The Prettiest Disciple © ddideubeogeo17
.
.
Kim Mingyu, Jeon Wonwoo, other cast(s)
.
.
Cast(s) © Tuhan YME
.
.
Romance, Friendship
.
.
Yaoi. BxB. Typo(s). AU!. OOC.
DLDR
.
.
Hana
Dul
Set
Enjoy it~
.
.
.
"Jadi, kau mau kan jadi kekasihku?"
"Uhm a–aku tidak bisa. Maafkan aku."
Lelaki yang baru saja mengutarakan perasaannya itu berusaha melukiskan senyum, ia tengah menyembunyikan perasaan kecewanya.
"Tapi, bisakah aku tahu alasannya?"
"Jika boleh jujur, sebenarnya aku mengagumimu. Tapi maaf karena perasaanku hanya sebatas sampai tahap itu saja."
". . ."
"Lagipula aku tidak ingin mengecewakan para fansmu."
"Fansku? Aku bahkan bukan artis, aku hanya siswa biasa yang–"
"Iya, tapi hampir satu sekolah ini merupakan fansmu dan aku tidak mau mengecewakan mereka. Apalagi seiring berjalannya waktu, semakin banyak yang mendukung agar kau menjalin hubungan khusus dengan murid tercantik di sekolah ini."
Lelaki berparas tampan itu mengerutkan dahinya, ia benar-benar tidak habis pikir dengan pikiran teman-teman satu sekolahnya. Baru saja ia akan membuka suara, namun suara gadis di depannya sudah mendahuluinya.
"Se–sebenarnya, aku juga bagian dari salah satu para murid yang mengharapkan adanya hubungan diantara kalian."
"Apa?!"
"Uhmm ya begitu, ah kurasa cukup sampai di sini. Aku harus pulang, aku juga takut jika ada yang memergoki kita dan itu pasti akan menimbulkan kesalahpahaman. Aku pamit, permisi Mingyu sunbaenim."
"Tapi Tzuyu-ya, aku–"
Lelaki yang baru saja mengutarakan perasaannya pada sang adik kelas itu hanya mendengus, ia mengacak rambutnya frustasi karena untuk yang kesekian kalinya ia mendapat penolakan.
Permasalahannya jelas bukan dari penampilan, karena ia menempati posisi pertama sebagai siswa tertampan di sekolahnya.
Namun, yang jadi permasalahan adalah sejak pengambilan suara –yang menurutnya amat sangat tidak penting– dilakukan oleh Klub Jurnalistik, dan ia menempati posisi pertama sebagai murid paling tampan.
Pada hakekatnya, semua yang ada di dunia itu berpasangan, kan?
Jika ada yang paling tampan, berarti ada juga yang paling cantik.
Ya, mirisnya sejak di tingkat satu hingga ia berada di tingkat dua ini semua gadis yang disukainya itu akan menolak pernyataan cinta darinya dan justru malah mendukung agar ia menjalin kasih dengan si siswa tercantik.
Siswa?
Tidak, kalian tidak salah baca. Memang nyatanya predikat murid tercantik justru jatuh pada seorang siswa yang notabene berjenis kelamin laki-laki.
.
.
.
PUK!
"Mingyu-ya, kau melamun? Tidak ingin memesan sesuatu?"
Mingyu tersentak saat merasakan tepukan di bahunya, ia menoleh dan menemukan wajah salah satu sahabatnya.
"Ah iya, aku akan memesan. Kajja!"
Tak berapa lama, dua lelaki itu menempati salah satu meja kantin yang sudah diisi lebih dulu oleh teman-temannya yang lain.
"Kenapa wajahmu kusut begitu, Mingyu-ya?"
"Sssttt kalian jangan bertanya apa-apa dulu, mengertilah dengan sahabat kita yang satu ini. Dia baru saja merasakan penolakan untuk yang kesekian kalinya." Ujar lelaki berhidung mancung sambil menepuk bahu lelaki yang menjadi objek pembicaraannya.
"Sialan kau, Seok!"
"Ahahaha kau ditolak lagi? Kenapa aku tidak terkejut ya?"
"Pffftthaha sepertinya berpredikat sebagai lelaki tertampan seantero sekolah bukan jaminan untuk seseorang memiliki kekasih, ya?"
"Yang sabar, Dude!"
