutup serta mengunci pintu kamarnya. Dia berjalan cepat ke meja belajarnya, lalu menyalakan laptop silver miliknya. Dia menyamankan diri duduk di kursi kesayangannya selagi laptopnya dipersiapkan.

Tanpa melihat hal-hal lain, ia membuka semua media sosial. Tak perlu log in, masing-masing media sosial sudah membuka akunnya. Di facebook dia mengetikkan nama Hyuuga Hinata. Hanya ada satu akun yang muncul di kolom pencarian, dia membuka profilnya. Foto profil gadis itu adalah gambar red velvet yang terlihat menggoda. Foto sampul juga makanan. Dia membaca informasi tentang gadis itu. Tidak ada informasi pribadi, sekadar informasi dasar. Dia beralih ke timeline gadis itu, sama sekali tidak terkejut ketika mendapati foto makanan dan berbagai kiriman tentang resep makanan.

Satu hal yang dicatat bungsu Uchiha itu, Hinata hobi makan. Dia memikirkan cara lain untuk mendapatkan informasi mengenai Hinata. Sebelum dia mencari akun adiknya Hinata, dia mengirim permintaan pertamanan kepada Hinata.

Foto gadis yang kemarin menabraknya muncul di kolom pencarian. Hyuuga Hanabi nampaknya lebih berani dari pada kakaknya. Di bagian informasi gadis itu membiarkan informasi-informasi pribadi terpampang begitu saja. Tanggal lahir, nomor ponsel, email, ID Twitter, Instagram, alamat blog. Benar-benar gadis eksis. Dia memiliki satu teman yang sama dengan Hanabi, yaitu ibunya.

Ketika membuka timeline gadis itu, ia terkejut, pasalnya dia menemukan banyak foto Hanabi dengan cucu Hokage. Berteman dengan cucu petinggi negara rupanya. Di samping itu, ada banyak sekali foto konyol Hanabi dan Hinata di sana. Dia tersenyum, hampir tertawa. Sepertinya Hanabi memang suka berulah.

Dari semua kiriman Hanabi, ia tahu bahwa gadis itu memberi kakaknya nama panggilan jelek, yaitu 'babi'. Di beberapa foto Hanabi selalu memberikan keterangan tentang apa yang sedang dilakukan Hinata. Misalnya 'Babi memberengut' atau 'Setelah Babi mandi lumpur.' Mungkin hal inilah yang membuat kakak-beradik itu selalu ribut.

"Hinata, ya," gumamnya seraya tersenyum. Keningnya mengerut lantaran mengingat nama itu. "Apa mungkin?" tanyanya.

Tidak mau ambil pusing, dia keluar dari kamar, mengambil air minum ke dapur. Setelah ini dia ingin membersihkan wajah dan bertanya kepada seseorang apa lagi hal yang harus dilakukannya sebelum benar-benar tidur.


Sesuai saran dari Itachi, akhirnya dia pindah sekolah. Ayahnya sebenarnya tetap menginginkan home schooling untuknya. Namun, karena bujukan dari Itachi, ayahnya setuju. Karena teman yang masih sering berhubungan dengannya hanya Naruto, maka dia memilih pindah ke sekolah Naruto, serta ditempatkan di kelas yang sama dengan Naruto.

Dari dulu juga semua keluarganya sudah tahu kalau Sasuke punya masalah dalam bersosialisasi. Ketika bertemu orang baru, dia tak pernah berinisiatif memperkenalkan diri atau menanyakan nama. Namun, dia sangat aktif dan berani di media sosial. Lagipula di media sosial dikenal sebagai seorang fotografer amatir—tetapi tak terlihat tanda-tanda amatir—yang sering memperlihat hasil jepretannya di media sosial dan sering menuai pujian.

Akun instagram-nya bahkan diikuti oleh ratusan ribu orang. Dia suka menjadikan hewan sebagi objeknya. Sasuke juga sering kabur seorang diri ke hutan untuk mencari objek langka. Dia benar-benar Uchiha yang merepotkan. Bagi Sasuke, daripada berinteraksi dengan manusia, ia lebih senang mengamati tingkah laku mereka.

Berhubung Naruto merupakan tetangganya, dia menolak diantar oleh Itachi. Lagipula sekolah mereka tidak terlalu jauh. Walaupun wajahnya terlihat datar, tetapi ia sangat berdebar-debar saat melihat Naruto melambaikan tangan dari di depan gerbang rumahnya.

"Apa nama keluarga Hinata yang kemarin?" tanya Sasuke to the point. Dia tidak sabar menunggu sampai di sekolah untuk menjawab rasa penasarannya.

"Eh?!" Naruto terkejut."Kenapa?"

"Tidak usah tanya, jawab saja," kata Sasuke, datar.

"Hyuuga. Kau mau apa sih?" Naruto masih penasaran. Dia menggaruk-garuk kepalanya bingung. Sasuke tak pernah tertarik untuk tahu nama seseorang, apalagi orang yang jelas-jelas mereka jelek-jelekkan dua hari yang lewat.

"Kau benar, aku memang cocok dengannya."