Kumpulan drabble mengenai kejamnya dunia perkuliahan

Kurobas belong to Fujimaki Tadotoshi-sensei

WARN : HUMOR GAGAL, OOC, GAJE, TYPO, AU!, GARING KAYA KULITNYA AYAM GORENG K*C, IMPLISIT SHO-AI!

Saya tidak mengambil keuntungan materiil dalam fic ini. maaf apabila ada kesamaan ide.

Dont Like Dont Read

.

.

.

I've Already Warn You. So, enjoy!


Baju.

Kuliah, adalah masa dimana tak ada seragam yang melekat-kecuali almamater-pada diri mahasiswa. Mereka di bebaskan memakasi pakaian apa saja yang jelas harus sopan serta menutupi aurat. Perbedaan yang mecolok diantara mahasiswa pp (pulang pergi) dengan mahasiswa ngekost adalah baju yang di pakainya ketika kuliah.

Anak pp:

"Mah, kok kemeja biru muda Tetsuya ga ada" Teriak si uke sejuta umat setelah mengobrak-abrik seisi lemarinya.

Tak lama, seorang wanita dewasa dengan surai serupa mucul di daun pintu sembari memegang spatula. Di ketahui bahwa wanita tersebut adalah calon mertua—er, ibu kandung si uke sejuta umat tersebut.

"Aduh, Tetchan lupa ya? Kan kemejanya baru di pake seminggu lalu. Pake baju yang lain aja yaa, Tetchan" ucapnya lembut.

"Gamau! Tetsuya maunya make baju itu" si pemuda merajuk. Antara tak sadar umur atau terlalu keras kepala untuk mengalah

"Tapi masih basah—"

"Gapapa mah ntar juga pas naek motor, kena angin, kering kok" ucap si pemuda cepat

Sang ibu hanya menggeleng-geleng pasrah. Mungkin ini akibatnya karena ia terlalu memanjakan sosok di hadapannya?

"Mah, Tetsuya mau make baju ini lagi besok. Jangan di cuci yaa"

"Baju Tetchan kan banyak sayang. Masa anak mamah yang ganteng make bajunya itu-itu mulu. Kalo bau gimana? Nanti mamah ga dapet calon menantu lagi" sang ibu pura-pura memasang wajah cemberut.

Tetsuya memelas.

"Abisan mah, kalo Tetsuya make baju aneh-aneh nanti jadinya hebring sendiri"

Sang ibu mendekati anaknya lalu mengusap lembut pucuk kepala pemuda imut tersebut.

"Tetchan make apapun tetep ganteng kok. Tetep banyak yang ngejar"

"Beneran mah?"

"Beneran kok"

Senyuman Tetsuya merekah. "Yaudah mah, klo Tetsuya make baju ini terus bawahannya make celana bahan yang warna coklat gimana?" tanyanya sembari menunjukkan kemeja merah kotak-kotak ala j*k*wi yang sedikit kebesaran untuk ukuran tubuhnya.

"Bagus kok Tetchan" Kayaknya gue perlu sedia kemeja biru muda yang banyak deh. Aduh, Tetchan sayang… kamu belajar fashion dikit atuh.

Anak Kost :

Aomine menguap malas setelah ia setengah mati bangun dari kasur busanya. Punggungnya ia senderkan ke tembok demi mengumpulkan nyawa.

"Ah, masih jam segini" maniknya kemudian mengelillingi kamar kostannya lalu berhenti di keranjang berisikan pakaian yang sudah menggunung. "Eh, bujug. Udah banyak aja cucian. Perasaan baru kemaren nyuci. Mager dah, tugas banyak, mana udah masuk musim ujan lagi. Laundry kiloan aja dah" ucapnya kepada diri sendiri

Setelah menyelesaikan ritual paginya—mandi bebek serta setoran di wc—Aomine membongkar seisi lemarinya.

"Perasaan gue bawa baju banyak. Kok lemari kosong"

Mendesah lelah, ia melirik tumpukkan baju kotor. "Ah bodo amat lah! Tar gue minta parfum ke kise yang banyak" ucapnya sambil menggaruk tengkuknya asal.

~Skip Time~

Akashi, Kise, Midorima, serta Murasakibara hanya bisa memandang duo mantan bayangan-cahaya itu dengan alis menukik.

Gemas, Akashi memilih untuk bertindak dengan menarik tangan kanan Kuroko agar pemuda biru muda itu sedikit mejauh dari si biru tua yang menyebarkan aroma tak sedap.

"Ryouta, tolong tumpahkan seisi parfummu ke tubuh Daiki. Shintarou, semprotkan disinfektan ke sekeliling Daiki. Atsushi, jangan makan di dekatnya. Kau bisa muntah-muntah" titah si raden kanjeng Akashi Seijurou.