Kim Mingyu, lelaki yang menjadi bahan obrolan teman-temannya itu hanya mendengus. Ia sudah kebal, dan tidak merasa tersinggung sama sekali. Karena kejadian seperti ini sudah bukan sekali duakali saja, tapi berkali-kali. Mirisnya, apa yang Seokmin, Soonyoung, Jun, dan Jungkook katakan itu merupakan suatu kenyataan.
"Hei, itu dia!" ujar Seokmin, membuat empat lelaki lain yang berada di satu meja itu sontak mengalihkan atensinya.
Mereka melihat segerombolan lelaki –manis– yang baru saja masuk ke dalam kantin. Terlihat hampir semua mata penghuni kantin secara otomatis menatap lima siswa itu. Tidak heran, karena salah satu diantaranya merupakan lelaki yang berpredikat sebagai murid tercantik di Gureum High School.
Jeon Wonwoo.
Lelaki yang justru berekspresi cenderung datar itu hanya menundukkan wajahnya, membuat para murid di sana justru semakin merasa gemas dengan tingkahnya, sementara empat lelaki lain yang tidak kalah rupawan hanya bisa menuntun langkah Wonwoo.
Sebagai sahabat, mereka paham betul jika sebenarnya Wonwoo merasa risih dan tidak nyaman menjadi pusat perhatian –semenjak status itu melekat pada dirinya.
"Aigoo~ Wonwoo hyung benar-benar hugable."
Sedetik kemudian Seokmin merasakan lemparan sumpit yang mengenai dahinya telak.
"YAK!"
"Hentikan apapun imajinasi yang ada dalam otakmu, Lee Seokmin!"
"Memangnya apa?! Aku sedang berimajinasi tentang apa? Jangan sok tahu, Jungkook-ah."
"Wajah mesummu sangat terbaca." Ujar lelaki yang berstatus sebagai temannya itu dengan ekspresi wajah tanpa dosa, Seokmin hanya merutuk dalam hati.
Jun dan Soonyoung hanya saling memandang untuk kemudian mengendikkan bahu tak acuh, sementara Mingyu tengah memerhatikan lelaki bermarga Jeon yang duduk tidak jauh darinya.
Bisa dilihatnya rona merah yang mulai menjalar di pipi lelaki itu, dan entah kenapa tiba-tiba ia terpaku saat sebuah senyuman tipis tersemat di bibir seorang Jeon Wonwoo.
'Manis tapi menyebalkan. Gara-gara dia aku jadi susah taken.' Batinnya refleks.
.
.
.
"Wonwoo oppa, lihatlah eyesmile boneka ini. Sangat menggemaskan seperti dirimu!"
"Ish! Kau apa-apaan, Yeri-ya. Tentu saja eyesmile milik Wonwoo oppa itu yang terbaik, jangan disamakan dengan boneka rubah itu!"
"Heh Zhou Jieqiong, itu kan pendapatku jadi terserah aku! Lagipula Wonwoo oppa saja tidak keberatan, iya kan oppa?"
"Ssstt kalian berisik, jangan mengganggu pagi Wonwoo oppa dengan suara nyaring kalian!"
"Cih kau bicara dengan entengnya, padahal suaramu sendiri juga sama nyaringnya, Tzuyu-ya!"
"Aku tidak, Wonwoo oppa~ Suaraku tidak mengganggumu kan?"
"Kalian diamlah! Wonwoo oppa~ Jangan lupa memakai barang dariku ya!"
"Wonwoo-ya, terimalah hadiah dariku juga. Itu sengaja ku beli dari Jepang khusus untukmu!"
"Yak Sana-ya, memang kau saja yang membeli dari luar negeri? Aku membeli barang khusus untuk Wonwoo dari Jepang juga."
"Haish kau kan menitip padaku, Mina-ya!"
"Wonwoo oppa, barang dariku bahkan salah satu produk terbaik di Thailand. Jangan lupa dipakai, oke? Itu masker wajah paling bagus, agar kulit oppa bisa tetap sehat, cerah, dan bercahaya."
"Apa kau sekarang sedang mempromosikan barang dari negaramu sendiri, Lalisa?"
"Tidak! Aku hanya berkata jujur tahu."
Seketika Wonwoo merasa pusing mendengar celotehan para gadis di sekelilingnya, meskipun hal seperti ini bukanlah yang pertama baginya. Sambil membawa beberapa barang yang terkumpul di tangannya, ia pun berpikir bagaimana cara untuk mengusir halus para gadis yang hampir setiap hari selalu merecokinya dengan berbagai hadiah.
