Kadang, kau tetap terus menunggu, meskipun sebenarnya kau sudah lelah untuk menunggu. Karena kadang kau berkeras jika dia adalah takdirmu meskipun dia tidak menginginkannya.

Karena sebenarnya kau tahu, kau mencintainya.


FATED TO YOU

Kuroko no Basuke © Fujimaki Tadatoshi

Standar warning. I Don't gain anything from this fanfiction. First POV, from Akashi side.

Superhuman!Akashi x Vampire!OC. Fantasy, Drama and (maybe a little bit) romance.

FATED TO YOU © tsaforite


Chapter One — Fated to Meet You


[3000 tahun yang lalu]

Ini adalah waktu dimana yokai [1] menguasai daerah-daerah di Jepang dan manusia hidup dibawah bayang-bayang ketakutan. Akashi dulu sama seperti mereka —para manusia— yang hidup di bawah bayang-bayang ketakutan. Namun Akashi melihat sendiri bagaimana orangtuanya dibunuh oleh para manusiadan mereka merampas semua yang dimiliki oleh orangtuaku. Akashi bahkan dikejar-kejar oleh mereka, juga untuk dibunuh. Seolah kematian kedua orangtuanya belum cukup.

Kadang Akashi merasa manusia lebih kejam dari para yokai sekalipun, bisa melakukan apa saja bahkan membunuh sesamanya hanya karena alasan sepele. Iri.

Akashi terus berlari, tidak mempedulikan bagaimana luka yang menganga dikakinya akibat berkali-kali tersandung akar maupun batu. Akashi hanya berusaha untuk menyelamatkan diri, membuat dirinya tetap hidup. Pada akhirnya, mereka sudah tidak mengejarku lagi dan Akashi bisa beristirahat di bawah pohon. Akashi terengah-engah dan pandangannya sudah mulai memburam, sepertinya karena kehilangan banyak darah.

Hahaha ... terasa seperti ironi sekarang. Akashi berusaha untuk lari agar tidak mati dan sekarang dirinya akan mati di tengah hutan. Dan ini sudah malam, dimana para yokai suka berkeliaran. Akashi benar-benar mangsa empuk bagi mereka sebagai makanan mereka.

Akashi menutup mata dan membayangkan dirinya akan segera bergabung dengan kedua orangtuanya di alam sana. Akashi mendengar suara gemerisik semak yang tengah ditembus oleh— entahlah. Mungkin yokai atau serigala yang kelaparan. Akashi tidak bergerak, menyiapkan diri untuk menghadapi ajal yang sebentar lagi akan menjemputnya.

"Ternyata benar, ada yang terluka di sini," gumamnya dan berjalan mendekat. Akashi membuka matanya sebentar dan samar-samar melihat seseorang —atau sosok siluman? Entahlah— mendekatinya.

Ini akhirnya bukan?

.

.

.

... ternyata tidak. Ini bahkan baru awalnya saja.

Akashi membuka mata dan melihat sekelilingnya. Asing, itulah yang pertama kali ditangkapnya. Akashi baru saja hendak melanjutkan tidurnya saat menyadari jika dirinya tidak tahu entah dimana dan segera menyibakkan selimutnya serta mencari sesuatu yang bisa dijadikan senjata. Entah kenapa instingnya mengatakan jika dirinya harus bersiaga.

"Kau sudah bangun rupanya," suara serak itu membuat Akashi semakin memasang ancang-ancang untuk melindungi dirinya meskipun disekitarnya tidak ada satupun yang pantas untuk dijadikan alat perlindungan diri.

Lelaki tua itu hanya menggelengkan kepalanya dan menghembuskan nafasnya dengan lelah. "Aku tidak tertarik memakan manusia seperti yokai di luaran sana, tuan manusia."

"Aku tidak percaya! Kau pasti menungguku untuk lengah dan memangsaku seperti hewan lemah!"

Lelaki yang serba putih itu —dari pakaiannya hingga rambut panjangnya— hanya menghela nafas. "Kalau aku benar-benar ingin melakukan yang kau katakan tadi, kenapa aku tidak melakukannya saat kau hampir diambang kematian, tuan manusia?"

Akashi tidak bisa menjawab yang membuat lelaki itu hanya menghela nafas dan menggorek telinganya yang mirip anjing itu dengan jari kelingkingnya. Akashi menatap lelaki di depannya dengan waspada. Siapa yang bisa percaya kalau ada yokai yang baik diantara semua yokai yang ada didunia ini?

