Di pagi yang damai di mana semua orang memulai aktivitasnya, termasuk di sebuah kost yang dimiliki oleh Elizaveta Hedervary, seorang wanita muda berkebangsaan Hungaria. Tetapi pagi ini agak ricuh karena—
"...GILBERT, GANTIAN PAKE KAMAR MANDINYA WOI! KEBURU GUE TELAT KE KAMPUS!"
"BENTAR LAGEE! GUE LAGI PAKE BAJU NIH!"
—penyambutan pagi hari yang err... agak mengganggu.
"Elu pada berisik banget sih!" gerutu Ludwig yang baru saja kembali dari dapur. Terlihat sebuah handuk kecil yang mengalungi pundaknya, sepertinya ia baru selesai berolahraga.
"Tau tuh kakak lu, lama bener!" sahut Vash sambil mengetuk pintu kamar mandi, beberapa saat kemudian keluarlah sang biang keladi yang menyebabkan pagi hari yang tenang ini menjadi pagi yang ricuh.
"Lho, Bruder? Mau ke mana?" tanya Ludwig bingung sambil menunjuk ke arah Gilbert, sang kakak yang kini bergegas menuju pintu sambil menggendong tasnya.
"Mau ngampus!" jawab Gilbert setengah berseru sambil mengambil sneakers putihnya di rak sepatu.
"Lah Bruder, sekarang kan—"
"Berisik lu ah! Gue keburu telat nih!"
"Bruder bukannya jadwal kuliahnya—"
"Aaaah, diem luh! Banyak bacot!"
"Bruder, sekarang kan hari Kamis..."
Seketika Gilbert menengok ke arah kalender, sesaat kemudian ia menepuk wajahnya sendiri.
"Dafuq, gue salah liat kalender—"
Hagane Giita-pyoon present...
Our Lovely Kost-kostan
Chapter 1
Warning
AU, OC, dan OOC merajalela, mungkin unsur shounen-ai masuk, bahasa dan umpatan zaman sekarang masuk, cerita menjurus ke ajang curhat, dan lain-lain
Hetalia Axis Powers © Hidekazu Himaruya
Don't Like Don't Review
Ittadakimasu!
Anak Kost di Malam Jumat
06.40 PM...
Seorang pemuda berkebangsaan Indonesia itu baru saja selesai menjalankan ibadahnya, dan kini ia sedang mengerjakan tugas kuliahnya yang naujubilee...
...Susah maak~
"...Sekarang malem Jumat yak...?" gumam Raden Putra, pemuda Indonesia itu yang kini menatap kalender mejanya, ia menyibukkan diri dengan terus mengerjakan tugasnya sebelum...
Kruuuuyuuuuk~
"Njiir, gue laper.." gumamnya lagi sambil beranjak dan mengambil hoodie jacketnya yang digantung lalu berjalan keluar untuk mencari makan di luar—
—Sambil berharap ada makanan yang pas dengan budgetnya sekarang.
"Oi Den, elu mau ke bawah?"
Raden—yang hendak menuruni tangga—menengok ke arah sumber suara dan menemukan sang pemuda berkebangsaan Amerika Serikat yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Iye, elu sendiri?" jawab Raden sambil merapatkan jaketnya.
"Mau beli nasi goreng di bawah." timpal Alfred sambil berlari kecil menghampiri Raden.
"Tumben lu pengen beli nasi goreng, biasanya burger." ujar Raden sambil tertawa renyah.
"Lagi males gue," kata Alfred sambil memasukkan kedua tangannya ke dalam kantong celananya, "Eh elu, ketawa-ketiwi di malem Jumat! Disamperin hantu tau rasa luh!"
"Yang ada elu kale yang disamperin hantu, wakakakak!" celetuk Raden usil, "Ntar tau-tau pas elu lagi nungguin pesanan tau-tau tukang nasi gorengnya kepalanya buntung lho~"
"KUHAMPREEEEEET!" teriak Alfred setengah ketakutan, "Elu ini, jangan nakut-nakutin gue napa!"
—Sementara itu, Im Yong Soo yang sedang mengerjakan tugasnya lebih memilih untuk mengencangkan volume headphonenya—
"Buahahaha! Ya elah, ntar malem kita tidur bareng lagi ini!" ujar Raden sambil 'mengipasi' Alfred yang sudah ketakutan setengah mati.
"Oh iya ya..." gumam Alfred sambil manggut-manggut, "Eh, gue ke bawah yak! Perut gue udah demo nih minta makan..."
"Betewe, gue nitip nasi goreng atu yak! Pedes terus telornya diceplok aja!" kata Raden setengah berseru kepada Alfred yang berlari menuruni tangga, "Pake duit elu dulu, Al! Ntar gue ganti!"
Beberapa lama kemudian...
"WOI AL, GUE JUGA NITIP NASI GORENG YAK! JANGAN PEDES, TERUS TELORNYA DICAMPUR! PAKE DUIT ELU DULU NTAR GUE GANTI!"
"IYEEEEE ANTONIO! GAK USAH TERIAK-TERIAK DARI ATAS JUGA, NYET!"
"WOI GIT, GUE NITIP NASI GORENG JUGA! JANGAN PEDES! DUITNYA NTAR GUE GANTI!"
"ANJRIT! BELI SENDIRI AJA LUH! TIGA AJA GUE UDAH RIBET, APALAGI KALO EMPAT!"
"BAPET LU, GIT!"
"WOI, BERISIK! GUE LAGI BELAJAR BUAT KUIS BESOK ELU MALAH TERIAK-TERIAK!"
Serentak Raden, Antonio, dan Arthur—yang berdiri di dekat tangga—langsung masuk ke kamar mereka dengan cepat begitu melihat Vash keluar kamar sambil menenteng AK-47 miliknya.
Mungkin mereka bertiga sudah tahu resikonya macam-macam dengan Vash, MUNGKIN...
.
.
.
"Raden-san udah booking?"
Raden menganggukkan kepalanya sambil membetulkan sarungnya yang ia taruh di atas pundaknya, sedangkan Kiku Honda, pemuda berkebangsaan Jepang itu berjalan di sampingnya sambil menenteng bantalnya.
"Dari kemaren malah udah bilang sama si Ludwig," lanjut Raden sambil menutupi mulutnya ketika ia menguap dengan bantal yang ia bawa, "kalo gak bilang bisa-bisa ditempatin orang."
