Bucket Balloons List.
Genre : Family, Romance
Lenght : chaptered
Desclaimer : The Story by Author.
Main Cast : Kim Taehyung (V) and Jung Hoseok (J-Hope)
.
Prolog
.
.
Ada dua fakta yang sangat Taehyung benci tentang hidupnya. Pertama, fakta bahwa ia sekarang telah sendiri, tidak, ia memang selalu sendirian. Taehyung benci saat ia sendirian karna ia akan terlihat menyedihkan. Kedua, ia benci dengan fakta bahwa ia takut dengan balon, tidak, ia phobia dengan benda yang –bahkan-tak-hidup-itu. Namun itu hanya sebagian kecilnya, karna, fakta bahwa ia hidup adalah sesuatu yang paling sering ia sesali.
.
Lalu
.
Bagi Hoseok ada dua fakta yang sangat ia sukai tentang hidupnya. Sebenarnya ada banyak, tapi ia merangkumnya menjadi dua. Pertama, ia suka, bersyukur dengan fakta bahwa ia hidup di tengah keluarga besar yang bahagia, dan ia tumbuh menjadi manusia yang kuat dan sehat. Kedua, ia menyukai fakta bahwa Kim Taehyung, hadir dalam kehidupannya. Ia tahu kebahagiaannya memang kadang harus dibagi.
.
.
VH
.
"Tentang sekolah barumu, ayah sudah mengatur semuanya. Kau bisa langsung masuk setelah keadaanmu membaik..." kata pria itu, yang sedari tadi duduk di kursi sebelah ranjang pasien, dimana seorang anak tengah berbaring dengan selimut menutupi seluruh tubuhnya. Anak itu tak mengatakan apa-apa.
"Mana jawabanmu, Kim Taehyung?"
"Apa gunanya menjawab jika ayah sudah mengatur semuanya...?" Tanya remaja yang sedang berbaring itu, kemudian perlahan menyingkap selimut yang menutupi kepalanya yang diperban. Dia Taehyung, yang menatap ayahnya dengan tatapan kosong "aku tahu ayah tak suka penolakan." Ujarnya kemudian.
Orang-orang biasa menyebutnya Tuan Kim, pria diakhir umur 30 tahunannya itu menatap tajam anak pertamanya yang tengah terbaring di rumah sakit ini hampir selama tiga minggu. Karna patah tulang rusuk dan gegar otak, yang Tuan Kim pikir sudah mempengaruhi kerja otak anaknya pula.
"Itu karna kau tak pernah benar-benar memiliki keinginan, nak.." ujar Tuan Kim "kau harusnya berhenti bersikap kekanakan. Tujuh belas tahun bukan umur yang muda lagi." Lanjut Tuan Kim seraya berdiri dati kursinya dan meraih mantel musim dinginnya.
"Aku pergi."
"Ayah..."
Tuan Kim sontak menghentikan langkahnya ketika ujung mantelnya di tahan oleh Taehyung. Pria itu menoleh, menatap anaknya denhan ekspresi yang sulit dibaca.
"Sebentar lagi ulang tahunku..." ujar Taehyung lemah "apa kau tak ingin mendengar permintaanku?"
"Apa?"
Tak ada ayah yang ingin mengecewakan anaknua sendiri. Semua ayah seperti itu, dan walau raut keras dan dingin sudah menempel di wajah Tuan Kim sejak lama, pria itu tetaplah seorang ayah. Dan ia menunggu ucapan Taehyung lagi dengan hati berdebar.
Taehyung kemudian mengalihkan wajahnya ke samping, menatap jendela yang memperlihatkan salju yang turun sangat deras sore ini.
.
"Aku ingin pergi dari hidup ini..."
.
.
VH
.
Tok tok tok
"Oppa, ayo keluar. Kita buat manusia salju bersama!"
Taehyung mendongakkan kepalanya setelah sekian lama. Ia melirik kearah samping meja belajarnya, kearah jendela besar bertirai putih, memperlihatkan salju yang turun makin lebat.
