10 November XXXX

Disalah satu kelas - tepatnya salah satu diantara semua kelas 8 - terdengar suara yang cukup gaduh. Sepertinya karena bazaar setiap tahun datang lagi.

Dan, setelah 'terlalu banyak' ide yang datang, ketua kelas memutuskan mereka hanya akan menjual kue-kue kecil, suvenir, dan minuman.


Judul : Chocolate Ball and Bazaar

Author : Yugami Yoru

Character : Olivia, Gakuko, Galaco, Lily

Genre : Comedy, Slice of Life, Friendshi

Disclaimer : Vocaloid not belong to us


"Akhirnya bazaar yang-udah-lama-banget-kayak-dua-abad dateng lagi~" kata Olivia duduk di kursinya seperti semula, setelah 'perbincangan'nya yang cukup banyak dengan ketua kelas.

"Bukannya kita Bazaar setiap tahun ya?" Gakuko menoleh kearah Olivia yang duduk dibelakangnya dengan muka yang seakan mengatakan 'lebay-dah'.

"Sshh.. udah diem. Iyain aja." kata Olivia melirik Gakuko tajam. "Iya iya.. terserah.." gugam Gakuko sebelum duduk ke posisi semula dan kembali membuka bukunya lagi.

"Kita cuma jual makanan lagi ya.. kenapa gak yang lain aja sih? Masa sama lagi kayak bazaar yang kemaren.. kelas lain pasti ganti deh.." protes Olivia pada angin. Sebagai seseorang yang 'suka mencoba hal baru', ia kurang setuju dengan ketua kelasnya yang tidak menyetujui usulannya

"Lagian.." Olivia menghela nafas. "Kenapa usulku ditolak sih?" gugamnya lagi. Gakuko dan Galaco yang duduk didepannya langsung menoleh ke belakang. Gakuko menutup buku yang ia pegang dan memukulkannya ke kepala Olivia dengan 'agak pelan'.

"Inget gak sih?! Tahun lalu kamu bikin blender buat booth. Dan pas dipake sama Lily, tiba-tiba rusak terus airnya tumpah semua! Gimana udah gak ada yang percaya sama usulmu sih!?" kata Gakuko kesal. "Dan, untungnya aku gak kena!" gugam Galaco sambil mengangguk antusias dan menyendokan puding ke mulutnya lagi.

Saat Lily mencoba blender yang dibuat Olivia itu, ia berdiri disebelah Lily. Alhasil, Gakuko ikut tersiram air dan bahan-bahan lain. Sejak saat itu, ia tidak pernah percaya pada mesin handmade buatan Olivia lagi. Dan, Galaco yang baru saja datang kesekolah langsung bersyukur datang agak telat. Tamat. Hm, belum tamat sih..

"Kan aku bilang jangan dituang air!" kata Olivia menyingkirkan buku tadi dari atas kepalanya. Gakuko menarik tangannya dan langsung facepalm. "... terus gimana cara bikinnya?" tanya Galaco menghentikan aktifitas memakan puddingnya sejenak.

"Baca buku petunjuknya..." Olivia mengeluarkan sebuah buku tipis dari sakunya. "Lagian, males banget sih, baca doang!" lanjutnya kesal.

Seharusnya Gakuko ingat, semua barang buatan Olivia tidak bekerja dengan 'cara normal'. Kadang ingatannya memang tidak bsia diandalkan sih. Salah satu contoh 'barang-tidak-normal' selain blender tadi, ya lampu yang harus dinyalakan seperti telepon umum, dengan cara memasukan koin. Entahlah kenapa bisa ada barang seperti itu.

"K-kan biasanya cara ngeoperasiin blender tuh biasanya normal-normal aja! Siapa suruh bikinnya aneh!" bantah Gakuko agak malu. "Lagian.. kan yang make mesinnya itu Lily, bukan aku! Dia kan gak bi-"

Setelah menyadari colekan dipundaknya, Gakuko menoleh kebelakang. I hanya bsia terdiam lalu tertawa kecil sebentar saat ia menemukan Lily dengan wajah yang seperti mengatakan, 'gua-disini-cuy-plis-jangan-ngomongin-gua'.
Suasanapun menjadi kaku. Tidak ada yang bicara selama 2 menit. Hingga, Lily angkat bicara. Bukan, tidak ada teman sekelas mereka yang namanya bicara, dan Lily tidak-bisa-dan-tidak-berani mengangkat orang lain. Ini hanya kaisan.

