Naruto - Dearest...

Altered Universe? Yes. Altered Characters? Maybe. Can't say for sure.

Inspired by "Arashi – Dear Snow"

"I really miss you, don't you know that? Can't you feel it? Haha, of course, you don't know. After all, I vanished from your life right after I am aware of my feeling..." – Anonymous.

Hinata, seorang remaja yang pemalu itu mengutarakan hatinya pada Naruto ketika Naruto selesai mengemasi barang-barang yang akan dipindahkan. Kebetulan, waktu itu, Naruto akan pindah ke kota yang baru karena dia mengikuti walinya, Iruka-sensei, ke Kyoto. Semenjak orangtuanya meninggal dunia beberapa waktu dalam insiden berdarah, dia memutuskan untuk membuka lembaran yang baru di Kyoto bersama guru yang dia sayangi.

"Sadarkah kamu akan hal ini, Naruto-kun?" tanya Hinata sambil menangis sesengukan.

Naruto terkejut akan pernyataan Hinata yang tiba-tiba itu. Hinata yang hanya ia lihat sebagai teman masa kecilnya tiba-tiba menyatakan cintanya, apalagi pada waktu yang genting seperti ini. Naruto tidak bisa menjawab pertanyaan Hinata itu. 'Apa yang harus aku lakukan?' pikir Naruto. Dia hanya bisa memalingkan wajahnya, seolah menghindari tatapan Hinata yang pucat itu.

Hinata yang lama sekali menunggu jawaban dari Naruto itu tiba-tiba memukul dada Naruto berkali-kali, "Kamu jahat, Naruto-kun, kenapa tidak menjawab pertanyaanku? Apa salahku? Tidak bisakah kamu bicara? Kamu punya mulut kan? Jangan menghindariku. Aku butuh jawaban darimu..."

Hinata yang biasanya pemalu dan jarang berbicara kepada laki-laki tiba-tiba berubah. Wajah cantiknya dihiasi dengan air mata yang terus bercucuran dan make-upnya pun luntur. Hinata tidak bisa menyembunyikan perasaannya yang dipendam selama mereka berdua kanak-kanak. Pada waktu itu, Naruto berjanji akan selalu melindunginya ketika dia diserang oleh anak-anak yang mengejek gara-gara wajahnya yang selalu cemberut di TK dan Naruto melindunginya. Hinata pun menganggukkan kepalanya sebagai tanda setuju. Semenjak itulah, cinta Hinata kepada Naruto tumbuh dan bersemi. Karena Hinata tidak bisa menahan perasaannya itu, dia menangis sekeras-kerasnya. Untung, kala itu, Iruka-sensei sedang keluar untuk mengurusi barang-barang yang akan dikirim menuju tempat tinggalnya jadi hanya Naruto dan Hinata yang ada di apartemen itu.

Naruto hanya bisa mengelus rambut Hinata yang lurus dan indah itu dengan sedih. 'Mengapa kau harus mengatakannya pada waktu seperti ini, Hinata?' pikir Naruto. Dia tidak berani untuk mengatakan hal itu kepada Hinata. 'Pasti itu akan membuatnya lebih sedih,' batinnya.

"Maafkan aku, Hinata," kata Naruto sambil memeluk Hinata yang masih memukul dadanya.

"Aku tidak butuh kata maaf darimu. Aku hanya ingin kepastian darimu, Naruto-kun. Apakah kamu menyadari perasaanku ini? Bukankah kamu berjanji untuk selalu melindungiku dari orang-orang yang menjahiliku? Itu janjimu, kan?" Hinata masih berada di pelukan Naruto. Naruto berusaha menenangkan Hinata dengan memeluknya dengan erat. Dia tidak mengerti caranya untuk membuatnya tenang sehingga dia hanya bisa memeluknya.

"Hinata, maafkan aku. Kumohon, tersenyumlah," pinta Naruto.

Hinata masih menangis, "Aku tidak mau. Aku hanya ingin jawabanmu." Hinata yang selalu penurut memutuskan untuk menjadi keras kepala dalam hal ini.