Desember nyaris berakhir.
Pikir remaja yang sedari tadi hanya duduk meringkuk di meja belajarnya itu. Pandangannya kosong, menatap butiran putih lembut yang beterbangan dan pohon di samping kamarnya yang memutih. Pasti adik-adiknya sedang bermain di luar, membuat manusia salju bersama.
"Oppaa! Jika kau tak mau membuat manusia salju, kita bisa main perang salju, jika kau mauu!"
Suara anak perempuan itu kembali terdengar diiringi suara ketukan pintu. Itu Nana, Kim Nana, adik tiri Taehyung yang kedua. Yang paling rajin mengusik Taehyung, walau ia tahu, Taehyung tak akan keluar dari kamarnya,
Ia terlalu muak dengan lingkungannya.
.
"Nana, sudah berapa kali eomma bilang jangan mengusik oppamu! Biarkan dia!"
.
Itu satu dari seribu alasan Taehyung muak. Mati mungkin lebih baik, pikirnya. Hatinya terlalu hampa dan ia bisa gila jika dunia memperlakukannya seperti ini. Sebut ia berlebihan, karna memang Taehyung rasa semua orang memperlakukannya bagai debu.
Taehyung mengeratkan pelukannya pada kedua kakinya yang ditekuk. Ia tak tahan lagi, ia tak sabar menunggu hari ulang tahunnya dan melihat apa yang akan ayahnya bawakan untuknya. Semoga bukan sesuatu yang akan mengecewakannya...
.
.
VH
.
.
.
.
Chapter 1 –Spring, Apartment, and Balloons
.
.
Musim Semi.
.
Kim Taehyung tak ingat kapan terakhir kali ia tersenyum selebar ini, menatap jejeran pohon bunga sakura yang bermekaran, seolah menyambut kedatangannya. Remaja bertubuh kurus agak tinggi itu menerawang, kemudian matanya membulat sudah dekat! Pekiknya dalam hati seraya makin melebarkan langkah kakinya, diikuti roda-roda koper setengah kulkas yang sedari tadi ia seret.
Ah ya, bahkan sampai sekarang Taehyung belum memperkenalkan dirinya. Perkenalkan, sekarang remaja pemilik tubuh kurus agak tinggi itu adalah orang yang baru. Namanya Kim Taehyung, 17 tahun, dan ia sangat suka menghisap lolipopnya. Itu saja.
.
Apartement nomor 145. Miliknya.
.
"Aku pulang..."
Ujar Taehyung begitu ia membuka pintu putih itu dan masuk ke dalamnya. Taehyung tersenyum aneh. Kali ini pun tak ada yang menjawab salamnya. Dan setelah ia melangkah jauh lebih dalam menyusuri ruang tengahnya yang luas itupun, sama sekali tak ada yang menjawab.
"Ibu, aku pulaang...?" Ulang Taehyung lagi, namun tetap tak ada jawaban "aish, aku sudah gila..." rutuk Taehyung akhirnya, menyerah. Ia kemudian lebih memilih untuk tur mengelilingi apartement barunya. Bukan, bukan apartement baru sebenarnya, ia lahir di sini, dan bahkan lantai yang sekarang Taehyung tijak adalah lantai yang sama saat ia pertama kali belajar berjalan.
Taehyung menerawang, ini sudah hampir sepuluh tahun, sejak ia dan ayahnya meninggalkan apartement ini dan pindah ke Dae Gu, lalu ayahnya menikah lagi, dan bla, bla, bla...
Taehyung sontak menggelengkan kepalanya dengan kuat. Ah! Ia harusnya tak memikirkan hal seperti itu, atau moodnya bisa kembali menjadi jelek.
"Ibu, biarkan aku menempati kamarmu, ya?" Tanya Taehyung lagi, entah pada siapa, dan ia pun tak menunggu untuk menyeret koper seukuran setengah kulkasnya itu ke dalam sebuah kamar, yang lagi-lagi bernuansa putih.
Ibunya memang suka warna putih.