"Kalian mau bikin apaan buat bazaar?" tanya Lily, mencoba mencairkan suasana. "Setiap murid boleh nyumbang ide sih katanya.. nanti dananya dikasih Ketua.." lanjutnya. Pekerjaannya sebagai salah satu pengurus kelas kadang membuatnya terlihat.. lebih rajin dan bertanggung jawab. Haha, padahal aslinya tidak sama sekali.

"Hm..." gugam Olivia pelan. "Aku mau Makaron.. sama, apapun yang berbau coklat.." lanjutnya. "Susah gak bikinnya, Gak?" tanyanya pada Gakuko yang didalam grup, paling ahli memasak.

Gakuko melepaskan pandangannya dari bukunya - yang ia mulai baca lagi setelah keheningan tadi - dan terdiam sesaat. "Ah, makaron ya? Gak juga tuh.. cuma, kamu pasti makan semuanya.." kata Gakuko datar sambil menatap Olivia. "Kamu udah makan banyak minggu ini.." lanjutnya lagi. "Dan aku yakin pasti kamu bakal makan lagi."

"Haha.. makasih udah ngingetin.." tawa Olivia datar. "Jadi kita mau bikin apaan?" tanya Galaco yang sudah menghabiskan pudingnya. "Kalau soal coklat, mending kita bikin Chocolate Ball aja.." usul Lily.

Gakuko menutup bukunya antusias dan tersenyum lebar. "Bagus tuh! Aku udah lama gak bikin, kangen rasanya! Simpel lagi!" ucapnya semangat. "Yaudah, itu aja!" timpal Olivia yang senang karena mendengar kata kata 'simpel'. Ia tak mau kena masalah lagi karena 'membuat simpel' suatu resep.

"Tanteku pernah bikin tuh, pake Marsmallow gitu.." kata Galaco. "Enak menurutku!" lanjutnya lagi. Lily tersenyum bangga. "Heh, senang membantu kalian! Kapan mau beli bahan-bahannya?"

Gakuko terdiam sebentar. "Besok aja ya! Aku udah gak sabar mau bikin!" kata Olivia antusias mendahului Gakuko yang sedang berpikir. "Kalau semuanya bisa, yaudah. Aku sih, bisa.." kata Gakuko menghela nafas melihat semangat Olivia.

"Hm.. jam berapa? Yang penting gak sampe malem deh!" tawa Lily. "Besok ya? Kosong kalau aku!" timpal Galaco. "Oke. Kalau gitu, besok kita kumpul.." kata Gakuko.

Dan, perbincangan di grup itu berakhir dengan tmditentukannya tempat pertemuan serta jamnya untuk besok.

Ah ya, grup tadi.. berisi 4 orang. Olivia, Kamui Gakuko, Galaco, dan Lily. Grup yang.. ya, tidak bisa dibilang grup. Mereka hanya.. sedikit menempel satu sama lain..? Entahlah.


Chocolate Ball and Bazaar


Esoknya..

Olivia melangkah masuk kedalam salah satu Mall terbesar di kota itu, melalu pintu utama. "Udah lama aku gak ke mall.. gara-gara PR sih.." gugamnya menatap sekelilingnya sambil tersenyum dan bicara pada dirinya sendiri.

"Hm, Gakku, Gala, sama Lily mana ya? Harusnya kan udah pada kumpul.. kumpulnya jam setengah sembilan kan..?" lanjutnya masih bicara sendiri. Ia menatap jam tangan digitalnya yang sekarang menunjukan angka sembilan dua lima pagi. Ya, dia memang agak telat. Karena rumahnya tergolong dekat dengan Mall itu, ia 'terlalu lama bersantai'. Jika bukan karena kakaknya yang mengingatkannya, ia mungkin masih bermain 'game' dirumah.

Walau ia sudah datang.. ia tak bisa menemukan 'teman-temannya'.