"Bener juga sih.." timpal Kiku sambil melihat layar handphonenya.
Ya, kost-kostan ini memiliki kebiasaan yang unik yaitu tidur bersama di ruang depan yang berada di lantai bawah setiap malam Jumat. Sebetulnya baru beberapa minggu mereka melakukan kebiasaan itu dan semuanya diawali dengan...
FLASHBACK ON
00.05 PM...
"Vee~ Ludwig, buka pintunya~!"
"IGGY, BUKAIN PINTUNYA! BURUAN, GAK PAKE LAMAA!"
"IDIOTA SPAGNAAA! BUKAIN PINTUNYA SEKARAAANG JUGAAAA!"
"GEGEEE~! TEMENIN TIDUR, DA ZE!"
"LUKAAAAS, BIARIN GUE TIDUR SAMA ELU PLIIIIS!"
"Toriiiis, tidur bareng dooong! Serem niih!"
FLASHBACK OFF
...Seperti itulah.
Ketika diselidiki, ternyata penyebabnya adalah suara tangisan yang konon berasal dari sebuah pohon mangga besar yang letaknya di depan kost mereka. Akhirnya, mereka memutuskan untuk melakukan kebiasaan itu. Karena belakangan diketahui bahwa kebiasaan itu berkonsep 'siapa-cepat-dia-dapat', mereka sering 'booking' untuk tempat mereka nanti.
"Oi, Raden, Kiku!"
Mereka menengok dan melihat Mathias berlari menuruni tangga lalu menghampiri mereka sambil menenteng bantalnya.
"Lho, elu gak bareng Lukas?" tanya Raden sambil menunjuk ke arah Mathias yang kini berjalan bersama mereka.
"Dianya gak mau." jawab Mathias singkat, sedangkan Raden dan Kiku membentuk huruf O dengan mulutnya.
"Dianya yang gak mau apa udah jalan duluan?" tanya Kiku.
"Tau deh, kayaknya dua-duanya.." jawab Mathias sambil mengerucutkan bibirnya, "Betewe, kita udah nyampe tuh!"
Mereka segera berhamburan menuju tempat yang akan mereka tiduri, walaupun sempat membuat kecelakaan kecil karena Kiku tak sengaja menginjak punggung Francis yang tengah tidur tengkurap dan Raden yang tak sengaja menginjak kedua betis Lovino.
"Hadoooh, yang barusan nginjek punggung gue siapaaa~" ujar Francis yang mungkin hampir sekarat.
"Deeen, elu kalo mau lewat bilang permisi napaa~ Jangan pake acara nginjek betis gue segalaa~" ujar Lovino sambil memijit kedua betisnya yang sakit karena diinjak Raden.
"Sori, gak sengaja ehehe.." sahut Raden yang langsung merebahkan diri di tempatnya.
"Tinggal siapa lagi yang belom kemari?" tanya Arthur sambil tidur tengkurap di tempatnya.
"Kayaknya udah gak ada lagi deh..." jawab Toris sambil menengok ke arah tangga.
"Sekarang udah jam berapa sih?" tanya Matthew sambil memeluk Kumajirou yang ternyata sudah tidur.
"Sekarang jam..." jawab Raden sambil melirik ke arah layar handphonenya, "...jam setengah sepuluh!"
"Eh eh yang bawa lotion nyamuk, gue bagi doong~" kata Feliks sambil membalikkan badannya.
"Gue gak bawaa~!" sahut Eduard sambil menyelimuti dirinya, "Ketinggalan di kamar gue!"
"Gue lupa belii!" sahut Alfred sambil melepas kacamatanya.
"Gue gak punya." sahut Lukas datar.
"Kalo gak punya, gak usah bilang!" timpal Lovino setengah kesal.
"Udah, beli aja sekarang, aru!" seru Yao yang sudah menenggelamkan kepalanya di atas bantal.
"Gege aja yang beli. Gue mager niih~" celetuk Kaoru sambil menyelimuti dirinya.
"Gue juga mager, aru!" gerutu Yao sedikit kesal.
"Mil, beliin geh.." kata Lukas sambil memberikan beberapa lembar uang kepada Emil yang berada di sampingnya.
"Ogah." sahut Emil datar.
"Ya udah, biar gue yang beliin!" seru Faiq, pemuda berkebangsaan Malaysia itu sambil beranjak bangun lalu berjalan keluar menuju warung.
"Buruan ya! Jangan lama-lama!" seru Ludwig dari tempatnya, "Ngomong-ngomong yang besok kuliah siapa nih?"
"Gue, Lud!"
"Gue, da!"
"Gue juga, Lud!"
"Yang gak kuliah besok ingetin tuh!" seru Raden sambil menutupi badannya dengan sarung.
"Deen, gue minjem sarung lu dooong~!" seru Williem, sang pemuda berkebangsaan Belanda sambil memegangi salah satu ujung sarung yang dipakai Raden.
"Noh, ambil geh di kamar gue!" seru Raden sambil menunjuk tangga dengan dagunya.
"Enggak aah, di atas gelap!" sahut Williem sembari menutupi dirinya dengan selimut.
"Kalo nggak mau ambil gak bakalan gue pinjemin." kata Raden santai sambil membalikkan badannya.
"Aaa elu tega, Den!"
"Woi, nih udah gue beliin!" seru Faiq tiba-tiba sambil melempari satu persatu dengan lotion nyamuk yang ia beli barusan.
"Thanks banget Iq!" seru Alfred sambil menangkap lotion nyamuk yang dilempar Faiq barusan.
"Udah yuk, langsung tidur... Hoaeem~" ajak Antonio sambil merebahkan dirinya.
"Lampunya gue matiin yee..." ujar Arthur yang mengantuk berat sambil mematikan lampu.
Cklik.
Beberapa lama kemudian hampir semua sudah tertidur pulas, baru saja mereka tertidur tiba-tiba terdengar suara cekikikan yang sedikit mengganggu.
"...Hnn, itu siapa sih yang ketawa cekikikan?" tanya Matthew yang terbangun karena suara itu.
"Anjir, berisik woi!" gerutu Alfred sambil menutupi kepalanya dengan bantal.
"Woi yang ketawa siapa sih?!" gerutu Francis.
"Eh ini udah malem, jangan pada ketawa." kata Tino datar yang ikut terbangun.
