Midnight Talk
2017 © tryss
.
Jeno, Lee X Renjun, Huang
(NoRen)
.
One-shot / Romance / T
.
Summary: Tengah malam yang melegakan bagi Renjun ataupun Jeno.
.
.
Story
Renjun terbangun dari tidurnya tengah malam. Awalnya perutnya hanya bergemuruh perlahan dan Renjun tetap mengabaikannya walaupun tidurnya mulai terganggu. Dia baru tidur dua jam lalu dan butuh asupan energi untuk besok atau Renjun pingsan saat membimbing anak-anak MOS. Sebagai salah satu anggota OSIS, Renjun tetap harus bertanggung jawab. Selain itu, dia juga tidak ingin malu dihadapan anak baru karena pingsan. Sebenarnya ada alasan lain, tapi Renjun sedang tidak mood untuk mengingatnya.
Dengan sedikit enggan, Renjun mengenakan slippernya dan keluar kamar dengan langkah pelan. Roommatenya adalah Jung Jaehyun. Kakak kelas populer yang sangat sensitif saat tidur. Selama hidup di asrama—yang termasuk fasilitas sekolah—jarang sekali Renjun terbangun karena lapar. Sekalipun lapar, Renjun tidak akan selapar ini.
Helaan nafasnya terdengar bergitu keras di lorong asrama. Jarak dapur dan kamarnya memang tidak jauh, tapi Renjun bisa jadi pribadi yang malas di kala mengantuk. Langkahnya sangat pelan, sekaligus berusaha mengumpulkan nyawanya dan berpikir akan makan apa setelah sampai di dapur nanti. Kemudian Renjun ingat, Haechan—teman sebangkunya—pernah menyimpan satu kotak mimunan sereal di laci dapur. Memang tidak mengenyangkan tapi cukup membantu Renjun bertahan sampai sarapan besok pagi.
Selama sepuluh menitan, Renjun sibuk mencari barang yang dicarinya. Seingatnya, Haechan menyimpannya di rak dekat lemari piring tapi itu sudah lima hari yang lalu. Penghuni asrama ini banyak dan kadang-kadang mereka suka memindahkan barang seenaknya (walaupun di beberapa keadaan, Renjun juga begitu). Seluruh laci bagian bawah serta rak penyimpan dekat lemari piring sudah di rantas oleh Renjun dan dia masih belum menemukannya. Satu-satunya cara adalah mencari di rak bagian atas atau Renjun akan kelaparan. Bunyi perutnya semakin liar dan Renjun butuh segera mengisinya. Dia tidak kuat terus seperti ini. Pada akhirnya, Renjun menemukannya. Tangannya meraih gelas dan membuka salah satu kemasan minuman sereal dengan cekatan, kemudian menyeduhnya dengan air hangat.
Niatnya, Renjun ingin duduk di dapur sembari menghabiskan minuman serealnya, tapi sosok yang berdiri di dekat pintu dapur mengikis habis moodnya. Renjun sama sekali tidak menyangkan akan bertemu orang itu tengah malam begini. Kalau saja masih banyak orang, Renjun mungkin bisa melarikan diri, tapi tidak saat sosok itu masih berdiri di depan pintu dapur seakan menghadangnya.
Orang itu melangkah mendekatinya,"Aku lapar." Suaranya terdengar serak dan dari jarak dekat, Renjun dapat melihat seberapa kusut wajah orang itu.
Renjun menghelas nafasnya sambil menaruh gelasnya di meja makan,"Duduklah." Hanya itu yang Renjun ucapkan dan pemuda yang menghadangnya untuk pergi dari dapur tadi segera duduk. Sebut saja orang itu dengan Lee Jeno.
Tidak sampai lima menit, Renjun berhasil menyeduh segelas lagi minuman sereal untuk Jeno. Sedangkan Jeno sendiri sudah kembali tertidur dengan posisi kepala bertumpu pada tangan. Lagi-lagi Renjun mengehela nafasnya dan duduk di kursi sebelah Jeno. Gelas minuman sereal Jeno sudah siap didepan mata, menunggu Jeno untuk meminumnya.
"Jen.." Renjun mengguncang bahu Jeno kecil dan pemuda itu segera bangun. Pemuda itu segera meraih gelasnya dari tangan Renjun dan menyeruputnya pelan.
Mereka menikmati gelasnya selama kurang lebih lima menit, waktu yang terlalu lama untuk saling mendiamkan di kala mereka hanya berdua. Berdua? Iya, mereka memang sering menghabiskan waktu berdua.