"J-jangan bilang mereka.. udah pada bubar?" gugamnya takut. "T-tapi gak mungkin ah.. pasti, Galaco sama Gakuko bakal labil banget milih barang.. terus, Lily main ilang kemana gitu.. pasti mereka belum selesai.. haha, iya.. belum.." lanjut Olivia mencoba meyakinkan dirinya sendiri.

Dan, ditengah kegalauannya itu, telepon genggamnya berbunyi.

DRRRTTT

Dengan sigap, ia mengambil telepon genggamnya. Sebelum, orang yang ada diujung telepon sana marah padanya karena lama merespon.. tapi, memang agak terlambat..

'... toki ni wa kandari shite-'

Lagu Ifuudoudou mengalun dari telepon genggamnya. Dan membuat beberapa penginjung lain menatapnya aneh.

"Pasti ini kerjaannya kakak.." gugam Olivia kesal sebelum menjawab panggilan tadi. Lagipula, mana mungkin ringtone yang awalnya hanya salah satu OST Anime berubah menjadi... lagu yang membuatnya-dilempari-sepatu-oleh-gakuko? Ah, abaikan saja bagian ini.

"... ini siapa?" tanya Olivia pelan ke telepon.

"Gak baca namanya ya!?"

Oke. Hanya dengan mendengar nada suaranya, Olivia bisa tahu, itu Gakuko. Tapi, ia masih harus segera menghilangkan kebiasaan 'langsung-mengangkat-telepon'nya itu.. agak bahaya..

"Gakku? Masih pada ngumpul kan? Kamu dimana? Lily sama Gala mana? Udah dapet bahan belum? Masih-"

"Plis Liv, santai. Daritadi kita nungguin kamu.. jadi belum mulai belanja.."

"Terus, kalian dimana?"

"Di stasiun! Kan kita janjinya disana! Emang kamu di-"

Sebelum bisa melanjutkan kalimatnya, percakapan ditutup oleh Olivia, yang sekarang sudah terburu-buru berlari ke stasiun.


Chocolate Ball and Bazaar


Beralih ke Gakuko, Galaco, dan Lily.

Gakuko menatap telepon genggamnya bingung. Olivia memutus teleponnya tiba-tiba. Tapi, bukan karena itu dia bingung.. ia hanya bingung, sebenarnya tadi Olivia sedang ada dimana..

".. yaudah, tinggal nunggu dia dateng aja.." gugam Gakuko pelan sebelum memasukan telepon genggamnya ke dalam tasnya dan melangkah ke tempat Galaco dan Lily sedang berbincang menunggu dirinya menghubungi Olivia barusan.

Lily yang menyadari Gakuko sudah kembali berjalan ke arah mereka, menyapanya pelan. "Gakku, Si Olivia mana?" tanya Lily. "Paling dia bentar lagi dateng, kayaknya tadi dia 'agak nyasar'.." jawab Gakuko.

"Nyasar?" tanya Galaco agak bingung. "Kok bisa? Bukannya rumah dia deket dari Mallnya ya? Terus, kalau kesini cuma 2 atau 3 menit?" lanjutnya. "Meh, entahlah. Mungkin dia lupa kita kumpul disini.." jawab Gakuko.

Galaco, Gakuko, dan Lily kembali mengobrol sebentar, soal PR yang kemarin baru diberikan salah satu guru mereka. Ya, agak susah, jadi mereka bertiga berniat mengerjakannya bersama nanti sore.

Dan, mereka tidak menyadari, gadis berambut blonde yang mencoba menghampiri mereka debngan terburu-buru.

"GAKKU!"

Serentak, 'mereka' bertiga dan nyaris semua orang di stasiun menoleh kearah suara.

"Liv, jangan teriak.." kata Gakuko saat gadis tadi berhenti berlari didepannya. Gakuko merasa kurang nyaman banyak orang yang menatapnya, maksudnya, menapa Olivia yang ada didekatnya. Walau rasnaya sama sih.

"Oi, Liv, cape gak?" tanya Lily agak khawatir. Olivia hanya diam dan mencoba mengambil nafas. "Kenapa lari sih?" tanya Galaco ikut-ikutan. Dan, Olivia juga tetap diam.

"A-aku.." gugam Olivia pelan. Gakuko, Galaco, dan Lily mendekat untuk mencoba mendengarkan lebih jelas kelanjutan kalimat Olivia. Olivia masih terdiam. "Iya, apaan Liv?" tanya Gakuko tak sabar.