"Ya Tuhan, itu siapa yang ketawa cekikikan?!" tanya Ludwig setengah kesal.
"Nyalain lampunya, Nton." perintah Gilbert.
"Oki doki, Gil!"
Cklik.
Dan ketahuan sudah siapa yang tertawa cekikikan barusan, dia adalah—
—Kiku yang tertawa cekikikan sembari membaca doujinshi yaoi via handphone.
"Ya Tuhan—" gumam Arthur sambil facepalm.
"Kiku..." kata Yao setengah frustasi, "Elu ngapain baca begituan malem-malem, aru?!"
Kiku yang tadinya asyik dengan kegiatannya itu menengok ke belakang dan menemukan teman-temannya yang menatapnya dengan tatapan 'tidur-luh-jangan-ketawa-cekikikan' sambil memancarkan aura yang err—
—mengerikan.
"...Kiku... Tidur sekarang juga, aru.." perintah Yao sambil terus menatapnya.
"Go-gomen nee minna..." ucap Kiku setengah ketakutan sambil menyelimuti dirinya.
"Udaah, tidur, tidur!" seru Gilbert sambil mematikan lampu ruangan.
Cklik.
Setelah lampu dimatikan, suasana kembali tenang seperti sebelumnya akan tetapi—
"Pppppffffttt—"
"Pppppppffftt... Aduuh, goblok bener si Herp—"
"Kesesese~ Ikutan liat dong, pppffftt—"
—kejadian yang sama terulang kembali.
"Woi yang ketawa siapa lagi tuh?!" gerutu Arthur sambil menutupi kepalanya dengan bantal.
"Eh itu yang ketawa pada kasian sama gue kek.. Besok gue ada kuis ini—" ujar Vash setengah mengantuk sambil merapatkan selimut yang menyelimutinya.
Beberapa saat kemudian...
PLAK!
PLAK!
PLAK!
Cklik.
Tiga tepukan dengan rasa kasih sayang dari Arthur didedikasikan untuk Raden, Alfred, dan Gilbert yang menghasilkan sebuah cap tangan di pipi mereka.
"El' p'da buk'nny' tid'r m'l'h b'ka 9g'g s'ma 1c'k..." komentar Berwald sambil melihat layar handphone mereka.
"Udah ya! Ini terakhir lho ada yang ketawa di sini!" gerutu Mathias sambil bangun untuk mematikan lampu.
Cklik.
Hening...
"...Heeeeeey~ Sexy aniki~ Opp, opp, opp, opp, opp~ Oppa Gangnam Style~"
"Anjrit, siapa yang nyanyi tuh...?" tanya Kaoru setengah berbisik sambil menahan tawa.
"...Kayaknya gue tau siapa yang nyanyi, aru..." timpal Yao yang juga ikut menahan tawa, dan...
BUUUKK!
Cklik.
Hampir semua yang tadinya tertidur pulas langsung terbangun begitu melihat Yao yang sedang memberikan hadiah kepada Soo berupa...
...hantaman wok miliknya di kepala.
"Ini kenapa ada yang pake acara nyanyi segala coba—" gumam Ludwig sambil facepalm meratapi nasib dirinya dan teman-temannya yang selalu gagal dalam urusan tidur kali ini.
"Ka-ka-katanya ketawa gak boleh... Ja-jadi gue nyanyi, da ze~" ujar Soo yang mungkin hampir sekarat karena dihantam wok oleh kakaknya sendiri.
"Tidur kek lu pada! Besok kuliah juga luh!" gerutu Antonio setengah mengantuk sembari berjalan menuju saklar lampu dan mematikannya.
Cklik.
Suasana pun kembali hening, dan mungkin lebih hening dari sebelumnya. Sayang sekali keadaan yang diimpikan beberapa orang itu hanya bertahan sebentar karena...
"...Dari yakin kuteguh... Hati ikhlas kupenuh..."
"...Astagfirullah, itu siapa yang nyanyi sambil bisik-bisik?!" gerutu Raden setengah berbisik sambil terus menyelimuti dirinya dengan sarung.
"Eh malem Jumat woi.. Nyadar kek aah, serem nih..." timpal Lovino yang sudah gemetaran di balik selimutnya.
"Yang nyanyi siapa sih?!" tanya Kiku yang sepertinya mulai frustasi.
"...Kolkolkolkolkol~"
"Ivaaan~ Jangan bikin suasana tambah horor~" kata Matthew setengah ketakutan—atau mungkin benar-benar sudah ketakutan—sambil mengeratkan pelukannya pada Kumajirou.
"Woi, gue ingetin ya! Malem Jumat jangan pada nyanyi yang enggak-enggak!" gerutu Raden.
"Noh, yang nyanyi tuh! Udah setop wei!" timpal Alfred yang sudah menutupi kepalanya dengan bantal.
Karena kesal, Raden pun mengambil bantalnya lalu mulai mengarahkan bantalnya ke arah—
BUUUGGH!
BUUUGGGHH!
Cklik.
—Williem yang kini babak belur dipukul bantal oleh Raden dan Antonio yang ikut terganggu.
"Udah kek aaah!" gerutu Feliks sambil menutupi kepalanya dengan bantal.
"Ini lama-lama gak bakal tidur semua deh!" cerocos Francis kesal.
"Betewe, gue ke toilet dulu yak. Kebelet nih!" ujar Gilbert sambil berlari kecil menuju toilet.
"Mana ACnya dingin begini lagi—" komentar Eduard sambil merapatkan selimutnya, "Alamak, suhunya 16 Celcius..."
"Vee~ Pantesan dingin." ujar Feliciano yang baru saja terbangun.
"Gedein dong, gue nggak kuat dingin niiih~" kata Faiq sambil gemetaran di balik selimutnya.
"2 Celcius, da?" tanya Ivan polos sambil meraih remote AC.
"Bloody hell! Itu udah dingin banget, Ivaaaan!" seru Arthur.
"Muke gileee... Elu mau bekuin satu ruangan?!" seru Yao, "21 Celcius aja, aru!"
Ivan pun segera mengatur suhu AC yang kelewat dingin itu, setelah itu ia berjalan menuju saklar. Di saat Ivan ingin mematikan lampu tiba-tiba...
BYAAAR PETTT!
"Waaaah, mati sendiri~ Padahal belom diteken saklarnya, da..." komentar Ivan yang masih berdiri di depan saklar.