"Percaya atau tidak itu urusanmu. Tapi kau berhutang nyawa padaku, jadi kau harus menurutiku," ucapnya yang membuat Akashi berang. Seumur hidupunya, dirinya tidak pernah diperintah oleh siapapun dan sekarang dirinya harus menuruti perintah seseorang?! Ralat, seorang yokai?!

"Terserah kau mau atau tidak. Tapi jika kau menolak, aku bisa membuangmu keluar dari rumah ini. Dan percayalah, selangkah keluar dari rumah ini kau pasti sudah mati dimangsa oleh bangsaku," jelasnya sembari tertawa mengejek, seolah perkataanya barusan adalah sebuah lelucon yang paling lucu.

Akashi menggeram, namun tidak mengatakan apapun. Lelaki itu seolah menganggap Akashi setuju dengan penawarannya, menggangguk senang dan mengibaskan kipas putih kecil yang sejak tadi berada di tangannya. "Sana kau istirahat lagi. Aku membutuhkanmu yang sehat, bukan yang pesakitan seperti sekarang."

Akashi baru saja akan berteriak jika dirinya tidak sudi menjadi pesuruhnya, namun lelaki itu menghilang secepat kedatangannya tadi. Dan pada akhirnya, Akashi hanya bisa menghela nafas dan kembali beristirahat.

Namun, Akashi menyesal karena tidak menolak keinginan lelaki itu yang menyebabkannya menjadi seseorang yang tidak lebih sebagai alat percobaan dan sudah hampir ratusan kali mengirimkannya ke jurang kematian. Dan jika ada hal yang bisa disyukuri, maka hal tersebut adalah Akashi bisa hidup selamanya asalkan dirinya tidak dilukai sampai sekarat ataupun berusaha membunuh dirinya sendiri.


[2650 tahun yang lalu]

Akashi diajak oleh Ryouhei, lelaki yokai yang merawatnya ke istana Penguasa Barat. Dan dirinya pun sudah bersiap dengan kemungkinan terburuk untuk diserang oleh para yakai yang ditemuinya di istana karena menganggap dirinya adalah manusia lemah yang tersasar di tempat yang salah.

Tapi yang Akashi duga ternyata tidak terjadi. Justru yang dilihatnya adalah Ryouhei sibuk bernegosiasi dengan Penguasa Barat. Akashi tidak mau tahu apa yang mereka bicarakan, karena itu bukan urusannya.

"Kau tahu kenapa aku membawamu ke istana?" tanya Ryouhei saat mereka dalam perjalanan pulang.

Akashi enggan menjawab, tapi Ryouhei pasti bisa membaca pikirannya dan memberitahukan jawabannya meskipun Akashi enggan untuk tahu.

"Tadinya aku ingin menyerahkanmu sebagai upeti kepada Penguasa Barat, tapi dia membenci manusia, jadi dia menolakmu. Yah, tapi untung saja sih dia menolakmu, karena mencari manusia yang memiliki daya tahan sepertimu itu sangat sulit."

Akashi mendengarnya hanya menghela nafas. Kalau begitu untuk apa menawarkan sesuatu yang pasti ditolak oleh yang ingin kita beri?

"Kau memang kuat, tapi tidak cocok menjadi orang politik rupanya," komentar Ryouhei yang membuat Akashi berusaha tidak memikirkan apapun sepanjang sisa perjalanan pulang atau Ryouhei membaca pikirannya semudah membaca perkamen.

"Tampaknya kau benci dengan kemampuanku yang satu ini. Mau aku tambahkan kemampuan ini padamu?"

"Tidak," jawab Akashi singkat yang membuat Ryouhei hanya tertawa dan mengipas-kipas dirinya dengan kipas kecil miliknya.


[2500 tahun yang lalu]

Sekarang Akashi sedang berlari menghindari kejaran para yokai yang merupakan pesuruh lelaki yang selama ini merawatku sekaligus menjadikannya sebagai alat pemuas semua kegilaannya. Mulai dari ramuan entah apa namanya yang harus Akashi minum setiap hari, mengujinya melawan para yokai yang jumlahnya ratusan dan hanya membekalinya sebuah pedang tumpul, seolah dirinya hanyalah sebuah mainan sampai memintanya membawanya hal yang aneh-aneh dan tentu saja hal yang aneh-aneh itu tidak bisa didapatkan dengan mudah.

"Akashi, kembali atau kubunuh kau!" teriak lelaki yang menjadi jenderal dari para yokai yang mengejarnya.