"..."

".. Liv?"

"Olivia? Jawab oi.."

".. Olivia.."

"Liv, kamu kenapa-"

"A-AKU HARUSNYA TADI NGESAVE." kata Olivia frustasi.

"..."

Keheningan melanda, sejenak. Hnaya, sekitar dua atau tiga detik.

"APAAN?"

Dan seisi stasiun kembali melirik ke arah mereka. Gakuko kembali sadar dan meminta maaf pelan pada semua orang di stasiun. Dan mereka kembali melakukan kegiatan seperti semula.

"Kenapa.. di save?" tanya Lily agak bingung.

"A-aku lupa kita kumpulnya di stasiun! Aku kira langsung di mallnya.." jawab Olivia. "Apa hubungannya sama di save?" tanya Galaco.

"Soalnya pas aku main game sebelum berangkat, kejadiannya juga sama! Aku lupa harus ketemuan dimana, dan akhirnya-"

BRAK

"JADI TADI KAMU TELAT MAIN GAME YA? UDAH TELAT, LUPA LAGI. GAK BENER YA."

Dan, ketiga kalinya seisi stasiun melirik ke arah mereka, ah, lebih ke arah Olivia malang yang kepalanya dihantamkan dengan tas Gakuko yang isinya lumayan berat.

"Gakku. Sakit. Maaf. Tolong. Ini. Aduh."

Gakuko menghela nafas dan menyingkirkan tasnya dari atas kepala Olivia yang sekarang jatuh terduduk dilantai. Olivia berdiri seperti semula dan menarik beberapa perban dimata kirinya yang rasanya nyaris lepas setelah peristiwa tadi.

"Tck tck tck.. Olivia, kamu kerjaannya main game terus ya.." kata Lily 'menasehati' Olivia. Olivia menatapnya agak kesal, sebelum menyeringai. "Iya deh Lily.. yang kerjaannya bikin 'cerita' yang tokohnya kamu sama-"

"Diem plis." kata Lily kesal sambil menatap Olivia kesal. Olivia hanay tertawa pelan.

"Um, kita kapan belanjanya ini?"

"Oh ya. Nyaris lupa alasan utamanya.." gugam Gakuko sambil menatap Galaco. "Makasih Gala.". "Gak masalah."


Chocolate Ball and Bazaar


"Oke. Semua bahannya udah ada kan?"

Lily mengangguk. "Coklat, Biskuit, sama Meses kan?" tanya Galaco sambil menatap semua bahan-bahan. Gakuko mengangguk.

"Sekarang, Liv, tolong ambilin mangkuk sama peralatan lain didapur. Yang tadi udah kusiapin."

"Okei!" Olivia berlari kedapur rumahnya dengan cepat. Meninggalkan temannya yang lain diteras depan rumahnya.

Ah ya, tadi, ada 'sedikit' Time skip ke sore harinya. Sekarang, mereka sudah mengumpulkan semua bahan, dan, mereka bersiap membuat Chocolate Ball, dirumah Olivia.

Kenapa dirumahnya? Karena rumahnya paling dekat dengan Mall. Dan, kenapa harus di teras rumahnya? Karena Olivia tak mau barang 'pribadinya' diacak-acak. Atau, begitu katanya.

"Ini, silahkan!" kata Olivia sambil menyerahkan beberapa mangkuk dan peralatan lain pada Gakuko.

"Taro dibawah aja, Liv."

"Oke!"

Olivia meletakan semua peralatan tadi dilantai, ditengah-tengah mereka semua.

"Jadi, pertama.. diancurin dulu.." jelas Gakuko sambil mengambil, er.. 'penggiling', dari tumpukan peralatan tadi. "Li, mau nyoba gak?" tanyanya sambil menyodorkan 'penggiling' tadi ke Lily. Lily mengangguk dan mengikuti petunjuk Gakuko.

"Terus diapain lagi?" tanya Galaco saat melihat biskuit yang sudah dihancurkan sepenuhnya oleh Lily dan 'penggiling'nya.

"Kita lelehin co.."

"..."

Hening. Selama 10 detik.

"LIV, JANGAN DIPEGANG-PEGANG COKLATNYA. AKU TAU KAMU MODUS MAU MAKAN."