"...WOI! YANG ISENG MATIIN LAMPU TOILET SIAPA SIH?!" teriak Gilbert dari arah toilet.
"GAK ADA YANG ISENGIN ELU, GIL! ANAK-ANAK MASIH DI SINI SEMUA!" sahut Antonio setengah berteriak.
"Aaah gak lucu nih!" seru Toris, "Elu sih Will, pake acara nyanyi segala!"
"Tau luh! Suara jelek kayak gitu aja!" timpal Mathias.
"Kenapa elu berdua malah nyalahin gue?!" gerutu Williem setengah kesal.
"Karena elu yang terakhir nyanyi!" sahut mereka—kecuali Williem dan Gilbert—berbarengan.
"Bentar, kok hawanya panas gini yak...?" tanya Francis sambil mengipasi dirinya.
"Iya ya, gerah ih!" timpal Tino sambil mengipas dengan bajunya.
"Wong ACnya mati, mau diapain lagi?" sahut Raden sambil melepas sarungnya.
"Vee~ Buka baju aja~" celetuk Feliciano sambil melepas baju yang dikenakannya.
"HADOOOOOOH! JANGAN LEPAS BAJU NAPAAA~!"
"FELIII! PAKE BAJUNYA SEKARANG JUGA!"
"Sumimasen, sekarang jam berapa?" tanya Kiku mengalihkan suasana yang sempat ricuh ini.
"Gue liat hape dulu." jawab Lukas sambil menatap layar handphonenya, "Jam 12 kurang."
"Bentar— ELU BARUSAN BILANG JAM BERAPA, LUKAAAAS?!" tanya Ludwig panik.
"Jam 12 kurang." jawab Lukas datar.
"Jadi kita dari jam setengah 10 sampe jam 12 kurang gak tidur-tidur?!" tanya Vash yang tak kalah paniknya, "GIMANA BESOKNYA GUE NANTI?! MASA GUE HARUS KETIDURAN PAS NGERJAIN KUIS?!"
"Yang besoknya ada kuis macem elu aja panik, apalagi yang besoknya gak ada kuis, Vash." komentar Emil datar.
"Lah, di sini gelap juga?" tanya Gilbert yang baru saja dari toilet, "Gue kirain cuma di toilet doang yang gelap—"
"—Dari tadi selama di toilet ngapain aja elu, nyeeeeet~?!" tanya Alfred sambil memasang ekspresi 'you-don't-say'.
"Gue ke luar bentar ya, ngadem sekalian nanya orang.." kata Ludwig sambil berjalan keluar.
"Lud, gue ngikut!" seru Antonio sambil berlari keluar mengikuti Ludwig.
"Gue juga, Lud!" seru Gilbert sambil berlari menghampiri sang adik yang sekarang berada di luar.
"In' sek'li'n aj' k'ta beg'd'ng!" gerutu Berwald sambil melepaskan selimutnya.
"Gue setuju tuh." sahut Kaoru, "Padahal besok gue ada kuliah pagi juga, aarrgghh~!"
"Elu besok kuliah jam berapa?" tanya Lovino sambil menguap.
"Jam setengah 10." jawab Kaoru sambil ikut-ikutan menguap.
"Ya elah, elu masih mending. Besok gue kuis jam 8 woi!" gerutu Vash.
"Vash, perasaan dari tadi elu ngomongin kuis mulu deh..." komentar Arthur, "Gue aja kalo ada kuis nggak separah itu.."
"Elu gak tau sih materi kuisnya susahnya kayak gimana," timpal Vash, "Barusan pas dikasih tau besok ada kuis satu kelas langsung stres, termasuk gue!"
"Gue ngerti perasaan elu, bro.." ujar Alfred sambil menepuk pundak Vash.
"Eh lu pada, keluar yuk!"
Tiba-tiba Ludwig menyembulkan kepalanya dari luar, tangannya memegang sekaleng root beer dingin.
Walah, malam-malam malah minum es—
"Lho, emang kenapa?" tanya Matthew.
"Pemadaman bergilir, satu kompleks mati semua!" jawab Ludwig sambil menutup pintu.
Hening.
"...MATI LAMPU?!"
"...PEMADAMAN BERGILIR?!"
—Itulah efek pemadaman bergilir secara tiba-tiba.
"Bad luck anak kost~"
"Bakar PLN~ Bakar PLN~"
"Raden menggila~ Raden menggila~"
"Gue tabok mulut luh, Faiq!"
"Keluar~ Keluar~"
Acara tidur bersama gagal, digantikan dengan acara begadang bersama.
"Eh cuy, di luar adem bener yak.." ujar Mathias sambil rebahan di teras kost.
"Gue pengen jajan, aru~" gumam Yao sambil ngulet di lantai teras.
"Warung sebelah buka tuh. Barusan gue beli root beer di sono." timpal Ludwig sambil meneguk root beer kalengnya.
"Hadeeeh~ Ya Tuhan, gue pewe di sini~" kata Williem sambil rebahan di lantai teras seperti pisang goreng yang baru diangkat dari penggorengan dan siap dijual. Baru saja mereka merasakan kedamaian di teras kost, tiba-tiba kedamaian itu terusik dengan...
...Huuhuuhuuhuu~
"Astaganaga, baru juga gue ngerasa tenang di sini—" gumam Antonio sambil facepalm.
"Sampe sekarang masih gak tau itu suara apaan." komentar Matthew.
"Nah itu, gue setuju, da ze!" sahut Soo.
"Mattie, temenin gue ke atas yuk~" ajak Alfred sambil menggandeng tangan Matthew.
"Mau ngapain, Brother Al?!" tanya Matthew setengah panik karena tangannya seenak jidat ditarik oleh saudara kembarnya.
"Mau ngambil senter di kamar." jawab Alfred santai sambil terus menarik tangan Matthew lalu masuk.
"Eh ngambil senter ya? Gue juga ambil senter lah.." kata Ludwig sambil masuk.
"Gue ambil AK-47 dulu yak!" seru Vash sambil berlari memasuki kost.
"Mereka berempat mau ngapain sih? Bunuh diri bareng?" tanya Feliks sambil menengok ke pintu.
"Muke gilee luuh! Masa bunuh diri pake senter segala?!" celetuk Francis.
"Ya abis, Vash sampe ngambil AK-47 segala.." timpal Eduard.