Akashi hanya mendengus dan mempercepat langkahnya. Dan hal yang patut disyukuri dari Akashi adalah karena terlalu sering meminum ramuan yang entah apa namanya itu, kecepatan langkahnya diatas rata-rata manusia, bahkan para yokai sekalipun. Akashi menyeritkan keningnya saat mendapati sebuah istana di hutan terlarang yng sedang dimasukinya. Bukankah tidak ada seorangpun yang berani masuk kemari bahkan para yokai sekalipun?

Yah, dirinya tidak bisa dihitung karena dirinya bukan seorang yokai tetapi bukan manusia biasa. Dan lagi, kenapa istana ini mirip dengan istana Penguasa Barat yang dulu dikunjunginya?

Akashi yang terlalu sibuk memperhatikan arsitektur bangunan itu membuat dirinya berhasil dikejar oleh para yokai yang membuatnya mendesis kesal. Harusnya dirinya tetap berjalan dan mengabaikan istana yang mirip dengan istana Penguasa Barat.

"Akashi, ini peringatan terakhirku. Kembali ke tuan Ryouhei sekarang atau kubunuh kau!" serunya yang membuat Akashi menyeringai.

"Membunuhku? Kenapa tidak lakukan sejak awal saja?" tantang Akashi yang membuat lelaki yang memiliki tubuh dari bawah kepala sampai kaki seperti manusia —yang merupakan jenderal yokai yang mengejarnya— namun berkepala banteng itu marah dan mengeluarkan uap dari kedua hidungnya.

"Dasar manusia sampah! Hanya karena kau diperlakukan lebih baik oleh tuah Ryouhei, kau mengira jika kau bisa melakukan hal seenaknya?!"

Akashi hanya menyeringai meremehkan dan membuat lelaki siluman banteng itu semakin kesal. "Aku tidak peduli dengan perintah tuan Ryouhei. Aku akan membunuhmu, Akashi!"

"Banyak omong," jawab Akashi dan mengeluarkan pedangnya, yang masih tetap saja tumpul diujungnya namun pedang inilah yang satu-satunya pedang yang paling nyaman digunakannya. Karena pedang ini bukan diciptakan untuk memotong dengan mata pedangnya, tetapi dengan kekuatan yang ada disekitarnya. Semakin kuat lawannya, semakin kuat pula energi yang bisa dikumpulkan oleh pedang itu.

Perkelahian tidak bisa dihindarkan. Yokai-yokai yang sok patriot melindungi jenderalnya tentu saja mati dengan mudah bahkan tanpa perlu mengumpulkan energi disekitarnya. Justru dengan kematian mereka, pedang miliknya mendapatkan makanannya, berupa energi yang dimiliki lawannya.

Satu hal lagi dari pedangnya yang disukai oleh Akashi. Pedangnya bisa menyerap semua energi dari yokai yang dibunuhnya.

Sebentar saja, yokai-yokai lemah yang mencoba menyerang Akashi sudah musnah. Lelaki siluman banteng itu semakin berang dan mengeluarkan tombaknya. Akashi hanya menghela nafas, seolah merasa tidak senang dengan senjata yang dikeluarkan oleh lawannya itu.

"Aku akan membunuhmu, Akashi!"

"Jangan banyak omong, buktikan!"

Dan pertarungan itupun tidak terelakkan. Kekuatan mereka berdua sangatlah besar sehingga hutan disekeliling mereka rusak parah dan sebagian kecil dinding luar istana yang menurut Akashi mirip dengan istana Penguasa Barat. Kalau Akashi bisa bilang, pertarungan ini benar-benar tidak seimbang dan Akashi bisa saja langsung membunuh yokai yang ada di depannya ini dengan mudah. Alasan Akashi tidak segera mengakhirinya karena dirinya hanya ingin bermain-main sebentar.

Namun entah energi darimana, Akashi dan yokai banteng itu tidak bisa bergerak dan dipaksakan untuk terduduk di tanah. Semakin berusaha melawan, semakin mereka dipaksa untuk menempel di tanah.

"Jika kalian tahu sopan santun, meminta izinlah terlebih dahulu menggunakan rumahku sebagai tempat untuk bertarung," suara perempuan yang membuat Akashi melihat ke asal suara itu.

Perempuan itu tidak menggunakan kimono dan entah menggenakan pakaian jenis apa, namun yang jelas gaya berpakaiannya belum pernah Akashi lihat. Dan juga, menurut Akashi, pakaiannya terlalu terbuka.