"APAAN SIH. AKU GAK TERTARIK YA, MAAF."

"TAPI KAMU PEGANG-PEGANG COKLATNYA."

"A-AKU BISA JELASIN."

"GAK PERLU PENJELASAN. UDAH SINIIN COKLATNYA."

Dan, dimulailah drama kecil saat Gakuko melihat Lily 'menyentuh' - lebih tepatnya, memeluk - coklat untuk bahan selanjutnya.

"Liv, kamu mau bikin Choco Ballnya gak?" pinta Gakuko sambil menghela nafas. Olivia mengangguk. "Kalau mau, kasih ke aku coklatnya.." lanjut Gakuko. Dan, dengan berat hati, Olivia menyerahkan coklat tadi.

"Oke, lanjut. Kita lelehin coklatnya dioven." kata akuko dengan nada agak memerintah. Akhirnya mereka semua pergi ke dapur Olivia untuk mencairkan coklatnya.

Gakuko memasukan coklat tadi ke mangkuk, dan meletakkannya di dalam oven.

"Liv, nyalain tuh." katanya sambil menatap Olivia yang masih agak sedih melihat coklat tadi sudah berpindah tangan. Olivia mengangguk pelan dan mulai 'mencoba' menyalakan oven.

"..."

"... Gakku, gak bisa.."

"Kok gak bisa?" tanya Gakuko penasaran. Olivai menggelengkan kepalanya. Gakuko mendekati oven itu dna mulai mengatur suhu dan menekan tombol powernya. Tapi, tidak terjadi apapun.

Sementara Olivia dan Gakuko sibuk mencoba menyalakan oven, Lily dan Galaco berkeliling dapur Olivia yang.. agak luas.

"Olivia, ini colokan apa?" tanya Galaco saat menemui sebuah colokan didekat lemari. Colokan itu 'kosong', tapi ada ujung kabel didekatnya.

Olivia menghampiri Galaco dan mulai 'meidentifikasi' colokan tadi. llau Olivia tersenyum.

"Ooh! Ini tuh colokan oven!"

"..."

"LIV, INI OVEN GAK DICOLOK. PANTES GAK NYALA."

Olivia tertawa hambar sebelum mencolok ovennya dan mencoba menyalakannya kembali. Yap, kali ini berhasil menyala.

"Tck tck tck.. Olivia, tuan rumah yang gak bener.."

"Tapi aku 'nyonya rumah', Kak Lily.."

"Iya juga ya."

"Hm.. lagian, kenapa gak beli susu coklat aja sih? Biar gak ribet.." tanya Lily lagi. Galaco mengangkat kedua pundaknay, tanda ia juga tidak tahu. Dan Gakuko menghela nafas. "Nanti kalau kita beli susu cair, sisanya diminum sama Liv.."

"KOK AKU LAGI- AKU GAK ADA SALAH APAPUN PERASAAN-"

"TADI KAMU NYARIS MAKAN COKLAT YANG HARGANYA-MAHAL-BANGET ITU."

Dan, yak. Drama kecil dimulai lagi. Dengan Lily dan Galaco yang facepalm menjadi hiasan backgroundnya. Kadang, Galaco bingung, kenapa mereka berdua bisa 'agak dekat' padahal mereka 'agak jauh'.

Mengerti? Kalau tidak, berarti sama seperti Lily. Walau sudah beberapa kali Galaco memberitahukanya tenatng hal tadi, ia tak pernah mengerti.


Chocolate Ball and Bazaar


"Udah jadi!" kata Lily senang saat melihat kumpulan Chocolate Ball didepannya. "Aku bangga sama diriku sendiri.." kata Olivia seolah mengusap air mata dari mata kanannya. "Bangga kenapa?" tanya Galaco.

"Bangga dia berhasil nahan diri untuk gak makan hasil karyanya, haha."

"GAKKU. PLIS."

Eh? Time skip lagi? Iya. Karena, sepertinya tidak perlu dijelaskan cara membuat Choco Ball secara keseluruhan. Kebanyakan orang pasti tahu resepnya, dan kalau gak tahu, masih ada 'search engine' yang siap membantu.

"Oh ya.." gugam Olivia pelan. "Kenapa?" tanya Gakuko yang meletakan semua 'kue-kue' tadi diatas beberapa nampan.