"Oi Akashi" perempatan urat kesal muncul dari pemuda over cook itu yang kemudian di hadiahi tatapan membunuh dari si surai merah.

"Dan Tetsuya" Akashi melirik uke kesayangannya "Ayo ikut aku ke butik"

"Eh?"

.

.

Praktikum

Kuroko merasa salah memilih jurusan. Bukannya ia menyesal memilih prodi kimia, hanya saja saat SMA dulu hanya di pelajaran ini lah nilai-nilainya stabil—selain pelajaran bahasa. Jujur, ia masih sangat ingin masuk ke jurusan sastra. Namun apa daya kalau ia harus nyebrang jurusan. Masih banyak anak ips nganggur di sana. Ia tak boleh serakah.

Kimia terkenal akan jargonnya yang mendunia.

Praktikum setiap hari, laporan tiada henti, bikin keriting jari.

And, Yes! It's F*cking true!

Ia suka dengan praktikumnya. Tapi tidak dengan laporannya.

Oh, demi tuhan. Jarinya sudah berteriak kelelahan. Matanya juga sudah mulai remang-remang. Tapi laporan praktikumnya tak kunjung selesai. Bahkan belum ada setengahnya.

"Bukannya sudah di ukur memakai PH meter? Kenapa harus di hitung lagi dengan PH teoritis? Menambah beban saja"

Pulpen bertinta hitam di taruh. Sebuah kalkulator scientific di nyalakan.

"lima dikurang log satu koma empat tujuh" gumamnya kepada diri sendiri.

Iris birunya melebar tatkala melihat angka yang tertera di kalkulator. "Kok hasilnya empat koma? Bukannya lima koma?"

Kuroko menghembuskan napas berat, menstabilkan emosinya. "Tahu begitu aku akan ikut Kise-kun untuk melihat laporannya Akashi-kun" lalu menyalinnya.

.

.

Makan siang.

"Aominecchi, tumben ga makan? Lagi kanker yaa ssu?" Tanya Kise setengah mengejek.

Aomine mendelik kesal. "Kalau kau tahu setidaknya traktir aku. Kau kan model kise, pasti isi dompetmu tebal"

"Ih, Aominecchi sotoy. Kalau isi dompetku tebal, pasti aku sudah ke kantin dari tadi. Bukannya malah duduk-duduk disini ssu" mulutnya mengerucut.

Yaa, sebenarnya keadaan mereka sama sih. Sama-sama bokek.

"Menyindir orang bokek tapi sendirinya juga bokek" gumam Aomine.

"Kenapa Aominecchi?" kise memicingkan iris madunya tak terima.

"Tidak. Bukan apa-apa"

"Doumo Kise-kun, Aomine-kun" ucap Kuroko yang tiba-tiba muncul di depan pasangan kopi susu itu.

"Ah! Kurokocchi!" yang kemudian di balas pelukkan posesif oleh Kise.

"Se-sak Kise-kun"

"Oi teme. Kau mau membunuh Tetsu?"

"Ryouta, lepaskan pelukkanmu atau" Akashi yang entah muncul dari mana menunjukkan gunting merah kebanggannya.

Kise menelan ludah kemudian bergerak mundur perlahan.

Kuroko akhirnya bisa bernapas lega. Di taruhnya tas ransel diatas meja batu lalu duduk di samping Kise. Akashi juga mengambil posisi duduk di hadapan Kuroko—sebelah Aomine, agar bisa puas menatap cem-cemannya-Kuroko loh, bukan Aomine-itu.

"Kalian tidak makan?" Tanya Kuroko

"Tidak ssu" ucap Kise lemah.

Kuroko membuka ranselnya kemudian mengeluarkan kotak bento. "Kalau kalian mau, kalian boleh minta. Lagipula aku tidak terlalu suka dengan udang" ucapnya sembari membuka kotak bento tersebut lalu di sodorkan ke hadapan Kise dan Aomine.

Keduanya menelan ludah, ngiler.

Onigiri serta tempura udang tentu bisa memperbaiki gizi mereka sebagai anak kost. Apalagi di akhir bulan seperti sekarang ini.

"Memangnya Kurokocchi tak makan ssu?"

Kuroko menggeleng lalu tersenyum. "Aku akan makan di rumah nanti Kise-kun. Hari ini kuliah hanya setengah hari. Takeda-sensei tidak masuk untuk mengajar. Tapi mama-okaasan sudah terlanjur membuatkanku bekal"

Kise mengangguk paham.

