Hari Ke[tulisan terhapus]

Menarik bahwa manusia sejak masa dulu selalu menggunakan perumpamaan untuk menjelaskan sesuatu, dan anehnya, kita bisa menerimanya dengan akal sehat walau terkadang perumpamaan itu sama sekali tak berdasar.

Dimulai saja dari Plato, menulis berbagai penjelasan tentang kenapa cinta itu ada, tertulis dengan puitis dalam karangannya, Symposium. Awalnya manusia adalah makhluk yang memiliki dua kepala, empat tangan dan empat kaki. Lambat laun, Zeus pun ketakutan dengan kekuatan yang mereka miliki, juga, dengan obsesi mereka untuk menguasai para dewa, akhirnya dengan bantuan Apollo, memecahkan manusia di waktu itu menjadi dua, hanya agar para manusia ini tumbuh dan hidup hanya untuk mencari belahan jiwanya, mencari sebelahnya agar mereka tetap bersatu seperti insting mereka di waktu terdahulu.

Dan kisah itu dipakai oleh orang-orang Yunani terdahulu untuk menjelaskan kenapa manusia bisa jatuh cinta, dan juga untuk menjelaskan bahwa kenapa homoseksualitas bisa terjadi karena dalam satu makhluk ini memang memiliki gender yang sama; cinta tak mengenal gender, cinta hanya mengenal untuk kembali bersatu lagi dengan sebagian dari dirinya yang terpisah; bukan hilang.

Bukankah itu suatu cara penceritaan yang irasional?

Tapi kembali lagi, manusia itu menarik; selama ada alasan, apa saja bisa dipercaya. Setidaknya selama masih ada sedikit kelogisan atau sentuhan menarik itu sudah cukup untuk menyampaikan suatu kejadian kepada manusia, yang akan terus menyempurnakan berbagai alasan dari setiap kejadian dengan lebih logis, lebih rasional. Dan hebatnya, itu diterima dengan baik.

Namun kali ini kasusnya berbeda.

Sebab betapapun Korporal kesayangan kita, Levi, berusaha membalik semua halaman buku filosofi dan buku evolusi manusia, membacanya halaman demi halaman, ia tak bisa menjelaskan atau mencari alasan―yang jangankan logis, abstrak pun tak dapat―kenapa makhluk... manusia... entah apa pun di depannya ini bisa ada.

"Selamat pagi, tuan Levi! Aku akan mengabulkan tiga permohonan tuan sebagai rasa terima kasih saya!"


Sunshower

[1/?]

Shingeki no Kyojin/Attack on Titan adalah milik Isayama Hajime. Saya tidak mengambil keuntungan dalam bentuk apa pun kecuali menggalau dengan pair Levi/Eren yang fluffy dan mungkin angsting sekali lagi. Benda ini bersetting AU di waktu World War 3. Ada banyak hal irasional disini, seperti kehadiran Kitten!Eren.

Genre campur aduk, sekarang gak fokus kemana-mana, tapi buntutnya romance. Enjoy.


Tentang Buku Ini
21 . 08 . 2027 | Lyon, France.

Catatan harian ini dimiliki oleh Levi [nama belakang tercoret], fotografer dengan ID P-07-5132 dari Parisian Times yang dikirim untuk meliput dan mengambil foto di medan perang, sudah mendapatkan izin dari Divisi Aliansi untuk bertugas selama dua tahun ke depan. [1]

Buku ini bersifat personal, kecuali pemilik buku ini menyatakan atau telah meninggal dalam keadaan apa saja, buku ini akan menjadi aset bagi Pemerintahan Perancis, dan boleh dipergunakan untuk keperluan arsip.

Catatan ini ditulis dalam format buku harian, merupakan kelanjutan dari dua buku sebelumnya, dan sama seperti yang sudah-sudah, di dalamnya, akan saya tulis kisah hidup pribadi saya sebagai fotografer. Semoga di kemudian hari catatan ini dapat berguna.

Tertanda,
Levi [nama belakang tercoret]


Selamat datang di tahun 2027, ketika manusia akhirnya mengulang lagi kebodohan sejarah bernama perang.

Lucu bagaimana dunia ini dulu bersatu―terpaksa, terpaksa bersatu―hanya untuk mengalahkan titan sekitar seribu tahun lebih sedikit dan sekarang mereka bertempur atas dasar keegoisannya sendiri. Yah, biasa, namanya manusia tidak mengenal kata puas. Tapi pada intinya, kini mereka tengah bertempur dalam keadaan, yang dengan sangat ngenes, sudah memasuki Perang Dunia III.

