Naruto © Masashi Kishimoto

Summary: [AU] Sejak saat itu, setiap jam istirahat, Tenten akan duduk di sebelahnya, sesekali membawakan makanan kecil yang dikemas dengan lucu dan ia sudah mulai memanggilnya dengan 'Neji'. Bertanya tentang bagaimana sekolah Neji hari itu, atau bercerita tentang hal yang dialaminya di sekolah tanpa diminta.

Warn: Typo(s) dan kesalahan pemula lainnya , Alur campuran (kebanyakan flashback)

*Italics = Flashback


Neji masih ingat saat pertama kali ia mulai memperhatikan gadis itu.

Saat ia kelas empat sekolah dasar, saat paman Hiashi memasukkannya ke tempat les kaligrafi. Gadis kecil dengan dua cepolan cokelat di kepalanya, mengingatkan Neji pada boneka Mickey Mouse kepunyaan Hinata, adik sepupunya. Dengan suara cempreng yang sering sekali menyapa indera pendengaran Neji, walaupun mereka tak pernah bertegur sapa. Berbeda dengannya yang suka duduk diam sembari membaca, anak perempuan itu lebih suka berkumpul bersama teman sebayanya, atau lebih tepatnya, bertingkah seperti kakak perempuan bagi mereka.

"Ne, ne. Hyuuga-kun. Tadi siang, aku belajar membuat permen. Menurutku hasilnya enak, kata sensei di sekolah juga begitu. Karena aku membuat banyak, ini untukmu." Neji kecil hanya terbeliak kaget dengan plastik mini yang tersodor ke arahnya secara tiba-tiba. Teman les-nya itu memang cerewet, tapi ini pertama kalinya ia mengajaknya bicara. Terlebih lagi, sebagian besar anak di kelasnya memberinya label sombong. Ia memandangi wajah dari pemilik sepasang mata cokelat itu, senyum lebar terbentuk disana.

Neji menunduk, "terima kasih." Si cepol dua itu mengambil satu tangannya dan menempatkan plastik –yang bermotif Mickey Mouse- padanya.

"Jangan lupa dimakan, ya." Pesannya dengan senyum lebar. "Oh iya, aku Tenten."

"Aku…." Baru saja Neji mau memintanya untuk memanggilnya dengan Neji, seorang teman sekelasnya yang lain datang, berbisik di telinga Tenten.

"Ah, maaf Hyuuga-kun. Hikari-chan sedang butuh bantuanku. Sampai nanti." Ia melambaikan tangan dan berlari keluar kelas. Dan Tenten tidak sempat melihat segaris senyum kecil dari Neji.

Sejak saat itu, setiap jam istirahat, Tenten akan duduk di sebelahnya, sesekali membawakan makanan kecil yang dikemas dengan lucu dan ia sudah mulai memanggilnya dengan 'Neji'. Bertanya tentang bagaimana sekolah Neji hari itu, atau bercerita tentang hal yang dialaminya di sekolah tanpa diminta. Anehnya, Neji tidak merasa terganggu sama sekali. Biasanya saat Hanabi, adik sepupu terkecilnya bercerita tentang hal seperti itu, Neji akan mencari-cari alasan agar ia berhenti tapi dengan Tenten, hal itu sudah seperti rutinitas baginya. Dan karena Tenten juga, mulai ada satu-dua orang yang berani menyapanya.

Kekehan kecil terdengar tiba-tiba dari sampingnya. Ketika jam istirahat tiba, Tenten membawa pena dan kertasnya ke dekat Neji dan hanya duduk diam. Hanya duduk diam disana sampai suara tawanya itu terdengar.

"Kau ini seperti orang dewasa ya, Neji." Ia meletakkan penanya dan menghadap ke arah Neji yang hanya duduk dengan memejamkan mata, mengikuti pose Sepupu Tokuma saat melakukan meditasi. Tapi kalimat dari gadis kecil bercepol dua itu membuatnya membuka mata. "Kakek suka tertidur seperti itu di kursi goyang. Kau juga lebih banyak mengerutkan dahimu."

"Hn." Ia membalas dengan jurus satu-suku-kata andalannya –kalau itu bisa disebut satu suku kata-. Ia tahu Tenten tidak suka ditanggapi seperti itu.

Tenten melotot, menggembungkan pipinya dan kembali mengangkat penanya, menuliskan sesuatu dengan cepat tanpa memperhatikan seringai puas di wajah Neji.

Tidak biasa, menurut Neji, Tenten itu tidak biasa. Dia bisa tertawa, bermain, berceloteh dengan girangnya tanpa ada yang membatasi. Sejenak Neji ingat bagaimana di rumahnya –bukan, rumah pamannya-, ia selalu diingatkan untuk menjaga semua sikap dan perkataannya, bagaimana ia harus selalu menunjukkan wibawa sebagai seorang Hyuuga. Ia melirik ke sampingnya, tulisan 'Neji no Baka' terpampang jelas di kertas di hadapan Tenten.

"Dasar aneh." Buku jari Neji mendarat dengan lembut di antara dua cepolan di kepala Tenten, otomatis membuatnya mendongak dan bersiap untuk memarahi Neji. Namun urung terjadi, karena ia terdiam saat melihat senyum tipis di bibir Neji.

"Iiiih, kau yang lebih aneh." Balasnya sembari mencoret punggung telapak tangan Neji dengan tinta pink.

"Murid SMP, ya." Tenten memandang ke luar jendela, ia dan Neji berjalan menuju pintu keluar. Ini hari terakhir mereka di tempat les itu, seminggu sebelum keduanya menjadi murid SMP. "Aah, aku tidak sabar," serunya bersemangat. Ia mengalihkan perhatiannya ke arah Neji yang tepat di sampingnya dengan tangan terlipat di dada. "Aku tidak sabar, tapi andai saja kita bisa bersekolah di tempat yang sama."

"Kau akan baik-baik saja," tukas Neji. Kalau boleh memilih, ia akan memilih sekolah yang sama dengan Tenten, tapi pamannya bersikeras untuk memasukkannya di sekolah asrama khusus pria. "Kurangi kecerewetanmu, atau kau tidak akan pernah bisa punya pacar."

Celetukan itu membuat Tenten menoleh dengan cepat, "aku akan punya." Sahutnya percaya diri. "Aku akan menjadi anggota tim cheerleaders dan memacari kapten tim basket," senyum jenakanya membawa senyuman langka di wajah Neji.

"Hn."

"Aku serius, Ossan."

"Hey!"

"Dahimu berkerut seperti Ossan. Sampai nanti, Ossan. Jangan lupa menelepon, kalau sempat." Ia melambaikan tangan dan berlari ke halte.

Neji mengangkat tangannya seperti hendak melambai namun menjatuhkannya ke sisinya lagi, melihat mobil pamannya sudah datang untuk menjemputnya. Ia hanya menunduk sejenak, menyembunyikan senyumnya sambil berjanji dalam hati ia akan menemui Tenten lagi.


Terima kasih sudah membaca. See you in the next chapter. ^^