"Guys, kayaknya mereka mau ngecek itu deh..." jawab Arthur sambil menunjuk ke sebuah pohon mangga besar yang berada dekat dengan kost mereka.
"Kata orang sering kedengeran suara nangis di situ kan?" tanya Williem sambil menunjuk pohon itu.
"Katanya, makanya mereka inisiatif buat ngecek pohon itu." jawab Kiku.
Beberapa lama kemudian Ludwig kembali sembari membawa senter, diikuti dengan Alfred dan Matthew yang membawa senternya masing-masing serta Vash yang membawa AK-47.
"Oi, elu mau ngapain sih?" tanya Gilbert sambil menunjuk ke arah AK-47 yang dibawa Vash.
"Menurut lu, Gil?" jawab Vash singkat, "Oi, langsung ke sono aja yuk."
"Ya udah ayo!" sahut Alfred sambil berlari menuju pohon mangga besar itu, diikuti oleh Matthew, Ludwig, dan Vash, "Gue yang manjat pohonnya yak!"
"Ati-ati sob!" seru Raden sambil melambaikan tangannya.
"Oke bro!" sahut Alfred yang kini sedang memanjat pohon tersebut sambil membawa senter, "Betewe, sumber suaranya dari mane?"
"Kayaknya dari dahan yang itu deh.." ujar Ludwig setengah berseru sambil menunjuk dengan senternya yang menyala.
"Awas, ntar jatoh git!" seru Arthur bernada khawatir.
"Ciye perhatian uhuk—" celetuk Francis sambil berpura-pura batuk.
"Uhuk ciye uhuk—" celetuk Faiq yang ikut-ikutan pura-pura batuk.
"A-a-apaan sih lu berdua?! Si-siapa tau kan dia tiba-tiba jatoh?!" sanggah Arthur, terlihat rona merah di kedua pipinya.
"WOI, KE BAWAH SINI DEH!" teriak Alfred dari atas pohon.
"Ada apaan? Maling ya?" tanya Vash sambil menyiapkan AK-47nya.
"Jangan ditembak, Vash! Nih, tangkep!" jawab Alfred setengah berseru sambil melempar sesuatu dari atas dan ditangkap oleh Matthew.
"Apaan nih? Lucu bener..." gumam Matthew sambil menggendong sesuatu yang dilempar saudaranya itu.
"Barusan elu nemu beginian di atas?!" tanya Ludwig setengah terkejut sambil menunjuk sesuatu yang digendong Matthew.
"Vee~ Itu apa?" tanya Feliciano sambil berlari kecil menghampiri Matthew yang tengah menggendong sesuatu.
"Gue nemu di atas sono, ternyata sumber suaranya dari situ!" jawab Alfred sambil memanjat turun dari pohon.
"Matt, elu gendong apaan sih?" tanya Emil sambil menghampiri mereka.
"...Musang."
Ternyata selama ini seekor musang yang kini di gendongan Matthew selalu mengganggu para penghuni kost-kostan itu dengan mengumandangkan suara tangisan dari atas pohon mangga besar itu.
"Akhirnya ketauan juga siapa yang bikin gue gak bisa tidur tiap malem Jumat.." ucap Mathias sambil mengusap dadanya.
"Eits! Musangnya gue foto dulu, kesesese~" tukas Gilbert sambil memotret musang itu dengan kamera Iphonenya.
"Gil, 'lu m'h ap'-ap' p'sti dif'to." komentar Berwald singkat.
"Maklum, demi blognya itu..." sahut Arthur sambil sweatdropped.
"Gil, bagi foto musangnya dong. Biar dimasukin ke twitter nih..." kata Alfred sambil menyalakan bluetooth di Iphonenya.
"Gue juga Gil, demi instagram gue~" timpal Raden sambil menyalakan bluetoothnya di Androidnya.
"Vee~ Kayaknya kamu laris difotoin nih..." gumam Feliciano sambil menyentuh pipi musang itu dengan ujung jarinya.
Belum berakhir kebahagiaan mereka, tiba-tiba...
"Woi, udah nyala lampunya!" seru Arthur ketika melihat lampu yang menyala kembali.
"Akhirnya nyala jugaa~" seru mereka kompak sambil melakukan sujud syukur, bahagia karena lampu menyala kembali dan mereka bisa melanjutkan—
"Tapi tiba-tiba gue jadi nggak bisa tidur nih." ujar Ludwig spontan.
"Sama, tiba-tiba nggak ngantuk gue." sahut Francis.
"Iya ya, gue belajar buat kuis besok aja deh." ujar Vash.
"Terus musangnya gimana?!" tanya Toris.
"Gampang, kita pelihara aja musangnya. Problem solved kan?" jawab Faiq santai.
"Betul juga, nanti kan Kumajirou, Gilbird, dan Mr. Puffin ada temannya!" sahut Kiku bersemangat.
"Oh iya yak, tapi biaya makannya gimana?" tanya Williem bingung.
"Patungan, atuh! Aduh elu ini, mikir napa!" jawab Raden sambil menoyor kening Williem.
"Masuk yuk, banyak nyamuk nih!" ajak Feliks sambil menepuki nyamuk yang hinggap di lengannya.
"Udah yuk masuk!" ajak Mathias sambil membuka pintu kost diikuti yang lainnya.
Setelah kejadian itu, mereka tak mendengar suara tangisan itu lagi. Meskipun begitu, mereka tetap melakukan tradisi tidur bersama tiap malam Jumat dan juga...
...Mereka mendapatkan peliharaan baru, yaitu seekor musang.
.
.
.
.
.
Anak Kost dan Kecoa
04.18 PM...
Terlihat seorang pemuda berkebangsaan Inggris tengah membawa sendalnya sambil mengendap-endap mengikuti seekor kecoa yang entah bagaimana caranya sukses masuk ke kamarnya dan mengganggu waktu belajarnya itu. Mata emeraldnya menatap tajam kecoa yang merayap seolah-olah tanpa beban, begitu kecoa itu merayap di mejanya ia langsung—
PAAAAAAAAK!
—Satu pukulan.
PAAAAAAAAAAAKKKK!
—Terus, pukul saja sekali lagi.
PAAAAAAAAAAAAAAAAKKKKK!
Rest in peace...
Cockroach.
... – 2013.
Semoga keluarga yang ditinggalkannya mendapat kesabaran dan ketabahan. Amin.
Krieeeeet...
"...BUSET DAH IGGY, ELU ABIS NGAPAIN?!"