"Bukannya kata Gala, ada marshmallownya? Tapi daritadi kita gak pake sama sekali.."

Gakuko facepalm. Begitupula dengan Galaco dan Lily. "Liv, maksudnya, luarnya. Tapi disini kita pakenya meses, bukan marshmallow.." penjelasan Gakkuo membuat Olivia mengangguk mengerti.

"Tapi.. kenapa gak pake marshmallow?" tanya Lily. Gakuko menatap Lily dengan 'agak dramatis'.

"Karena aku, 'gak suka' mereka."

"O-oh, oke.."

Setelah 'memindahkan kue' selesai, mereka hanya perlu membungkusnya dan semuanya selesai. Tapi, ada masalah.. kecil...

"... plastik pembungkusnya mana..?" tanya Galaco pelan. Ia sudah mengamati dengan seksama diseluruh tempat, tapi ia tak bsia menemukan 'plastik pembungkus' yang akan mereka pakai.

Lily terdiam dan baru menyadarinya juga. Ia mengambil beberapa uang dari saku bajunya dan menyerahkannya pada Olivia.

"Olivia, beliin pembungkusnya. Dua puluh lima biji ya."

Olivia hanya mengangguk agak kaku, lalu segera berangkat untuk memulai 'petualangan mencari plastik pembungkus kue'.

Sementara Olivia dengan kebingungan mencari toko yang menjual plastik pembungkus kue, Gakuko memberikan Choco Ball hasil karya Olivia kepada Lily dan Galaco. Sebagai 'tester' katanya.

Tapi, ia hanya tidak ingin kelas mereka disalahkan karena ada pengunjung yang sakit, karena memakan Chocolate Ball buatan mereka. Jujur, Gakuko agak sedikit ragu dengan kemampuan memasak Olivia.


Chocolate Ball and Bazaar


14 November XXXX

Bazaar sudah dimulai sejak jam delapan pagi tadi. Dan sekarang, sudah banyak pengunjung yang datang. Kebanyakan booth kelas pasti dijaga tiga sampai lima orang, tapi.. booth ini..

"Eh?" gugam Olivia pelan saat melihat tidak ada seorangpun dibooth kelasnya. Harusnya ada yang menajaganya kan? Sebelum ai ke kamar mandi tadi, masih ada Lily, tapi.. sekarang Lily menghilang.

Olivia mungkin akan berteriak 'OI GAKKU, LILY, GALA. KALIAN DIMANA.' jika ia tidak mengingat jumlah pengunjung yang ada. Akhirnya, ia duduk sendirian menjaga booth.

"..."

"Hm, sepi juga.." gugamnya setelah sekitar setengah jam menjaga booth. "Cuma ada beberapa yang dateng sih.." lanjutnya bergugam lagi. Masih ada beberapa barang suvenir, kuenya nyaris habis, dan minumannya masih ada banyak.

"Oke. Aku tungguin setengah jam lagi. Siapa tahu yang lain bakal dateng.."

"..."

Jam 12 siang. Panas. Terik.

Olivia sudah meminum beberapa gelas sirup yang tersedia dibooth mereka, dan hanya membayar setengah dari ayng harus ia bayar. 'Ada diskon buat kita kan? Haha.' pikirnya.

Dan, tiba-tiba..

"Kak, aku beli sirupnya satu.". "Tolong susu coklatnya ya dek..". "Aku mau es kelapanya dong!". "S-susu coklatnya berapa kak?".

Booth mereka ramai. Booth kelas lain sudah kehabisan minuman, dan mungkin hanya booth mereka yang masih memiliki minuman.

Oke. Jadi, Olivia harus menlayani semua pembeli ini. Denagn pengetahuannya tentang harga yang cukup sedikit. Haha, terdengar seperti game yang akan laris.

"..."

"Olivia!"

Olivai menoleh kearah suara, menemukan Galaco yang berjalan ke arahnya membawa nampan kosong.

"... kamu dari mana?" tanya Olivia malas. "Dari kelas.. yang lain pada jualan disana.. sekalian nyalain AC.." jelasnya. "Kamu nungguin disini? Sendirian?"