Dasar manusia, titan saja bisa tertawa dari neraka sana.

Kisah perang biasa akan menceritakan jendral-jendral besar, para mastermind, dan semua yang berkuasa di balik panggung berdarah ini. Tapi kenapa kita tidak menyorot satu fotografer yang boleh dibilang bukanlah siapa-siapa. Entah kenapa dari semua orang yang bisa kudapatkan untuk kuliput dan kubawa untuk kuceritakan kepada kalian, harus orang ini...

Tapi seperti yang orang bilang, jangan lihat buku dari sampulnya. Catatannya sungguh menarik, apalagi jika kalian mulai dari tanggal 21 Agustus 2027, ketika matahari cerah di Lyon, Perancis, bersinar dengan sangat cerah, sangat kontras dengan kondisi politik yang demikian suram semacam sekarang.

Perang yang terjadi sesungguhnya adalah perang untuk memperebutkan satu daerah. Satu daerah yang agak jauh, namun memiliki segala sumber daya yang sangat berguna untuk membuat negara manapun menjadi memiliki hegemoni dan menjadi superpower. Semua negara yang ada―sebenarnya hanya ada tujuh negara di dunia ini, yang mereka beri nama Amerika, Perancis, Rusia, Jerman, Jepang, Inggris, dan Belgium―bertempur untuk memperebutkan tanah, yang entah akan bagaimana nasibnya. Perang sudah memasuki tahun keduanya, dan makin banyak saja korban jiwa.

Atau mungkin mirakel bisa terjadi dan negeri ini menjadi negeri kedelapan, siapa yang tahu.

"Levi, bangun."

Sebab bagi fotografer sepertinya, ia hanya mau perang berakhir, dan ia bisa hidup damai. Persetan dengan tanah terjanji, hidupnya sudah tenang tanpa perang dan karena pemerintah sialan, ia harus berakhir di sini, pagi hari bangun dengan erangan tanda jengkel karena menerima tugas di pagi hari. Demi Tuhan, hari ini hari Minggu! Biarkan ia beristirahat barang sebentar saja...

"Hei Levi, sudah kubilang bangun. Ada tugas untukmu."

Nah, kan. Sialan. Kalau ia banting alat komunikasi itu, nanti ia dikenakan sanksi lagi dari kantornya. Akhirnya terpaksa ia pencet saja tombol mikrofonnya, dan mulai berbicara dengan suara serak; tipikal suaranya saat bangun pagi. "Oui, Erwin. Sepuluh menit lagi aku keluar rumah." Levi langsung menekan tombol untuk mematikan alarm tersebut, dan bangun lalu bersiap memakai bajunya―ya, dia tidur dengan bertelanjang dada, barangkali kalian bertanya-tanya.

Dan lama-kelamaan, kegiatan sehabis mandi lalu menyimpan revolver di pinggang kiri dan kanannya―ini waktu perang dan ia adalah fotografer yang bisa diincar demi foto-fotonya dan beberapa arsip lainnya, berjaga-jaga itu kewajiban―mengenakan tas berisi kamera, lensa, dan lainnya, tak lupa juga dengan trench coat hitam panjang adalah hal yang biasa, berjalan keluar, kearah sebuah motor besar miliknya yang menggunakan teknologi anti-gravitasinya, melesat kencang ke arah kantornya setelah memakai helmnya.

Dan biasalah, sekarang ia tengah di kantor ketua redaksi yang tadi pagi meneleponnya, memberikan berkas yang harus dikerjakan oleh Levi. "Kali ini aku akan memintamu mengerjakan tugas yang sangat penting." Ketua Erwin berucap. "Tugas penting, kita butuh mendapatkan berita dari pihak Jerman sana, kau bisa 'kan, menyelusup ke sana dan mendapatkan berita dari sana? Tugas ini

"Kukira ini bukan ranah kita sebagai seorang reporter? Kau tahu jelas kalau ini melewati wilayah jurisdikasi kita, dan jelas kita tak akan mendapatkan izin dari Jerman, bukan?"

"Yah, tugas kita memang hanya mencari berita. Tapi berita kita adalah konsumsi untuk masyarakat kita." Erwin menjelaskan, tatapannya masih tetap tajam. "Jangan kau kira karena kau ini hanya seorang fotografer berarti kau bisa mencari jalan aman; kau malah memilih pekerjaan terberat yang bisa diambil siapapun, kau bisa berkesempatan melihat hal yang tak mau dilihat manusia manapun. Bukannya sudah kuperingatkan dari awal?"