The most wanted boy—Lee Jeno—di sekolah ini adalah kekasihnya. Meskipun dalam masa perang dingin yang alasannya entah karena apa, Renjun tetap punya hati untuk tidak melupakan fakta bahwa Jeno ini punya hak kepemilikan atas dirinya. Lagian mereka juga tidak bertengkar terlalu serius. Kalau bisa Renjun ingin menyalahkan kegiatan sekolah yang terlampau padat menjadi penyebab renggangnya hubungan mereka.
"Kamu baik-baik saja?"
Renjun tersadar dari lamunannya akibat pertanyaan Jeno. Dia menoleh dan mendapai Jeno sudah sepenuhnya bangun. Mata itu memancarkan kekhawatiran, jadi Renjun tersenyum tipis dan mengangguk,"Ya, aku baik-baik saja."
"Tapi kamu kelihatan lelah sekali, sayang." Entah memang sengaja atau tidak, Jeno punya cara sendiri untuk menghancurkan rasa kesalnya. Entah memakai gombalan anti-mainstream khas Lee Jeno atau sekedar basa-basi seperti ini. Tapi dari sekian cara, Renjun lebih suka cara basa-basi seperti ini. Terkesan lebih santai dan tidak alay.
Renjun diam, dia ingin menjawab, tapi bingung ingin menjawab apa. Awalnya Renjun pikir akan lebih baik membuat Jeno percaya kalau dia baik-baik saja, tapi kalau Jeno sudah tahu, percuma juga Renjun bohong.
"Aku mau minta maaf karena pertengkaran kemarin." Itu masih Jeno. Renjun memang belum berniat untuk menjawab, tapi dia tetap mendengarkan sepenuh hati,"Aku kelelahan karena kompetisi basket antar sekolah semakin dekat dan emosiku mudah sekali tersulut. Mark-hyung terlalu menekanku karena aku point guard. Aku selalu berusaha, tapi malah semakin buruk tiap harinya. Aku mencoba mencari cara dengan pergi keluar ataupun main game, tapi aku tetap semakin buruk. Kemudian aku sadar, aku butuh kamu. Apalagi setelah pertengkaran itu. Aku tahu kamu juga lelah karena kegiatan OSIS, tapi aku malah memaksamu untuk memberiku banyak perhatian. Aku sudah egois dan kamu pun sudah mengingatkanku."
Renjun masih saja diam. Dia memang ingin mendengar apa yang dirasakan kekasihnya selama tiga minggu ini. Renjun ingat mereka bertengkar seminggu yang lalu dekat pintu masuk asrama dan menjadi perhatian banyak orang. Bahkan Jaehyun yang biasanya bersikap cuek dengan masalah pribadi Renjun, malamnya menawarkan diri untuk jadi tempat curhat.
Jeno masih meneruskan ungkapan unek-uneknya selama ini,"Kamu tidak pantas aku jahati."
Renjun mengernyitkan dahinya waspada, jangan bilang Jeno ingin minta putus. No. Sekalipun Renjun sempat tidak mood dengan kekasihnya, dia tetap sayang Jeno. Masa hanya karena bertengkar kecil, mereka putus.
"Kamu memaafkanku, kan?"
Renjun menghela nafasnya lega. Ternyata Jeno tidak minta putus. Renjun segera menganggukkan kepalanya dan tersenyum cerah,"Ya, kamu termaafkan. Mari perbaiki diri dan kembali seperti biasanya. Aku juga tidak tahan terus-terusan mendiamkanmu."
Perasaan keduanya berubah lega. Beban yang selama tiga minggu ini lenyap dan mereka kembali diliputi perasaan hangat. Beberapa menit kemudian minuman sereal keduanya sudah habis, Renjun membawa gelas mereka dan mencucinya cepat-cepat. Dia sudah sangat mengantuk.
"Aku sendirian di kamar, mau tidur denganku?" tawar Jeno.
Selama sepuluh detik Renjun terdiam, namun segera mengangguk setelah mengingat mereka terasa sangat jauh akhir-akhir ini. Dia rindu dengan hangatnya pelukan Jeno, dia rindu kecupan sayang Jeno di keningnya sebelum tidur, dan dia ingin semua itu sekarang.
Mereka sudah berbaring di ranjang Jeno. Tidur dalam pelukan dan selimut Jeno merupakan hal terhangat yang pernah Renjun rasakan. Disana, Renjun akan tahu seberapa besar perasaan Jeno untuknya. Malam yang Renjun sempat kira menyebalkan, berubah menjadi bergitu berharga. Tidak sia-sia selama semester dua pada kelas satu Renjun mencoba mengirim kode untuk Jeno, walaupun pada faktanya Jeno sudah menyukai Renjun sejak masa MOS.
Jeno mengecup dahinya lembut,"Selamat tidur, Renjunie."
.
END