Olivia rasanya ingin memarahinya karena telat datang. Tapi, ia sudah agak kehabisan tenaga. Semua pembeli sudah ia layani. Sendirian. Ya, Olivia bukan orang yang bisa melayani pembeli sebanyak itu. Ia kurang suka kontak langsung dengan pembeli.

Lagipula, selagi ia sibuk melayani pembeli dan berpanas-panasan disini, 'teman-temannya' malah memutuskan 'berjualan' didalam kelas. Dengan AC yang menyala. Terdengar nyaman.

"Minumannya abis. Kalau mau cari minuman, udah abis semua." jelasnya sambil menyingkirkan beberapa helai poninya yang menempel ke dahinya. Galaco menghela nafas dan meletakan nampan tadi diatas meja.

"Masih ada susu coklat cair gak?" tanya Galaco. Olivia mengangguk malas dan menunjuk laci meja booth. "Kalau air putih?" tanya Galaco lagi. ".. cuma ada air dari es yang udah cair.. mau?" tawar Olivia sambil menyerahkan segelas air kepada Galaco. Galaco mengangguk senang dna mulai 'membuat sesuatu'.

"... eh, susu coklat ya?"

Olivia menatap gelas air tadi yang sekarang sudah Galaco aduk sehingga mnjadi warna coklat. "Tapi gak ada esnya.. emang enak rasanya?" tanya Olivia. "Gak masalah kalau cuma es doang.. yang penting, masih ada rasanya.." kata Galaco sambil meletakan kembali sendok yang tadi ia pakai.

"Sedotan dimana?" tanya Galaco. "Ada dideket gelas-gelas plastik.. coba cari aja.." jawab Olivia sambil menujuk tumpukan gelas plastik dibawah meja booth.

Sementara Galaco mencari sedotan, Olivia mulai agak panik saat melihat ada pengunjung lain yang mendekati booth mereka. Padahal booth mereka hanya punya beberapa barang lagi. Dan, sepertinya.. mereka sudah tidak punya uang kembalian.

"Um, kak.."

"Iya?" tanya Olivia semanis mungkin saat seorang gadis yang sepertinya lima atau enam tahun dibawah lebih muda darinya itu menatap segelas susu coklat buatan Galaco tadi.

"Itu.. boleh aku beli gak?"

Ia menunjuk gelas yang tadi ia tatap serius. Membuat Galaco ayng sudah menemukan sedotannya terdiam ditempatnya. Olivia yakin Galaco berteriak dalam hatinya. Sebenarnya, Galaco tak tega memberikan hasil 'kerja keras'nya kepada.. anak kecil yang belum ia kenal. Tapi, melihat matanya.. ukh..

"M-mau dibeli berapa?" tanya Galaco agak ragu. Gadis cilik tadi meletakan beberapa lembar uang diatas meja yang sedikit lebih tinggi darinya. "Segitu boleh?"

"Boleh.. boleh kok.." kata Olivia mencoba menahan tawanya. Sebenarnya ia agak prihatin dengan temannya yang harus mengalah demi seorang anak kecil, tapi, ia masih ingin menertawakannya.

Olivia mengambil sedotan dari tangan Galaco dan tersenyum paksa pada Galaco yang terlihat 'sedih'. Olivia menutup gelas plastik tadi, meletakan sedotan, dan memberikannya pada gadis cilik tadi. Gadi tadi berterima kasih dan berjalan menjauh.

"..."

"O-olivia.."

"Aku tau Gala, uang dia emang kurang.. tapi, dia udah bayar yang kurang pake senyumnya.."

".. t-tapi.. itu kan.."

"Udah, udah.." kata Olivia sambil menepuk pundak Galaco pelan. "Kamu kan bisa bikin lagi.. susu coklatnya masih ada dikit.. air putih juga masih ada..".

Dan akhirnya, Galaco berhasil membuat segelas susu coklat lagi.

"Nah, untung masih ada bahannya.. walau ini yang terakhir sih.." gugam Olivia saat melihat Galaco yang mulai menuang susu cair kedalam gelas plastik. "Tinggal diaduk!" kata Galaco senang sambil mencari sendok yang tadi ia pakai. Tapi, ia tak bisa menemukannya. Saat mencari di bawah, ia menemukannya.

Sendoknya. Jatuh. Di tanah.