Arthur Kirkland, pemuda berkebangsaan Inggris yang baru saja menjadi eksekutor seekor kecoa menengok ke pintu kamarnya dan melihat tetangga kamarnya, seorang pemuda berkebangsaan Amerika Serikat yang tengah menggendong seekor musang sambil berjawdropped.
"...YA TUHAN, ALFRED! ELU NGAPAIN BAWA MUCHI KEMARI?!" teriaknya panik sambil menunjuk seekor musang yang diketahui bernama Muchi di gendongan Alfred.
"Gue lagi main sama Muchi di kamar tau-tau kedengeran suara berisik dari sebelah, jadinya gue kemari deh..." sahut Alfred santai sambil menggendong Muchi yang kini menjilati pergelangan tangannya.
"Aduuuh, elu jangan bawa dia kemari Al! Gue abis bantai kecoaaa~!" seru Arthur panik sambil mendorong Alfred menjauhi kamarnya. Bukannya menjauhi kamar, Alfred malah nyelonong masuk ke kamar Arthur lalu mengambil kecoa yang telah meregang nyawa di lantai dan membuangnya di tempat sampah.
"Beranian bener elu, Al..." komentar Arthur sambil menggendong Muchi.
"Nggak cuma kamar lu doang yang diserbu kecoa, yang laen juga tuh!" sahut Alfred sambil merebahkan diri di kasur Arthur dengan seenak jidatnya.
"Kamar elu kena, Al?" tanya Arthur sambil duduk di samping tamu kamarnya yang masih merebahkan dirinya.
"Enggak, tumben-tumbenan loh hampir satu kost diserbu kecoa semua." jawab Alfred sambil meraih Muchi yang berjalan di dekatnya.
"Lho, kok? Gimana ceritanya? Kecoanya pindah semua dari dapur?" tanya Arthur kaget.
"Tau ah, gue gak tau ceritanya gima— ANJRIT KECOA!"
Seketika Alfred dan Arthur yang sedang menggendong Muchi langsung naik ke kasur begitu melihat seekor kecoa dengan santainya merayap di dekat kaki mereka, sampai-sampai sang tuan kamar gemetar saat memegang sendalnya.
"A-A-Al, gimana niih~ Gue gak berani ngelempar sendal niih~"
"Ja-jangan tanya guee~ Aduh Tuhan, ini gimana caranyaa~"
"Al~ Gimana nih, aduuh gue gak berani nih Al~"
"Gue juga, Iggy~"
Di saat mereka terdesak dengan seekor kecoa, tiba-tiba...
"Brother Al, tadi aku cariin juga taunya di—"
"—MATTHEW, AWAS ADA KECOA!"
"WHUAAAA~!"
Ternyata dengan hadirnya Matthew tak membantu sama sekali, bahkan ia malah jadi korban dan ikut-ikutan meringkuk di samping Alfred.
"Aduuh, gimana nih aaah~"
"Buruan doong, kecoanya keburu naik ke kasur gue niiih~"
"Itu udah naik, Iggy! Aduuuh, ini ada yang bantuin napa!"
"Al! Buruaaan, gue takut aaa~"
"Brother Al~ Matiin kecoanya kek~"
Dengan mengumpulkan segenap keberanian, Alfred dengan gagah berani—sebetulnya sedikit gemetaran—memegang sendalnya lalu...
PAAAAAAAAAAAAAAAK!
Turut berduka cita atas meninggalnya seekor kecoa, semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran dan ketabahan dalam menghadapinya.
Amin.
"U-udah mati kecoanya, Al...?" tanya Arthur sambil meringkuk di sudut kamarnya bersama Matthew.
"U-udah, gu-gue bu-buang y-ya..." jawab Alfred terbata-bata sambil memegang bangkai kecoa lalu membuangnya.
"Aduh sumpah, gue merinding~" gumam Arthur sambil menghela napas.
"Untung Muchi sama Kumajirou gak kenapa-napa, keluar aja yuk.. Serem nih..." ujar Matthew yang masih gemetaran pasca peristiwa penyerbuan kecoa. Akhirnya mereka keluar kamar sambil mengendap-endap, setelah tiba di luar kamar—
"...HIIIIIIYYY~!"
—berlari sekencang mungkin menjauhi kamar.
.
.
.
"Elu nyeduh?" tanya Antonio sambil berjongkok di samping Lovino yang sibuk merebus mie instan, "Ini kan belom akhir bulan, biasanya juga elu nyeduh pas akhir bulan."
"Gue sama adek gue lagi kepengen nyeduh sekarang, elu mau gak?" jawab Lovino sambil mengaduk-aduk mie instan, "Kalo mau, ntar makannya bareng gue sama adek gue."
"Iya deh, gue pengen~" jawab Antonio, "Lagian pasti enak deh mie buatan Mi Tomatitoku sayang~"
"Amit-amit deh iiih~" sahut Lovino sambil bergelidik, "Najis lu sumpah—"
"Betewe, si Feli mana?" tanya Antonio.
"Lagi ke warung, beli mie buat persediaan akhir bulan." jawab Lovino datar yang mengaduk mie sambil menengok ke lawan bicaranya, ia tidak menyadari bahwa seekor kecoa yang tengah merayap di samping kompor portablenya kini terbang dan mendarat di...
"Eh Lovino.." kata Antonio yang menyadari seekor kecoa ikut terebus bersama mie instan yang dimasak Lovino, "Mienya kemasukan kecoa tuh—"
"Mana nyong— CHIGIIIII~!" teriak Lovino kaget sambil mematikan kompor portablenya lalu berlari sambil membawa panci yang berisi mie instan dan kecoa yang terebus lalu membuangnya di selokan.
"Kok mienya dibuaaang?! Sayang mienya woi!" seru Antonio panik.
"Elu mau makan mie bekas kolam renang kecoa apah?!" sahut Lovino kesal sambil membersihkan pancinya, "Elu doyan mie instan rasa kecoa, hah?! Kalo doyan ntar gue kasih ke elu nih!"
"Mana doyan gue sama mie instan macem itu, hiiiy~!" seru Antonio sambil bergelidik geli.
"...Mampus, mienya yang gue buang barusan mie terakhir—"
Hening...
"YA TUHAAAN, LOVINOOOO~!"
"GUE GAK NYADAR, BEGOOOK! GUE GAK NYADAAAAAR~!"