"Sudah kuduga, kamarku memang tetap sama, kasurnya bahkan sudah lebih pendek dari kakiku..." gumam Taehyung setelah menghempaskan tubuhnya di kasur empuk milik ibunya. Taehyunh menghirup aroma seprainya, walau ia tak merasakan apapun, ia hanya membayangkan ibunya sering tidur disini, membuatnya tersenyum aneh lagi.
"Aku sudah tumbuh dengan baik, kan...?" Tanyanya "malah mungkin tinggiku sudah melebihi ibu.. karna tinggiku dengan ayah sudah sama..." gumamnya lagi, memecah kesunyian siang itu. Dan beberapa waktu, Taehyung hanya menghabiskan waktunya berbaring di kasur besar ibunya, bicara sendiri, menceritakan apapun yang ia mau.
.
Taehyung gila. Mungkin saja, ayahnya sudah memasukkan Taehyung ke rumah sakit mental dua kali.
.
"Eh, bucket list?!" Taehyung hampir meninggikan suaranya ketika tangannya tak sengaja menemukan sebuah kertas di balik bantal yang ia timpa. Dan membaca tulisan di paling atas kertas membuat mata Taehyung membulat.
"Bu, kau masih membuat sesuatu seperti ini?" Tanyanya lagi, namun matanya sontak menyendu, saat membaca tulisan di bawahnya. "Kau sudah mencoret nomor satunya, eo? Bagus sekali..." gumam Taehyung lagi pelan, di sela ia nembaca daftar 10 nomor itu.
Bucket List, daftar keinginan, ibunya sering membuat itu walau sebagian orang berpikir bucket list hanya ditulis ketika orang sudah mau mati saja. Well, jangan tanya apa ibu Taehyung sudah mati atau belum, itu tidak sopan.
Setelah membaca daftar itu sampai selesai, Taehyung langsung melipat kertas itu rapi-rapi. "Jika ibu berada di sini, pasti ibu akan memaksaku membuatnya juga, well, karna aku sudah bisa menulis sekarang... ah, haruskan aku membuat satu?"
Taehyung mengangguk anggukkan kepalanya sendiri sambil berekspresi lucu "ayo, buat Bucket list!"
.
.
.
VH
.
8. Mencoba rokok
Selesai, ucap Taehyung dalam hati setelah ia menempelkan secarik kertas dengan judul Bucket list di dinding dekat jendela kamarnya. Taehyung menatap puas apa yang sudah ia tulis hampir selama dua jam itu.
"Bu, jaman sekarang, laki-laki yang merokok dianggap keren.." ucapnya tiba-tiba "ayah juga terlihat keren saat ia merokok, setidaknya saat ia merokok ia tak terlihat seperti robot usang, yang kadang aku pikirkan, hehe..." ujar Taehyung, kemudian ia beranjak keluar dari kamar ibunua itu. Merogoh sekotak rokok yang sudah ia curi sejak lama dari rumahnya di Dae Gu, milik ayahnya, dan entah kenapa ia tak pernah punya keberanian mencobanya, hingga sekarang. memang siapa yang akan menghalaginya di sini?
Ia hanya ingin tahu rasanya.
Jika ia suka dan ketagihan, berarti itu takdir. Taehyung mengangkat bahunya tak peduli kemudian berlenggang menuju balkon yang berada di dekat ruang tengah. Saat membuka pintu balkonnya, Taehyung bahkan sudah menggenggam korek apinya dan siap memetiknya hingga...
.
.
"GYAAAAHHH!"
.
suara pekikan terdengar. Dari Taehyung yang memekik, kelewat kuat. Sontak ia berjongkok di lantai, menundukkan kepalanya dan menutup kedua telinganya dengan tangan. rokok dan pemetiknya sudah ia lemparkan entah kemana. Kemudian ia memekik tanpa henti dan terisak, beberapa saat ketika ia mendongakkan kepalanya, ia kembali panik dan menjadi autis.
What the hell kenapa ada banyak balon di sebelah balkonnya!