Naruto hanya bisa menghela napasnya dan menggeleng-gelengkan kepalanya. Ini pertama kalinya dalam hidup Naruto. Pernyataan cinta dan sifat Hinata yang berubah benar-benar membuatnya pusing. Naruto akhirnya memutuskan untuk berbohong. 'Ini demi kebaikan baik aku maupun Hinata. Hanya ini satu-satunya jalan,' Naruto mencoba untuk memejamkan matanya sebelum memberi jawaban kepada Hinata, orang yang sangat dia sayangi setelah kedua orangnya dan walinya, Iruka-sensei dan Jiraiya-sensei. "Hinata, orang yang seharusnya bersamamu bukanlah aku. Maafkan aku," katanya sambil mencium leher Hinata dengan penuh kasih. Hinata pun hanya bisa lari dari apartemen itu meninggalkan Naruto sendiri. Naruto membiarkan Hinata lari dan menyalahkan dirinya sendiri karena dia tidak bisa membuat Hinata bahagia.


Naruto telah memutuskan untuk menjadi seorang arkeolog. Karena jalan yang ia tempuh tidak memungkinkannya untuk membahagiakan Hinata, dia memutuskan untuk meninggalkan tempat kelahiran ayah dan dirinya dan bertindak kejam dengan cara membohongi Hinata jika dia tidak bisa menerima cintanya. Lagipula, dia belum yakin terhadap perasaannya kepada teman masa kecilnya itu. Dia mengambil keputusan ini bukan tanpa pertimbangan yang kurang matang. Dia sebenarnya ingin mengikuti Jiraiya-sensei dalam ekspedisinya tetapi dia harus menyelesaikan pendidikannya di universitas yang ada di Kyoto terlebih dahulu. Setelah itu, dia baru mendapatkan lisensi untuk dapat mengeksplorasi reruntuhan yang ada di Jepang dan negara lain.

Sebenarnya orang tua Naruto, Kushina dan Minato mencoba menghalangi niat anaknya. Tetapi mereka meninggal dalam kecelakaan itu. Karena tidak ada yang menghalangi niat Naruto, dia memutuskan untuk menekuni bidang ini. Naruto sangat tertarik dengan ilmu ini. Jiraiya-sensei sering mengajaknya ke museum-museum contohnya, Museum Nasional Tokyo, pada waktu kecil. Mungkin karena itulah, Naruto berniat menjadi seorang arkeolog dan menemukan barang-barang kuno atau mungkin reruntuhan yang akan memuaskan hasratnya akan sejarah.

Naruto memang kurang menguasai dalam bidang akademik tetapi kemauannya yang keras mengubah hidupnya. Dia sering belajar kelompok dengan teman-temannya dan pergi ke bimbingan les untuk meraih cita-citanya walaupun hal ini disalah-artikan oleh orang tuanya. Kushina dan Minato mengira bahwa anaknya rajin belajar karena dia ingin membanggakan orang tuanya. Naruto tidak ambil pusing dalam hal itu. Dia tidak mementingkan tentang harga diri atau apapun yang berhubungan dengan hal itu. Naruto hanya ingin memuaskan dirinya tentang pengetahuan yang dia butuhkan ketika dia mengeksplorasi tempat-tempat bersejarah. Mungkin menurut Naruto, sejarah seperti obat penghilang stres untuknya.

"Apa barang-barangnya sudah siap, Naruto-kun?" kata Iruka-sensei sambil melihat Naruto-kun yang terpaku di apartemen itu. Iruka-sensei mendekati Naruto dan menepuk pundaknya, "Sudahkah kamu mengucapkan selamat tinggal ke tempat ini?" Naruto hanya menganggukkan kepalanya dan berjalan menuju mobil yang akan mengantarkannya ke tempat yang baru.


Naruto tiba di depan rumah Iruka-sensei. Rumah Iruka-sensei termasuk luas untuk ukuran lajang sepertinya. Iruka-sensei tidak terlalu memikirkan tentang pasangan hidup karena dia terlalu sibuk dengan penelitiannya. Tidak ada yang memaksa Iruka-sensei untuk menikah karena orang tua Iruka-sensei sudah meninggal dunia sejak dia kecil. Waktu itu, Sarutobi-sensei yang kebetulan seorang dosen di tempat Naruto akan menimba ilmu, mengadopsi Iruka-sensei. Setelah dia keluar dari rumah Sarutobi-sensei, dia membeli rumah itu dan bekerja sebagai seorang guru di SD dan SMA privat di dekat rumah itu.