"Kalian hanya berdua, tapi membuat separuh dinding rumahku hancur?" gerutunya sembari menatap tembok yang kini hanya tinggal bongkahan batu.

Perempuan itu yang jelas bukan yokai, karena wujudnya benar-benar sempurna seperti manusia. Tapi jelas perempuan itu bukan manusia, karena dia memiliki kekuatan untuk membuat Akashi dan yokai banteng itu tetap menempel pada tanah. Apalagi warna rambut merahnya belum pernah Akashi lihat. Tidak ada yokai maupun manusia yang Akashi temui memiliki warna rambut itu selain perempuan itu.

"Ck, harus mengatakan apa pada lelaki barat itu kalau tahu rumahku rusak? Pasti memaksaku untuk tinggal di istananya dan membuatku harus mengawasi istrinya yang manusia itu."

Akashi bahkan tidak sadar jika perempuan itu sudah melepaskannya sampai yokai banteng mencoba menyerangnya lagi. Akashi memang berhasil mengelak, tapi yokai itu mengarah ke perempuan berambut merah. Akashi baru saja hendak bergerak untuk menarik perempuan itu menjauh, saat dirinya melihat pemandangan yang membuatnya tidak ingin bergerak dari tempatnya sekarang.

Perempuan itu hanya menyentuh tangan yokai banteng itu, namun Akashi bisa mendengar dengan jelas yokai itu berteriak kesakitan dan melihat bagaimana wujud yokai itu berubah dengan sangat cepat hingga pada akhirnya seluruh tubuh yokai itu berubah menjadi abu-abu dan menjadi debu.

"Aku membenci tamu yang kurang ajar, yang menyela ucapanku," entah itu ditunjukkan kepada siapa, tapi yang Akashi tahu, perempuan itu memiliki kemampuan sama seperti pedangnya.

Perempuan itu menatap tajam Akashi yang membat lelaki itu bersiap menarik pedangnya. "Dan kau, karena hanya sisa kau sekarang, rapikan dinding rumahku seperti semula. Jika kau mencoba melarikan diri, kau kupastikan bernasib sama seperti temanmu itu."

Akashi benar-benar ingin mengatakan jika yokai tadi bukan temannya, namun perempuan itu sudah kembali masuk ke rumahnya—atau Akashi lebih cocok menyebutnya istana. Akashi bisa saja melarikan diri dan menganggap perkataan perempuan itu omong kosong belaka, tapi Akashi pada akhirnya juga mengerjakan apa yang diperintahkan. Ada bagian dari dirinya menyuruhnya untuk tidak melarikan diri lagi. Akashi sendiri sudah melarikan diri dari Ryouhei yang selama ini merawatnya karena sudah muak dengan kehidupannya yang monoton. Selain itu, Akashi juga penasaran kenapa ada istana di tengah hutan terlarang ini. Apalagi istananya mirip dengan istana Penguasa Barat yang pernah dikunjunginya.


To Be Continue


Glosarium:

[1] yokai : pengertian sederhananya sih, ini adalah hantu di Jepang

[2] vampire : salah satu mahluk mitologi yang digambarkan menghisap darah manusia. Tapi di sini, aku buat si OC adalah vampire yang mengambil energi hidup disekitarnya dan bukannya darah.

.

.

Waks... sepertinya saya bakalan di bunuh gegara nambah hutangan sementara hutangan yang lainnya belum dilunasi. Tapi gimana dong, ide saya lagi mengalir untuk yang satu ini :"))

Dan jika bertanya Don't You Dare to Love Me kapan dilanjutkan, sebenarnya saya mau mengumumkan kala saya tidak akan melanjutkannya. Alasannya, karena saya mau menjadikannya novel (yang tentu saja sudah saya rubah namanya agar menjadi orifict). Masih belum rampung pengerjaaanya karena kesibukan kuliah saya yang semakin menggila. Hari Sabtu dan Minggu saja saya masih kuliah kok :"))

Nanti, setelah semuanya beres, saya pasang pengumuman di Don't You Dare to Love Me pengumuman ini + cara membeli buku saya. Saya cuma terbitkan secara indie kok, saya masih tahu diri kualitas tulisan saya biasa-biasa saja, hahaha :*

Terakhir, silahkan tinggalkan kesannya pada fanfic ini. Dan meskipun slow progress, saya menjamin yang satu ini tidak saya discountinuekan kok =))

tsaforite

12/03/2015