"TERUS KITA MAKANNYA KAPAAAN~!"
"NUNGGU ADEK GUE BALIK—"
"Vee~ Fratello, nih mienya buat akhir bulan~"
Berbahagialah wahai Lovino Vargas dan Antonio Fernandez Carriedo! Seorang Feliciano Vargas datang menyelamatkan kalian dengan membawa dua kantong plastik berisi mie instan idaman kalian~
"Akhirnya~!" seru Lovino dan Antonio kompak sambil berhambur memeluk Feliciano yang bingung melihat perangai kakak dan temannya itu.
"Ayo kita lanjutin masak mienya!" ajak Lovino bersemangat tanpa memedulikan Feliciano yang berpikir 'ini-Fratello-kenapa-sih'.
.
.
.
Sementara itu...
"Kecoanya ke arah situ tuh!"
"Eh pindah lagi ke arah sono, da ze!"
"Kiku, Lukas, Kaoru, kejar terus kecoanya, aru!"
"Yang bener arahnya ke mana sih?!"
"Kiku, k'y'knya kec'any' ke ar'h s'no deh..."
"Su-san, kecoanya sekarang ke arah sofa!"
Kini Kiku, Kaoru, dan Lukas mendadak menjadi Cockroach Hunter yang mengandalkan sendal, penyemprot serangga, dan majalah yang digulung. Ini semua diawali dengan Soo dan Mathias yang sedang bermain Gran Turismo via PS di ruang depan, lalu hadirnya satu— bukan, dua ekor kecoa membuat mereka menghentikan kegiatan sementara dan lebih memilih untuk mengungsi di atas sofa sambil berteriak meminta bantuan hingga Yao, Emil, Tino dan Berwald datang.
Alih-alih membasmi kecoa itu, mereka malah ikutan naik ke sofa bersama Soo dan Mathias—termasuk Berwald yang refleks naik karena teriakan Tino—lalu ikut berteriak meminta tolong seperti korban banjir—kecuali Berwald dan Emil—dan datanglah Kiku, Lukas, dan Kaoru.
—PAAAAAAAAAAAAAAKK!
Satu ekor kecoa tewas terkena sabetan sendal dari Kiku.
"Kecoanya mana lagi? Katanya ada dua." tanya Lukas datar.
"Perasaan di deket sofa deh, tadi liat di situ sih." jawab Tino sambil menunjuk ke bawah sofa.
"Mana, gak ada ah kecoanya." sanggah Kaoru sambil bersiaga memegang penyemprot serangga.
"Iiih tadi ada satu di situ tuh!" seru Tino sambil menunjuk bawah sofa. Tak sengaja kedua matanya dan Lukas melotot ke arah seekor kecoa yang terbang dengan santainya dan mendarat di—
—punggung Mathias.
"Ma-Mathias... E-elu ba-balik ba-badan du-dulu d-deh..." kata Tino terbata-bata.
"Emang kenapa?" tanya Mathias bingung sambil membalikkan badannya, serentak Soo, Tino, Yao, dan Emil menutup mulutnya demi menjaga teriakan mereka tak keluar.
"Kiku, s'ni s'ndal lu." kata Berwald datar sambil mengambil sendal yang dipegang Kiku lalu bersiap mengarahkannya ke punggung Mathias yang dihinggapi kecoa dan...
PAAAAAAAAAAAAAAAAAAKKKK!
"...Punggung gue~" gumam Mathias yang berjongkok sambil mengusapi punggungnya.
"S'ri Mathias, so'lny' t'di ad' kec'a di pungg'ng lu..." ujar Berwald sambil memegangi sendal Kiku yang lagi-lagi membunuh seekor kecoa, sedangkan Emil langsung menyapu dua ekor bangkai kecoa dan membuangnya.
.
.
.
"Ckckckck... Kecoa, come with me~"
"Ncis, elu lagi mancing kecoa apa manggil ayam sih?"
"Kecoanya kan di sono, da!"
"Kecoanya ngumpet di gorden tuh!"
Kali ini malah Francis, Ivan, Gilbert, dan Vash yang menjadi Cockroach Hunter. Penyebabnya adalah Vash dan Gilbert sedang berkumpul di kamar Francis, lalu Ivan masuk ke kamarnya untuk meminta materi kuis kepada Francis. Tak disangka, ternyata seekor kecoa tak sengaja masuk ke kamar Francis dan terpaksalah mereka berburu kecoa laknat itu.
Oh god why...
"Adek lu ke mana sih Gil?!" tanya Vash sambil mencari kecoa yang tengah bersembunyi dengan sapu.
"Ngambil laundry anak-anak bareng Williem." jawab Gilbert sambil memegangi sendalnya.
"Lama gak ngambil laundrynya?" tanya Francis sambil memegangi majalah yang digulung.
"Tau deh, tergantung macet apa enggak." jawab Gilbert, "Soalnya tempat laundrynya deket kampus."
"Yaaah, itu mah lama nyong!" gerutu Francis, "Keburu kecoanya betah di sini!"
"Eh, kecoanya jalan ke pintu, da!" seru Ivan sambil menunjuk seekor kecoa yang merayap menuju pintu, "Gue buka pintunya ya, da!"
"Buka aja, Ivan! Biar kecoanya keluar!" seru Francis.
Dan bersyukurlah karena kecoa itu telah keluar dari kamar Francis dan terbang menuju—
"Buruan dong nyalain kompornya, Den!" gerutu Faiq sambil berjongkok di samping Raden yang berusaha menyalakan kompor portablenya, "Gue udah kelaperan nih~"
"Sabar atuh, bentar lagi nyala—" sahut Raden santai sambil berusaha menyalakan kompor portablenya, sesaat kemudian kompor itu menyala dan mendaratlah seekor kecoa yang baru saja terbang dari luar kamar Francis.
Berita terkini, seekor kecoa tewas terpanggang di tengah api kompor, terima kasih.
"Bentar, tadi apaan tuh di kompor lu, Den?" tanya Faiq yang menyadari seekor kecoa menghembuskan napas terakhirnya di tengah api kompor yang menyala, "Muke gile Den, kecoa bro! KECOA!"
"Keren bro, KECOA PANGGANG!" sahut Raden sambil mematikan kompor lalu menunjuk seekor kecoa panggang di atas kompornya.
Seketika, Faiq langsung berfacepalm melihat Raden yang langsung memotret kecoa panggang di kompornya lewat kamera Androidnya.