Beberapa jam kemudian, "Nah, Naruto, ini kamarmu yang baru. Barang-barang yang lain aku taruh di gudang di sebelah situ," kata Iruka-sensei sambil menunjuk ke pintu berwarna merah. "Kamu boleh menata kamar ini sesukamu, asal jangan memasang dan menyimpan barang-barang yang aneh ya, nanti aku sita semuanya," tambahnya.

"Ah, Sensei, pikiranmu kolot sekali, apa salahnya?" kata Naruto setengah kesal.

"Jika Sensei bilang tidak, ya tidak. Lagipula, di sini adalah rumahku jadi kau harus mengikuti perintahku," kata Iruka-sensei.

Naruto menyahutnya dengan wajah kekalahan, "Baiklah, Sensei."

Iruka-sensei mendekati Naruto dan mengelus rambut Naruto hingga rambutnya acak-acakan, "Nah, jika kamu menurut seperti ini, aku akan membelikanmu ramen. Bersiaplah jika kamu sudah menata kamarmu ini." Dia bisa melihat wajah Naruto kemudian berseri seperti anak kecil yang senang akan dibelikan mainan kesukaannya. Lalu dia meninggalkan Naruto sendiri di kamar itu.


Hinata yang tidak terima karena Naruto meninggalkannya, hanya bisa menangis selama 7 hari. Setelah dibujuk oleh kerabatnya, Neji, untuk keluar dari kamarnya, akhirnya Hinata menceritakan semuanya kepada Neji. Neji mendengarkan cerita Hinata yang terpenggal-penggal karena Hinata menangis sesengukan dan sesekali terdiam dengan sabarnya mencoba menghibur orang yang dia sayangi itu. Sejak saat itu, Neji berusaha untuk selalu berada di dekat Hinata jika dia keluar dari rumah.

Hinata sebenarnya kurang suka dengan 'pengawalan' kerabatnya itu tetapi dia tidak bisa tenang jika tidak ada orang yang menemani. Kemudian dia dikenalkan dengan Kiba, seorang mahasiswa kedokteran hewan oleh kerabatnya itu. 'Mungkin jika Hinata jatuh cinta kepada orang lain, ia dapat melupakan Naruto,' pikir Neji waktu itu. Kiba yang terlihat sangat 'wild' dalam penampilannya itu memberi kesan di hati Hinata. Walaupun dia berpenampilan seperti itu, Kiba adalah seseorang yang sangat pengertian dan peka akan perubahan sifat orang yang ada di sekitarnya. Mungkin instingnya sebagai dokter hewan yang membuatnya dia seperti itu. Hinata pun perlahan-lahan membukakan hatinya kepada Kiba. Kiba pun berusaha untuk membuatnya bahagia, dengan cara mengajaknya keluar untuk menemaninya di klinik kakaknya. Kiba tak segan untuk menjemput Hinata di apartemennya walaupun dia tahu ini bukan kebiasaan dirinya untuk menjemput seseorang.

Kiba hanya mau melakukan sesuatu yang diluar batas kebiasaannya jika ada sesuatu yang terjadi. Kiba benar-benar menyukai Hinata pada pandangan pertama. Sosok Hinata yang pemalu dan lemah lembut benar-benar memikat hatinya sebagai seorang pria. Mungkin dia terlalu berlebih-lebihan dalam menjelaskan perasaanya itu, tetapi ini adalah pertama kalinya dia bisa mendeskripsikan bahwa dia adalah hime yang harus dia miliki sebelum orang lain merebutnya. Kiba pun melancarkan aksinya untuk menggaet hatinya dengan bunga, puisi, dan buku-buku kesukaan Hinata.

