Disclaimer: Vocaloid bukan punya saya, tapi cerita ini milk saya~
A/N: Disini semunya adalah RIN'S POV, yang garisnya cuma satu dalam cerita adalah skip time.
Warning: TYPO (maybe), OOC, AU, Aneh, Timenya kecepatan (kayaknya), author sudah lupa cara menulis fic yang baik dan benar, dan judul gak nyambung.
Selamat membaca, minna~
You are Mine
Aku menguap lebar sambul menggosok mataku. Malam tadi aku tidur larut sekali, wajar rasa kantuk hebat ini menimpaku. Aku melangkahkan kaki ke sekolah dengan kurang semangat.
"Hei!"
Sebuah suara menghampiri telingaku. Aku menoleh dengan malas ke arah sumber suara.
"Anu.. apa ini jalan menuju Vocaloid School?" seorang anak laki-laki berseragam sama sepertiku terlihat terengah-engah saat menanyakan sederet kalimat tadi. Tampaknya orang ini habis berlari-lari.
"Ya.." aku menjawab dengan singkat dan meneruskan langkahku yang tertunda.
"Terima kasih!" ia berlari mendahuluiku. Orang ini sangat terburu-buru ya.
Ah, apa Cuma perasaanku saja atau orang tadi wajahnya memang mirip denganku? … mungkin cuma perasaanku saja. Lagi pula itu bukan urusanku.
Setelah lima menit berjalan, akhirnya kaki ini melangkah dengan aman menuju kelasku. Kata 'aman' cuma berlaku untuk kaki, sedangkan mata dan telingaku sangat tidak aman. Mata yang melihat para siswa dan siswi berbisik, dan telinga yang mendengar bisikan mereka tentang diriku—sangat membuat 2 bagian tubuhku ini tidak aman. Atau lebih tepat bila kusebut tidak aman dan tidak nyaman? Hm, sepertinya lebih tepat begitu.
Aku menunduk. Malas menatap orang-orang yang hobinya membicarakan orang lain. Setiap hari ada saja yang gossip tentang hidupku, seperti jalan dengan om-om atau menjual diri dengan pria hidung belang. Apa tidak bosan? Mereka menyebalkan.
"Hei, katanya setiap tengah malam dia keluar dari bar kota X.."
Bisikanmu terlalu keras, nona. Aku mendesah dalam hati.
"Eeeh? Jangan-jangan dia jadi wanita penghibur di sana? Berarti gossip 'itu' benar dong?" sang teman si nona tadi menyahut.
Cukup. Aku tidak mau mendengar lebih banyak lagi. Telingaku sudah kenyang mendengar itu.
Semua itu memang benar kok. Tapi.. hei! aku bekerja di bar bukan sebagai wanita Penghibur! Aku hanya seorang penyanyi di bar. Eh, kalau di pikir-pikir… fungsinya sama saja dengan menghibur pengunjung sih. Tapi jangan salah sangka denganku, aku bukan gadis murahan yang mau menjadi penghibur fisik hidung-hidung belang itu.
Bruuak!
Aku menjatuhkan diriku dengan keras di atas kursi. Bel masuk berbunyi tepat di saat itu. Rupanya aku terlalu lama terpaku medengar pembicaraan orang-otang tadi.
"Anak-anak, hari ini kita mendapat murid baru yang katanya pindahan dari luar negeri," wali kelasku ternyata sudah masuk dalam kelas. Cepat sekali.
"Ng, Pak.. saya cuma pindahan dari Hokkaida kok." Ralat seseorang di samping pak guru. Eh? Itu kan orang yang tadi pagi nanya jalan! Murid baru toh ternyata.
Semua penghuni kelas—kecuali—aku langsung tertawa mendengar kata-kata si murid baru.
"Oke.. Teman-teman! Perkenalkan, aku Kagamine Len, usiaku 16 tahun, pindahan dari Hokkaido..dan makanan kesukaanku adalah pisang!" si murid baru—Len memperkenalkan dirinya dengan ceria. Hei, ternyata marganya sama denganku. Rasanya jadi seperti menyebut namaku sendiri.
"Baiklah Len, tempat dudukmu.. hmm, di samping Kagamine Rin aja!" Pak guru menunjuk ke arah bangku kosong di sebelahku. Len bergegas ke sebelahku, seolah ada yang ingin merebut tempatnya. Tapi sepertinya mata para gadis di kelas ini tidak melepas pandangan mereka dari Len.
