Pretty Please, Granger
by GwendyMary
Disclaimer - Seluruhnya di fic ini milik J.K Rowling, kecuali jalan cerita yang mana milik saya sendiri
Hope you like it!
Dedicated to the readers,
I hope whatever you love, loves you back
.
.
.
"I was always a thing
that was going to happen to you,
the lightning that would strike on a day that came with no thunder,
and all the shelter in all the world
couldn't have saved you.
.
.
all my life
I've been making my way
to you."
-Tyler Knott Gregson
.
.
.
Hermione Granger tengah memeriksa tumpukan perkamen yang menggunung di sampingnya ketika ia mendengar suara ketukan di pintu kelasnya yang kosong. Tanpa menoleh ke arah sumber suara, ia berkata, "Masuk." cukup keras untuk didengar oleh pelaku yang mengetuk pintunya barusan.
Lalu tanpa ia dapat mempersiapkan diri, ia telah menatap sepasang bola mata keabu-abuan yang telah ia kenal selama bertahun-tahun. Di hadapannya kini berdiri seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah Draco Malfoy—mantan partner ketua muridnya di tahun ketujuhnya di Hogwarts.
"Kau belum terlihat seperti McGonagall rupanya." ucapnya, membuat ruangan kelas yang kosong itu menggemakan suara baritone khas miliknya.
Hermione memutar kedua bola matanya—sesuatu yang biasa ia lakukan setiap Malfoy memancing pertengkaran. Berada di satu ruangan yang sama dengan laki-laki itu selama setahun penuh agaknya membuatnya dapat menoleransi sikap brengsek milik Malfoy. "Senang bertemu denganmu juga, Malfoy" jawabnya dengan penuh penekanan.
Laki-laki di hadapannya itu mengeluarkan seringaian khasnya. Ia mentransfigurasi kursi kelas yang berada di dekatnya menjadi sebuah kursi tangan yang nyaman sebelum akhirnya mendudukan dirinya sendiri.
"Jadi, apa yang ingin kau bicarakan?"
"Well, aku baru menyadari bahwa ternyata putramu, Scorpius, merupakan salah satu muridku."
"Lalu?"
"Yah..., keadaannya tidak terlalu baik saat ini."
Seketika aura serius menyelimuti Malfoy. Matanya menatap tajam Hermione. "Maksudmu?"
Hermione menggigit bibir bawahnya. Bagaimanapun, Scorpius tidak berhak diperlakukan seperti ini dan blimey, ia yakin tidak ada satupun orang tua yang akan menyenangi berita ini.
"Anak-anak yang lain tidak memperlakukannya dengan cukup baik karena..., yah, kau tahu—eng...,"
"Karena ia seorang Malfoy." ucap Malfoy, menyadari keadaannya.
Kepala milik guru transfigurasi di hadapannya mengangguk, jelas tidak nyaman menjadi individu yang harus memberitahukan berita ini. Sesaat, suasana di ruang kelas itu hening. Hermione membiarkan Malfoy tenggelam di pemikirannya sendiri. Namun setelah menunggu cukup lama, gadis itu menarik nafasnya dalam-dalam, mempersiapkan diri untuk menyampaikan berita selanjutnya—yang ia yakin akan membuat Malfoy meninggal di tempat.
"Dan Scorpius mengira bahwa aku adalah ibunya." katanya cepat sambil memperhatikan perubahan ekspresi milik Malfoy.
Untuk mengatakan bahwa ekspresi milik mantan partner ketua muridnya itu adalah 'terkejut' merupakan sebuah pernyataan yang meremehkan. Laki-laki itu terlihat bahwa ia baru saja mendengar berita yang amat sangat mengerikan—seolah-olah Hermione baru saja menyatakan bahwa Voldemort bangkit dari kuburnya.
"Oh, katakan bahwa itu lelucon, Granger."
"Aku mengatakan kebenaran, Malfoy! Putramu memanggilku dengan sebutan 'mommy' di hadapan Albus Potter dan sebentar lagi satu kastil ini akan mengira bahwa benar aku adalah ibu dari putramu." Hermione menggertakan giginya.
"Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan saat itu dan Albus telah terlebih dahulu menarik bocah malang itu karena menganggap mereka adalah 'sepupu' mengingat aku amat dekat dengan keluarga Weasley dan Potter." lanjut guru transfigurasi itu setelah tidak mendapat respon dari Malfoy. Ditatapnya sekilas tumpukan perkamen yang berada di sampingnya, berpikir apakah ia bisa menimbun dirinya sendiri di bawah tumpukan-tumpukan itu untuk menyelamatkan dirinya dari situasi ini.
Ia menyadari bahwa Malfoy tidak bergidik ketika ia menyebut bahwa Albus menganggap Scorpius 'sepupu'nya. Mungkin ia tidak terlalu menyadari bagian itu, batinnya.
Laki-laki di hadapannya itu tampak ingin membuka mulutnya, lalu menutupnya kembali, sebelum akhirnya ia berkata, "Maka biarkan ia berpikir seperti itu."
Hermione Granger yakin 100% bahwa pasti seseorang telah mengutuk isi kepala milik Draco Malfoy. Demi Merlin, aku pasti salah mendengar. Bukankah ia mengatakan 'maka jangan biarkan…'?
"Apa?"
Kedua bola mata abu-abu milik Malfoy menatapnya lurus dengan tatapan serius. "Biarkan ia berpikir seperti itu, Granger. " Sejenak, ia tampak menimbang-nimbang perkataannya berikutnya. "Astoria meninggal ketika melahirkannya dan ia tidak pernah sekalipun mendapatkan kasih sayang seorang perempuan kecuali dari ibuku—yang jelas kau tahu tidak dapat menggantikan peran seorang ibu di hidupnya. Aku tidak mempunyai foto Astoria satu pun karena aku tidak mencintainya dan pernikahan kami merupakan sebuah perjodohan konyol yang dilakukan oleh kaum darah murni fanatik seperti ayahku."