Levi jelas tahu itu, tak perlu Ketua Erwin mengulanginya berulang kali, ia sudah lebih dari paham. "Mengerti." tuturnya perlahan.

"Ya sudah, itu saja. Sekarang bubar dan persiapkan semuanya, kau akan berangkat besok pagi."

Bukan pekerjaan susah, ia sudah berkali-kali menyamar dan banyak orang suka salah sangka kalau ia orang Jerman―dan memang wajah serta bagaimana ia berbicara lebih mendekati orang Jerman―jadi kalaupun kini ia tengah menaiki kereta dari Paris menuju Berlin seperti sekarang, itu sama sekali bukan hal yang mengejutkan. Bagaimana pun, Levi hanya mau hidup tenang, tapi selama ia terikat dengan pekerjaan berbahaya ini dan ketua redaksinya yang tersayang satu itu, ia tak punya banyak pilihan. Susah mencari pekerjaan di masa perang ini, dan tidak, ia tak berniat sedikit saja untuk bergabung dalam kemiliteran.

Yah, coba lihat saja, ia yakin selain daripada menuntaskan pekerjaannnya, ia bisa mendapatkan sesuatu di tempat ini.


Hari Ketiga

26 . 08 . 2027 | Berlin, Germany

Bukan benar-benar hari pertama, tapi ini baru hari pertama aku menjalani misiku yang baru di Jerman. Kali ini tugasku berbeda, bukan berbicara dengan orang-orang penting dalam wawancara kenegaraan, melainkan berada di tempat asing untuk menyeludupkan berita.

Dan kalau mau dibilang, ini tugas yang santai, aku hanya perlu mengamati gerak-gerik mereka dan mencari data lokal. Yah, selama aku tak cerobohyang tentu saja tak akan terjadiaku yakin tugas ini bisa terselesaikan dengan baik seperti biasanya.


Kultur timur, kalau mau lebih persisnya, suatu kepercayaan yang dianut oleh Cina tentang hujan adalah satu fenomena pertanda jatuhnya keberuntungan dari surga. Jadi harusnya kalau Levi mau percaya dengan mitos satu itu, hari ini harusnya adalah hari keberuntungannya karena hari ini adalah hujan, dan cukup deras.

Dibuka payung hitam tersebut, maksudnya hendak berjalan ke salah satu gang kecil yang berada di salah satu sisi jalan yang ditinggalkan tersebut. Sengaja ia membela-belakan diri ke tempat bau dan kotor semacam ini, sebab inilah satu-satunya tempat dimana tidak ada kamera pengawas dan baru saja hari pertamanya menginvestigasi, tapi ia sudah datang dengan disambut gosip hangat bahwa akan terjadi kudeta dalam pemerintahan internal Jerman. Kabar baik, apalagi setelah ia selidiki dengan kabar-kabar terdahulu untuk memberi support pada rumor tersebut, ternyata gosip itu bisa berpotensi benar terjadi. Ini bisa jadi bahan bagus...

"Miaw..."

Hujan ini semakin lebat, dan bunyi air yang tertumpah pada bumi tersebut jelas menjadi sesuatu yang dominan, tapi telinga tajamnya tak mungkin melewatan sebuah suara yang sama sekali berbeda dari air yang jatuh ke bumi. Itu suara kucing, duh, kenapa ia harus lelah-lelah berpikir, lebih baik ia kirimkan dulu saja surel ini ke Erwin untuk revisi dan segera pulang...

"Miaw..."

Lagi, suara itu membuatnya jengkel saja. Apalagi karena kini kucing yang dimaksud―oh, astaga. Anak kucing dengan tubuh yang sangat kurus dan begitu basah, kasihan sekali―menggosok-gosokkan tubuhnya ke ujung celananya, kemudian memejamkan matanya, sepertinya merasa begitu nyaman dengan rasa hangat karena merapat di dekat Levi. "Dih, jangan mendekat. Kau kotor sekali..." Levi mendecak kesal, kakinya berusaha mendorong kucing mungil tersebut pergi dari hadapannya.

Harusnya Levi juga tidak berakting sebodoh itu, sudah tahu kucing tak mengerti bahasa manusia, dan sekarang ia mau tak mau merasa kasihan juga. Sebenarnya merasa jijik dengan bagaimana dekil dan berlumpurnya kucing tersebut, tapi sepertinya kalau tak ia tolong, ada rasa sesal yang terus bersarang dalam hati kecilnya. Entah, maksudnya, ini tetap sebuah nyawa yang hidup di dunia, masa' tidak ia tolong?