Len tersenyum ke arahku, aku memalingkan wajah ke arah jendela. Ya, tempat dudukku paling pojok dan dekat dengan jendela. Apa dia bakal nyaman di sini?
"Hei, Rin.. Salam kenal ya!"
Apa-apaan itu? Dia bahkan langsung memanggil nama kecilku!
"….ya." Aku menyahut dengan singkat.
"Dari pertama bertemu, kau hanya mengucapkan kata 'ya'.." ia terlihat takjub.
"Ya.." lagi-lagi hanya dua huruf itu saja yang kukeluarkan dari mulut ini. Apa aku juga bisa memanggil nama kecilnya? Maksudku… saat berbicara langsung dengannya.
Ah, entahlah.. Aku bahkan tidak pernah ingat nama-nama orang yang sekelas denganku. Cuma nama murid baru ini yang langsung melekat di ingatanku—entah kenapa.
"Rin~ mau menemaniku keliling sekolah?" suara Len si murid baru langsung menyerbu telingaku begitu bel istirahat berbunyi.
Kenapa orang ini sok-kenal-sok-deket-banget sih? Eh tapi wajar saja sih minta tolong sama teman..err maksudku sama orang yang duduk di sebelahnya.
"Len-kun~ kami saja yang menemanimu berkeliling," gadis-gadis di kelasku menyerbu Len. Para cowok pun begitu.
"Nee~ Len jangan terlalu dekat dengan cewek 'itu', katanya dia wanita penghibu di sebuah bar loh.." ucap cewek berambut hijau tosca itu sok imut.
Bagus. Satu orang lagi yang akan menjauhiku. Bagus sekali nona hijau (?).
Haah, aku segera meninggalkan sekelompok orang-orang berisik itu, dan bergegas keluar dari kelas berbau apek(?) ini.
Aku yakin murid baru itu akan menjauhiku seperti yang lainnya saat mendengar gossip ini.
Hari-hari berikutnya kujalani seperti biasa. Aku pulang larut lagi dan saat berangkat sekolah aku mengantuk. Terus seperti itu, bagaikan sebuah siklus yang terus berlangsung.
Tapi ada seseprang yang selalu menyapa "selamat pagi", "sudah mau pulang ya?" dan semcamnya padaku.
"Selamat pagi, Rin," sapa Len yang selalu datang lebih lambat dariku. Dia lah orangnya—Kagamine Len. Walau sudah mendengar cerita tidak enak tentangku, orang ini masih saja mencoba berteman dengaku.
"S..selamat pa—"
"LEEEN~" ah, salam balasnku terpotong oleh suara cempreng si gadis berambut hijau tosca. Siapa namanya? Aku lupa.
"Eh? Hatsune-san.." gumam Len. Ah iya, nama gadis itu Hatsune.
"Len.. sudah kubilang panggil saja aku Miku," rengek si Hatsune. Bah, aku muak liat cewek macam itu.
Aku segera menaruh tasku dan bergegas keluar dari kelas. Tampak Len berusaha mengejarku.
"Rin! Masa' sudah 2 minggu kita berteman, kau masih belum bicara apa pun padaku?" Len menangkap tanganku. Suaranya terdengar seperti harapan.
Kenapa? Padahal tidak seorang pun mau berteman denganku, kenapa dia begitu bersikeras? Lagi pula, aku sudah berusaha mengucapkan salam balasan tadi—untuk pertama kalinya sih.
"Lagi pula.. sejak kapan kita berteman?" Tidaaakk! Bukan itu yang mau kukatakan padanya!
Aku salah sangka.. kukira dia akan menjauihiku seperti yang lainnya, dan aku tidak mau salah sangka lagi.
Ia memandangku sesaat. Aku tertegun. Author memang terlalu singkat membuat kisah hidupku di sekolah karena malas mengetik. Dan di dalam kesingkatan itu, Len selalu berusaha selama dua minggu mendapat perhatian dariku, ya, aku selalu jutek dengannya. Walaupun aku diam-diam 'mulai' menyukainya.
"Suaramu.. indah sekali.." ucapnya.
A..apa? Apa katanya tadi?
"Eh?" aku mendongak ke arahnya yang lebih tinggi dariku. Rasa hangat menjalar di kedua pipi putihku.