Rasanya Galaco ingin menangis. Tapi, harus ai tahan sekuat mungkin. Karena, rasanya tidak lucu jika seseorang seperti Galaco menangis hanya karena sendok yang jatuh.

"Aku.. cuci dulu sendoknya.." gumam Galaco pelan sambil memungut sendok tadi dan melangkah kearah kamar mandi. Olivia melambaikan tangannya dan kembali menjaga booth.

Dan, seseorang datang lagi.. sepertinya, salah satu kakak kelasnya dari klub basket.. ah, dia memakai baju latihannya kan?

"Itu susu coklatnya boleh dibeli gak?"

Galaco. Oh, Galaco. Bertapa malang nasibmu.

Olivia terdiam sebentar. "Er, tapi.. ini belum diaduk.." kata Olivia mencoba mencari alasan. 'Senpai' tadi menggeleng smabil tertawa.

"Gak papa.. nanti bisa aku aduk pake sedotannya.."

Dan Olivia bingung harus menjawab apa.

Disaat-saat kritis itu, Galaco kembali setelah 'mencuci sendok'. Dan ia hanya bisa terdiam saat mengalami kejadian yang sama untuk kedua kalinya.

"Aku ada uang segini.. boleh gak?" tawa 'senpai' tadi sambil meletakan sejumlah uang diatas meja. Tawanya yang tersengar 'manis', dan kalimatnya lembut.

"Y-yaudah kak.. silahkan.." kata Galaco masih agak ragu. Olivia memberikan susu coklat tadi dan menyimpan uang yang diberikan.

"..."

"Gala. Aku turut sedih sama pengorbanan kamu. Maaf ya, ini demi booth kita."


Chocolate Ball and Bazaar


"Bazaar kadang-kadang repot juga ya, haha.." gugam Olivia sambil mengemas barang-barangnya.

"Tapi lumayan, dapet juara booth terbaik.." kata Gakuko yang duduk disebelah Olivia.

"Iya. Bagus ya kita menang. Siapa coba yang jaga booth?" tanya Olivia menyindir.

"Udah ah, kalian.. jangan ribut terus.." kata Lily mencoba melerai drama-kecil-yang-akan-dimulai oleh Gakuko dan Olivia. "Kalian duluan yang gak jaga booth.." balas Olivia menatap Lily tajam. Lily hanya bisa tertawa.

"Ada yang mau beli es krim dulu gak?" tanya Galaco sambil menatap jam tangannya. "Mumpung masih jam segini..".

"Boleh kalau aku!" kata Olivia senang. Ia mengangkat tasnya dan menepuk pundak kiri Galaco dengan senang. "Hm, aku gak masalah.." kata Gakuko sambil membersihkan roknya dari debu-debu atau apapun diatasnya. Lily hanya tersenyum dan menggugamkan 'oke'.

Mereka berempat berjalan keluar kelas, dan menuju toko es krim terdekat dari sekolah mereka.

Selama perjalanan, Olivia menceritakan 'kisah perjuangan' Galaco terhadap minumannya, juga tentang salah satu game yang sedang ai mainkan.

"..."

"Olivia, mau tanya deh.." gugam Galaco pelan. "Hm? Apaan Gala?" tanya Olivia balik.

"Kamu main game apaan sih? Kok kayaknya.. agak gitu ya?"

Hening. Olivia tak berani menjawab.

"H-haha, masa.. gak tahu sih aku main apaan.." tawa Olivia gugup.

"Dia terlalu polos untuk game kayak gituan Liv.." sindir Gakuko.

"Iya deh Gakku.. yang setiap hari baca buku novel.. judulnya sih kayak misteri, padahal aslinya romance.." balas Olivia lagi.

Gakuko menatap Olivia kesal, dan Olivia hanya tertawa. Saat Gakuko mempersiapkan tasnya untuk dilempar ke Olivia, Olivia juga sudah bersiap untuk 'perang' dengan tasnya juga.

Lily mencoba melerai mereka berdua yang akan memulai 'perang-dunia-2.5' dengan susah payah. Ia mencoba menenangkan Gakuko yang terlihat sangat marah, dan Galaco yang-masih-bingung menarik Olivia agak menajuh dari Gakuko. Ya, biar kita lihat, apa mereka berhasil berperang atau tidak.


End.