.
Taehyung benci balon. Sudah dikatakannya tadi.
.
Remaja malang itu mulai gila saat suara gesekan satu balon dengan balon yang lain terdengar. Balon itu tak mau pergi, tertiup angin atau apa. Dan satu-satunya cara adalah Taehyung yang pergi, tapi satu lagi masalahnya adalah kakinya yang terlalu lemas untuk digerakkan.
Oh hidup Taehyung yang penuh masalah, apa yang terjadi di hari dimana ia ingin memulai semuanya? Kenapa ia harus menghadapi ini, Taehyung terisak dan ia semakin ketakutan. Bagian yang paling ia benci ketika ia berharapan dengan benda-yang-bahkan-tak-hidup-itu adalah, ketika kenangan sial itu mulai muncul.
.
Sial sial siaal!
.
Kemudian waktu terasa berhenti. Taehyun berusaha untuk tak mengingat, tapi kejadian malam itu, ketika ibunya meninggalkannya di sebuah ruangan, saat ia tak bisa keluar, saat napasnya tak bisa menghirup oksigen, saat suara ribut di luar, sa-
.
"Gwaenchana -tidak apa-apa... tenanglah... tenang, aku ada di sini..."
.
Sebuah suara terdengar. Lembut, dan makin lama makin membuat ingatan yang terus terngiang di otak Taehyung menghilang. Perlahan, namun cepat. Taehyung masih tak mengerti dari mana rasa 'aman' ini datang.
.
"... tarik napasmu dalam-dalam... hembuskan... ya, seperti itu... bernapas..."
.
Dan layaknya terhipnotis, Taehyung mengikuti apa yang dikatakan suara itu. Dan seperti sihir, ia merasa kesadarannya mulai kembali. Mulai dari tak ada balon di sepanjang matanya memandang, kemudian ia sadar ia sudah tak lagi terjongkok di balkon apartementnya, lalu ia sadar dahinya menyandar pada sesuatu dan ia merasa seperti di dekap sesuatu yang membuatnya merasa aman dan hangat. Sesuatu...?
Taehyung mengerjapkan matanya.
"GAAAAH! -Aw!"
Pemuda itu sontak mendorong tubuhnya sendiri ke belakang, tak tahu ia berada dekat dengan dinding dan membenturkan kepalanya di sana. Sempurna.
"Hei! Kau baik-baik saja?!" Suara itu terlihat panik, membuat Taehyung sontak mendongak. Menatap siapa gerangan si 'penyelamat'nya.
Seorang pria, seperti yang Taehyung duga. Rambutnya kecoklatan dengan bentuk wajah lonjong dan... sebenarnya tak ada yang begitu spesial. Kecuali di bagian pemuda itu baru saja memeluknya tadi dan sekarang sedang mengelus belakang kepalanya.
"A..aku baik-baik saja!" Ujar Taehyung susah payah, ia menghalangi gerak tangan pemuda itu. Memberikan gestur untuk duduk di depannya. Dan pemuda itu memang duduk di depannya.
"Kau benar-benar tak apa? Mau kuantar ke klinik? Hanya beberapa blok dari sini." Tawar pemuda itu, yang masih terlihat khawatir.
Wajah Taehyung memerah sambil menggeleng. Ia malu dengan reflek tubuhnya yang luar biasa. Aah.. memalukan.
"Kau pasti penghuni baru di apartement ini kan? Kenalkan, aku Jung Hoseok. Tinggal di apartement sebelah." Ujar pemuda itu -Hoseok kemudian. Ia tersenyum sangat lebar -Taehyung baru menyadari itu.
Taehyung kemudian menjabat tangan Hoseok dengan tangan berkeringatnya. "Taehyung. Kim Taehyung. Senang berkenalan denganmu... hyungnim..?." Ujar Taehyung, walau Hoseok tak memintanya memperkenalkan diri. Pemuda itu hanya tertawa.