"Uhm, terima kasih banyak. Aku benar-benar merasa senang atas perhatian kalian, tap–"
"Eiyh~ Tidak apa-apa, Wonwoo-ya. Kau tidak boleh merasa sungkan begitu."
"Tapi Sooyoung-ssi aku–"
"Joy. Kau harus memanggilku dengan nama itu, oke? Hanya orang-orang tertentu yang ku izinkan memanggilku dengan nama panggilan spesial itu, termasuk dirimu."
Wonwoo mengusap tengkuknya, ia sungguh merasa canggung dan malu karena koridor pagi itu sudah mulai ramai seiring dengan kedatangan para murid.
"Ah ya, maksudku Joy-ssi,"
"Jangan menggunakan embel-embel '-ssi', Wonwoo sayang." Setelahnya gadis cantik bertubuh tinggi itu mencubit gemas pipi kiri Wonwoo, membuatnya langsung disambut sorakan dari gadis yang lain.
"Yak singkirkan tanganmu, bisa-bisanya mencuri kesempatan dalam kesempitan."
"Kenapa? Kau iri ya, Kyungwon-ah?"
"Kau–"
Wonwoo menarik napas dan menghembuskannya dengan kasar. 'Ayolah, kenapa gadis-gadis ini malah ribut sendiri?! Bahkan aku belum selesai bicara. Ya Tuhan, bantulah hambamu ini.' batin Wonwoo meringis.
"Hmm begini, aku sangat berterima kasih tapi bisakah kalian melakukan satu hal untukku?"
Keributan itu langsung berhenti, dan mereka hening hingga beberapa detik kemudian.
"Tentu!"
"Apa yang bisa kami bantu, Wonwoo-ya?"
"Wonwoo oppa, apa kau sedang memiliki masalah?"
"Oppa, oppa kenapa? Oppa bisa meminta apa saja pada kami. Ayo katakan!"
Wonwoo memejamkan matanya sebentar saat suara nyaring menyerbu gendang telinganya. Ia membuka mata dan tersenyum, membuat para gadis di sekelilingnya memekik tertahan.
"Tanpa menurunkan kehormatanku atas hadiah dan perbuatan baik kalian, aku minta tolong, bisakah kalian berhenti melakukan ini?"
Hening, Wonwoo pun melanjutkan kalimatnya. Meskipun di hati kecilnya ia tidak tega mengatakan hal berikutnya, namun jika tidak diungkapkan, pasti para gadis itu tidak akan menghentikan aksinya.
"Uhm sebenarnya aku tidak begitu nyaman dengan ini semua, karena kalian seolah-olah memperlakukan aku seperti perempuan. Padahal biar bagaimanapun aku ini tetaplah laki-laki."
Masih hening.
Wonwoo pun menundukkan kepalanya, ia tidak berani mengangkat wajahnya karena ia takut mendapati tatapan kecewa dari para gadis di depannya. Ia tidak tega, dan sedikit banyak ia merasa menyesal mengatakan keresahan hatinya.
'Apa perkataanku terlalu berlebihan? Aish, tahu begitu lebih baik tidak usah kukatakan saja. Maafkan aku.' Batinnya merasa bersalah.
Namun Wonwoo terbelalak saat ia merasakan usapan lembut di kepalanya,"Aigoo~ Maaafkan kami ya? Baiklah, karena kau tidak nyaman diperlakukan begini. Maka kami sudah memutuskan jika kami akan berhenti memperlakukanmu seperti ini, Wonwoo-ya."
Perlahan senyum terbit dari bibir lelaki bermarga Jeon itu, baru saja ia ingin mengucapkan terima kasih atas pengertiannya pada gadis yang berasal dari Jepang itu,"Sana-ya, terima kas–"
"Oleh sebab itu, mulai sekarang Wonwoo oppa adalah pangeran kami!"
Dan ucapan terima kasih itu pun tertelan lagi, Wonwoo menatap heran ke arah Yebin yang tiba-tiba berkata begitu.
"E–eh tidak, maksudku aku tidak perlu diperlakukan seperti ini. Aku hanya siswa biasa, aku–" Wonwoo berkata dengan cepat, tanpa sadar wajah paniknya justru terlihat sangat lugu dan polos, apalagi ditambah dengan gerakan tangan yang mengiringi tiap kata yang terlontar.