Ia menatap lagi kepada kucing tersebut, kini memperhatikan kilau mata olive miliknya. Oh, jarang-jarang ia bisa menemui kucing berbulu kelabu dengan mata hijau yang secerah ini. "Miaw..." lagi, suara itu seolah memanggilnya, menatapnya sambil bertumpu di ujung celana panjang Levi tersebut. Dasar, ada-ada saja...

Ping!

Bunyi tanda bahwa surelnya sudah terkirim―dan tentu saja ia menggunakan private satellite milik perusahaannya―terdengar, dan kini Levi memasukkan kembali tablet miliknya tersebut ke balik jasnya, sambil mengambil payung yang ia sangkutkan di salah satu selusur besi yang karatan, berada di sebelahnya yang sengaja ia letakkan untuk menopang payung tersebut. Melihat lagi ke arah kucing sialan ini, dan kemudian mendesah pasrah.

"Ayo, sini. Dasar berisik."

Memakai sarung tangan kulit hitam miliknya, dan kemudian memungut kucing yang basah itu. Merengkuhnya dekat dan rapat, dan berjalan di bawah payung tersebut, hanya untuk menjaga anak kucing tersebut tetap hangat sepanjang jalan pulangnya.


Lanjutan Hari Ketiga

Dan tanpa disangka-sangka, hari ini aku menemukan kucing waktu hendak mengirimkan surel tadi. Kucing ini lucu juga, bulu abu-abu gelap dengan mata hijau olive yang cerah.

Kupikir akan kurawat kucing ini sejak sekarang, aku juga butuh sesuatu untuk hiburan dan aku yakin kucing ini bisa menghiburku. Sekalian, agar tidak terlalu dicurigai, maksudnya merawat binatang itu sesuatu yang manusiawi, bukan?

Entah, semoga saja dengan adanya kucing ini, akan membawa kabar baik bagi kelangsungan kerjaku. Mungkin kalau aku bisa terus menyukainya seperti ini, aku berniat membawanya balik ke Lyon.

Aku akan membeli bahan-bahan makanan dan alat-alat perawatan kucing, sekalian menanyakan kabar-kabar sehubungan dengan ekonomi dan politik belakangan ini. Tujuanku besok juga pergi untuk mengambil foto-foto ke perbatasan, barangkali besok aku bisa mendapatkan foto-foto bagus untuk mengisi kolom travel.

Cuaca hari ini hujan deras bukan main, semoga saja besok cerah.


"Nah, selesai."

Sebuah handuk itu dibalutkan ke tubuh kucing mungil tersebut, kini tengah disisir bulunya oleh Levi yang entah kenapa malah jadi keasyikan bermain-main dengan kucing pungutannya satu ini. Ia baru saja melakukan browsing dan melihat bahwa anak kucing semacam ini tidak akan bisa mencerna laktosa―yang biasanya terkandung dalam susu sapi, dan itu mengharuskannya tadi mampir ke minimarket dan membeli susu bubuk bayi untuk kucing kecilnya.

Kucing mungil itu akhirnya mendekat ke arah Levi, kemudian berusaha menggapai-gapai lelaki dengan tampang datar yang baru saja menolongnya tersebut. "Ya, ada apa?" Levi mendekatkan wajahnya, maksudnya hendak untuk melihat kucing yang kini sudah bersih itu dengan lebih dekat. Mana ia sangka, akhirnya ia menjumpai bahwa kucing abu-abu gelap itu menjilati pipinya, membuat Levi langsung tersenyum geli dan terpaksa menghindar, sedikit jijik dengan perlakuan manis namun mendadak tersebut. "Oh, ya ampun... kau ini..." kemudian mengelus telinga kucingnya, menggendongnya ke sebuah keranjang yang sudah ia siapkan untuk tempat tidur kucing kecil tersebut, lalu menyelimutinya, kembali menyunggingkan senyum kecil sambil mengelusnya sekali lagi.

"Selamat malam, Jaeger, mimpi indah." [1]

.

.

To Be Continued


[1] Jaeger ( German ) : Pemburu.


A/N : Jadi awalnya ceritanya mau buat tentang pilot air force dengan hewan peliharaannya, tapi karena satu dan lain hal, saya batal deh karena saya males riset.

Reviews amuse me~