"Apa tidak masalah kalau kita yang makan Tetsu?" Tanya Aomine basa-basi.

"Tidak apa Aomine-kun. Daripada mubazir"

Sedikit canggung, keduanya mengambil masing-masing satu buah onigiri.

"Wah, enak Tetsu!" ucap Aomine semangat

Kuroko tersenyum lega mendengarnya. Ia melirik Akashi yang dari tadi hanya menatap wajahnya.

"Akashi-kun tidak makan?"

Yang di Tanya malah menyeringai. "Aku sudah kenyang Tetsuya"

"Tapi Akashi-kun kan belum makan apa-apa" bibir kecil itu mengkerucut kesal.

"Tapi aku sudah kenyang walaupun hanya memandang wajah Tetsuya" goda Akashi yang membuat Kise dan Aomine bergidik ngeri bersamaan.

.

.

Kerja kelompok

Persentasi, adalah sebuah tugas yang menyebalkan bagi seluruh mahasiswa maupun pelajar yang ada di muka bumi ini. Materi yang seharusnya dibawakan oleh dosen ataupun guru, malah di serahkan kepada murid ajarannya.

Persentasi terkadang merupakan tugas kelompok yang kemungkinan tak seluruh anggota kelompoknya yang mengerjakan. Beberapa ada yang hanya 'nitip nama' tanpa menyumbangkan ide satu pun.

Dan Kuroko sangat bersyukur ketika mengetahui isi anggota kelompok persentasi.

Dirinya, Akashi, Midorima, Kise, Murasakibara, Aomine.

Wow, pelangi sekali.

Dan disinilah mereka berakhir—setelah beberapa orang diseret paksa kemudian diancam raham gunting—perpustakaan utama universitas Teiko.

Kuroko sedikit resah ketika Akashi—yang entah kenapa duduk terlalu dekat dengannya, mendiktekan isi materi tepat di daun telinganya.

"Tetsuya, ketikkanmu salah. Yang benar nitrat bukan nitrit" koreksinya setelah Kuroko menekan spasi pada laptop hitam kesayangannya.

Tak mau berdebat, ia menekan tombol backspace, mempernaiki kesalahan pengetikkan.

"Apa masih banyak Akashi-kun? Jariku sudah lelah" ucapnya memelas.

"Tapi Tetsuya kan baru mulai"

Baru mulai apanya. Aku sudah mengetik sepuluh halaman lebih. Batinnya kesal

"Baiklah, aku istirahat sebentar yaa, Akashi-kun?" pintanya.

Akashi menghela napas lalu mengangguk terpaksa.

Sambil merenggangkan tubuhnya di senderan kursi, manik biru langitnya mengelilingi isi perpustakaan, guna mengistirahatkan mata setelah menatap layar beradiasi.

Kuroko menatap lekat dua pemuda yang sedang sibuk berkutat dengan buku besar di hadapannya. Tumben Aomine-kun dan Kise-kun diam.

Tak lama, Midorima datang dengan membawa sebuah buku tebal-sekitar lima ratus halaman mungkin- bersampulkan hukum dan politik.

"Buat apa Midorima-kun?" tanyanya penasaran. Sepengetahuan Kuroko, mereka berkumpul disini untuk mengerjakan tugas Kimia lingkungan. Bukan ilmu politik.

"Tidak tahu, nanodayo. Akashi yang memintaku membawanya" iris hijaunya menatap si pemuda merah. Lalu menyerahkan buku tersebut.

"Atsushi" panggil Akashi kepada si bongsor ungu yang dari tadi menyembunyikan aksi makannya di balik buku paket kimia dasar.

Murasakibara buru-buru menggunyah makanannya dan menelannya. Ia kemudian berjalan ke arah Akashi dengan terpaksa. "Ada apa Aka-chin?" tanyanya malas.

Akashi menyeringai sambil menyodorkan buku yang barusan di berikan oleh Midorima. "Tolong bangunkan dua orang itu dengan buku ini" ucapnya sinis. Yang membuat ketiga orang di sekitarnya menelan ludah secara bersamaan.

END


Gaje? Biarlah~ itu semua beneran true story sang author ternista wkwkwkk btw Ha-chan mahasiswa pp loh. bukan yang ngekost. drabble pertama Ha-chan adalah pengalaman asli temen sekelas. walaupun gak selebai itu sih wkwkwkk

btw apakah ada para reader yang pernah mendengar lirik ini : Praktikum setiap hari~ laporan tiada henti~ bikin keriting jari~? xD

fic ini di buat ketika gabut di depan laptop saat malam minggu Dx *pundung di pojokkan*

So minna.

Mind to RnR?

Arigatou Gozaimasu~