Akhirnya, usaha Kiba pun berhasil. Hinata pun akhirnya mau menjadi kekasih Kiba. Hinata selalu menemani ke mana pun Kiba pergi tanpa perlu ada kerabat di sampingnya, Neji. Neji pun senang dengan perubahan Hinata. Perlahan-lahan senyum Hinata sering terlihat di wajah Hinata yang cantik. Hinata pun sering memakai pakaian yang berwarna cerah. Kiba pun senang dengan perubahan Hinata itu. Dia sering memuji pakaian yang dikenakan Hinata setiap kali mereka bertemu. Hal ini membuat muka Hinata memerah sambil mencubit perut kekasihnya itu.


Akhirnya, tibalah hari pernikahan Hinata dan Kiba. Hinata yang mengenakan gaun pengantin yang berwarna putih seperti salju terlihat tidak kalah menariknya dengan peragawati yang ada di peragaan busana. "Kau terlihat sangat cantik, Hinata. Beruntung sekali Kiba mendapatkan istri secantik dirimu," kata Neji dengan membawa buket bunga.

Hinata tersipu mendengar pujian itu, "Ah, Neji, kau hanya bergurau. Aku jadi deg-degan nih."

"Tenanglah, semua akan baik-baik saja. Ini buket bunganya," kata Neji sambil menyerahkan buket bunga yang berwarna sama dengan gaun pengantin itu.

Senyum Hinata tidak pernah hilang pada pesta itu. Kiba pun senang, gadis pujaan hatinya menjadi istrinya. Kiba sibuk berbincang-bincang dengan tamunya yang hadir di pesta itu. Sedangkan Hinata mencoba mencari Kiba tiba-tiba dikejutkan oleh seseorang yang memegang tangan kanannya. "Hei..." suara itu sangat tidak asing di telinga Hinata.

"Kamu sadis sekali, tidak memberi undangan kepadaku," kata Naruto sambil tersenyum. "Kamu cantik sekali ya, memang gaun warna putih cocok dengan kulitmu," lanjutnya. Hinata seakan membeku melihat Naruto yang kulitnya terlihat terbakar oleh matahari. Dia tidak bisa berkata apa-apa.

"Oh ya, ini bunga untukmu, maaf tidak memberikan buket bunga yang cocok untukmu, tapi bunga ini cantik lho, white rose," lanjutnya. Tidak ada respon dari Hinata. Naruto tersenyum, "Akhirnya kita bisa bertemu lagi ya. Ah, ya, aku datang kemari karena ada yang hal yang ingin aku berikan kepadamu. Yah, bisa kamu anggap sebagai kado pernikahanmu lah. Kamu pernah menanyakan padaku tentang perasaanku kepadamu, aku sebenarnya sangat menyayangimu, sejak dulu, Hinata." Masih tidak ada jawaban dari Hinata. Naruto kemudian merogoh ke sakunya dan mengambil jam antiknya. "Ah, maaf ya, aku harus pergi. Aku harus mengejar pesawatku yang menuju Mesir. Oh ya, aku ucapkan selamat atas pernikahanmu. Lain kali aku diundang ya, jika ada pesta yang seperti ini," kata Naruto sambil meninggalkan Hinata yang terpaku.

Hinata hanya bisa melihat punggung orang yang dicintainya sejak lama dengan berkaca-kaca. Tanpa disadari, air mata yang tertahan selama ini akhirnya mengalir untuk kedua kalinya...

"Even so, I still love you. Even when my body's already decaying slowly like now anyway." – Anonymous


Disclaimer:

All the things, baik itu karakter, properti dan lain-lain semuanya dimiliki oleh Masashi Kishimoto-sensei aka Authornya Naruto. Segala hal, baik itu kejadian yang terjadi, nama, dan lain-lain hanyalah kebetulan semata. Karya ini HANYALAH FIKSI BELAKA.

Special Thanks to:

Miss Aoi (Tuh, udah bikin kan, jangan dipromote, ok? Nanti anda saya kutuk! *main kutuk segala nih gue*)

Takeda Kouhei (*o* I am inspired to his photos lately)

Arashi and AAA that always accompany me in the cold night...

Authornya Naruto, Masashi Kishimoto-sensei.

Readers yang baik hati yang baca fic ini dan sempet-sempetnya baca ini (saya mohon jangan promote, tebar link ini ke siapa pun, atau main asal comot (copas) ya) I appreciate that.

Grazie!