"Sejak Astoria meninggal, aku terlalu sibuk berusaha membersihkan nama keluargaku demi Scorpius sehingga aku jarang berada di dekatnya—hanya untuk mendapatkan bahwa ternyata semua usahaku sia-sia karena ia masih tersiksa karena nama Malfoy yang ia bawa! Aku tahu aku adalah laki-laki paling brengsek dan pengecut, tapi putraku tak pantas menanggung kesalahan ayahnya." jelas Malfoy panjang lebar dengan suara tertahan. Hermione yakin kalau ia melihat bola mata laki-laki itu berkilat-kilat namun ia tidak ingin menginterupsi penjelasan Malfoy. Ia merasa ia perlu mengetahui ini semua mengingat dirinya sekarang akan terseret dalam salah satu permasalahan keluarganya.
"Aku bisa memberikanmu berapapun banyak galleon yang kau mau, asalkan kau mau turut berperan serta dalam imajinasinya. Ia…, ia kesepian, Granger. Aku tidak bisa membiarkannya melangkah ke jalan yang sama sepertiku. Dan percayalah—meski ini terdengar konyol, tapi aku bersyukur setidaknya putra Potter bisa menerimanya sebagai teman."
"Lalu bagaimana nanti setelah berita ini masuk ke Daily Prophet? Kau tidak mungkin bisa membungkam mulut satu kastil ini, Malfoy. Dan bagaimana dengan kehidupanku nantinya? Berita ini dapat mengusir banyak laki-laki yang 'kemungkinan' ingin mendekatiku!" Hermione mendelik ngeri membayangkannya. Baiklah, ia memang menikmati kehidupannya yang single sekarang, tapi bukan berarti ia tidak ingin memulai sebuah keluarga nantinya di masa depan, bukan?
"Maka 'banyak laki-laki' itu tidak pantas untukmu karena mereka hanya melihat permukaanmu dan tidak bisa melihat kau yang sebenarnya." jawab Malfoy.
"Dengar, Granger. Setelah apa yang aku lakukan selama ini kepadanya, aku tidak bisa menjadi orang yang memberitahukan ini kepadanya," ucap laki-laki platinum itu lagi sambil mengusap wajahnya, berusaha menyingkirkan kegelisahannya sendiri yang tampaknya gagal. ", kalau kau benar-benar ingin menghancurkan hatinya, maka lakukanlah sendiri."
Hermione terlihat kehabisan kata-kata. Satu-satunya perempuan di Golden Trio itu terdiam, berusaha berpikir keras mengenai solusi dari masalah ini. Merlin, selama bertahun-tahun menemani Harry dalam petualangannya membasmi Voldemort, ia yakin 100% kalau otaknya tidak dirancang untuk situasi ini—sebenci apapun ia mengakuinya. Untuk pertama kalinya, perempuan itu menyadari bahwa ia bukanlah perempuan yang tahu segalanya. Tidak, dia tidak pernah memikirkan bahwa dirinya akan terjebak dalam situasi ini, terlebih lagi dengan musuh bebuyutannya.
Setelah sekian lama menunggu jawaban dari sang jenius, Malfoy akhirnya menghela nafasnya dan berdiri dari duduknya. "Kau tahu? Aku baru menyadari bahwa permintaanku tadi sangatlah konyol."
Ia merapihkan jasnya yang sama sekali tidak terlihat kusut—lalu tanpa menatap kedua bola mata milik mantan teman sekamarnya dulu saat masih menjadi seorang ketua murid, ia mulai berjalan ke arah pintu keluar.
"Semoga harimu menye—"
"Baiklah."
Iris abu-abu milik Malfoy membulat sesaat. "Apa?"
"Aku menyetujui permintaanmu mengenai Scorpius. Dan simpan saja uangmu, Malfoy. Aku melakukan ini karena..., " Hermione berhenti lalu memejamkan matanya. Untuk sesaat ia kembali mengingat masa-masanya dahulu saat masih menjadi murid di Hogwarts, ketika laki-laki di hadapannya ini masih menjadi orang paling brengsek di dunia dan selalu mengganggunya hanya dikarenakan orang tuanya bukan berasal dari dunia sihir.
"Karena?"
Ia membuka matanya kembali, menatap Malfoy dengan tatapan yang agak sendu sambil mencoba tersenyum.
"Karena aku tahu rasanya dikucilkan hanya karena orang tuamu."
A/N:
Well, that's it! Agak ragu sebenernya buat post ini, nggak tau harus delete atau engga, tapi dari kemaren kebayang-bayang cerita ini terus dan rasanya aneh kalo nggak coba buat nulis ini. I know, it's a crap.
Aku nggak terlalu minat baca Harry Potter and the Cursed Child (no offence), nggak tau kenapa :(
Mungkin karena udah keburu baca pendapat orang-orang yang bilang kalo itu banyak melencengnya dari buku-buku sebelumnya dan karena aku tau kalo yang nulis sepenuhnya bukan J.K Rowling jadi rada nggak terima huhu. Tapi aku cinta banget bangetan sama karakter Scorpiusnya dan aku mau bikin fic ini karena kecintaanku sama karakter Scorpius—selain kecintaanku sama Dramione tentunya HEHEHE.
Review yang kalian tulis bakal berharga banget buat aku dan buat jadi penimbang keputusan aku soal ini harus lanjut atau delete karena aku nggak tau pendapat orang-orang soal ini gimana. So, please let me know :)