Membuat para gadis justru semakin gencar menahan gemas agar tidak memonopoli Wonwoo untuk diri sendiri.
"Ujujuju Pangeran Wonwoo, eh tapi bagaimana ya? Aku lebih setuju memanggilmu Princess, karena wajahmu benar-benar cantik dan indah!"
"Aku juga lebih setuju dengan–"
"Ssstt sudahlah, kalian tidak sadar dengan hadiah yang dibawa Wonwoo? Kasihan, pasti itu terasa berat, biarkan ia masuk ke kelasnya dulu. Wonwoo-ya, kami pergi dulu ya."
"Ohiya benar, apa perlu kami membawakannya, Wonwoo oppa?"
Wonwoo sontak menggeleng keras,"Tidak, sungguh. Jangan begitu, kalian perempuan, lebih baik aku yang membawanya sendiri."
"Ya Tuhan, kau begitu baik dan pengertian."
"Kami pergi duluan ya, Wonwoo sayang~"
"Wonwoo oppaku~ Pangeranku~ Sampai jumpa~"
Setelah mendapat beberapa cubitan di pipi dari para gadis yang mengerubunginya, mereka pun membubarkan diri dan membuat lelaki yang dipanggil Wonwoo itu menghela napas lega.
Wonwoo masih terdiam di tempat, ia akhirnya memilih duduk di salah satu bangku yang tersedia di koridor. Berusaha mengabaikan tatapan murid lainnya yang bermacam-macam, walaupun sudah jelas jika itu semua didominasi oleh tatapan kagum.
Wonwoo mengangkat wajahnya, dan menunduk hormat dengan gerakan kikuk saat tatapannya beradu dengan siapapun yang lewat di hadapannya.
Wonwoo pun memperhatikan tumpukan hadiah di tangannya yang didominasi oleh barang-barang perempuan, seperti boneka –tepatnya tokoh kartun bernama Eddy, pakaian yang persis seperti yang dipakai boneka Eddy, cokelat, bunga, flowercrown, pelembab bibir, masker wajah, dan bahkan beberapa alat make-up yang sama sekali tidak ia mengerti.
Bukannya tidak menghargai, hanya saja Wonwoo itu laki-laki dan ia tidak habis pikir kenapa para gadis itu senang sekali memberinya barang-barang yang diyakininnya tidaklah murah. Lelaki bermarga Jeon itu sudah kehabisan akal dan bingung harus menghentikan tingkah para gadis itu dengan cara apa lagi.
Mereka tidak pernah bosan memberinya hadiah-hadiah yang sudah jelas akan menumpuk di sudut kamarnya. Walau beberapa waktu terakhir ini ia akan dipaksa oleh Jeonghan –salah satu sahabat terdekatnya– untuk menggunakan segala macam produk perawatan kecantikan yang diberikan untuknya.
Selang beberapa menit, tanpa sadar ia mengerucutkan bibir, membuat ekspresi duckface sebagai ungkapan rasa sebal nonverbal melihat tumpukan hadiah yang para gadis tadi berikan padanya.
Ekspresi kesalnya itu sungguh membuatnya berkali-kali lipat terlihat menawan. Bisa disebut cantik, lucu, manis, menggemaskan, bahkan tampan di waktu yang bersamaan.
Lelaki bermarga Jeon itu masih sibuk dengan isi pikirannya sendiri, bahkan ia tidak menyadari tatapan dari sepasang netra lelaki bertubuh tinggi di balik pilar yang tidak begitu jauh darinya. Lelaki itu sudah memerhatikannya bahkan sejak Wonwoo dikerubungi oleh para gadis tadi.
Lelaki tinggi itu menggigit bibir menahan tawa, ia menyesal kenapa baru sekarang memerhatikan sosok bermarga Jeon itu dengan begitu lekat.
"Hei!"
"Aish! Jangan mengejutkanku begitu, Jungkook-ah."
"Aku? Tidak. Aku sudah memanggilmu sedari tadi, tapi sepertinya kau sibuk sendiri. Memang apa yang sedang kau perhatikan sih?" lelaki bergigi kelinci yang dipanggil Jungkook itu ikut mengarahkan atensinya ke arah yang sedari tadi menjadi pusat perhatian sahabatnya. Namun sebelum tatapannya tertuju ke sana, bahunya sudah dirangkul dan tubuhnya secara otomatis mengikuti pergerakan lelaki yang sedikit lebih tinggi darinya itu.