"Hahahaa! Apa-apaan dengan hyungnim? Cukup panggil aku hyung! Kau dua tahun lebih muda dariku, kan?" Tanya Hoseok dan Taehyung mengangguk kaku.
Jangan tanya kenapa ia jadi bersikap kaku seperti ini, Taehyung masih shock dengan kejadian tadi, dan dipikirkan bagaimanapun, ia telah membuat kesan pertama paling buruk dengan tetangganya. Eugh...
"Jangan kaku seperti itu, haha~ oh ya, kenapa kau histeris seperti tadi? Apa ada sesuatu yang terjadi?"
"A-aku hanya... baru saja melihat sesuatu yang mengerikan...?"
Ekspresi wajah Hoseok tiba tiba berubah "semengerikan apa?" Tanyanya "saat kau berteriak, aku persis berada di balkon sebelahmu. Mempersiapkan balon untukku kerja sambilan besok. Kau lihat itu?" Hoseok menunjuk pintu kaca yang menghubungkan ruang tengah dengan balkon, tampak balon berwarna putih disana. Melambai lambai terkena angin.
Taehyung memandang ngeri dan dengan cepat menoleh ke arah Hoseok. Ia berusaha tersenyum "ah... begitu... ya, mungkin aku hanya berhalusinasi ada hantu... a..ha..ha..." tawa Taehyung kaku diikuti Hoseok yang ternyata juga tertawa kaku dan menggaruk tengkuknya.
"Kau mau istirahat dirumahku dulu, Taehyung-ah? Dari pada di sini..." Hoseok menatap ragu apartement yang masih kosong dan entah sejak kapan mulai terlihat menyeramkan itu. Tapi Taehyung dengan cepat menggeleng "tidak! Aku sudah baik-baik saja!" Ujarnya.
"Kau yakin?"
"Sangat, sekarang hyung pulanglah..."
Hoseok menaikkan alisnya, dan memasang ekspresi aneh "kau mengusirku?" Tanyanya kemudian, dan Taehyung mengangguk dengan polos "memang apa yang ingin hyung lakukan disini?" Tanyanya balik.
Dan Hoseok tidak bisa untuk tidak tertawa lagi, entah kenapa, disisi lain ia memang suka tertawa, tapi Taehyung menggemaskan. Remaja yang lebih tua itu akhirnya bangkit seraya menjulurkan tangannya,
"Mana ponselmu?" Hoseok dengan cepat meraih Ponsel Taehyung, walau si pemiliknya memasang wajah menegur. Kita tak sedekat itu, kan? ucap Taehyung lewat tatapannya.
Tapi Hoseok jauh terlihat tak peduli "Hubungi aku jika terjadi sesuatu, oke?" Ucapnya kemudian setelah selesai menyimpan nomornya di ponsel Taehyung. hingga akhirnya ia benar benar beranjak, sebelumnya ia sempat mengacak rambut hitam Taehyung pelan.
"Dah, TaeTae, sampai bertemu besok!". Ucapnya seraya menutup pintu apartement Taehyung dan menghilang. Meninggalkan Taehyung bersama kesunyian di dalam apartement besar itu.
Beberapa menit setelah ia memastikan pintunya sudah tertutup dengan rapat, Taehyung sontak menjatuhkan tubuhnya di lantai. Menatap langit-langit apartementnya dengan tatapan kosong dan ia tak tahu kenapa makin lama penglihatannya menjadi memburam, matanya berair.
.
"ibu... tadi itu... ah... aku takut..."
.
.
.
Bersambung.
.
.
Anyeong haseyoo!
Akhirnya Bisory kembali dengan fict Vhope yang diluar rencana(?) karna... karna... Vhope really make me crazy nowdays huhu ;_;
And sorry (not) sorry if this fict looks really boring and soo~ drama *I like drama tho*,, hihiii~ so let me know~ what do you guys thinks and should I continue this, or not...
Ah ya, btw, terima kasih banyak untuk readers yang sebelumnya membaca fict Vhope pertama saya 'Nap'... terima kasih juga untuk semangatnya, Love yaa~! ^^
~VH~