Ujung-ujungnya bakal diupload ke Instagram, pasti—
"Den, elu addict bener sih sama Instagram." komentar Faiq sambil menggelengkan kepalanya, "Buruan bikin mienya kek, gue udah laper nih~!"
"Iye, sabar napa!" gerutu Raden yang sudah membuang kecoa panggang lalu menyalakan kompornya lagi dan menaruh panci yang berisi air.
Sepertinya cara ini merupakan cara meregang nyawa yang kelewat awkward bagi seekor kecoa, mati terpanggang di tengah api kompor.
.
.
.
05.14 PM...
"Muke gile, macet bener barusan.." komentar Williem sambil mengelap dahinya, "Gila lu Lud, laundrynya jauh bener dari kost-kostan..."
"Kan lumayan, sekalian jalan ke kampus." sahut Ludwig sambil memarkirkan motornya.
"Elunya enak bisa sekalian ke kampus, lah yang laen gimana?!" gerutu Williem sambil menurunkan dua kantong plastik besar berisi laundry beberapa teman-temannya yang kebetulan nitip—termasuk dirinya.
"Oi, lu pada abis ke mana?!" sapa Feliks sambil membuka pintu pagar kost diikuti oleh Toris dan Eduard.
"Lho, kok baru pulang se—Oh iya, elu pada abis seminar yak?" sahut Williem sambil menengok ke arah mereka.
"Iya, harusnya kita pulang jam 3-an tapi si Feliks malah ngajak makan." ujar Eduard sambil menunjuk Feliks dengan ibu jarinya.
"Oh iya, tuh laundrynya udah gue ambilin. Kalo mau ambil, sekarang aja." kata Ludwig sambil menunjuk kantong plastik besar di samping motornya, Feliks pun langsung menghampiri kantong plastik itu sebelum tiba-tiba ia mematung.
"Lho Feliks, elu kenapa?" tanya Eduard sambil bersweatdropped.
"Oi, elu kenapa?" tanya Ludwig sambil bersweatdropped.
"Ada... kecoa..."
Serentak Feliks, Ludwig, Toris, dan Eduard melotot ke seekor kecoa yang merayap dengan seenak jidatnya di dekat kantong plastik laundry itu.
"Oi, elu pada kenapa sih?" tanya Williem bingung melihat kelakuan teman-teman se-kostnya itu.
"Kecoanya—" gumam Toris sambil gemetaran,
"—Jalan ke elu, Will..." lanjut Eduard yang ikut gemetaran sambil menunjuk seekor kecoa melenggang pergi menuju kaki Williem yang langsung menginjaknya.
"Gue udah tau." ujar Williem cuek, sedangkan Ludwig dan Feliks berjawdropped.
"Bujungbuset—" gumam Feliks sambil terus melototi bangkai kecoa yang diinjak Williem itu.
"Udah yuk masuk!" ajak Ludwig yang sepertinya sudah menyelesaikan kegiatan 'melototin-bangkai-kecoa' sambil berjalan santai menuju pintu depan.
"Oi, tungguin gue nyong!" seru Williem sambil membawa—baca : menyeret—kantong plastik laundry yang dibantu dengan Eduard.
"Mulut gue gak monyong, begok—" sahut Ludwig dengan nada bicara tersinggung. Di saat berjalan menuju pintu, tiba-tiba seekor kecoa terbang dengan santainya di depan mereka dan hinggap di—
—daun pintu depan.
"WOI, BURUAN CABUT WOI!" teriak Toris panik sambil menarik tangan Eduard dan Feliks yang juga menarik tangan Williem lalu berlari memasuki kost tanpa memandang kecoa yang bertengger di daun pintu. Tarik tangan orangception, yo dawg.
Ludwig hanya terdiam melihat seekor kecoa yang hinggap di daun pintu depan, dilepasnya salah satu sendal yang dikenakannya lalu...
BRAAAAAAAAAAAAAKKK!
"Woi Lud, elu ngamuk?!" seru Alfred tiba-tiba sambil menghampiri Ludwig yang masih berdiri di depan pintu.
"Ngamuk apaan sih Al, gue kagak ngamuk.." sanggah Ludwig sambil memegangi sendalnya, "Gue abis begini nih, elu liat sendiri lah.."
Seketika Alfred melototi seekor bangkai kecoa yang tewas karena hantaman sendal dari Ludwig, mulutnya mengucapkan 'muke-gile-bujung-buset'.
"Oi, permisi napa. Gue pengen masuk.." ujar Ludwig sambil mendorong Alfred memasuki kost.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa menurut para penghuni kost itu, kecoa adalah...
...The Worst Enemy... Ever.
.
.
.
.
.
Vee~ To Be Continue~
Pastaaaa~!
~Author Note~
Yak, akhirnya daku bisa melepas status hiatus nih~! *tepok tangan*
Seriusan, daku gak pernah kepikiran bisa bikin fic tentang anak kuliah yang ngekost, padahal daku ini masih anak SMP yang menjadi korban PHP UN—baca : nungguin hasil UN—cmiw~
Mengenai alur cerita, alurnya rada mirip sama anime Danshi Koukoushei no Nichijou—yang pernah atau lagi nonton nih anime pasti ngerti deh—jadi silakan kalo minna bilang fic ini yang versi kost-kostnya. /DuarDuar /BubarBubar
Giliran ke cerita, yang pertama tentang malem Jumat itu terinspirasi dari salah satu cerita di novel Anak Kost Dodol plus MAD Hetalia Sleepover. Sumpah, dua-duanya itu koplak abis ceritanya dan sukses bikin ngakak setengah mati.
Yang kedua tentang kecoa itu terinspirasi dari pengalaman di mana daku sukses membantai seekor kecoa dengan sendal hanya dalam tiga pukulan plus pengalaman beberapa tahun yang lalu waktu daku masih SD, daku yang lagi jalan-jalan di gang adek kelas harus berhadapan dengan ratusan kecoa akibat efek fogging.
Intinya, fic ini daku dedikasikan buat para author di fandom ini yang berstatus/melepas status mahasiswa—yang mungkin juga ngekost. Salahkan daku yang keseringan baca komik strip Ngampus dot com /SeemsPromosi.
Akhir kata, silakan layangkan komentar/saran/kritik anda semua melalui review dan selamat menunggu chapter 2~