"Wajahmu memerah! Hahaha.." Len tertawa. Ya Tuhan, aku malu sekali. Ingin rasanya kutendang makhluk kuning di hadapanku ini.
"Be-berisik!" aku memukul bahunya.
"Ouch~ Rin ternyata Tsundere ya.."
"A-apa?" aku terbata-bata. Tidak rela rasanya disebut Tsundere.
"Pokoknya kita adalah teman! Dan aku memang ingin sekali berteman denganmu." Dengan suara tegas dan pandangan mantap sambil mengacungkan jempolnya padaku.
Kulihat Miku dan teman-temannya memandangku dengan tidak nyaman. Inilah pandangan mengerikan dari para kaum hawa. Heran juga kenapa aku terlahir dengan jenis kelamin yang sama dengan mereka. Haah.
"Ayo~ " Len menarik tanganku memasuki kelas setelah melihat Luka-sensei—guru killer itu sudah ada di jalan koridor menuju kelasku. Kelas 2-3.
Seorang pria menghembuskan asap rokoknya padaku, aku menatap pria itu dengan tajam.
"Pak, tolong jangan membuang polusi ke wajah saya!" ujarku sangar.
"Iya iya~ wajahmu manis sih~" desahnya sambil memegang daguku. Aku menepis tangan pria itu dengan kasar, dan bergegas naik ke atas panggung bar. Ya, disinilah tempat kerjaku sehari-hari. Kenapa aku mau bekerja di tempat seperti ini? Sebenarnya ayahku punya hutang yang sangat banyak pada pemilik bar ini. Tapi ayah brengsek itu keburu mati sebelum bisa membayar hutang itu. Daripada nanti ibuku yang diambil si pemilik bar, mendingan aku yang kerja disini sebagai penyanyi.
Cukup Logis kan?
Aku menutup mataku. Melantunkan nada-nada indah—tidak seerotis kemarin—di atas panggung. Para pengunjung yang sebagian besar adalah para lelaki hidung belang bertepuk tangan begitu mendengar nyanyianku.
"Suiit suit~ Rin-chaan!"
Menjijikkan. Tapi apa boleh buat. Kuanggap itu hanya pujian untukku.
Hari ini aku hanya menyanyikan lima lagu. Tidak sebanyak sebelumnya. Heran juga kenapa orang-orang di sini tdak bosan-bosannya mendengarku bernyanyi, malah sepertinya pengunjung di sini malah bertambah banyak dari hari ke hari.
Sudahlah, aku capek memikirkan itu. Aku mau segera pulang.
Aku menutupi baju tanpa lengan dengan rok mini berwarna kuning ini dengan sebuah jaket kuning pucat yang panjang. Tanpa mengemasi apa-apa dan hanya berbekal ransel kecil aku segera menuju pintu keluar.
Aku merasa ada seseorang yang mengikutiku saat aku keluar bar, baunya seperti bau sake yang sangat menyengat. Jangan-jangan…
"Rin-chaaan~ temani Om malam ini yaa~" suara berat menjijikkan itu menghampiriku dan mencengkram bahuku. Bau sakenya pekat sekali.
"Lepaskan aku! Aku tidak mau!" aku meronta agar tangan itu terlepas dari bahuku. Padahal ini sudah di luar bar, tapi orang ini mengikutiku sampai di sini. Ya ampun..
"R..Rin?"
Eh? Rasanya…aku mengenal suara ini.
"Rin? Sedang apa kau di sini?" seorang cowok memakai jaket berwarna sama sepertiku berdiri di hadapanku.
"L-Len." Aku melafalkan nama dari cowok yang sekarang tepat di depanku dan si Om mesum.
Setelah kejadian ini—apa aku..masih bisa berharap bisa berteman dengannya?
To Be Continue
Minnaaaaaaaaaaaa~
Saya lama sekali rasanya hiatus drai ffn~ TAT
ne~ ini fic pertama saya di fandom Vocaloid.. sebelumnya saya menghuni di fandom Bleach..
Ah iya, perkenalkan.. saya Chappy~ XD
Gimana fic saya ini? aneh kah? garing kah? Jujur saya gugup waktu mau publish -lebeh-
Saya mohon ripiunya ya.. XDD yang review dapet pelukan dari Len~~
-di roadroller Rin-
R
E
V
I
E
W
d^^b