"Sebenarnya kenapa sih, Mingyu-ya?"
"Tidak, sudahlah kita ke kelas saja."
Dan Jungkook hanya mengernyitkan dahi.
"Dasar aneh!" gumamnya.
.
.
.
Mingyu masih terlarut dalam pikirannya, membuat ia tidak sadar sudah menjadi pusat perhatian dari keempat sahabatnya.
"Apa dia baik-baik saja?"
"Entahlah, mungkin karena efek pernyataan cintanya yang ditolak berkali-kali?"
"Kasihan~"
"Yaish! Apa harus kalian membicarakan orang tepat di depan orangnya?!"
"Pffttthaha, sudahlah Mingyu-ya. Itu justru jauh lebih baik, kan? Daripada membicarakan orang di belakang? Munafik namanya." ujar Jungkook.
Mingyu menggelengkan kepalanya, ia berusaha meraih fokusnya. Karena entah kenapa sejak beberapa minggu terakhir, pikirannya seolah diinvasi oleh sosok yang selalu dipasangkan dengannya.
Jeon Wonwoo.
Sejak Mingyu mengintip dari balik pilar beberapa minggu lalu, ia tidak pernah menyangka jika eksistensi orang itu akan bertahan lama di pikirannya. Bahkan sejak saat itu, tanpa sadar otaknya seolah-olah mengendalikan tiap sel dan organ di tubuhnya untuk selalu berkutat dengan lelaki manis itu.
Tapi, Mingyu tetap bersikukuh menyalahkan sosok itu atas status singlenya.
"Hei, jika kau tidak ingin ke kantin lebih baik kami duluan. Kau tidak tahu jika perutku sudah lapar ya?"
"Kau kan memang selalu merasa lapar, Soonyoung hyung."
"Ya ya terserah, jadi sekarang ke kantin atau tidak nih? Mingyu-ya?"
"E–eh? Oh baiklah."
Mingyu, Jungkook, dan Seokmin yang notabene teman sekelas itu pun beranjak setelah memasukkan alat tulis masing-masing ke dalam laci meja. Karena menurut mereka, lengah sedikit saja maka akan ada alat tulis yang hilang. Kelas mereka benar-benar seperti 'pasir hisap', atau memang muridnya yang memiliki kemampuan sulap –tepatnya, kemampuan menghilangkan alat tulis milik teman.
Sementara Soonyoung dan Jun yang memang sudah di tingkat tiga, terbiasa menghampiri kelas sang adik kelas agar bisa ke kantin bersama-sama.
Hal yang sudah sewajarnya jika kantin akan bising di jam istirahat seperti ini. Saat kelimanya sudah memesan makanan dan minuman, Jun menyeletuk,"Apa kalian tidak ingin meminta pajak dari seseorang?"
"Maksudnya apa, Jun hyung?" tanya Seokmin mewakili perasaan bingung temannya yang lain.
Jun mengerlingkan matanya, bermaksud menggoda sosok yang duduk di sebelahnya,"Teman kita yang satu ini sudah mengikuti jejakku. Ia sudah taken."
Sontak Seokmin, Jungkook, dan Mingyu membelalakkan mata.
"Sungguh?!"
"Benarkah?"
"Akhirnya ada yang mau juga denganmu, Soonyoung hyung."
Tidak perlu ditanya ucapan terakhir terlontar dari mulut siapa.
"Sialan kau, Seok! Seharusnya kau berkaca, biar begini aku punya pesona tersendiri. Bahkan kau yang mengaku-ngaku tampan, nyatanya masih single." rutuk Soonyoung sebal.
"Siapa kekasih Soonyoung hyung?" tanya Jungkook.
"Ketua Klub Vokal sekolah kita."
Jawaban Jun sontak membuahkan pekikan dari ketiganya. Mereka tidak menyangka jika Lee Jihoon, ketua klub bertubuh mungil yang terkenal galak itu bisa luluh juga oleh seorang Kwon Soonyoung, ketua Klub Dance yang sikapnya berbanding terbalik dengan Jihoon.
Soonyoung hanya mengangguk bangga sambil beberapa kali menjawab pertanyaan ketiga adik kelasnya itu.
Tak berapa lama Jun menyenggol lengan Soonyoung,"Hei sepertinya kekasihku Minghao dan teman-temannya tengah kehabisan tempat."
Ucapan Jun membuat empat temannya yang lain mengedarkan pandangan ke sekitar dan benar saja, hampir semua meja sudah penuh.
"Tumben mereka baru ke kantin?" tanya Seokmin, sebenarnya lebih ke dirinya sendiri.
Namun ternyata Soonyoung yang kebetulan mendengar dengan peka menjawabnya,"Oh iya, tadi pagi Jihoon mengabariku jika kelasnya ada materi tambahan, yang berarti Wonwoo dan Jeonghan juga, mengingat mereka bertiga berada di kelas yang sama. Tapi jika Seungkwan dan Minghao, kupikir keduanya pasti lebih memilih menunggu tiga kakak kelas kesayangan mereka itu."
Seokmin memerhatikan meja yang ditempatinya,"Bagaimana jika mereka duduk disini saja?" ujar Seokmin saat ia menyadari jika meja yang kelimanya tempati masih tersisa cukup luas di sisi sebelahnya, karena mereka duduk di meja panjang yang memang diletakannya di tengah kantin. Cukup untuk menampung hingga dua belas orang –dengan enam orang di masing-masing sisinya.
Jun, Soonyoung, dan Jungkook mengangguk setuju. Sementara Mingyu, ia justru merasakan debaran jantungnya meningkat tanpa alasan yang jelas.
"Minghao-ya, disini saja." Teriak Jun sambil melambaikan tangannya kepada sang kekasih yang masih terlihat kebingungan mencari tempat duduk dengan nampan di tangannya.
Kelima lelaki manis itu pun menghampiri meja Jun dan kawan-kawan.
"Apa tidak apa-apa jika kami duduk disini?" tanya lelaki bernametag Yoon Jeonghan.
"Tidak apa-apa kok, silahkan duduk sunbaenim." Ujar Jungkook ramah.
Mereka duduk dan mulai makan dengan khidmat, pengecualian bagi Minghao dan Jihoon yang merasa risih diganggu oleh kekasih masing-masing. Lalu ada Seungkwan dan Jeonghan yang makan dengan fokus tanpa memedulikan apapun di sekelilingnya, Wonwoo ingin juga seperti keduanya tapi entah kenapa ia merasa tidak tenang saat merasa ada sepasang netra yang memerhatikannya.
Wonwoo mendongak ke arah yang sekiranya menjadi sumber tatapan itu, namun sosok itu justru tengah sibuk berbincang dengan sahabatnya, Seokmin.
Sepasang mata Wonwoo justru malah terpaku dengan lelaki lain yang sama-sama bermarga Jeon, untuk beberapa detik netra mereka terkunci satu sama lain dan pada akhirnya saling melempar senyum.
"Hei! Aigoo Duo Jeon, tatapan kalian benar-benar membuatku panas dingin!" ujar Soonyoung membuat dua orang yang bersangkutan sontak memutuskan tatapan dan mengalihkan pandangan ke arah lain.
Yang lain ikut menatap Jungkook dan Wonwoo, mereka menggoda keduanya saat melihat senyuman Jungkook dan semakin gencar saat terlihat semburat merah menjalar di pipi Wonwoo yang menunduk.
Mereka larut dalam canda tawa, bersyukurlah ada Seokmin, Soonyoung, dan Seungkwan yang bisa mencairkan suasana hingga mereka yang berada di satu meja itu tidak merasa canggung. Karena biar bagaimanapun, ini pertama kalinya mereka makan di satu meja yang sama.
Sayangnya candaan itu tidak membuat senyuman salah satu lelaki di sana sampai ke matanya, ia hanya tersenyum tipis dan jika boleh jujur ia memang tidak menikmati waktunya itu.
Entah kenapa sejak yang lain menggoda Duo Jeon, mood lelaki itu langsung rusak seketika. Padahal ia yakin, jika penyebab badmoodnya sama sekali tidak berhubungan dengan dua lelaki bermarga sama itu.
Atau, ini karena ia merasa tidak nyaman duduk di dekat Si Murid Tercantik yang selama ini selalu dijodoh-jodohkan dengannya?
'Risih. Ya, pasti ini karena aku meras risih sebab dia berada di sekitarku.'
.
.
.
.
.
TBC
*Mind to RnR? Gomawo^^
**Maaf kalo ada typoooo atau diksi yang ga pas atau kekurangan lainnya T.T
***Untuk cast yang linenya 95, 96,97,98,99, bayangin/? aja ceritanya disini mereka pada seumuran atau paling selisih setahun-duatahun ya hwehehehe
